Malam sunyi nan dingin di awal buan musim penghujan. Sebuah rumah megah dengan cahaya cemerlang menyelimuti setiap sudut tanpa memberi bayang tempat bersembunyi. Suara dentuman tengah malam menggema dari dalam rumah yang megah. Tidak ada yang terbangun. Tentu saja, karena seluruh penghuni rumah itu terjaga sempurna menunggu dengan tenang sesuatu yang tidak di ketahui.
Dua orang penghuni rumah duduk manis di ruang tengah tanpa suara dengan tatapan layaknya menembak mati takdir dengan sekali kedip. Laki-laki gagah yang masih terlihat muda itu duduk menatap kedepan, sedangkan wanita cantik dengan rambut sebahu melakukan hal sama persis dengan laki-laki di sebelahnya-yang diketahui adalah suaminya.
Kaki berbalut celana bahan yang melekat sempurna dengan lekuk kakinya dan sepatu pantofel mahal yang mengkilat diangkat tanpa beban bertumpu pada meja putih di depannya. Sedangkan kaki mulus dan ramping yang dibalut dengan gaun satin berwarna lavender diangkat satu menyilang dengan satunya lagi. Mereka tampak siap menghadapi sesuatu. Pandangannya menampilkan pertahanan sekuat dinding beton berlapis-lapis.
Lampu-lampu cemerlang itu padam seketika tanpa aba-aba. Lalu menyala kembali bagai sihir sedetik kemudian. Bersamaan dengan meyalanya lampu beberapa orang bertubuh tinggi dengan jubah besar hitam bertudung berdiri diposisi yang berbeda. Dan satu-satunya orang yang tidak bertudung diantara orang-orang tadi duduk tepat ditengah-tengah antara sang laki-laki berpantofel mengkilat dan wanita bergaun satin lavender dengan tangan yang terentang lebar di belakang sofa yang mereka duduki.
Laki-laki tanpa tudung itu memakai topeng hitam yang hanya menutupi hidung sampai dagunya. Matanya terpejam dan kepalanya mendongak keaatas. Berpose angkuh. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara. Dentuman tengah malam dari grandfather clock sedari tadi mengisi kehampaan diantara mereka.
"kau terlambat dua detik dari tengah malam." suami dari wanita bergaun lavender akhirnya memecahkan keheningan.
Kepala dengan rambut ungu gelap yang sedari tadi mendongak keatas akhirnya menggeleng kearah depan. Kelopak mata yang sedari tertutup rapat terbuka perlahan menampilkan manik merah muda yang terang dan menusuk. Tidak langsung menjawab, mulut yang tertutup topeng hitam itu menghela nafas pelan.
"pernah dengar 'pahlawan selalu datang terlambat'?" suara itu berat dan serak teredam sedikit karena masker yang ia pakai.
"tentu, tapi sayangnya aku sama sekali tidak melihat batang hidung seorang pahlawan di ruangan ini." wanita dengan gaun lavender menyahut.
Kekehan kecil yang sedikit serak terdengar dari balik topeng hitam.
"tentu saja kau tidak melihat hidungnya nyonya, karena pahlawan itu memakai topeng." dia menunjuk topeng hitam di wajahnya.
Laki-laki disebelahnya tertawa meledek. " kau bahkan tak mempunyai 1% presentase untuk menjadi pahlawan."
"lalu kau pikir berapa presentasemu tuan direktur?" tanya si lelaki bertopeng.
"tentu jauh beratus-ratus diatasmu." jawabnya denga senyum miring.
"kau bicara layaknya seorang guru matematika yang menyebalkan." Si bertopeng hitam mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. " Apa 35 miliar USD yang habis dipakai untuk pembangunan infrastruktur dan membunuh rekan bisnis asal Inggris termasuk dalam presentasemu? Aku salut kepada semua anjing-anjing peliharaanmu yang berhasil menutup dengan rapih semua kebusukanmu pada publik, Direktur Wang."
"aku juga salut kepada seekor anjing kecil sepertimu dapat membunuh para pejabat tinggi tanpa jejak sedikitpun." wanita di sebelah kirinya berbicara lagi.
Laki-laki bertopeng itu tertawa keras sambil bertepuk tangan. "biar aku beri tahu satuhal nyonya, jangan setarakan aku dengan anjing-anjingMu. Mereka bahakan tak dapat menahanku saat masuk kesini."
Lelaki bertopeng itu mendekatkan wajahnya kepada wanita bergaun satin, lalu berbisik. "Dan orang yang kau samakan dengan anjingMu ini sebentar lagi akan membunuhmu lalu pergi tanpa jejak sedikitpun."
"lalu apa? Kau ingin bilang kau sederajat denganku,eh?" sang suami berucap lagi sambil terkekeh mengejek.
"oh tentu tidak! Aku tidak sudi sederajat dengan kalian." lelaki bertopeng itu berdiri berjalan membelakangi mereka. "ada kata-kata terakhir, Tuan dan Nyonya Wang?" punggung tegap itu berbalik kearah semula. Detik yang sama ketika lelaki topeng hitam itu berbalik, orang-orang berjubah hitam itu mengacungkan laras senajata api mereka tepat mengarah kepala suami istri tersebut.
"kau tidak mengerti kenyataan. Kau membutakan pandanganmu. Kau menulikan pendengaranmu. Kau terlalu egois. Kaizo." Tuan Wang menatapnya serius.
Mata merah mudanya berkilat mengintimidasi dua manusia di depannya. Tangannya sudah siap teracung lurus di kepala Tuan Wang dengan pistol lengkap peredam suara yang siap tembak. Tangan kirinya yang bebas perlahan membuka topeng hitam yang melekat di setengah wajahnya.
"kau akan menyesal atas perbuatanmu-" Tuan Wang menjeda sedikit perkataannya. Ia menarik nafas seraya menggenggam tangan sang istri dengan erat. " Kaizo."
Suara letupan senjata api terdengar tepat setelah Tuan Wang menutup mulut untuk menyelesaikan kalimatnya.
..
Boneka anjing jenis malamut alaska dipeluk begitu erat seperti guling. Bantal-bantal empuk bermotif Rilakkuma sama dengan seprei dan selimut beludrunya tertata rapi menghiasi kasur tidur beratap.
Kelopak mata yang menyembunyikan manik rubi yang besar terbuka. Tubuh kecil berbalut piyama motif planet-planet dibawa untuk duduk. Kepalanya menengok kesana kemari mencari penyebab dirinya harus membuka mata secara mendadak di tengah malam.
Kakinya berjinjit kala merasakan dinginnya marmer lantai. Kepala dengan surai berwarna ungu gelap menyembul di balik pintu putih besar pembatas kamar tidurnya dengan lorong rumah.
"Mommy...Daddy..." panggilnya pelan. Kakinya terus menelusuri isi rumah hingga sampai di ruang tengah. Pelukan pada boneka kesayangannya dieratkan ketika melihat keadaan ruang tengahnya gelap gulita.
"Daddy?" panggil bocah itu ragu.
Matanya menangkap bayangan yang menurutnya asing berjalan mendekat kearahnya. Ia tak bisa melihat dengan jelas karena tak ada penerangan sama sekali kecuali cahaya dari luar jendela. Bayangan asing itu berdiri tepat di depannya lalu merunduk untuk menyamakan tinggi dengannya.
"kenapa kau tidak tidur?" tanya bayangan itu.
"aku terbangun. Apa kau tau di mana Mommy dan Daddy?" tanya polos bocah kecil itu.
"mereka sedang tidur. Kau kembalilah ke kamarmu, besok pagi kau bisa menemui Mommy dan Daddymu di sini." ucap bayangan itu.
"benarkah?" mata besarnya mengerjap beberapa kali.
"tentu. Sekarang cepat kembali tidur, ini tengah malam."
"baiklah.. tapi sebelum itu aku penasaran, siapa kau?" kepalanya mendongak keatas untuk melihat wajah sang bayangan.
Bayangan itu maju memperpendek jarak mereka, membuat sebagian dirinya terlihat karena sinar dari jendela luar. "aku hanya tamu yang singgah sebentar di sini, adik kecil."
Sepasang mata rubi itu tak berkedip ketika beradu dengan manik merah muda lawannya. Tanpa disadari tangan mungilnya mengusap topeng hitam yang terpasang pada wajah laki-laki di depannya.
"apakah kau akan berkunjung kemari lagi?" ia menjatuhkan boneka anjingnya demi menangkup wajah bertopeng itu.
"sayangnya tidak." tak ada satupun yang menurunkan pandangan mereka.
"lalu, apa kita dapat bertemu kambali?" bocah itu tak menyadari jarinya terkena sesuatu benda cair berbau anyir yang menempel di beberapa bagian topeng lelaki di depannya.
"tergantung dengan keinginanmu." lelaki bertopeng itu masih betah di posisi yang sama, menikmati sentuhan kecil dari bocah didepannya.
Tautan pandangan mereka begitu erat tanpa ada niat berpaling di antara mereka. Ada degupan asing yang bersarang di dada sang bocah. Ia tak begitu mengerti apa yang ia rasakan saat ini, yang bocah itu tau, ia menyukai degupan asing di dadanya.
Lelaki bertopeng itu seperti tersihir oleh ke luguan bocah kecil di depannya. Tanpa ia sadari ada sesuatu yang tumbuh di dalam dadanya. Perasaan ketertarikan pada bocah bermata rubi jernih di depannya. Ia ingin mengetahui lebih dalam tentang bocah di hadapannya. Ia ingin merasakan lebih sentuhan tangan mungil si bocah. Kini dirinya penasaran, apakah tangan lembut dan mungil itu akan terpaut sempurna pada genggaman tangannya?
"aku.. ingin bertemu denganmu lagi." kini bocah itu sadar bahwa ia terpesona dengan lelaki bertopeng hitam yang memiliki manik indah merah muda di depannya. "wahai tuan bertopeng, apakah aku boleh melihat wajah di balik topeng hitammu?" bocah itu berguman dalam hati. Ia ragu untuk menuarakan pertanyaannya.
"aku yakin kita akan bertemu lagi. Maka dari itu lekaslah kembali tidur, mungkin kita juga akan bertemu di dunia mimpi." tangan besarnya menuntun lengan mungil bocah itu untuk turun dari sisi wajahnya dan menggiringnya ke kamar tidur.
"sampai jumpa." ucap lelaki bertopeng itu ketika berjalan mundur meninggalkan bocah dengan mata rubi di depan pintu bercat putih yang ia yakin adalah kamar bocah itu.
"aku akan menantikan pertemuan kita selanjutnya." ucap si bocah lalu pergi ke dalam kamarnya untuk melaksanakan perintah lelaki asing yang beberapa detik ia temuakan di dalam rumahnya dan membuatnya merasakan perasaan asing di dalam dadanya.
.
.
.
.
- Gibberish -
Romance/Drama/Crime
Rated : T
(1/?)
Kaizo x Fang
(with another pair)
ALL HUMAN!
This is a work of FanFiction belong to Aziichi, All character belong to Animonsta Studio
DON'T LIKE DON'T READ
SORRY FOR THE TYPOS
I already warn you
.
.
.
.
03.30 PM
October, 18 20xx
St. Pancras, London, Inggris
"(21/7) Polisi menutup kasus pembunuhan Presiden Direktur perusahan Wang Corporation dan istrinya yang seorang disainer profesional Cartier Brand. Kepala pelayan keluarga Wang, Gong Jinglei dijatuhkan hukuman mati atas tuduhan pembunuhan keluarga Wang. Banyak masyarakat mengatakan keputusan pihak kepolisian meragukan.
Menanggapi hal tersebut (29/10) Kejaksaan Agung menyatakan berencana mengajukan peninjauan kembali kasus pembunuhan keluarga Wang. Namun hingga saat ini tidak ada tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Agung."
Manik di balik kacamata itu bergerak menelusuri setiap baris potongan artikel yang ada di genggamannya. Lembar kertas itu terlihat kumal namun masih layak baca. Sepertinya pemilik kertas itu menjaganya dengan hati-hati.
"sampai kapan kau akan membaca kertas itu,eh?" sebuah suara mengintrupsi kegiatan orang berkacamata itu.
Orang itu mengangkat wajahnya dan memberikan senyuman kecil sebagai jawaban dari pertanyaan lawannya lalu kembali menatap kertas di genggamannya.
"kau tahu Boboiboy, aku tidak menyangka telah lewat 7 tahun semenjak hal itu." genggaman pada kertas itu mengerat. Ada sebuah emosi besar tak terlihat yang menyelubunginya.
Lawannya diam tanpa berpikir menanggapi perkataan itu. "Fang!.." Helaan nafas kecil terdengar dari belah bibir tipisnya. "cepat bersiap. Kita harus berada di London Heathrow 20 menit lagi." kata laki-laki itu sambil meraih topi dengan bentuk dinosaurus berwarna oranye dan memakainya dengan arah terbalik.
Tak ada sepatah kata yang terucap kala laki-laki berkacamata itu berjalan keluar lobby Hotel St. Pancras. Taxi telah menunggu tepat di depan pintu kaca dengan dinding bata merah itu. Fang berjalan santai menuju taxi sambil menggeret koper besar berwarna ungu mengkilap. Telinganya telah ditutup oleh headphone sepanjang perjalanannya hingga ia duduk dikursi pesawat.
Lelaki bertopi dinosaurus menyenggol lengan laki-laki berkacamata di sebelahnya "lepas headphonemu itu. Kita akan segera lepas landas."
"aaah.. aku sudah tidak sabar melihat tanah air kita." ucap lelaki oranye itu sambil menyamankan posisi duduknya.
Lima menit setelah itu pesawat telah lepas landas memulai perjalanannya meninggalkan London menuju salah satu negara yang jauh.
"ya aku juga rindu Malaysia, rumahku." ucap lelaki berkacamata sebelum menutup matanya berusaha tidur untuk menghemat energi.
..
07.25 AM
October, 19 20xx
Four Seasons Hotel, Seoul, South Korea
BIIP, BIIP, BIIP
Suara nyaring alaram dari sebuah telepon pintar berdering tiada henti. Kepala dengan surai dark purple menyembul bergerak gelisah dari gulungan selimut putih tebal. Tangan kekar meraba-raba permukaan nakas untuk mencari benda yang berani mengganggu kegiatan berharganya. Berhasil mengehentikan suara alaram, sosok dalam selimut itu kembali mengulung dirinya pada selimut.
Belum sempat memejamkan matanya, sebuah ketukan terdengar dari pintu kamarnya. Sosok itu menggeram kesal dengan tidak rela ia bangkit meninggalkan ranjangnya. Ia sempat menggigil kala kulit polos punggungnya disapa udara dingin pendingin ruangan. Lelaki itu berjalan pelan membuka pintu kamarnya tanpa memperdulikan penampilannya yang hanya memakai jeans putih tanpa atasan.
" selamat pagi Kaizo-ssi." seorang dengan kemeja putih dan dasi hitam membungukukan badannya katika pintu kamar hotel itu terbuka.
" ada apa? Kau mengganggu tidurku, sialan." laki-laki yang dipanggil Kaizo ini menggaruk rambutnya sambil sesekali menguap lebar.
Lelaki berkemeja putih itu mengerjapkan mata sipitnya. "maafkan saya Kaizo-ssi, tapi jam 8 nanti anda mempunyai jadwal penerbangan ke Malaysia."
Kaizo terdiam sebentar untuk menjernihkan pikirannya. "astaga! Bagaimana aku bisa lupa!" lelaki topless itu berlari kedalam kamar dengan terburu-buru.
"dimana Ejojo? Kenapa dia tidak menyiapkan bajuku? Oh, astaga sebentar lagi jam 8." Lelaki itu terlihat panik, ia memberantakan isi koper besarnya mengambil baju dengan asal lalu berlari kedalam kamar mandi.
"Ejojo sunbae-nim sedang mengurus masalah di lobby." Lelaki bermata sipit itu dengan sabar merapikan kekacauan yang atasannya buat beberapa detik lalu.
Lelaki yang sedang dilanda panik itu bernama Kaizo. Apa kau mengetahui siapa dia? Oh, tentu. Siapa yang tidak mengenalnya. Lelaki berumur 24 tahun yang telah sukses meraih karirnya sebagai penyanyi solo profesional. Berbagai penghargaan telah menumpuk di dalam lemari kaca ruangannya. Paras tampannya menyebabkan hampir 80% penggemarnya berasal dari kalangan perempuan. Setelah debut 4 tahun yang lalu, dirinya memutuskan untuk melakukan Asia Tour untuk menyapa penggemar-penggemarnya.
Fans mengatakan bahwa Kaizo adalah pribadi yang misterius. Mereka bahkan tidak mengetahui informasi rinci seorang Kaizo. Agensi seperti menyembunyikan rapat-rapat kebenaran dan latar belakang seorang Kaizo. Artikel di internet hanya menuliskan informasi singkat tentang dirinya. Hanya sebatas tanggal lahir, makanan kesukaan, penghargaan, dan informasi yang tidak terlalu penting lainnya.
Kaizo juga tidak pernah terlihat mengikuti reality show yang terlalu membahas dirinya. Namun fans tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka bahkan menganggap kemisteriusan Kaizo menambah kesan sexy pada dirinya.
Pintu kamar hotel itu dibuka tanpa permisi oleh seorang lelaki dengan surai hijau pale green bermodel High Fade Pompadour. Lelaki itu memakai kaus putih polos yang dilapisi kardigan hitam dipadu dengan celana ripped jeans.
"mana Kaizo?" tanya lelaki itu dengan nada cepat.
"sedang di kamar mandi, Ejojo sunbae-nim" lelaki bermata sipit itu menunduk pada lawannya.
Ejojo mendecakkan lidahnya lalu berjalan menghadap pintu kamar mandi. "kau harus sudah siap 10 menit lagi. Kita akan keluar lewat pintu belakang. Para fans telah menyadari kau disini dan mereka sedang bergerumul di depan lobby hotel." Ia berkata denga suara yang sedikit keras agar terdengar dari dalam kamar mandi.
"aku tahu! Ini semua salahmu aku jadi kesiangan bangun." Suara husky menyahut dari dalam.
"bagaimana ini bisa menjadi salahku. Kau sendiri yang memintaku untuk tidak membangunkanmu." Ejojo menggeleng-gelengkan kepalanya. Jika saja orang ini bukan artisnya maka ia tak akan segan mencelupkan kepala ungu itu kedalam kloset.
"kau bodoh, tidak melihat situasi." Oh, orang ini mengelak untuk di salahkan.
"sialan kau Kaizo." Dan ia menyudahi acara bercakap-cakap dengan pembatas pintu kamar mandi atasannya.
.
Lelaki dengan rambut berwarna dark purple itu melangkahkan kakinya kedalam mobil yang telah disediakan di pintu belakang hotel. Jaket bertuliskan merek sport berwarna abu-abu membalut tubuhnya. Kakinya dibalut dengan ripped jeans warna hitam. Kacamata hitam besar bertengger tanggung di batang hidungnya. Ia sama sekali tidak terlihat berumur 24 tahun.
Mobil itu melaju meninggalkan hotel menggunakan akses pintu belakang menuju Incheon. Sepanjang perjalanan lelaki surai ungu gelap itu hanya terdiam memandangi jalan atau sesekali melirik ponsel pintarnya.
"aku akan kembali. Saat aku menginjakkan kaki di Malaysia maka saat itu juga aku akan memulai kembali pencarianmu." batin Kaizo bermonolog. Jarinya mengusap layar telepon pintarnya yang menampilkan foto candid dari seorang anak kecil dengan surai ungu dan manik rubi.
"kau masih berfikir untuk menemukannya?" pertanyaan Ejojo membuyarkan lamunannya.
"ya tentu." Jawabnya singkat tanpa mengalihkan perhatiannya.
"ini sudah 7 tahun, Kaizo." Ejojo memandangnya heran.
"lalu kenapa jika 7 tahun?" Kaizo menatap Ejojo dengan alis kiri yang dinaikan.
"dia mengetahui kau 7 tahun yang lalu. Pikirkan lagi. Jangan mengambil langkah yang membuat dirimu jatuh, Kaizo." Ejojo menyilangkan kedua tangan di dada. Dia sama sekali tak habis pikir dengan penyanyi di depannya.
"tapi dia berkata kepadaku jika dia ingin bertemu denganku lagi." Kaizo tersenyum ketika bayangan bocah kecil yang membelai lembut pipinya 7 tahun yang lalu.
"kau kehilangan akal sehatmu." Laki-laki berambut hijau itu menyenderkan punggungnya dengan kasar.
"aku tidak keberatan menjadi gila untuk bocah ini." Kaizo tersenyum miring pada layar ponselnya.
"aku tidak bisa percaya, orang yang ada di sebelahku ini seorang penyanyi internasional." Ejojo mengeleng-gelengkan kepalanya memilih bungkam atas kegilaan artisnya ini.
"kau terlalu cerewat Ejojo. Aku bersumpah suatu hari nanti akan kurobek mulut besarmu itu." Pandangan Kaizo kini terkunci pada gumpalan-gumpalan awan putih yang bergerak mengikuti seperti mengentar kepergiannya. Kaizo menyamankan duduknya berniat menyimpan tenaga untuk melakukan penerbangan selama 6 jam.
..
06:15 AM
Malaysia
Fang meregangkan badannya ketika ia telah melangkah keluar dari taxi. Badannya terasa kaku setelah melakukan penerbangan dan perjalanan darat selama hampir 15 jam, bahkan ia bisa mendengar suara 'krak' setiap ia meregangkan persendiannya. Fang merasa sudah berumur jika seperti ini.
"ah, aku merindukan suasana disini!" Boboiboy merentangkan tangannya.
"tak apa'kan aku langsung tinggal?" lelaki oranye itu menatap khawatir Fang. Ia tahu betul apa yang dulu pernah terjadi disini. Dan ia takut jika Fang tidak bisa menerima kenyataan itu.
Fang hanya tahu jika orang tuanya mati terbunuh pada malam itu, tanpa tahu apa sebab dari kejadian itu. Boboiboy berusaha menjauhkan segala kebenaran orang tua Fang. Boboiboy tak ingin Fang menjadi semakin hancur jika tahu segala kenyataan. Tidak, Boboiboy tidak pernah ingin. Ia rela berbohong demi melindungi lelaki berkacamata itu.
"aku bisa menemanimu jika kau mau." Ucap Boboiboy meyakinkan.
"tidak usah. Kau bisa langsug kembali ke rumah kakekmu. Aku tahu kau sangat merindukannya." Fang menepuk pundak lawannya.
"okay, hubungi aku jika kau perlu bantuan. Aku akan hadir 24 Jam untukmu." Lelaki oranye itu tersenyum manis memamerkan deret giginya yang putih.
"tentu, terimakasih telah menemaniku Boboiboy." Fang membalas senyumnya tidak kalah manis. Boboiboy sempat terdiam beberapa detik karenanya. Ia berpikir, sudah berapa lama dirinya tidak melihat senyum manis laki-laki berkacamata ini.
"besok pagi aku akan menjemputmu. Aku akan mengajakmu ke cafe milik kakekku." Boboiboy mulai melangkahkan kakinya menjauh. Tangannya masih setia melambai tinggi walau jarak mereka semakin menjauh.
Fang hanya tersenyum melihat tingkah laki-laki dinosaurus itu. Jujur, ia juga sangat merindukan suasana disini. Semewah apapun fasilitas di London, tetap lebih nyaman di rumah sendiri, bukan?... Yah. Mungkin.
Rumah megah bergaya modern dengan cat yang di dominasi warna putih itu terlihat dingin. Fang telah meninggalkan rumahnya selama 7 tahun. Tepat setelah kejadian itu, ia dibawa pergi oleh sepupunya untuk tinggal di London.
Ia melangkah pelan saat memasuki rumahnya. beberapa pelayan menunduk padanya memberi salam pada tuan muda yang telah lama pergi. Fang menelusuri setiap inci sudut rumahnya. mengingat kembali kenangan 7 tahun yang lalu.
Kakinya berhenti melangkah ketika berhadapan dengan dua daun pintu besar penghubung lorong dengan ruang tengah. Ia masih sangat jelas mengingat kejadian 7 tahun yang lalu. Perlahan ia membuka pintu besar itu.
Bayangan gelap dengan seseorang berdiri menghadap kearahnya terputar kembali dalam penglihatannya. Ia memejamkan matanya, mengambil nafas panjang lalu membuangnya seraya membuka kembali kelopak matanya. Ia tahu, dirinya tidak boleh terus-terusan tenggelam dalam kesedihan.
"Mommy, Daddy aku pulang."
Fang mengingat, kejadian malam itu. Ia ingin melupakannya namun ingatan itu terus hadir di setiap mimpinya.
Malam ketika dirirnya terpesona pada manik terindah yang pernah ia lihat. Manik merah muda yang bersinar diantara kegelapan. Indah sekaligus mengerikan. Ia mengingat ketika tangan mungilnya digenggam oleh tangannya yang besar. Ia mengingat ketika ia melangkah pergi menuruti laki-laki itu padahal ia sadar akan genangan darah yang mengotori lantai rumahnya.
Seharusnya ia membencinya. Namun ia sadar. Jauh lebih dalam dari perasaan benci, ia masih memiliki rasa yang sama seperti 7 tahun yang lalu, rasa yang sama ketika matanya pertama kali bertatapan dengan manik merah jambu itu. Fang mengerti perasaannya adalah sebuah kesalahan. Tapi ia tidak tahu harus berbuat apa dengan perasaannya itu.
.
Paginya begitu menyenangkan. Tidak ada suara kebisingan kota. Hanya ada suara cicitan burung gereja yang mampir pada balkon kamarnya. Langit cerah tersenyum bahagia pada paginya, berharap menularkan kebahagiaan pada setiap orang. Fang menunggu Boboiboy untuk menjemputnya. 7 tahun yang lalu adalah saat ia berumur 8 tahun, ia tak begitu mengingat tempat-tempat di kota ini. maka ia berniat untuk meminta Boboiboy menemaninya mengelilingi kota. Ia yakin sudah banyak yang berubah pada kota kesayangannya ini.
Ponselnya bergetar ketika ada sebuah panggilan masuk. Itu Boboiboy. Ia sudah berada di depan rumahnya dan siap mengantar Fang kemana saja.
Cafe milik kakek Boboiboy menjadi tujuan pertamanya. Cafe itu berada di tengah kota. Letaknya yang strategis membuat cafe itu selalu ramai pengunjung. Kebanyakan pengunjungnya adalah remaja yang menghabiskan waktunya dengan mengobrol bersama kawanannya atau bahkan hanya menikmati secangkir coklat panas sendirian.
"perkenalkan ini Ochobot, pegawai termuda disini. Dia sudah seperti adikku sendiri" Boboiboy menarik seorang laki-laki berwajah imut dengan rambut blonde. Bola matanya berwarna biru muda. Ketika ia tersenyum maka akan ada lesung pipit dikedua pipinya. Laki-laki ini begitu manis.
"Ochobot? Namamu unik. Perkenalkan aku Fang." Fang mengulurkan tangannya lalu disambut dengan semangat pria kecil didepannya.
"ada yang ingin kau pesan?" tanya Ochobot. Menurut Fang, suaranya cempreng dan sedikit serak seperti suara robot.
"apa minuman terbaik disini? Aku ingin mencobanya." ucap Fang sambil mengambil kursi di dekat counter. Ochobot mengagguk lalu izin undur diri untuk membuat pesanan Fang.
"kau sudah melihat kabar hari ini?"
"tentu! Kaizo sudah kembali ke Malaysia bukan? Ia telah kembali dari Asia Tournya."
"aaah, aku berharap dapat bertemu dengannya."
"aku juga! Astaga lihatlah dia. Sungguh sexy ! suaranya juga aw!"
"ku dengar ia akan hadir di acara pembukaan Mall Astro."
Fang sedikit melirik ke gerombolan remaja perempuan di belakangnya. Entah kenapa ia tertarik dengan topik pembicaraan mereka.
"berisik bukan? Yah, itulah perempuan." Suara Boboiboy menyadarkan dari lamunannya.
"siapa itu Kaizo?" tanya Fang polos.
"tunggu.. kau? Apa? Kau tidak tahu tentang Kaizo?" Boboiboy menegakkan punggungnya. Fang menjawabnya dengan gelengan pelan.
"tuhan, aku tidak mengerti. Mungkin Kaizo yang kurang famous atau kau yang kurang memerhatikan kabar Hot terbaru musim ini." Boboiboy mengambil ponselnya dengan cepat ia mengetik sesuatu lalu menunjukannya pada Fang.
"kau serius tidak pernah tau tentang dia?" tanya Boboiboy seraya memperihatkan salah satu foto artis bernama Kaizo yang tersebar ribuan di internet.
Fang memerhatikan foto itu dengan lekat. Itu adalah foto laki-laki dengan kemeja putih polos. Bagian lengannya digulung sampai siku, tangannya menenteng coat hitam tebal untuk musim dingin. Rambutnya berwarna ungu gelap sedikit tertutup dengan topi fedora hitam.
Fang membeku untuk beberapa detik. Dia merasa familiar dengan orang ini. Sangat. Terlebih lagi pada sorot mata tajam dengan manik merah muda yang selalu menatap lekat dirinya di setiap ia memejamkan mata. Ia merasakan dadanya berdegup kencang.
"Apakah... dia...?" Batinnya berkecamuk.
"dia akan hadir pada pembukaan Mall Astro siang ini." ucap Boboiboy sambil menyeruput minumanya.
"di.. dimana Mall Astro itu, Boboiboy?" Fang bicara tanpa melepas tatapannya pada layar datar itu.
"tidak jauh dari sini, kenapa? kau ingin menontonnya?" Boboiboy menaikan satu alisnya.
"ya... ya... aku ingin bertemu dengannya." Suaranya sedikit bergetar. Ia menyentuh dadanya berusaha meredam degupan yang amat keras dan tidak beraturan.
Fang tidak tahu keputusan untuk melihatnya adalah keputusan yang baik atau bukan. Tapi hatinya berteriak ingin melihat manik merah muda itu sekali lagi. Secara langsung.
.
.
.
.
TBC / Delete ?
.
Hai, saya kembali dengan salah satu pair kesukaan saya. KaiFang. Bagaimana pendapat kalian? Apa pantas untuk lanjut atau delete? Silakan tulis pendapat anda di kotak review.
Terima kasih
-Aziichi Ten
