This is my first fan fiction, hope all of you will enjoy it.
Comments, reviews, and any kind of response will be highly appreciated.
PROLOGUE
"SAAAAAIIIIIIIIIII…!!!! Menyingkir dari situ!!!"
Pemuda tanpa ekspresi itu hanya sempat sekilas melihat ke arah Uzumaki Naruto sebelum menghindari terjangan brutalnya.
"RASENGAN!!!"
Sesosok tubuh tampak melayang sejauh 100 meter setelah terkena jurus warisan Hokage keempat itu.
"Heh..!" Naruto terlihat puas dengan serangannya tadi.
"Sepertinya itu yang terakhir. Dengan ini misi kita selesai" Yamato melihat ke sekeliling mereka. Puluhan tubuh yang tidak sadarkan diri bergeletakan.
"Dasar Naruto, selalu saja ingin menang sendiri. Setidaknya sisakan beberapa orang untuk aku dan Sai" Sakura memandang sinis Naruto sambil melepas sarung tangannya.
"Hei, aku kan sudah meringankan tugas kalian. Harusnya aku dapat ucapan terima kasih dong. Lihat tuh, si Sai saja tidak protes!" sanggah Naruto.
Yang dimaksud hanya memasang senyum yang entah palsu atau tulus.
"Tapi dalam sebuah misi, kerjasama tim lebih penting tahu!" Sakura kembali protes.
"Aaaahhh, coba kalau Sasuke yang mengalahkan semuanya, pasti kau malah akan memuja-mujanya, ya 'kan?"
"I…itu 'kan…" wajah Sakura memerah. Bukan karena malu, tapi marah.
"Sudah cukup!" Yamato menghentikan perdebatan.
"Kita harus melaporkan dan menyerahkan orang-orang ini ke desa Aigakure. Setelah itu kita pulang"
Sai masih diam memperhatikan teman-teman setimnya itu. Belum genap sebulan ia bergabung dengan tim Kakashi. Meskipun berstatus pengganti sementara, ia secara khusus meminta perpanjangan waktu untuk lebih lama bersama mereka. Sedikit banyak ia sekarang sudah memahami karakter Naruto dan Sakura. Sesuatu yang sangat sulit dipahaminya saat masih berada di ANBU Ne. Walau begitu, ia tetap mengendalikan emosinya agar tidak terlalu berlebihan bertindak.
"Sai, ngapain kamu bengong di situ?" suara Naruto membuyarkan lamunan Sai.
"Ah.., ya…"
Aku masih harus lebih banyak belajar. Sai membatin. Untuk bisa beradaptasi dengan Naruto dan Sakura, aku harus bisa lebih ekspresif seperti mereka, tanpa harus mengeluarkan emosi. Tapi apa bisa…?
Ia segera bergabung dengan yang lainnya menuju desa Aigakure. Kenangan dengan kakaknya berkelebat dalam otaknya.
***
