Disclaimer: Masashi Kishimoto
A/N: Inspired from Naruto chapter 614.
Tanganku mengelus nama itu yang terukir diatas batu nisan.
Tersenyum—untuk meyakinkan kepada yang disana kalau aku sepenuhnya baik-baik saja.
Walau kenyataannya adalah kebalikannya.
Hyuuga Neji.
Hatiku tercekat membacanya.
Bodoh, kau bilang kau tidak akan meninggalkan aku. Itu janji kita waktu kita masih kecil, bukan?
Dasar tukang ingkar janji.
Kau orang yang jenius dan kuat, tapi kenapa?
Kenapa harus kau? Oh, Kami-sama...
Kau tidak tahu 'kan kalau aku, Lee dan Gai-sensei sangat menyayangimu?
Aku yakin, kau lebih senang tinggal disana dengan ayahmu ketimbang dengan kami yang menyebalkan ini.
Aku benar 'kan?
Kau adalah orang yang tidak bisa memperhatikan lingkungan sekitar. Hanya dirimu sendiri dan dia yang kau perhatikan.
Kau memang sangat egois.
Aku tahu kau mencintainya.
Aku tahu kau mencintai Hinata.
Kau tahu sendiri 'kan kalau cintamu untuk Hinata adalah cinta terlarang?
Kenapa kau terus berusaha walau kau tahu Hinata mencintai Naruto?
Bisakah kau menyadari kalau selama ini ada yang lebih memperhatikanmu?
Lebih mencintaimu?
Bisakah kau peka?
Apakah kau tahu siapa orang itu yang mencintaimu?
Itu aku.
Hyuuga Neji... Kau memang jenius, tetapi kau dapat menjadi orang yang sangat idiot dalam hal percintaan.
Aku gila karena mencintaimu.
Hujan ikut menangis saat aku mulai menitikkan air mata. Sadarlah, kau meninggalkan banyak orang yang menyayangimu.
Konoha rugi kehilangan ninja yang jenius sepertimu.
Seharusnya kau diam dan biar aku yang melindungi perempuan yang sangat kau cintai itu.
Karena aku adalah sahabatnya.
Seandainya saja, waktu itu aku berada di dekatmu.
Seandainya saja, aku dapat melindungimu.
Seandainya saja, aku yang mati, bukan kau.
Seandainya saja, aku dapat menyatakan perasaanku sebelum kau meninggal.
Seandainya saja, kau tidak mencintai Hinata dan kau membalas perasaanku.
Seandainya saja, waktu dapat kembali berputar.
Seandainya saja, aku tidak dilahirkan ke dunia realita yang kejam ini.
Kenapa dunia ini sangat kejam?
Sudah cukup aku merasakan perih karena kehilangan kedua orangtua-ku...
Dan sekarang aku kehilanganmu.
Apakah takdir tidak pernah memperbolehkanku untuk bahagia?
Perih.
Luka tusukan ini begitu perih.
Meski tak sebanding dengan perih yang kau rasakan waktu itu.
Dengan perihnya hatiku sekarang.
Dengan perihnya hatimu waktu itu.
Aku menatap darahku yang menetes ke tanah—yang lama-lama menjadi sangat banyak, bercampur dengan air hujan dan tanah.
Pandanganku memudar.
Mungkin aku akan mati—dan bertemu lagi dengan kau.
Juga dengan orangtua-ku.
Mungkin aku akan bahagia.
Kami-sama, gomenasai...
Kau pasti memarahiku dari atas sana.
Tubuhku ambruk ke tanah. Merasakan detik-detik terakhir dalam hidupku.
Gomenasai, Lee, Gai-sensei...
Ini semua karena aku sangat mencintaimu. Sangat.
"Aishiteru, Neji..."
*sigh* Rest in Peace, Hyuuga Neji-niisan.
Mind to review? ^^
Horigoshi Arisa
