TIK TIK TIK

Main pair:

[Park Jimin, Min Yoongi]

Disclaimer:

BTS (c) BigHit Entertainment

WARN! YAOI, OOC, TYPO, AU!

I hope you enjoy this story~

.

.

.

.

IA terdiam bagaikan patung.

Menatap hamparan air hujan turun. Mata sayu memandang kosong. Gelegar suara serta kilatan tak terasa. Langit gemuruh diabaikan. Menangkup wajah dengan sebelah tangan.

Min Yoongi menghela nafas. Udara dingin menyeruak dalam diam. Ia berpindah posisi; menidurkan kepala diatas meja. Menatap jendela basah dengan embun-embun. Nafas tercekat, tak ada ekspresi. Lelaki itu terdiam.

Tik tik tik.

Begitulah dentungan hujan. Menggelitik serta berdengung. Menggigil dalam diam. Yoongi mengeratkan sweater berbahan rajutan. Tidak ada tanda pergerakan. Lelaki itu hanya diam sambil bernafas.

Pelukan hangat terasa.

"Kau tidak makan?"

Suara itu menggema di ruang tengah. Yoongi hanya diam. Tak menyahut atau menoleh. Membiarkan pelukan semakin erat. Park Jimin hanya tersenyum. Menghela nafas; membiarkan dirinya merengkuh lembut tubuh Yoongi. Mengecup tengkuk putih, lalu tersenyum.

"Hei, kau tak ingin melihatku?"

Jimin mengusap rambut Yoongi. Mengecupnya beberapa kali. Tangan bebas berkeliaran. Namun Yoongi hanya diam mematung. Memejamkan mata, membiarkan sentuhan sang kekasih semakin berjaya.

Langit tak kuasa menahan tangis. Lantas hujan semakin tumpah ruah—membasahi bumi dengan segenap air putih. Angin dingin adalah pasangannya; berhembus sepoi-sepoi membuat mereka serasi.

Tik tik tik.

"Kau marah padaku?"

Lantas Jimin kembali mengusap rambut sang kekasih. Menanti suara yang keluar. Namun pria itu masih membisu. Seakan ingin dirinya tak ada. "Kau marah padaku."

Tik tik tik.

Air hujan jatuh ke permukaan tanah. Bersamaan dengan jatuhnya air mata Yoongi ke pipi.

Ia menangis. Tetap diam dan tenang. Namun dada dan hati sakit. Berusaha menidurkan diri. Jimin panik, ia berusaha menenangkan. Namun percuma. Yoongi semakin diam—basah pipi menjalar ke semua wajah. "M-maaf kalau Aku membuatmu sedih."

Yoongi tak menghiraukan. Ia semakin menjerit. Menghentak-hentak meja dengan satu kepalan tangan. "Hiks—Aku tak tahu harus berbuat apa."

Mata Jimin menatap sedih. Ia memeluk Yoongi. Membisikkan sebuah kata-kata, "Maaf, tapi memang harus begini."

"Kenapa? Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi, Park Jimin?!"

Bibir tersenyum. Menunjukkan lengkungan macam bulan sabit. "Jika ditanya seberapa besar cintaku padamu, mungkin tak terhingga."

"Pembohong."

Usapan ringan kembali hadir. Menenangkan Yoongi yang masih menutup wajah, "Tidak. Aku serius."

"Tapi kenapa kau meninggalkanku?!"

Tik tik tik.

Gemuruh hujan tak dapat dihindar. Jendela semakin penuh dengan embun-embun. Jimin kembali berbisik, "Memang sudah takdir. Maaf, Aku harus pergi."

Pria itu pergi. Meninggalkan Yoongi seorang diri dalam diam. Lelaki itu parau—mata sembab dengan wajah memerah. Menoleh ke kanan dan kiri. Park Jimin benar-benar meninggalkannya.

Setiap hari, menit, bahkan detik. Yoongi akan selalu menangis dalam diam. Setiap hujan, bunyi tik tik tik. Bayang-bayang Jimin yang menghembuskan nafas terakhir akan datang. Menguasai pikiran dan perasaan.

.

.

.

.

END