忘れちゃう君
WasurechauKimi
Kau yang Terlupakan
a colaboration by
Ryuu Dearu & Alenta93
Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Warning: OOC, typo, MM, semi-AU, multichapter, AkaKi, Kise's POV
Konnichiwa, minna!
I'm coming back with another one, my 1st colaboration here with my dearest Alenta93. A romance friendship story about Akashi Seijuurou and Kise Ryouta (main pairing) also the member of GOM. Here I'll write all in Kise's POV so if you want to know (you-must-want-to-know) about Akashi's POV, please check it out in my stories list of Alenta93 (you-have-to-check-it-out-there!) *kicked* I hope it can be another mood booster for you all ^^
(4) Happy Reading (8)
Kise Ryouta ― PROLOGUE
.
Aku berjalan diiringi taburan serpih salju yang baru saja turun pagi ini, membuat seluruh persendianku kaku. Hawa dingin tak lagi menusuk kulit melainkan hingga ke tulang. Salah memang, tak mempersiapkan payung sebelum keluar rumah. Namun, aku terus berjalan, menyusuri aspal basah sisa pengerukan yang sia-sia. Ya, karena setelah ini pun pasti akan tertumpuk salju lagi. Jalanan masih tampak sepi. Hanya pepohonan tanpa dahan yang tampak dimana-mana. Kurasa, kebanyakan orang pasti akan berpikir ulang untuk keluar ke jalanan pada hari Minggu di jam-jam seperti ini, terlebih ketika salju mulai turun.
Jalanan ini, jalanan yang sama yang kulewati setiap harinya selama hampir satu tahun. Sejak salju pertama di bulan Desember tahun lalu turun hingga saat ini, ketika waktu beranjak pergi dan tahun pun telah berganti. Aku melewati jalanan ini dengan berbagai suasana yang berbeda. Ketika pepohonan yang berjajar itu berbunga, mengubah langit menjadi kubah merah muda karena sakura yang diterbangkan angin musim semi; ketika pepohonan itu tampak rindang dan teduh saat matahari bersinar cerah di langit musim panas; atau saat semua daunnya mulai menguning, kering dan jatuh tak berdaya tersentuh dinginnya angin musim gugur... juga ketika semuanya berubah putih oleh tumpukan salju dan keramaian yang tercipta dari lampu-lampu hias dan alunan lagu natal dari deretan pertokoan... semuanya terasa begitu cepat berlalu.
Pikiranku terus berkelana hingga langkah ini mencapai sebuah bangunan tinggi yang khas dengan lambang palang merah. Aku masuk ke sana, tanpa bertanya pada suster yang berjaga di bagian resepsionis, aku menemukan lift sendiri dan tahu benar kemana aku akan pergi. Lantai empat, belokan pertama dari lorong utama, ruang VVIP 408.
Biasanya aku akan berdiri sejenak di depan pintu kayu itu dan mengambil nafas dalam-dalam, mempersiapkan diri sebelum memasuki ruangan. Namun, kali ini sepertinya ritual itu agak tertunda ketika kulihat seorang perawat muda muncul dari balik pintu.
"Ah, ohayou gozaimasu, Kise kun." Suster itu menunduk sopan, menyapaku dengan senyum.
"Ohayou gozaimasu." Aku membalasnya, menunduk dan tersenyum lebih lebar. Sekilas, kudapati rona merah muda di pipinya. "Bagaimana keadaannya hari ini?"
"Sou desune..." Perawat itu bergumam sambil meneliti papan jalan yang sedari tadi didekapnya. "Tubuhnya cukup stabil hari ini," ujarnya kemudian sambil tersenyum lemah, menunjukkan keprihatinan yang sudah sering kali kulihat. Bukan hanya darinya, siapapun yang mengenal kami dan tahu tentang apa yang terjadi, pasti akan menunjukkan raut wajah yang sama. Aku tahu ini sekadar rasa simpati sesama manusia yang wajar, namun kadang kala itu mengusikku. Karena mereka seolah berkata, ini sudah batasnya... kami menyerah... Semua itu memaksaku untuk memikirkan skenario terburuk yang selalu ingin kuhindari.
Kulanjutkan rutinitasku ketika perawat itu undur diri, meninggalkanku sendiri menghadapi kenyataan yang kuharap tak seburuk yang mereka pikirkan. Kuhirup oksigen dalam-dalam, membiarkannya memenuhi paru-paruku, lalu kuhembuskan kembali udara yang telah berubah menjadi CO2 itu. Aku siap,ujarku dalam hati. Ketika pintu itu terbuka, aku tersenyum lebar menatapnya, berharap kebahagiaan saat bertemu dengannya dan kehangatan dari kerinduan ini dapat tersampaikan.
"Ohayou, Akashicchi!"
Kemudian ia menatapku... kosong.
"Kau... siapa?"
Aku tahu, perlahan senyum di wajahku kian memudar, meski aku berusaha mempertahankannya. Aku tahu, aku memandangnya dengan mata melebar karena keterkejutan yang tak mampu kusembunyikan. Bahkan, kakiku tak dapat bergerak, meski ingin sekali aku berlari ke arahnya, lalu memeluk tubuhnya yang tampak semakin rapuh itu.
Hei, inilah yang paling kutakutkan dalam hidupku. Skenario terburuk yang selalu ingin kuhindari. Kenyataan yang tak ingin kuakui, bahwa suatu saat kau akan melupakanku― dan pergi.
.
End of PROLOGUE
.
A.N.
Hello, there! Thanks so much for all readers yang sudah menyempatkan―menyianyiakan/plaakk―waktunya untuk membaca sebuah prolog dari saya. Seperti biasa, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari readers.
Jaa,kore kara yoroshiku onegaishimasu m(_ _)m
Doumo arigatou gozaimasu^^
