A Little Braver

Chapter 1

Cast:

Byun Baekhyun . Park Chanyeol . Zhang Yixing

And others

Genre:

Romance . Drama

Rating:

T

Boy x Boy

…..

With December comes the glimmer on her face

And I get a bit nerveous

I get a bit nerveous now

In the twelve months on I won't make friends with change

When everyone's perfect

Can we start over again

…..

Baekhyun fikir saat Yixing berkata akan menemuinya tepat jam makan siang, ia akan benar-benar menemui pria berdimple itu di café yang sudah mereka janjikan. Tapi saat pandangannya tersapu ke seluruh penjuru ruangan dan menunggu di salah satu kursi di tengah ruangan hampir setengah jam, Yixing nyatanya masih tidak terlihat. Baekhyun sebenarnya bisa memaklumi karena pekerjaan Yixing memang sering mengambil waktu-waktu luang yang sangat sedikit.

Tapi hari yang sedikit mendung dan angin yang cukup kencang di luar sana entah mengapa membuat mood Baekhyun menjadi turun sampai ke perut. Perutnya sudah lapar, dan terus memaksanya untuk segera memesan makanan. Tapi Baekhyun tidak akan makan sampai Yixing tiba.

Dentingan lonceng di atas pintu masuk tidak terlalu sampai ke pendengaran Baekhyun karena suasana café yang penuh. Bahkan di sudut kanan, para pegawai wanita dengan pakaian kurang bahan dan polesan make up tebal seolah saling mengencangkan suara. Baekhyun menggosok hidung nya yang sedikit berair. Suhu ruangan sudah sangat nyaman, tapi entah mengapa Baekhyun masih merasa kedinginan.

"Maaf menunggu lama. Professor Ahn sedikit cerewet hari ini"

Baekhyun mendongak, mnedapati Yixing yang baru saja menarik kursi untuk kemudian duduk di hadapannya. Yixing mengangkat sebelah alis nya saat tidak mendapati sahutan. Wajah Baekhyun yang tertekuk dangan tatapan dingin adalah salah satu dari banyak hal yang ia hindari. Dan saat ini, keterlambatannya mungkin menjadi sebuah kesalahan besar.

"Kau fikir sudah berapa lama kau terlambat" ketus Baekhyun.

Yixing menatap jam tangan yang melingkat di lengan kirinya. "Aku hanya terlambat setengah jam, oke"

"Hanya?" suara Baekhyun meninggi, niatan Yixing untuk memesan makanan terpaksa di tunda. "Tiga puluh menit bisa kugunakan untuk menghabiskan dua porsi tteokpoki"

"Lalu kenapa tidak kau pesan?"

"Aku menunggumu" Baekhyun kesal, tentu saja.

"Maafkan aku" sebelah tangan Yixing terangkat untuk mengacak pelan surai hitam di depannya. Senyumnya yang menimbulkan dimple menawan di kedua sisi pipi tidak membuat mood Baekhyun membaik sama sekali.

"Baiklah. Sebagai permintaan maaf aku akan mentraktirmu" bujuk Yixing melirik dari sudut matanya yang sedang membaca memilih menu makanan.

Baekhyun masih gengsi untuk tersenyum. "Aku ingin bibimbab" Yixing mengangguk, menyebutkan pesanan pada pelayan café yang menunggu di sampingnya. "Dan teman untuk malam ini"

Yixing melirik sekilas lalu kembali mengangguk, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Hari ini begitu banyak pasien yang harus ia tangani. Beberapa mengalami permasalahan yang cukup serius. Tidak jadi masalah sebenarnya, Yixing mencintai pekerjaannya. Sangat. Namun beberapa hari ini atasannya, Professor Ahn cukup membuatnya sakit kepala. Entah masalah apa yang pria lebih tua itu hadapi sehingga anak buahnya harus geleng-geleng kepala.

Lebih dari itu. Tiga hari yang lalu Yixing mendapat pasien baru. Seseorang dengan penyakit saraf yang cukup serius. Awalnya, Dokter Seo yang mendapat tugas menangani pasien laki-laki tersebut, namun saat Yixing melihat sendiri bagaimana kondisi si pasien, dokter muda itu bersedia untuk menggantikan rekannya. Kondisi si pasien lah yang membuat Yixing berfikir keras akhir-akhir ini.

"Heol"

Yixing mendongak saat mendengar suara Baekhyun. Entah kapan, tapi menu makanan yang di pesannya sudah tersaji di atas meja. Wajah Baekhyun yang kembali merengut menjadi atensi utamanya.

"Kau tidak mendengarkanku?"

"Aku mendengarkan"

"Lalu?" Baekhyun memiringkan kepala meminta pendapat, garpu dan sedok sudah berada di kedua tangannya.

Yixing berkedip, "Apa?"

"Heol"

Akhirnya mereka makan siang dengan Yixing yang terus meminta maaf dan membujuk Baekhyun.

.

.

.

Minggu pagi yang mendung dengan tetes embun yang masih menempeli jendela kamar Baekhyun membuat laki-laki mungil itu enggan untuk beranjak dari kasurnya. Jam digital di atas nakas telah menunjukkan angka Sembilan. Burung gereja yang bersiul saling bersahutan di balik jendela kamar itu pun menunjukkan bahwa meskipun cuaca tidak bagus, namun hari masih harus di lewati.

Merasakan sesuatu yang bergejolak dari perutnya, Baekhyun dengan enggan mengangkat kepalanya dari bantal empuk beralas biru muda miliknya. Kedua tangannya dia angkat keatas, merenggangkan badan sambil menguap lebar. Baekhyun menoleh menatap meja kerjanya. Berantakan. Namun perutnya lebih penting untuk sekarang.

Setelah mandi dan mengenakan pakaian rumah yang nyaman dan hangat, Baekhyun beranjak ke dapur, menuang segelas susu dari kulkas lalu menyamankan diri di meja makan. Selembar roti tawar dengan selai strawberry cukup mengisi perutnya untuk ke supermarket dan membeli isi kulkas yang hampir tandas.

Manik hitamnya menatap ke halaman belakang rumah yang di batasi oleh pintu kaca besar. Gorden berwarna gading yang tergantung rapi terlihat mengayun pelan tertiup angin. Baekhyun ingin beranjak untuk menutup pintu yang terbuka setengah—cuaca sungguh dingin di bulan Desember—namun ia urungkan saat matanya melihat pohon apel tanpa buah di jejeran pohon-pohon lain di kebun kecil miliknya.

Senyum terlihat samar di antara titik-titik embun yang masih setia pada jendela. Angin bulan Desember menerbangkan beberapa helai daun dari pohon apel. Ranting nya saling bergesekan, menimbulkan suara ribut yang tidak kentara. Baekhyun menikmatinya.

Menikmati saat satu persatu memori yang hampir hilang itu memenuhi kepalanya.

…..

Maret, 2006

"Kau membawa bekal lagi?" tanya Luhan saat melihat Baekhyun mengeluarkan kotak makanan berwarna hijau tua dari dalam tas.

Baekhyun mengangguk, tersenyum sekilas untuk menjawab Luhan.

"Aku baru saja ingin mengajakmu makan di kantin" gumam Luhan setengah kesal. "Ya sudahlah."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Luhan berlalu dari hadapan Baekhyun. Remaja berambut pirang itu memang suka marah-marah beberapa hari ini. Saat di tanya ada apa, ia akan menjawab baik-baik saja. Berbanding terbalik dengan wajah masam nya. Sebenarnya Baekhyun merasa bersalah, sejak kemarin sahabat tiang nya—Park Chanyeol—terus memintanya membawakan bekal makan siang dan mengajaknya makan di taman belakang, Baekhyun tentu tidak bisa menolak. Karena itu ia terus menolak ajakan Luhan untuk makan di kantin.

"Si rusa itu akan melupakanmu saat tiba di kantin."

Satu suara berat dan bergemuruh mengejutkan Baekhyun. Ia berbalik, mendapati Chanyeol yang sudah berdiri dekat dengannya.

"Ini gara-gara kau. Kenapa tidak bergabung bersama yang lain saja di kantin?" kesal Baekhyun sambil berjalan mendahului Chanyeol.

Chanyeol mengekori di belakang, tidak berniat menyahuti Baekhyun.

Taman belakang memang tidak seramai taman utama. Namun suasana sejuk langsung dapat Baekhyun temui karena banyaknya pohon-pohon yang menghalangi sinar matahari. Beberapa pohon di ujung taman merupakan pohon apel yang sekarang sudah mulai berbuah. Paman Kang, penjaga sekaligus tukang kebun sekolah memang senang menanam dan merawat pohon-pohon yang berbuah. tidak hanya pohon apel, pohon jeruk di bagian belakang pun berjejer hampir membentuk labirin. Saat berbuah, paman Kang tidak akan keberatan buah-buah dari pohon miliknya di petik oleh tangan-tangan gatal para murid.

Seperti sekarang, Chanyeol dengan mudahnya menaiki salah satu dahan pohon apel yang agak rendah. Di bagian tengahnya memang sudah ada beberapa buah apel yang matang dengan warna merah yang menggiurkan. Setelah melemparkan satu kearah Baekhyun, Chanyeol mengambil apel untuk ia makan dan turun dari pohon.

Di bawah pohon yang teduh, Baekhyun tengah membuka kotak bekal yang ia bawa. Makanan sederhana seperti kimbab menjadi menu makan siang mereka siang ini.

"Sebentar lagi libur musim semi. Kau ada rencana untuk pergi?" tanya Chanyeol, menempatkan tubuhnya di samping Baekhyun.

"Entahlah." Sahut Baekhyun, "Aku merindukan ibu akhir-akhir ini."

"Kau akan ke Selandia Baru?" sela Chanyeol dengan nada terkejut yang membuat Baekhyun mengernyitkan keningnya.

"Kalau iya?"

"Aku akan ikut"

Chanyeol tersentak kecil saat Baekhyun meletakkan kotak bekal makan siang nya dengan kasar. "Aku bukan indukmu yang bisa kau ikuti kemana saja. Bahkan anak kucing di rumahku tidak terus-terusan mengikuti ibunya."

Chanyeol meringis mendengar omelan Baekhyun. Pria tinggi itu sudah memiliki rencana untuk mengisi liburannya. Dan 75% dari rencana itu tentu saja berisi dengan nama Baekhyun. Namun mendengar Baekhyun merindukan ibunya dan kemungkinan pria mungil itu akan ke Selandia Baru seolah memvisualisasikan buku notes yang hangus terbakar di depan matanya.

"Aku tidak punya cukup uang untuk pulang." Kata Baekhyun dengan suara melemah. Wajahnya tertekuk sambil menyuap kimbab dengan tidak semangat. Sedikit banyaknya Chanyeol ikut merasa sedih.

"Sudah dua tahun. Tentu saja kau merindukan kampung halamanmu."

Baekhyun menggeleng. "Kampung halamanku disini." Ujarnya. "Ya, aku merindukan ayah dan ibu. Tapi tidak apa-apa. Aku akan bertemu mereka nanti."

Usakan lembut di rasakan Baekhyun di kepalanya. Ia menoleh untuk tersenyum pada sahabatnya.

Keadaan hening untuk memberikan waktu pada dua anak adam itu menikmati makan siang mereka. Angin musim semi yang sejuk menggoyangkan anak-anak rambut Baekhyun sehingga beberapa menutupi matanya. Duduk bersila di bawah pohon dengan mulut yang penuh dengan kimbab membuat Baekhyun terlihat menggemaskan di mata Chanyeol yang sejak tadi tanpa sadar memperhatikan pria mungil itu.

"Saat kita sudah lulus nanti, aku ingin memiliki rumah dengan halaman belakang yang luas." Ujar Chanyeol setelah menyuap kimbab miliknya. Matanya beralih menatap ke depan saat Baekhyun menoleh.

"Itu cukup bagus. Kau bisa membuat kolam renang yang besar." Sahut Baekhyun.

"Tidak. Aku tidak suka berenang."

"Lalu?"

"Aku ingin menanam pohon apel sebanyak-banyaknya." Chanyeol merentangkan tangan dengan wajah berbinar yang mampu membuat Baekhyun tertawa.

"Apakah kau anak TK?"

"Waeee? Memiliki kebun buah sendiri itu menyenangkan. Paman Kang bilang, kita bisa menikmati waktu merawat pohon-pohon sebelum berbuah. Dan tentu saja menikmati hasilnya nanti. Aku tidak perlu jauh-jauh berjalan kaki untuk membeli buah di pasar."

Baekhyun melengkungkan senyum. Dalam hati mengamini semua ucapan Chanyeol.

"Kau akan memiliki kebun yang subur suatu hari nanti."

"Apa maksudmu?"

"Hm?"

"Tentu saja kebun itu milik kita"

Mungkin karena bel masuk yang berbunyi nyaring, sehingga tidak mudah bagi Baekhyun untuk menangkap maksud dari ucapan Chanyeol. Sahabat tingginya tersenyum dengan sangat menawan. Wajah Chanyeol seperti kebanyakan wajah orang asia umumnya, tidak banyak yang menarik dari bentuk wajahnya. Bahkan ia bukan siswa popular yang di kejar-kejar oleh kakak dan adik kelas. Tapi Baekhyun yakin, di masa depan nanti, Chanyeol akan menjadi seseorang yang sangat tampan.

Mereka berdua beranjak setelah Chanyeol membantu Baekhyun membersihkan kotak bekal. Chanyeol berjalan lebih dulu di depan. Beberapa murid yang bergegas menuju kelas menghalangi pandangan Baekhyun pada punggung sahabatnya itu. Diam-diam ia merasa khawatir pada persahabatan mereka. Apakah setelah lulus mereka masih bisa bersama? Apakah Chanyeol akan meninggalkannya? Ataukah ia yang akan meninggalkan Chanyeol?

Kerumunan murid di depannya semakin banyak. Tepat di depannya ada Luhan dan Sehun yang beradu mulut. Baekhyun mengernyit, sejak kapan Sehun jadi banyak bicara? Dan di sampingnya ada Kai yang fokus pada buku komik favoritnya. Untung saja anak itu tidak tersandung kakinya sendiri.

Beberapa langkah lagi Baekhyun akan sampai di kelasnya sampai satu tubuh menghalanginya. Baekhyun mendongak, mendapati Chanyeol menatapnya dengan bibir terlipat. Satu kebiasaan yang sering di lakukannya ketika gugup.

"Ada apa?" tanya Baekhyun.

Chanyeol tidak menyahut sampai kerumunan menghilang dan menyisakan mereka berdua di lorong.

"Yeol?"

"Mulai besok, aku akan tinggal di flat mu."

…..

Baekhyun di kejutkan oleh wajah Yixing yang tiba-tiba muncul di depannya dengan selembar roti yang terkapit di bibir. Baekhyun terkekeh pelan, mencoba menghilangkan ingatan yang tidak pernah ingin ia lupakan. Sekali lagi Baekhyun menatap kebun apel miliknya.

Nyatanya, kebun apel itu hanya miliknya.

"Kapan kau datang?"

"Saat kau melamun sambil menatap sesuatu di depan sana" Yixing menunjuk pintu kaca yang setenagh terbuka. "Kenapa? Kau melihat hantu?"

Baekhyun mengedikkan bahu. "Kau tidak kerja?"

Yixing melemaskan bahunya, helaan nafasnya dapat terdengar oleh Baekhyun. "Ayolah Baek, ini hari minggu. Kenapa kau seperti Profesor Ahn yang terus menyuruhku mengoperasi pasien?"

"Kenapa kau terus menyalahkan professor Ahn?" Baekhyun beranjak mengambil sekotak susu dari kulkas.

"Karena hanya dia yang menyebalkan di rumah sakit." Ujar Yixing, menuang segelas penuh susu ke gelasnya.

Baekhyun menyeringai. "Dia akan memecatmu kalau mendengar itu."

Yixing mengangguk setelah segelas susu tandas ke dalam perutnya. Pria berdimple itu terlihat santai dengan hoodie hitam dan celana jins ripped navy. Jika di rumah sakit ia menjadi dokter favorit yang terkesan berwibawa, maka jika di depan Baekhyun ia hanya lah pria berusia 27 tahun dengan selera fashion layaknya remaja yang baru lulus SMA. Baekhyun menyukai gaya berpakaian Yixing yang membuatnya terlihat lebih muda dari umurnya.

Baekhyun sudah tidak menghitung berapa lama ia tiba-tiba menjadi begitu akrab dengan Yixing. Kesulitan bahasa yang dialami Yixing saat pertama kali mereka berkenalan di SMA membuatnya lebih sering menghabiskan waktu bersama Luhan. Yixing dan Luhan seperti refleksi Baekhyun dan Chanyeol. Namun saat kelas tiga, Yixing mulai berbaur dengan teman seangkatan yang lain dan Luhan yang lebih sering bersama Sehun. Tidak seperti dirinya yang makin menempel dengan Chanyeol.

Di dalam hati, Baekhyun tidak pernah behenti mengucapkan terima kasih pada Yixing. Seorang sahabat yang membantunya dari keterpurukan. Seorang sahabat yang menomori dirinya dengan angka satu. Seseorang yang sangat mencintainya tanpa berharap balasan apapun.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Segitu dulu ya, anggap aja prolog :v

Ini Sequel untuk ff aku sebelumnya yang Semua Tentang Kita (klo masih ada yg inget)

Maaf klo mengecewakan. Klo lagi banyak fikiran emang susah buat mikirin kata demi kata yang bagus.

Ini untuk temanku, Dewi yang terus-terusan meneror minta sequel T.T maaf segini dulu, setidaknya aku udah nepatin janji ^^v

Review juseyoo walau chapter awal ini sangat buruk T.T

Terima kasih sudah mampir *bow