PikaaChuu dan Park In Jung (dengan tidak tahu malunya) mempersembahkan:

WORLD OF MINE

Prologue


Jimin mematri langkah demi langkah seraya menarik kopernya. Satu tangan kanan yang menggenggam tiket serta passport diangkatnya guna membenarkan letak masker dan kaca mata gelap yang bertenggar pas di pangkal hidung.

Bukan, Jimin tidak sedang dalam perjalanan santai pariwisata. Ia baru akan berangkat dalam tugas lapangan ke lain benua.

Tidak ada gurau sama sekali jika ia berucap, "Aku akan ke Afrika. Sekedar mengabadikan beberapa singa, gajah, hyena, lemur, atau kuda nil untuk pembukaan galeriku bulan depan."

Ya, Jimin akan menjadikan fauna liar itu sebagai model kaca kameranya. Ia akan membuka foto galeri milik pribadi setelah sekian lama merancang mimpinya.

Begitu pantatnya sudah dirasa nyaman dalam posisi duduk, ia rapikan poni silver yang baru dicatnya seminggu lalu. Dengan alasan ingin mengubah susasana menjelang launching aset kebanggaannya nanti. Setelah memastikan ponselnya dalam mode terbang, ia tatap luar jendela mungil di sebelah kiri. Mengabaikan apa-apa saja yang pramugari cantik itu ocehkan.

Perjalanan delapan belas jam ke Johannesburg tentu akan ia lewati dengan tidur. Satu jam setelahnya ke Taman Nasional Kruger baru akan ia nikmati pemandangan yang tersaji. Itu urutan rencananya yang sudah disiapkan mantap sejak kemarin.

Namun agaknya tak mungkin terlaksana. Karena setelah dipaksa bangun walau baru terlelap tiga jam akibat riuh ricuh para penumpang yang tampak panik, jantung Jimin segera berpacu di atas batas normal. Otaknya menangkap cepat bahaya yang menghampiri. Terutama kala seluruh badan pesawat dirasa goyah, bergoncang. Tangan Jimin yang bergetar ditambah titik-titik keringat dingin membuatnya sukar memebenarkan kuncian sabuk pengamannya.

Kacau.

Ia hanya ikut bangkit lari begitu penumpang lainnya juga berlarian menuju ekor pesawat. Jimin tahu itu tak akan ada gunanya. Bahkan bangkit berdiri pun sulit akibat kemiringan yang tentu menarik seluruh tubuh searah gravitasi. Namun siapa yang bisa duduk di tempat ketika tau pesawat menukik turun dengan bagian depan yang mulai terbakar. Setidaknya, dengan berlari ke belakang, umur Jimin bisa bertahan sepuluh detik lebih lama.

Lucu memang. Sepuluh detik, apa gunanya?

Setidaknya, pasang kakinya sudah mau berusaha membawa tubuh supaya mau bergerak. Sebelum terhenti kembali begitu mendapati satu figur berdiri di tengah lorong, menghadap ke arahnya. Ingin Jimin mengumpat karena pria itu jelas-jelas menghalangi jalur pelarian yang dituju.

Namun, di detik mereka mengadu pandang, kala itulah JImin tahu putaran waktu terhenti.

Dan seru makian itu memang sudah hendak dimuntahkannya sebelum hal konyol –bagi Jimin, menyusul muncul. Dengan tak masuk akalnya, sepasang sayap hitam kelam terbuka lebar di balik tubuh pria tersebut. Gelap nan legam, kontras dengan wajahnya yang tampak sangat putih –tidak bisa dikatakan pucat. Disertai titik-titik api yang makin melahap ujung bulunya sedikit-sedikit, lantas membentuk kobar merah menyala.

Jimin termangu. Dia sudah mati atau apa, tak paham. Namun gambaran yang terkunci matanya kini tampaklah nyata. Sungguh. Bahkan tangan si pria yang menjulur ke arahnya juga terlihat bukan fana. Yakin benar ia, itu bukan imaji karena kulit tangan Jimin bisa jelas merasa dinginnya telapak pria asing tersebut kala menepisnya jauh. Jimin takut disentuhnya.

Lalu ketika jarum detik bergerak melawan arah satu kali, semua menggelap.


-WORLD OF MINE-


Kelopak Jimin terbuka paksa. Menampilkan pupilnya yang melotot lebar. Nafas tersengal, tersendat. Bulir keringat juga sudah membasahi seluruh parasnya. Mungkin juga dengan tubuhnya.

Jimin menggigil.

"Apa?" Lirihnya.

Suara yang keluar agak serak, dan ia bangun duduk. Dua telapaknya mengerat pada selimut yang masih membalut pangkuan. Jimin berusaha mengatur hela nafas. Namun genggaman tangan entah mengapa masih saja gemetar.

Ia menatap penanda waktu di nakas. Satu jam sebelum penerbangannya berangkat.

"Gila. Kenapa harus didatangi mimpi seperti itu tepat sebelum aku pergi."

Ia usap wajahnya, mengahapus keringat. Lalu beranjak dari tempat tidur untuk menggeser tirai jendela. Sejenak, ia membeku menatap koper di depan almari. Ada secercah ragu yang menghampiri. Bayang-bayang kekacauan dalam bunga tidurnya terputar dalam otak, menciptakan detak jantung yang tidak lagi normal.

Jimin menggeleng, berharap dengan itu gambaran mengerikan akan hilang terusir. Menggantinya dengan impian indah yang sudah lama dinanti.

Galeri foto pribadi. Pengunjung yang memuji. Sorot kamera dan lembar majalah yang tersaji. Kelak, ia ingin menjadi seperti itu. Dan cukup selangkah lagi.

Maka setelah bersusah payah meyakinkan diri, ia akhirnya mau melangkah memasuki bandara. Dadanya makin berdegup namun diabaikan. Matanya juga terpejam ingin istirahat begitu pesawat lepas landas, sayang ia kembali takut mimipi itu akan kembali menyapa. Walau pada akhirnya, ia memang tertidur.

Dan kembali lagi.

Jimin terbangun akibat seru-seruan panik dari penumpang pesawat. Agak lambat otaknya memproses walau nyatanya tubuh tak sejalan. Kakinya sudah melangkah menjauh dari tempat duduk.

Dan kembali lagi.

Pacuannya terhenti. Pria bersayap kelam dalam mimpinya muncul. Di tempat yang sama pula. Menghalangi laju larinya.

Dan kembali lagi.

Api kecil juga membakar ujung-ujung bulu hitam tersebut, menjalar hingga merambah semua bagian sayap. Lalu satu tangan si pria naik, menghampirinya.

Kali ini Jimin tidak refleks menepis lengan itu pergi. Ia merasa lebih ketakutan dibanding petang tadi. Karena itu mata ditutupnya, mengerut takut. Jika memang semalam hanya mimpi, maka yang satu ini pastilah nyata.

Namun seluruh bagian tubuhnya meremang begitu bisikan masuk ke telinga.

"Untuk kali ini, jangan membalikkan waktu lagi, Tuanku."

Di antara sunyi senyap akibat kungkungan roda waktu yang terhenti, suara pria itu begitu jelas dalam pendengaran Jimin.


-WORLD OF MINE-

TBC


Author corner

Injung : Secara terhormat /ea/ aku mengucapkan terima kasih banyak ke Kak Pika yang mau berkolaborasi denganku. Sejujurnya ini plot lama terabaikan dan berdebu di otak, senang rasanya Kak Pika mau berkolaborasi denganku denganku dan mengembangkan cerita ini bersama-sama. Thank u juga untuk yang membaca dan review~ /jangan lupa mampir ke tempatku hehehe/ like always, love and peace.

PikaaChuu : Ya, seperti yang tertulis besar-besar dalam summary, karya ini hasil kolaborasi antara aku dan Park In Jung. Alur menakjubkannya boleh aku paparkan menjadi tulisan, aku tersanjung. Kemudian, menyambut liburan, aku akan sejenak menghapus embel-embel hiatus di pen-name sebelum kembali menambahkannya lagi nanti, setelah masuk sekolah lagi. Aku sudah lama tidak menulis, jadi maafkan bila aneh.