Title: Next Generations
Summary: Setelah perang besar semuanya baik-baik saja. Apa kehidupan itu memang se-indah yang terlihat? Ritsu Uchiha sedang menjelajahinya. Generasi-generasi setelah Naruto. Keturunan-keturunan mereka, dan cerita manis keluarga mereka.
A/N: segala macem review diterima. Warningnya banyak OC betebaran. OOC juga banyak. Alur kecepetan. Cerita ngebosenin. Typo dimana-mana. Tapi saya akan terus berusaha!
Pagi hari yang cerah di satu-satunya kediaman klan Uchiha di Distrik Uchiha. Di kepalai oleh –lagi-lagi- satu-satunya keturunan klan Uchiha terakhir-Sasuke Uchiha. Nampak sang kepala keluarga yang berwajah angkuh namun sangat baik –jika kau benar-benar mengenalnya- ini sedang bersantai di ruang keluarga yang berada di tengah rumah besar juga ramai, sedangkan sang Istri Sakura Uchiha sedang sibuk dengan pagi harinya mengurus sarapan dan anak-anak mereka.
Sudah 20 tahun sejak kepulangan Sasuke setelah perang besar Dunia Shinobi. Walaupun sempat tidak diterima di masyarakat tapi dengan bantuan dan dukungan Naruto dan lainnya –termasuk Sakura- , sasuke, sekali lagi mencoba untuk hidup mencari kebahagiaan.
Setelah 20 tahun berlalu, Sasuke tahu. Pilihannya kali ini. Membawanya menemukan banyak kebahagiaan yang dia cari. Pilihannya sangat tepat. Dengan menambatkan hatinya pada gadis musim semi yang terkenal kehebatannya di dunia medis, Sasuke merasa lengkap.
Sakura Haruno atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Sakura Uchiha adalah wanita yang cantik. Periang dan baik. Walaupun dimata anak-anaknya Sakura dinilai cerewet dan menakutkan. Tapi bagi Sasuke yang pendiam, Sakura melengkapinya.
Sasuke itu punya kelainan sulit mengungkapkan sesuatu dan kelewat gengsi. Sakura sangat mengerti hal itu, bahkan terkadang Sakura melakukan hal-hal yang membuat Sasuke takut. Seperti saat sasuke sedang duduk di ruang tengah di atas tatami saat musim panas dan berpikir, cuaca yang panas seperti ini tentu enak jika meminum es serut dingin dengan sedikit sirup dan beberapa buah Tomat Cherry –hingga Sakura beberapa menit kemudian menghadirkan es serut dengan sedikit sirup dan beberapa Tomat Cherry tanpa berkata apapun.
Kasus yang pertama mungkin hanya kebetulan dan sasuke pun menyeruput es serutnya dalam diam. Tapi bagaimana dengan kasus yang kedua tentang sasuke yang memandang anak perempuannya yang pergi dari rumah ketika matahari baru saja akan tenggelam pergi membawa cahaya? Sasuke hanya memandangnya dan Sakura berkata jika putrinya akan kembali sebelum makan malam –Hey, Darimana Sakura tahu Sasuke mempertanyakan akan kemana anak mereka menjelang malam seperti ini? Sasuke tidak berkata apapun dan voila. Sakura mengerti. Sasuke bergidik dan tersenyum geli.
"Kenapa tiba-tiba tersenyum?" Sasuke terkejut. Tidak menyadari kehadiran gadis Uchiha disampinya. Dari luar dia tetap memperlihatkan wibawanya dan memasang wajah dingin.
"Tidak." Jawab Sasuke sekenanya. Anak pertama Sasuke, Ritsu Uchiha, 15 tahun, hanya mengedikan bahu tidak perduli. Dia kembali memusatkan fokusnya pada gulungan yang diberikan gurunya.
Ritsu memiliki warna rambut yang sama seperti Sasuke. Bedanya rambutnya yang lurus tergerai panjang sepunggung dengan poni samping seperti Mikoto Uchiha, mendiang Ibu Sasuke. Sifatnya pun 'sangat Sasuke'. Sangat keras di luar, lembut di dalam. Terkadang ada saja yang meneriakinya gadis kejam. Tapi siapa perduli? Ritsu memiliki teman-teman dan keluarga yang menerimanya. Untuknya, itu sudah cukup.
"Ai-Chan! Tetap disana! Ritsu! Bantu Kaa-san! Tolong keringkan Ai-chan!" Suara Sakura menggema dari kamarnya dan Sasuke.
Ritsu menatap Sasuke seolah menunggu Sasuke berkata 'Biar aku saja'. Tapi yang didapat Ritsu justru tatapan balik dari Sasuke menunggu pergerakan anak itu. Ritsu menghela nafas pasrah.
"Sebentar!" serunya. Ia meletakan gulungan yang berusaha dipelajarinya dan beranjak menuju kamar ibunya.
Ritsu melihat ibunya yang sibuk dengan sang bungsu di atas ranjang kamar itu. Adik bungsunya yang lahir 2 tahun lalu bernama Momo Uchiha. Warna rambutnya sangat mirip dengan sang ibu. Balita perempuan yang sangat manis tanpa gula tambahan. Terkadang Ritsu tidak tahan menatap Momo lama karena tangannya gatal ingin mencubit pipi tembamnya.
Ia mengalihkan fokusnya ke tempat lain di dalam ruangan itu. Di depan kamar mandi. Aizawa Uchiha, 9 tahun, handuk melilit dipinggangnya dan nyengir dengan tidak elitnya bersama rambut dan tubuh basah. Membuat lantai kamar ibunya tercecer air dari jejak kakinya. Ritsu menghela nafas –lagi.
Ritsu melangkah mengambil handuk kecil dari lemari yang menempel di dinding kamar itu dan mendatangi adiknya. "Anak bodoh." Ujarnya mulai mengelap permukaan kulit Aizawa. Hampir setiap pagi seperti ini. Pagi Yang cerah dengan suasana ramai di rumahnya.
Aizawa Uchiha berumur 9 tahun. Tidak terlalu tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya jegrak seperti ayahnya tetapi tanpa rambut yang mencuat kebelakang (mirip model rambut minato lah) Dengan wajah manis dan periang seperti ibunya membuatnya memiliki kenalan diamana-mana. Bahkan paman pemilik kedai kelontong di pusat kota Konoha. Setelah melihat jiwa Aizawa membuat orang-orang ingin berteman dengannya.
Aizawa menikmati usapan kakaknya di kepalanya hingga ia melihat seseorang lewat di depan kamar utama itu.
"Hiro-nii!" Aizawa berteriak dan berlari mengikuti anak laki-laki yang lebih tinggi darinya.
Hiroshi Uchiha, 12 tahun, rambut beberbentuk biasa dengan warna seperti ayahnya. Wajah tampan digilai wanita, dari yang tua sampai yang muda. Sikapnya sangat ramah dengan semua orang, tipe yang cool, kalem, dan ramah. Siapa yang menolak pesonanya?
Hiroshi juga sangat cerdas, tak kalah dari Ritsu yang selalu mendapat ranking teratas. Hiroshi juga tahu banyak teman wanitanya yang berharap menjadi 'lebih dari teman' nya. Hiroshi menganggapnya angin lalu.
Dirumah, Hiroshi sangat tidak suka dengan 2 orang. Adiknya –Aizawa, dan sang Ayah –Sasuke. Hiroshi bukannya tidak suka karena ia merasa tersaingi dengan wajah-wajah tampan ayah dan adiknya dirumahnya sendiri. Bukan! Sungguh! Eh? Tapi ada lah sedikit kadang-kadang. Tapi ia lebih tidak suka dengan adiknya yang sering menempel dengannya kemana pun ia pergi. Dan ia tidak suka dengan ayahnya yang suka mencari-cari masalah dengannya.
Setelah menerawang jauh dalam pikirinnya. Ia berbalik dan menatap adiknya.
"Aku akan pergi mandi, Ai." Katanya malas.
"Aku ikut!" Oh god why. Ini pasti hari yang buruk. Poor Hiroshi
Ritsu yang ditinggalkan sang adik mengedikkan bahu tak perduli. Ia rasa Ai sudah cukup kering.
Ritsu menghampiri ibunya yang sedang mengganti baju Momo. Ia menatap balita itu dalam diam. Sakura yang sudah terbiasa melihat Ritsu tak akan memegang Momo kalau tidak disuruh hanya mengacuhkannya dan melanjutkan kegiatannya memberi bedak dan baju untuk Momo yang juga baru selesai mandi.
"Nah. Ritsu-chan. Kau jaga adikmu sementara ibu mandi dan menyiapkan sarapan." Sakura mengangkat Momo dari pembaringannya dan menyerahkan Momo pada Ritsu lalu melenggang cuek menuju kamar mandi di kamarnya.
Momo yang sudah bisa berjalan dan meracau aneh itu menggeliat dalam pelukan Ritsu. Ia ingin berjalan dan berlari.
"Ah, momo-chan!" seru Ritsu ketika Momo berhasil melarikan diri dari pelukannya. Momo berlari tertatih dan tertawa senang menuju pintu kamar.
-Hup
Sebuah tangan besar dan kekar menangkap tubuh momo dan mengangkatnya dari permukaan tanah. Momo meracau kecewa, hampir menangis. Sasuke membawa momo ke ruang keluarga rumah itu.
Sasuke menurunkan Momo di ruang keluarga mereka yang bersih dan beralaskan permadani lembut. Ritsu menghela nafas –lagi. Ia memutuskan membersihkan kamar ibunya yang tercecer air.
Jam 7:30 pagi. Semua anggota keluarga Uchiha sudah berkumpul di meja makan yang bersisian dengan dapur untuk sarapan. Ritsu datang tak berapa lama setelah Hiroshi dan Aizawa. Kenapa mereka mandinya cepat sekali? Pikir Ritsu heran.
"Nah, ini sarapannya. Ai-chan! Kenapa tak kau kenakan bajumu?!" Sakura menoleh kaget pada Aizawa yang masih menempel pada Hiroshi. Ia tidak mengenakan apapun selain celana ninja hitamnya.
"Aku tidak menemukannya." Jawabnya datar.
"Kami-sama! Kau ini! Mengapa selalu membuatku pusing dan blah blah blah blah." Sakura mengoceh sepanjang perjalanannya membawakan baju Ai yang berwarna hitam dengan motif tengkorak di tengahnya. Menurut Sakura baju itu lucu. Ai cuek saja. Ia tak pernah memusingkan hal itu. Ia tidak masalah tak mengenakan baju pun.
Saat sarapan mereka berbicang ringan. Tentang sudah sehebat apa mereka menjadi ninja, atau tentang seperti apa orang-orang yang mereka kenal di luar klan Uchiha. Keluarga yang harmonis.
"Gochisousama. Ibu, Ayah, aku pergi dulu." Walaupun Ritsu diam saja saat perbincangan, tapi ia mendengarkan setiap cerita anggota keluarganya.
"Kau sudah mau pergi, Ritsu? Sampaikan salamku pada Shikamaru!" Seru Sakura sebelum anaknya meninggalkan rumah.
"iya, kaa-saan!"
Profil lengkap Ritsu Uchiha:
Keturunan klan Uchiha terakhir setelah pembataian. Saat ini dalam status sebagai Chuunin. Tergabung dalam kelompok 6 di generasinya dalam bimbingan Nara Shikamaru. Anggota kelompoknya antara lain, Namikaze Yuuji dan Inuzuka Kenta. Dalam waktu dekat akan menghadapi ujian Jounin. Kunoichi penyerang dengan type chakra Api dan Tanah. Tidak ada sesuatu yang disukai atau dibenci secara khusus. Tergolong Kunoichi cerdas dan berbahaya.
"Ohayou, Ritsu-chan." Sapa anggota tim dan senseinya yang terlihat menunggu kedatangannya.
"Ohayou, minna. Gomen na, aku terlambat." Ujarnya.
"Bukan masalah Ritsu-chan." Sahut Inuzuka Kenta. Bocah keturunan klan Inuzuka, anak dari Inuzuka Kiba, sahabat Ayah dan Ibunya. Periang. Ceroboh. Dengan rambut jegrak seperti ayahnya, hanya saja lebih panjang. Tanda merah segitiga terbalik di pelipisnya seolah menegaskan bahwa ia keturunan klan spesial Konoha.
"Kalau saja aku yang terlambat." Nyinyir seorang pemuda berambut kuning menyilaukan, kesal.
"Aku sudah minta maaf, bodoh."
"Apa katamu?!" Yuuji berang. Ia menggerakan tubuhnya ingin menghajar Ritsu. Kenta segera menahannya.
"Jangan hiraukan dia Ritsu-Chan. Ayo berangkat."
Ritsu kesal. Bukan apa-apa. Putra Hokage Namikaze Naruto ini kurang bersahabat dengannya. Padahal dari yang ia dengar dari orang-orang Namikaze Yuuji sangat baik. Orang tuanya pun sangat menjalin persahabatan dengan orang tua si kuning menyilaukan. Yuuji selalu tampak mencari-cari kesalahnya. Selalu mengganggunya. Tapi Ritsu diam saja. Ia ingin tampil profersional sebagai ninja. Jika kerjasama dibutuhkan dalam misi, ia yang susah. Jadi? Gencatan senjata saja dulu.
Mereka pergi ke kantor Hokage untuk mengambil misi. Misi kelas B. Bahkan terkadang mereka mendapat misi kelas D walaupun status mereka Chuunin. Chuunin hanya bisa mengambil misi kelas B. Mereka harus mengikuti ujian Jounin untuk medapat misi kelas A. Semakin besar tingkatan misi, semakin besar uang misi yang mereka dapatkan. Jujur saja, Ritsu suka Uang.
Bukan berarti ia cinta uang atau mudah di iming-imingi dengan uang. Ia jelas menolak uang yang sumbernya tak jelas. Ia juga bukan anak yang kekurangan uang. Orang tuanya tergolong kaya. Ayahnya Sasuke Uchiha adalah Kepala ANBU di Konoha. Dan Ibunya adalah wakil kepala Rumah Sakit Utama Konoha, Sakura Uchiha.
Tok! Tok!
"Masuk."
Ritsu dan kelompoknya dipersilahkan oleh Hokage saat ini. Naruto Namikaze.
"Hokage-sama."
"Oh, Shikamaru. Kau sudah datang." Hokage ke-6 yang terkenal sebagai pahlawan perang bersama ayahnya ini nampak duduk di mejanya berkutat dengan gulungan-gulungan yang Ritsu yakini sebagai laporan misi para ninja. Menurut Ritsu, wajah sang Hokage sedikit menakutkan. Tidak seperti cerita orang tuanya yang mengatakan Naruto selalu bertingkah bodoh.
"Maaf membuatmu melakukan misi ini Shikamaru, walaupun ini misi kelas B. Aku punya firasat misi akan berubah menjadi misi kelas A dan terlalu berisiko membiarkan generasi kecil kita melakukannya sendiri." Naruto terlihat serius.
"Tidak masalah, Hokage-sama."
"Baiklah, aku akan menjelaskan sedikit tentang misi ini. Misi ini mengharuskan kalian pergi ke Suna. Aku mendapat kabar dari Gaara mengenai ini. Ada sekelompok besar bandit yang ingin berkerjasama dengan para mafia. Dan mereka akan melakukan pertemuan di Suna."
Naruto melempar sebuah gulungan pada Shikamaru. "Selengkapnya ada pada gulungan itu. Kalian akan pergi besok pagi. Itu saja. Ada pertanyaan? Kalau tidak ada kalian boleh pergi." kelompok 6 baru akan beranjak dari tempatnya ketika tiba-tiba sang Hokage melanjutkan. "Kecuali kau Shikamaru."
Ritsu dapat melihat sang Hokage yang sering ia sapa dengan Paman Naruto itu terlihat memandang jauh kedepan jalan-jalan Konoha lewat jendela besarnya di kantor itu. Angin berhembus menerpa wajahnya. Menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajahnya. Memperjelas ekspresinya. Ritsu tercekat.
Itu adalah ekspresi terluka. Ia belum pernah melihat paman Narutonya sesedih itu kecuali...
Ritsu segera mengubah fokusnya pada Yuuji dan benar saja. Ekspresi Yuuji mengeras. Ritsu menundukkan wajahnya sebelum meninggalkan tempat itu.
Blam!
Pintu ruangan Hokage tertutup pelan. Meninggalkan Shikamaru dan Naruto di dalamnya. Naruto berdiri memunggungi Shikamaru.
"Apa yang anda ingin diskusikan denganku, Hokage-sama?"
"Berhenti bersikap formal padaku, Shika." Suara Naruto terdengar aneh di telinga Shikamaru. Terdengar menahan sesuatu.
"Aku hanya tidak ingin menjadi kebiasaan."
"Shika, aku tahu kau sudah tahu apa yang ingin kukatakan." Ya. Shikamaru mengetahuinya. Tapi ia tidak mau gegabah. Lebih baik memastikan agar ini lebih jelas dan ia tidak bergerak sembrono.
"Apa ini tentang kejadian 17 tahun lalu?"
Tidak ada jawaban dari pahlawan pirang Konoha. Shikamaru menunggu cukup lama. Membiarkan temannya menerawang jauh ke 17 tahun yang lalu. Ke sisi gelap manusia yang tidak akan pernah hilang.
"Kembalilah dengan selamat, Shikamaru." Shikamaru tertegun. Hanya kalimat itu yang bisa di ucapkan sang Hokage. "Kau boleh pergi." Tambahnya.
Hanya menatap punggung Naruto sudah membuat perasaan Shikamaru terluka. Tepatnya ikut terluka. Jika itu Shikamaru, ia tidak tahu apa akan sekuat itu. "Ha'i." Shikamaru meninggalkan ruangan. Tidak ingin berlama-lama berada di ruangan itu.
Sementara itu, setelah menutup pintu, Yuuji meninggalkan kedua teman se-timnya yang masih berdiri di depan pintu ruang Hokage. Ia menundukan wajahnya dan berjalan dengan cepat.
Ritsu tidak ingin mengejar pria bodoh itu. Menurutnya, Yuuji sangat sentimentil. Walaupun ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan temannya itu. Tapi ia yakin itu berhubungan dengan ayahnya –Naruto Namikaze.
"Sebaiknya kita bersiap. Berkumpul ditempat biasa besok pagi, Ritsu." Ucap Kenta membuyarkan lamunan Ritsu.
"Hn."
"Kyaaa Hiroshiii-kun! Ryouma-kun!"
"Hiroshi-kun! Kau tampan sekali! Kyaaa~"
Teriakan-teriakan wanita menghiasi pendengaran Ritsu. Ah, yang benar saja. Ia hanya ingin berjalan-jalan sebentar dan membeli perlengkapan untuk besok. Tapi ia harus bertemu adik bodohnya yang lain.
Ritsu memutuskan untuk berhenti berjalan. Ia mematung. Ritsu belum melihat sosok adiknya. Semoga tidak lewat di hadapan Ritsu.
"Kyaaaaa! Hiroshi-Kun! Tolong lihat kemari!"
Dugaan Ritsu salah. Hiroshi Uchiha muncul dari belokan di perempatan jalan. Ritsu menghela nafas.
"O! Hiroshi! Bukankah itu, Ritsu-nee?" Ucap seorang pemuda seumuran dengan Hiroshi. Ternyata Hiroshi tidak sendirian. Ia menunjuk ke arah Ritsu.
"Ritsu Nee-san!" Teriak sang pemuda dari kejauhan. Mereka mengahampirinya.
Ritsu menghela nafas –lagi. Ia mengenal pemuda itu. Kulit putih seperti perempuan, wajah tampan, dengan senyum dimana-mana. Anak sulung pasangan Sai Shimura dan Ino Yamanaka. Ryouma Shimura.
"Hiroshi, bisakah kau matikan alarm-mu itu? Telingaku sakit." Alarm yang dimaksud Ritsu tentu bukan alarm yang biasa berbunyi untuk bangun dari tidurmu. Yang dimaksud Ritsu tentu saja para wanita dibelakang Hiroshi dan Ryouma. Mereka seperti alarm yang mengabarkan keberadaan Horoshi sudah dekat.
"Teman-teman, bisa kalian tinggalkan kami? Kakakku yang galak ini ingin bicara denganku." Ucap Hiroshi pada para penggemarnya dan mendapat teriakan 'kyaa' keras sebelum mereka pergi.
"Jadi, sedang apa kakak yang cantik ini berjalan sendirian? Apa perlu kutemani?" ucap Ryouma.
"Bodoh! Apa yang kau katakan?! Dia ini–"
"Kalau kalian tidak keberatan." Ritsu memotong kalimat Hiroshi cepat. Menaikan satu alisnya dan tersenyum iblis.
"Tentu tidak." Ryouma yang tidak mengetahui apapun hanya balas tersenyum.
'Sudah kuduga. Ini salahmu, Ryouma!' jerit Hiroshi dalam hatinya.
Beberapa jam setelahnya. . .
"Nee-san! Apa segini cukup?" Tanya Ryouma.
"Hn. Tolong tanah selanjutnya, Ryou."
"...Ha'i." Ryouma lemas. Ia dan Hiroshi membantu seorang pemilik kebun obat tua mempersiapkan lahannya untuk menanam obat.
"Sudah kukatakan padamu. Jangan melihat penampilan iblis betina itu. Lihat? Dia memperbudak kita." Hiroshi menyenggol Ryouma sambil terus mencangkul tanah yang ada dihadapannya.
"Tapi tidak, lihatlah Hiroshi. Nee-san hanya membantu kakek tua yang tidak memiliki cukup kekuatan untuk menyiapkan lahannya seorang diri. Dia berhati mulia!" Ryouma masih berpikir positif. Ryouma jatuh hati pada Ritsu sejak ia masih kecil. Ia tidak ingin fantasi nya tentang Ritsu dirusak oleh Hiroshi. Temannya dari kecil.
"Bodoh! Dia itu- "
"Hei kalian! Jangan mengobrol saja! Cepat selesaikan sebelum senja!" teriak Ritsu dari kejauhan. Masih sibuk menggemburkan tanah yang cukup luas. Hiroshi dan Ryouma melanjutkan aktifitas mereka. Takut Ritsu mengamuk.
Setelah selesai, mereka kembali ke rumah sang pemilik lahan. Malam hampir tiba kala itu.
"Nah, terima kasih kalian telah membantuku. Ayo masuk dan minum teh hangat." Seorang kakek tua tinggi mempersilahkan mereka memasuki rumahnya yang sederhana. Handuk khas petani melingkar di pundaknya.
"Tidak usah, kek. Ini sudah terlalu sore. Kami harus segera pulang." Tolak Ritsu.
"Baiklah kalau begitu. Ini hadiah kalian." Kakek itu memberikan beberapa lembar Ryo(mata uang) pada Ritsu. Ritsu menerima dengan senang hati.
"Terima Kasih, kek."
Ryouma melongo. Ternyata yang ia lakukan bukan menolong seorang kakek. Tapi bekerja pada seorang kakek. Hiroshi hanya bisa memegang kepalanya, pusing.
"Ayo kita pergi." Ucap Ritsu pada kedua anak buah coret adiknya.
Ryouma dan Hiroshi mengikuti Ritsu yang berjalan semakin di depan#nahlho. Sementara Ryouma berjalan lemas. Pikirannya sudah tidak di tempatnya. Ritsu yang cantik dan keren, yang sudah menjadi idolanya sejak kecil ternyata... Hiroshi melirik temannya prihatin.
Tiba-tiba Ritsu berbalik. Mereka sudah sampai di pusat kota Konoha. Kanan dan kiri mereka hanya terdapat kedai-kedai dan pertokoan.
"Baiklah, kalian akan ku traktir. Kalian boleh memilih. Ramen atau Dango."
"Cih! Makanan murah–"
–Duakh!
Hiroshi mendapatkan bogem mentah di kepalanya. Sejak kapan Ritsu belajar jurus menjitak dari ibunya yang galak dan cerewet itu? Hiroshi nelangsa.
"Bagaimana denganmu, Ryouma? Maaf jika aku menipu kalian. Tapi kalian yang menawarkan diri, aku hanya membantu." Ritsu tersenyum iblis. Memberi pelajaran pada adik-adiknya yang suka menggoda perempuan. "Sebagai rasa terima kasih, aku yang menraktir kalian." Tambahnya.
"Baiklah-baiklah, kita makan ramen saja. Aku lapar. Ya, kan? Ryou?" Ryouma diam. Masih belum berada di dunia nyata. Ryouma belum bisa menerima kenyataan.
"Hiroshi. Temanmu itu kenapa?" tanya Ritsu bingung.
"Bergumul." Jawabnya asal.
"Hahaha." Ritsu hanya tertawa. Ia mendahului mereka tiba di kedai ramen terkenal. Ichiraku.
"Paman! Aku ingin ramen pedas!" Seru Ritsu pada paman pemilik kedia –Teuchi dan mendapat jawaban 'Ou' dari paman tersebut. Ritsu langsung mengambil tempat untuk duduk ketika sampai. Tanpa melihat kanan kiri atau menunggu kedua adiknya yang berjalan lambat karena kelelahan.
Tanpa Ritsu sadari seorang pemuda seumuran dirinya menatap kedatangan Ritsu. Namikaze Yuuji terkejut melihat kedatangan Ritsu. Kedai Ichiraku yang hanya terdiri dari satu kursi yang panjang memperjelas penglihatannya. Tidak salah lagi. Itu Ritsu Uchiha. Kunoichi dingin yang bermusuhan dengannya.
Mereka duduk cukup berjauhan. Karena Yuuji duduk di ujung kursi paling kiri. Sedangkan Ritsu duduk ditengah sedikit kekanan. Ritsu tidak tahu ada Yuuji disana.
"Paman! Aku pesan Miso Ramen. Yang jumbo ya!"
"Aku pesan yang biasa saja paman..."
Yuuji kembali di kejutkan dengan kedatangan 2 orang pemuda sekelas genin. Mereka mengambil tempat duduk mengapit Ritsu. Yuuji mengenal mereka. Hiroshi Uchiha dan Shimura Ryouma. Adik Ritsu dan anak Paman Sai. Dari tempatnya Yuuji bisa mendengar pembicaraan mereka. Ia memutuskan untuk tetap disana walaupun sudah selesai dengan acara makan malamnya.
"Kenapa kau sekejam ini pada kami?!" Protes Hiroshi di sebalah kanan Ritsu. Sementara Ryouma di sebelah kiri hanya bersender menempelkan pipinya pada meja kayu. Mereka sedang menunggu pesanan mereka datang.
"Kejam apanya?! Kau ini. Kalau ayah mendengarmu. Kau pasti sudah di bakar hidup-hidup Hiroshi" bela Ritsu. Hiroshi bungkam. Ia tidak ingin mengalami masa-masa terburuk menyulut kemarahan ayahnya.
"Dan kau Ryouma." Ritsu beralih pada Ryouma. Mengarahkan tangan putihnya pada kedua pipi Ryouma untuk membantunya duduk dengan tegak menghadapnya. Iris Ritsu bertemu dengan Iris milik Ryouma "Jadilah seorang pria." Ritsu tersenyum kecil. "Hanya segini harusnya bukan apa-apa untuk kalian." Lanjutnya.
Ryouma terpana. Ia tidak menyangka iris Ritsu berwarna hitam. Sehitam langit malam yang cerah. Wajah Ryouma panas.
"Ada apa dengannya? Apa dia sakit?" Ritsu yang polos bertanya pada Hiroshi. Bingung.
"Jangan hiraukan dia." Jawabnya sekenanya. Tidak ingin kakaknya tahu yang sebenarnya. Hiroshi mengenal kakaknya. Sangat cinta uang dan kekuatan. Hal seperti cinta jauh dari pandangannya.
Ritsu pun mengacuhkannya. Setelah pesanan mereka datang, yang ada hanya obrolan ringan mengenai kehidupan ninja Hiroshi dan Ryouma. Tentu saja Hiroshi yang banyak berbicara, Ryouma menambahkan, Ritsu hanya mendengarkan sambil sesekali memberi masukan.
"Oh?" Teuchi yang akan memeriksa meja tamu kedainya sedikit terkejut menemukan tempat yang sebelumnya di tempati anak sang Hokage sudah kosong. Teuchi hanya menemukan beberapa ryo dimeja tempatnya menghilang. "Tidak biasanya anak itu tidak mengatakan apapun." Teuchi menrawang jauh.
"Tadaima!" seru Hiroshi. Setengah delapan tepat. Ritsu dan Hiroshi kembali ke kerumahnya.
"Okaeri." Itu suara Sakura –ibunya. Sepertinya ia sedang sibuk di dapur mengingat sebentar lagi waktunya makan malam.
Ritsu langsung menempatkan dirinya di ruang makan bersama sang Ayah, Aizawa, dan Momo. Beberapa makanan sudah terhidang dimeja. Sementara Hiroshi memilih langsung ke kamarnya. Ia ingin segera mandi. Hari yang sangat melelahkan semau gara-gara Ritsu. Si iblis betina.
"Hiroshi? Kau tidak makan dulu?" seru Sakura sebelum Hiroshi meniti tangga menuju kamarnya di lantai 2.
"Aku sudah makan, kaa-san."
"Kurasa itu hanya alasannya untuk menyianyiakan masakanmu, Sakura." Sahut Sasuke ikut-ikutan.
"'Alasan' itu untuk menghindari sesuatu kan ayah?" Aizawa yang polos memperkeruh suasana. Hiroshi tahu kemana arah pembicaraan ini.
"T-tapi aku benar-benar sudah makan, kaa-san. Aku makan ramen dengan Ritsu Nee-san." Bela Hiroshi.
Ramen? Dahi Sakura berkedut kesal. Makanan tidak sehat kesukaan temannya itu?
"Y-ya kan, Nee-san?" Hiroshi kembali meminta pertolongan ketika Ritsu tidak mengungkapkan apapun.
Ritsu menolehkan wajahnya menghindari tatapan Hiroshi.
"Ala..asan? Ala..san?" racauan Momo yang hanya mengikuti perkataan ayahnya dan kakaknya semakin membuat kedut Sakura semakin bertambah.
"...Kemari kau Hiroshiiii!" Sakura meledak.
'IBLIS BETINA SIALAAAAAAN' Hiroshi menjerit dalam hati.
Ok. Tambahkan Ritsu dalam anggota keluarga yang dibencinya.
Apa yang membebankan Naruto di kejadian 17 tahun lalu? Bukankah setelah perang besar manusia bisa saling mengerti?
Lalu apa hubungannya kesedihan Naruto dengan Yuuji?
Segitu dulu, mohon dukungannya minna-san. Maaf kalau membosankan. Bakal ada action
Jan lupa review, buds. Target owe kalo ada 20 review, sabtu minggu depan owe update chapter 2 '-'b
