IDIOT
MEANIE COUPLE (KIM MINGYU X JEON WONWOO) of SEVENTEEN
And other member
.
.
.
Hari senin dan pagi yang cerah untuk memulai aktitas, semua orang bergegas dari tempat tidur untuk memulai harinya. mungkin tidak bagi Wonwoo, pemuda itu masih terlelap tidur, mata sipitnya terpejam rapat dalam balutan hangat selimut tebal di atas ranjang.
Wonwoo tidak sendirian dalam kamarnya, disamping ranjangnya duduk seorang pemuda yang membawa sekantung penuh mainan, pemuda yang bertubuh sedikit lebih tinggi dari Wonwoo itu mengompres dahi Wonwoo dengan handuk basah yang airnya tidak diperas. Membuat tetesan dari air itu mengalir melewati pelipis Wonwoo dan membasahi bantal dibawahnya.
Mingyu, nama pemuda itu. Ia terkikik kecil melihat kedua alis Wonwoo bertaut ketika merasakan dinginnya handuk basah menyapa dahinya, cara Mingyu terkikik terlihat lucu karena gigi taring yang mencuat disela senyum manisnya. Sambil sesekali Mingyu menempelkan stetoskop mainan di dada Wonwoo yang masih belum tertarik untuk bangun, seolah-olah sedang memeriksa keadan pasien.
Tangan jahilnya tak henti menghapus lelehan air dari handuk basah itu. Membuat pola tidak beraturan dibantal kemudian mengusap jemari basahnya dipipi Wonwoo. Hingga lama kelamaan mengusik iris bening milik Wonwoo untuk terbuka. Sosok Mingyu adalah objek pertama yang dilihat Wonwoo, mata sipitnya benar-benar terbuka sempurna saat menyadari sesuatu yang dingin dan basah berada disekitar kepalanya.
Wonwoo segera duduk, membuat handuk yang menempel didahinya jatuh kepangkuannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?." Tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur. Melihat Mingyu dikamarnya dengan segala tingkah konyolnya saat membuka mata adalah hal buruk untuk mengawali pagi.
"Selamat pagi Wonwoo hyung." Balas Mingyu dengan senyum manisnya.
"Bukankah aku sudah bilang untuk tidak masuk ke kamarku sembarangan? Dan apa-apaan dengan handuk basah ini?!." Wonwoo mulai berseru dengan kerutan kesal di dahinya.
Mingyu tertawa, ia mengatakan pada Wonwoo jika ia sedang bermain dokter dan pasien kali ini. Mingyu jadi dokternya dan Wonwoo pasiennya.
Dengan kasar Wonwoo menyingkap selimutnya, melempar handuk basah kesembarang arah dan mulai beranjak dari ranjang diiringi gerutuan kesal.
"dasar idiot!."
Pintu kamar dibanting keras oleh Wonwoo, Mingyu tidak cukup paham untuk mengerti kemarahan Wonwoo, jadi ia hanya menatap bingung pada pintu kamar.
Mendengar kata IDIOT? Mungkin sebagian besar orang berpikir itu sama dengan AUTISME. Jika memang kalian berpikir begitu, maka itu salah. IDIOT adalah seseorang yang memiliki IQ di bawah rata-rata yaitu dibawah skor 30 dan itu terjadi bukan karena kelainan sejak lahir melainkan disebebkan karna benturan keras di kepala, traumatik, rasa tertekan dan rasa takut berlebihan sehingga membuat kerja otak semakin menurun dengan daya konsentrasi hampir nol.
Sedangkan AUTISME adalah penyakit keterbatasan mental sehingga menyebabkan seseorang memiliki pemikiran berbeda dari orang lain bahkan memiliki dunianya sendiri, namun bukan berarti IQ nya dibawah skor 30 seperti penderita idiot, justru penderita autisme bisa melampaui orang normal dan biasanya di derita sejak di dalam kandungan.
Dan Mingyu mengalami salah satu dari dua kelainan tersebut, pemuda delapan belas tahun itu, terjebak didunia anak-anaknya selama belasan tahun. Mentalnya tidak ikut tumbuh seiring tubuhnya yang telah terlihat dewasa.
Benar, Mingyu idiot.
Imajinasinya tumbuh dalam dunia dimana tidak ada orang lain yang dapat memasukinya. Hidupnya hanya berpusat pada dua hal, dunia yang dibangunnya, dan Wonwoo, kakaknya.
Wonwoo, pemuda berusia 21 tahun, kakak Mingyu. berkuliah di Universitas cukup ternama di korea selatan yaitu Chungnam University dengan mengambil fakultas jurusan hukum.
Orang tua mereka sudah meninggal tujuh bulan lalu karena kecelakaan lalu lintas sehingga membuatnya berjuang keras sekarang untuk mengurus segalanya. Mulai dari kuliah, mengurus rumah, bekerja paruh waktu di sebuah cafe sebagai waiters, dan mengurus Mingyu.
Akhirnya setelah insiden menyebalkan tadi pagi, Wonwoo bisa segera bersiap sekaligus membuat sarapan untuk Mingyu. Dengan tenang Mingyu meminum susu coklat kesukaannya dan mulai memakan roti isi yang sudah di siapkan Wonwoo.
"Sudah ku siapkan untuk makan siang dan malam untukmu. Dan kau jangan coba-coba menyalakan kompor atau menyentuh benda lain didapur selain makanan dimeja makan, Mengerti?" Jelas Wonwoo sambil memperhatikan Mingyu yang sedang asik menjilati sisa susu coklatnya dibibir gelas.
"Mingyu, kau mendengarku?"
Mingyu hanya mengangguk kecil sebagai tanda jika ia mendengar ucapan wonwoo.
"Aku berangkat. Pintunya aku kunci dari luar. Jangan nakal dan jangan masuk ke kamarku." Tegas Wonwoo, ia harus bergegas sebelum terlambat sampai kekampus.
Mingyu tidak menyahut, ia hanya melihat Wonwoo menjauh pergi. sampai akhirnya Wonwoo menutup pintu rumah mereka, Mingyu berlari kedepan jendela samping pintu. Memperhatikan Wonwoo yang sedang mengunci pagar dan berjalan terburu-buru hingga menghilang dari penglihatannya.
"hati-hati hyung. Cepat pulang dan temani Mingyu main lagi." Ucap Mingyu sendu.
Seperti biasanya, Wonwoo menunggu bus di halte ujung jalan blok rumahnya, guguran beberapa kelopak bunga jatuh di sela-sela rambut hitam lembutnya. Dia menghela nafas panjang. Langkahnya tujuh bulan lalu tak seberat langkahnya di hari-hari belakangan ini. Mingyu jelas menghambat mimpinya, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan.
"Wonwoo?" sebuah sedan metalik berhenti tepat dihadapan Wonwoo. kaca jendela mobil itu diturunkan dan seseorang dari dalam menyapa Wonwoo hangat. "selamat pagi, Wonwoo."
"Jisoo, selamat pagi!" sapa Wonwoo dengan senyum manisnya. Mengesampingkan pikiran rumitnya saat bertemu salah satu teman atau mungkin sahabatnya ini.
"berangkat bersama?." tanya pemuda tampan bernama Jisoo tersebut.
"tidak apa Jisoo. Bus akan datang beberapa menit lagi." Kata Wonwoo merasa tidak enak.
"Naiklah." Kata Jisoo masih dengan senyum hangatnya, mengisyaratkan Wonwoo untuk duduk di bangku kosong di sebelahnya.
"tapi a-"
"aku tidak menerima penolakan." Potong Jisoo cepat.
Wonwoo akhirnya naik kemobil dan duduk disamping Jisoo meski sebenarnya ia enggan karna merepotkan Jisoo terus menerus.
"terimakasih" bisik Wonwoo.
"bukan masalah" jawab Jisoo, kemudian melajukan mobilnya.
Tidak banyak yang mereka bicarakan selama perjalanan menuju kampus, hanya membahas beberapa tugas karna memang Wonwoo dan Jisoo memiliki sifat lebih tenang dibandingkan teman-teman lainnya.
Mereka sampai di kampus. seperti biasa saat dikelas keempat teman mereka yang lain menyapa dengan sangat bersemangat. Hoshi, Dokyeom, Seungkwan, dan Woozi. sekumpulan Manusia dengan kepribadian yang sangat berbanding terbalik dengan Jisoo dan Wonwoo. Melengkapi aura tenang Wonwoo dan Jisoo dengan sifat ceria mereka. Atau kita bisa menyebutnya dengan sifat tidak tahu malu.
"Wonwoo. Kau tidak lupa dengan presentasi kita untuk hari ini kan?" Tanya Woozi, si kecil pintar namun pedas dalam berkata jika sudah merasa kesal.
"Astaga! Aku lupa. Kenapa kau tidak mengingatkanku tadi pagi?" Kaget Wonwoo sambil melihat isi tasnya.
"Apa?! Kau harus mengambilnya Wonwoo!. Bagaimana kau bisa sangat ceroboh? Haruskah aku juga yang mengingatkan mu untuk hal sepenting itu?!" Kata Woozi mulai mengomel.
"Aku bercanda. Aku membawanya. Tada!" Kata Wonwoo sambil menunjukan tugasnya.
"lucu sekali." Kata Woozi sambil duduk di kursinya.
"Hei Woozi, kau tau? Kemarah tidak baik untuk wajahmu nantinya. Kau akan mudah mendapat kerutan." Goda Hoshi, si periang yang memiliki milyaran ide jenius saat berdebat.
Dokyeom dan Sungkwan hanya tertawa mendengar pernyataan Hoshi sambil sesekali saling memukul lengan satu sama lain. Mereke dikenal sebagai Mood Maker namun kemampuan luar biasa dalam menghafal.
Woozi hampir memukul kepala Hoshi dengan botol minum, tapi diinterupsi oleh Jisoo.
"Duduklah dengan tenang. Dosen datang." Kata Jisoo santai sambil menepuk bahu Woozi. Hoshi hanya tertawa melihat Woozi yang kemudian mencibir Jisoo.
Pembelajaran di mulai.
-Dikantin-
"Wonwoo. Kau masih bekerja di cafe itu?" Tanya Dokyeom sambil duduk dan meletakan nampan berisi enam minuman pesanan teman-teman lainnya.
"Iya, kenapa? Kalian mau datang? Datanglah." undang Wonwoo.
"Oke! kita berangkat nanti malam. Aku juga sedang malas di rumah karena tidak ada orang." Kata Hoshi sambil meminum minumannya.
"Setuju. Pukul tujuh kita bertemu disana." Jawab Woozi, Jisoo hanya menyimak.
"Bukankah bulan lalu kita punya rencana berlibur bersama?" Tanya Seungkwan masih sibuk mengambil jelly-jelly yang tenggelam didasar gelas minumannya.
"Ah... ya. Kita punya rencana ke pantai bukan? Di Busan. Kampung halaman si imut ini." Dokyeom mulai menggoda Woozi.
Woozi hanya melempar tatapan dengan hawa membunuh pada Dokyeom.
"bercanda." Dokyeom menghentikan tawanya sekejap. Namun disusul tawa lainnya.
"Kau tau? Entah mengapa akhir-akhir ini orang tua ku sangat sering berbisnis ke luar kota. Itu membosankan, seisi rumah di kuasai Soonyoung." Hoshi mengeluh.
"Itu karena kakak mu di beri wewenang bertanggung jawab atas rumah dan kau sendiri." Jawab Jisoo tenang.
"Maksudku... dia sangat mengatur dan itu tidak adil, dia bisa melakukan apapun sedangkan aku tidak." Kata Hoshi dengan ekpresi dan gerakan spontan untuk menunjukan kekesalannya.
"Mungkin saja dia melakukan itu untuk kebaikaanmu. Dengar, mungkin kau berpikir kakak mu itu jahat tapi dia punya niat baik untuk melakukan itu." Wonwoo menasehati.
Hoshi mengangguk mendengar pernyataan Wonwoo.
"hei Wonwoo? Apa kau tidak bosan tinggal sendirian di rumah? Aku saja rasanya hampir mati kebosanan setiap hari ditinggal ayah ibuku bekerja, ditambah lagi dengan perlakuan Soonyoung hyung."tanya Hoshi sambil menyeruput minumannya.
Wonwoo hanya menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Berkunjunglah ke rumah ku jika kau merasa bosan sendirian di rumah." Kata Jisoo sambil menepuk pelan bahu Wonwoo yang ada di sebelahnya.
"Atau kita saja yang berkunjung ke rumah Wonwoo." Kata Woozi sambil mengaduk aduk minumannya dengan sedotan di susul dengan melirik ke arah teman temannya.
Wonwoo hampir tersedak minumannya.
"Itu ide bagus!" Kata Hoshi sambil menjentikkan jari dan menunjuk Woozi. Mereka melakukan hi5.
"Ja-jangan... Rumahku sangat berantakan, aku jarang membereskannya karna terlalu sibuk di luar rumah." Kaku Wonwoo menolak halus ide Woozi.
"Kita bisa membersihkannya bersama." Kata Seungkwan ramah.
"Tidak, itu akan merepotkan kalian. Aku saja yang akan mengunjungi kalian jika aku bosan." Kata Wonwoo meyakinkan teman-temannya.
"Oke, mungkin lain kali." Kata Dokyeom sambil tersenyum.
Seperti biasanya, beberapa candaan mulai tercetus dari Dokyeom, Hoshi, dan Seungkwan dengan di iringi tawa dari yang lain. sesekai juga mereka saling membully entah karena kelakuannya atau karna candaan yang mereka buat.
"Wonwoo, jangan tertawa datar begitu. Tertawalah dengan lepas seperti Seungkwan yang terbahak layaknya orang idiot. Hahaha!" Kata Dokyeom sambil tertawa dan di susul dengan tawa lainnya. Seungkwan memukul kepala belakang Dokyeom.
"kau harus berkaca sebelum menertawakanku donkey." Balas Seungkwan. Yang lain kembali terbahak kecuali Wonwoo.
"idiot? Mingyu..."
" Apa mereka akan membully mingyu jika bertemu suatu saat mereka berkunjung kerumah? Bagaimana pun Mingyu itu tetap saja Adikku"
Mendengar ucapan Dokyeom Wonwoo jadi teringat Mingyu dan melamun, namun tidak ada yang memperhatikan karena masih sibuk tertawa. Hingga tepukan tidak sengaja dari Jisoo di pahanya menyadarkan Wonwoo.
"ah aku harus segera berangkat ke cafe. Kalian datanglah nanti, aku tunggu" Wonwoo melirik jam besar dikantin yang sudah menunujukkan pukul lima. Ia segera bergegas menuju tempat kerja paruh waktunya.
Sambil sedikit berlari kecil Wonwoo pergi ke cafe, memang tidak terlalu jauh dari kampus, namun tetap saja melelahkan jika harus berjalan kaki. Ia bisa saja naik bus tapi Wonwoo harus berhemat.
Sesampainya disana Wonwoo segera menuju lokernya untuk berganti seragam kerja.
"Kau baru datang?" Tanya seorang pria dengan nametag Choi Sengcheol sambil bersandar pada dinding dibelakang Wonwoo.
"Ahh.. maaf aku terlambat hyung." jawab Wonwoo sedikit tegang sambil mengancing kemeja putihnya.
"Tidak. Perbaiki ekspresimu tegang mu itu." Kata Seungcheol sambil meninju kecil lengan Wonwoo disusul dengan tawanya.
"Aish.. hyung." Kata Wonwoo sambil menyingkirkan tangan Seungcheol.
"Sudah, kau bereskan meja saja, biar aku duluan yang melayani pelanggan." Kata Seungcheol sambil meninggalkan Wonwoo yang masih merapihkan dirinya di depan cermin besar.
Seperti biasanya Wonwoo melakukan pekerjaannya dengan baik dan sangat tenang, senyuman manis selalu di perlihatkan ketika berhadapan dengan pelanggan. Tidak jarang beberapa keluhan kasar dari pelanggan yang tidak sabaran pada Wonwoo, dia tentu tidak bisa berbuat banyak jadi dia hanya meminta maaf dan tersenyum tulus.
"Tuhan, aku tau kau adil. Tapi kurasa ini terlalu berat untukku"
Pukul tujuh malam. Waktu yang di tentukan teman-teman Wonwoo untuk bertemu di cafe tempat Wonwoo bekerja. Satu persatu mereka datang dengan pakaian santai.
"Dimana Wonwoo?" Tanya Hoshi mencari sahabatnya itu di dalam cafe.
"Entahlah." Jawab Woozi sambil mencari Wonwoo juga.
"Woah.. kalian datang?" Sapa Seungcheol ramah pada teman-teman Wonwoo yang memang dia kenal karena sering bertemu.
"Hai Hyung, bagaimana kabarmu?" Sapa Jisoo ramah.
"Aku baik, bagaimana kalian? Mencari Wonwoo? Dia sedang di belakang. Mau aku panggilkan?" Tanya Seungcheol panjang lebar.
"Kami baik hyung. Boleh kah? Terima kasih hyung." Jawab Seungkwan ramah.
"Tunggu sebentar." Kata Seungcheol dengan mengembangkan senyum manisnya.
Seungcheol menuju ruang ganti karyawan, dimana Wonwoo sedang berada saat itu. Dan mulai mengetuk ruang ganti yang ternyata di kunci oleh Wonwoo dari dalam.
"Wonwoo? Teman-teman mu datang, mereka di tempat biasa." Kata Seungcheol seraya mengulang ketukannya.
Tidak ada jawaban.
"Wonwoo?" Panggil Seungcheol sedikit keras.
Masih hening.
"Wonwoo? Kau mendengarku?" Tanya Seungcheol dengan nada khawatir.
"Se-Sebentar hyung, aku sedang melakukan panggilan." Sahut Wonwoo pelan dari dalam ruangan.
"Baiklah... jangan terlalu lama membuat mereka menunggu." Kata Seungcheol meninggalkan Wonwoo dan kembali ke depan.
Di dalam ruangan, Wonwoo setengah mati mengatur nafasnya yang terengah, butir keringat bercucuran melewati pipi tirusnya, tangannya terasa dingin dan kaku. Sakit. Itu yang sedang dirasakan. Tangannya terus meramas dada kirinya. Jantungnya berdegup tidak beraturan. Dia lupa membawa obat penghilang rasa sakit. Dan sialnya penyakit itu kambuh disaat yang tidak tepat, membuat Wonwoo harus menahan disudut ruangan sambil terduduk lemas. Wonwoo memang memiliki kelainan jantung sejak lahir. Penyakit yang akan menyerang saat tubuhnya kelalahan itu dapat kambuh sewaktu-waktu.
Wonwoo terus di posisinya. Hingga beberapa waktu berlalu.
Nafasnya perlahan mulai beraturan, rasa sakitnya berkurang, tangannya kembali menghangat. Wonwoo mencoba berdiri, kaki kurusnya mulai bisa digerakan, dia merapihkan dirinya agar tidak ada orang yang curiga. Dengan menghela nafas panjang dia mulai keluar dari ruangan yang menjadi saksi bisu perjuangan Wonwoo menahan sakitnya.
"Menunggu lama? Maaf, aku ada sedikit masalah." Kata Wonwoo tersenyum sambil menghampiri taman-temannya yang sudah menatapnya tajam.
"Dari mana saja?" Ketus Woozi.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Jisoo lembut.
"Maaf, Aku ada sedikit masalah. Tapi sudah tidak apa-apa." Kata Wonwoo meyakinkan teman-temannya.
"Ah sudahlah, tujuan kita untuk minum coffee dan berkumpul." Cetus Dokyeom asal sambil meminum americano panasnya.
Mereka mulai mengobrol diiringi dengan candaan-candaan seperti biasanya dan sesekali Wonwoo meninggalkan obrolan asik karena harus mengantarkan pesanan pelanggan. Rasa lelahnya terbayarkan dengan kedatangan teman-temannya hari ini, membuat suasana menjadi lebih ramai dari biasanya.
Satu Hari yang panjang telah terlewatkan. Waktunya kembali ke rumah karna waktu bekerja sudah usai. Helaan nafas panjang wonwoo memecahkan kesunyian rumahnya.
"Aku pulang." Kata Wonwoo pelan sambil menutup pintu dan menguncinya kembali. Sepi dan sunyi seperti biasa, tidak ada yang menyambutnya karna Mingyu sudah tidur lelap di kamarnya.
Wonwoo menyempatkan diri untuk merapihkan mainan Mingyu yang berserak diruang tamu dan mencuci piring bekas makan Mingyu seharian, meletakkan sisa makanan kedalam kulkas karna sepertinya Mingyu melewatkan makan malamnya, kemudian berlalu masuk kekamarnya untuk istirahat.
-dini hari...-
Mingyu terbangun dari tidurnya, masih malam, itu pikiran Mingyu tanpa melihat jam. Mingyu pergi ke luar kamar sambil mengusap usap matanya. Langkah kaki yang sedikit menyeret membawanya ke dapur. Mingyu lapar. Dia mulai mencari sesuatu untuk dimakan dimeja, lemari, laci. Mingyu tahu betul jika makanannya masih ada di meja sebelum dia tidur tadi, tapi sekarang tidak ada. Dimana sekarang?
Dengan senyum manis khas, Mingyu melihat ke arah kulkas. Mingyu mencari makanannya di sana dan benar saja, dia menemukannya.
Mingyu menarik asal piring tersebut membuat dentingan karna piring dan mangkuk yang berbenturan pelan. Tanpa sengaja dia pun ikut menyeret piring lain berisi potongan buah sampai-sampai.
Prang!
Piring itu membentur lantai hingga pecah, membuat bagian-bagian tajam berserakan di jalan yang akan dilalui Mingyu.
Mingyu tidak mengiraukannya sama sekali, dia hanya berpikir dia mendapatkan makanannya dan pergi ke meja makan. Kakinya melewati pecahan piring sambil sesekali meringis perih karena terbentuk goresan luka di telapak kakinya.
Suara barang pecah belah yang menghantam lantai sontak membangunkan Wonwoo dari tidur pulasnya. Mata sipit Wonwoo terbuka, segera Mengecek jam weker dinakas, Pukul 04.00 pagi, masih terlalu awal untuk memulai aktivitas. dengan kesadaran seadanya Wonwoo menghampiri sumber suara tersebut.
Wonwoo menekan tombol lampu ruang tengah dan tidak mendapati apapun disana. Ia lalu bergegas menuju dapur.
"Mingyu? Apa yang kau lakukan?!" seru Wonwoo saat melihat Mingyu yang sedang melahap makanan sisa semalam dengan tenang di meja makan.
Mingyu tersenyum cerah melihat kedatangan Wonwoo, menghiraukan pekikan sang kakak yang terkejut melihat pecahan piring yang berserakan.
Wonwoo melihat keadaan dapur Diiringi dengusan kesal. Seluruh permukaan lantai sudah berserakan piring pecah dan bercak darah yang Wonwoo yakini berasal dari anggota tubuh Mingyu yang terkena pecahan. Beruntung Wonwoo tidak menginjaknya karna ia mengenakan sandal tidurnya.
Wonwoo mulai memunguti pecahan beling yang tercecer, membuangnya ketempat sampah dan membersihkan lantai dua kali dengan sapu untuk memastikan sudah tidak ada lagi yang tertinggal.
Setelah itu Fokus Wonwoo beralih kepada Mingyu, ia mulai berlutut untuk melihat kaki adiknya itu.
Benar saja, Darah di telapak kaki Mingyu membuat Wonwoo menghela nafas. Wonwoo bangkit dan pergi mengambil kotak P3K yang ada di lemari tidak jauh dari meja makan. Perlahan Wonwoo membersihkan dan merawat luka di kaki Mingyu, dan Mingyu menaggapinya dengan terkikik geli. Entah, Wonwoo sendiri tidak mengerti kenapa Mingyu tidak menangis meski telapak kakinya sudah berlumur darah seperti ini. Anak itu sangat cengeng biasanya.
"Kau tidak makan lagi semalam? Sudah berapa kali aku katakan jangan menungguku untuk makan malam. Kenapa kau sangat sulit diberitahu?" kesal Wonwoo masih berjongkok membersihkan luka Mingyu.
"ibu bilang kita kita boleh berbicara ketika makan." jawab Mingyu dengan mulut penuh makanan.
"jangan mengajariku. perhatikan makanan dimulutmu dan mengunyahlah dengan benar. Dasar jorok." Balas Wonwoo setelah selesai membalut luka Mingyu dengan kasar. Ia berdiri dan melihat adiknya makan dengan saus belepotan disekitar wajah.
Mingyu menurut. Anak itu mengunyah makananya dengan tenang.
"Mingyu makan karna Mingyu lapar. Semalam Mingyu menunggu hyung pulang. Tapi hyung tidak pulang-pulang." Ucapnya setelah meneguk air minum dari cangkir yang isinya kepenuhan, dan berakhir dengan air minum tersebut malah membasahi piyamanya.
"Mingyu ingin makan bersama. Tidak ada Wonwoo hyung, tidak ada ayah, tidak ada ibu, hanya ada Mingyu Dimeja makan, hanya Mingyu. Dan Mingyu tidak bisa memuji masakan yang hyung buat karna hyung tidak ada. Tapi Jika ada ayah dan ibu pasti mereka bisa mendengarkan pujian Mingyu untuk masakan hyung yang enak." Kata Mingyu masih dengan tatapan polosnya pada Wonwoo. Kalimat Mingyu sedikit berbelit. Tapi Wonwoo cukup terbiasa untuk menangkap apa maksudnya.
Pertama, Mingyu kesepian. Kedua Mingyu tidak ingin makan sendirian di meja makan. Dan ketiga soal orang tua mereka. Mudah saja. Tapi sejujurnya Wonwoo tidak terlalu peduli dengan ocehan adik idiotnya itu.
"Dengar. berhenti membahas ayah dan ibu. Lagipula aku tidak memerlukan pujian apapun atas masakanku, dan juga berhentilah membuatku semakin membencimu, Mingyu." Wonwoo memberi titah. Menarik beberapa lembar tissue dan membersihkan wajah Mingyu dari sisa saus.
Ia beranjak, membuka piyama basah Mingyu dan mulai merapikan bekas makannya. "Sejak kita tumbuh besar bersama, ayah dan ibu memang hanya mendengarkanmu bukan? Seperti kau adalah satu satunya anak dirumah ini. Tidak pernah menganggapku ada seberapa keras pun aku berusaha. sedangkan kau? Kau hanya perlu merusak barang barang dan merengek, maka semua perhatian mereka akan segera tertuju padamu. Itu tidak adil."
Wonwoo melempar piyama Mingyu kedalam box dan meletakkan piring serta cangkir kotor ke wastafel tanpa mencucinya, lalu menarik Mingyu yang sekarang bertelanjang dada kekamar sambil terus berkeluh kesah. "Apa kau pernah merasakan kalau hidupmu berat? Tentu saja tidak. karna semua masalahmu hanya berkutat soal lapar dan mainan baru. Kau bahkan tidak bisa memahami jika selama ini hidupmu hanya membebani orang lain. Tentu saja tidak karna otakmu bermasalah." Ketus Wonwoo pada Mingyu.
Si adik hanya diam dengan mulut terbuka mendengar setiap ocehan kakaknya. Yang Mingyu tahu ia sedang mendapat perhatian dari Wonwoo. Hingga ia bertepuk tangan senang ketika Wonwoo selesai bicara.
Wonwoo menggeram marah melihat tingkah adiknya. "idiot!" Makinya tanpa sadar. Dan Mingyu kembali bertepuk tangan.
Sesampainya di kamar Mingyu, Wonwoo sibuk mencari baju untuk dikenakan adiknya yang sekarang sedang terduduk, dengan kepala agak mendongak disertai ayunan kakinya secara bergantian di sisi tempat tidurnya, sesekali dia mengayunkan badan besarnya ke kiri dan ke kanan sambil menggumamkan nada-nada yang dia ciptakan sendiri.
Wonwoo kembali menghampirinya dan mulai menyiapkan baju untuk di kenakan Mingyu. Dengan senyum cerah Mingyu beranjak dari duduknya dan berdiri sangat dekat dengan Wonwoo yang sedikit lebih pendek darinya. Wonwoo hanya bisa melihat lurus ke leher Mingyu di sertai pandangan jengkel.
"Duduk!" seru Wonwoo kesal.
Mingyu menurut masih dengan wajah polosnya.
Dengan malas Wonwoo memakaikan baju pada adiknya. Ia masih mengantuk dan harus bangun pagi esok hari.
Selesai berganti baju, Mingyu kembali bertepuk tangan dengan manis karna dia pikir Wonwoo sudah selesai merawatnya.
"Terima kasih hyung. Mingyu mengantuk, apa hyung juga mengantuk sama seperti Mingyu?" tanya Mingyu polos masih dengan kepala yang mendongak untuk melihat hyungnya yang berdiri tepat di depan sambil menatapnya dengan tatapan sinis.
"berhenti bertanya dan kembalilah tidur." Balas Wonwoo dingin seraya membalikan tubuh kurusnya untuk melangkah meninggalkan kamar Mingyu. Tapi genggaman halus berhasil menghentikan langkah Wonwoo, hanya menghentikan langkah dan tidak membuat dia membalikan badan.
"Hyung. Tidur sama Mingyu ya?." Rengek Mingyu dengan tatapan memohonnya.
"Tidak." Jawab Wonwoo singkat sambil menepis kasar genggaman adiknya itu kemudian meninggalkan kamar Mingyu untuk kembali tidur.
Mingyu hanya melihat hyung kesayangannya pergi meninggalkan dia sendirian di kamar sampai pintu kamar miliknya tertutup sempurna.
Mingyu rindu wonwoo. Ia ingin tidur dengan wonwoo malam ini tapi wonwoo menolaknya. Mingyu mencoba menjadi anak baik jadi ia menurut saat wonwoo menyuruhnya untuk kembali tidur.
Tapi Butiran bening perlahan jatuh dari sudut mata Mingyu. Dia menangis tanpa suara. ia menghapus air mata yang membasahi pipi menggemaskannya dengan punggung tangan. Seperti anak kecil, bukannya bersih dari air mata malah justru membasahi semua pipi. Sampai akhirnya dia lelah dengan isakan dia sendiri dan tertidur dengan posisi yang sembarangan.
END or NEXT?
Mind to Review? Thank you...
