Warning : Yaoi or boyxboy, OOC, typo, AU, ending ngegantung, non EYD, alur kilat, Oneshoot, M for Sexsual-konten, Lemon-yang kurang asem-kecut.

Untuk merayakan AoKagaDays/10-05

Disclamer : Tadatoshi Fujimaki ; Kurobas

Cerita : Kuro

Rated : M

Mempersembahkan

"Rahasia 10 Mei"

Majiba. Bangunan bercat kuning, tempat biasa Aomine membeli burger bersama Kagami. Hanya saja, kali ini Aomine sendirilah yang menampakkan diri. Teman merahnya sedang kebetulan tidak ikut.

Mbak-mbak yang berdiri menerima pesanan Aomine, sudah sangat hapal. Ia sudah tidak melotot tak percaya lagi, karena ia tahu pasti Aomine atau teman merahnya akan memesan 24 burger keju plus 6 keju teriyaki. Mbak Majiba sih senang aja, yang penting burgernya laku.

Setelah memesan, Aomine memilih mencari tempat duduk, sekalian menunggu pesanannya yang ia tahu akan memakan waktu tidak sebentar. Tetapi pemandangan dipojok gelap, disudut tembok yang terisolasi mengalihkan pandangannya. Lihat mata kuning dan biru tidak jelas itu, seolah mereka sedang mematai-matai dirinya. Oke, mungkin mematai kata-kata yang cukup lebay. Tetapi, demi apapun lepas kekeran itu Kuroko, dia hanya berjarak 10 meter dari tempatmu.

Jauh dibagian hati terdalam Aomine sudah mengulang-ulang jangan sampai terkena pancingan untuk duduk dan menghampiri dua orang tidak jelas disana. Aomine tahu, akhirannya pasti tidak enak. Tetapi kekeran itu membuatnya muak, sekeras apapun ia mengabaikan akhirnya dia tidak tahan juga. Dudukpun tak nyaman, seakan dirinya makhluk langka yang harus diperhatikan terus menerus. Walaupun Aomine tahu, dia memang makhluk tamvan tak tertandingi baik wanita, perembuan, uke-cabecaben, uke-badas, dan uke-uke lain pasti akan suka sama dia, terlebih Kuroko atau Kise –mungkin.

Aomine nyengir.

"Kau menyedihkan berpikir seperti itu Aomine-kun,"

Aomine berhenti nyengir, ia melotot lebih kesebal.

Akhirnya setelah pergejolakkan batin, timbang sana timbang sini, ia memutuskan bakal menghampiri orang-orang aneh itu dan meminta klarifikasi, rasanya punggungnya jadi gatal terus diperhatikan.

"Sedang apa kalian disini?" Aomine bertanya santai, walaupun didalam hati masih dongkol.

"Aomine-cchi, duduklah dulu," dari pada menjawab, Kise lebih memilih menggeser duduknya.

Disini, sebenarnya Aomine sudah ada feeling untuk menjauh dan tidak boleh duduk. Ingat kata hati terdalamnya, pasti akhirannya tidak enak. Jadi ia memilih tetap berdiri dan mengawasi gerak-gerik Kise dan Kuroko.

"Kalian mau apa?" Tanya Aomine masih berdiri, enggan duduk. Mukanya dijutek-jutekkan biar kelihatan garang. Kebetulan ada cewek melintas didepan kaca, boing-boingnya besar. Jadi, Aomine tidak melepaskan kesempatan ini untuk berpose keren.

"Aomine-kun homoan sama Kagami-kun?" Tanya Kuroko sengaja agak kencang, entah ada yang mendengar atau tidak.

Spontan Aomine berhenti ngernyit-ngernyitkan dahi. Matanya langsung kalem lupa gaya kerennya. Ia langsung tendang Kise agar agak menjauh, lalu duduk kalem dalam diam.

Sial. Hati terdalamnya ternyata benar. Gak enakkan akhirnya.

.

.

.

.

.

Disitu satu menit mencekam belum lewat, kokoro Aomine mulai berspekulasi sampai otaknya ngebul. Bagaimana bisa teman-temannya tahu kalau dirinya homo. Tidak maksudnya Bi, dia geleng-geleng. Dia masih suka cewek kok, –dan tambahan cowok manis.

"Gak usah tegang gitu, Aomine-cchi," ucap Kise menyikut rusuk Aomine, menghentikan suasana canggung.

"Kalian mau apa sih!" Aomine kesal, kalau memang temannya itu mau memblack-email dirinya, fine dia tidak apa-apa. Uang pun tak masalah, dia akan pergi ke Amerika bersama Kagami, menjauh dari orang-orang yang menghina dirinya.

"Tidak usah lebay Aomine-kun," Kuroko berkata kalem, dia sedot milk shakenya sengaja dikeras-keraskan biar orang pada pengen.

Tiba-tiba Aomine menyeletuk, "Tetsu, kau belajar baca pikiran dari Akashi?" ini nih, dari tadi Aomine sudah mau menanyakan perihal jawaban Kuroko yang nyambung sama pikirannya.

"Aku sudah banyak bergaul dengan Akashi-kun, setidaknya manfaatkanlah apa yang bisa bermanfaat."

Aomine facepalm. Tidak mau bertanya lagi.

|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|

Setelah menjelaskan perihal kehomoannya yang sumpah sebenarnya Aomine merasa tidak perlu bercerita kepada orang yang bersangkutan. Akhirnya ia merasakan lega, setidaknya teman-temannya mengerti disini ia masih berada diposisi 'cowok' kok.

Jujur, ia takut teman-temannya salah kaprah, apalagi didunia ini, ilmu pengetahuan kehomoan masih sangat sedikit dan susah untuk diakses cowok straight.

"Jadi, kalau Aomine-cchi suka cowok twings mirip cewek, kenapa pilih Kagami-cchi ssu?"

Ini nih, pasti ada harinya dimana satu tahun ada hari super nyebelin, seperti sekarang ini. Lagi-lagi kekepoan temennya memaksanya untuk bercerita kembali. Setelah pertanyaan dijawab, pasti muncul pertanyaan lagi, dan Aomine yakin burger-burgernya lama-lama akan menjadi dingin kalau begini caranya.

"Kalian benar-benar ingin tau?" Aomine balas menjawab.

"Tentu saja Aomine kun," jawab Kuroko, sedangkan Kise hanya mengangguk-anggukan dengan semangat.

"Aku tidak akan tanggung resikonya kalau kalian mendengar ini,"

"Sudah cerita saja ssu~" Kise berontak tak sabar.

"Aku yakin kalian belum cukup umur, sebaiknya jangan mendengar deh,"

"Aomine-kun! Umurmu kan sama dengan kami,"

Aomine terkekeh pelan, "Baiklah, terserah kalian. Tanggung resiko sendiri, aku tidak mau menanggung apapun nanti."

"Sudahlah Aomine-cchi buruan~" Kise mulai menarik-narik sweater biru Aomine.

"Jadi sebenarnya," Aomine berpikir sambil mengelus dagu, "Awalnya dimulai sebelum pertandingan Interhigh. Disana ada anak aneh main basket sendirian alisnya bercabang, karena banyak yang bilang dia menjadi cahaya barumu Tetsu, aku uji dia untuk mengetahu…"

"Hentikan Aomine-kun, kau terlalu jauh berceritanya. Kami tidak butuh cerita tak pentingmu itu."

Kise yang semangat mendengar hanya bisa menatap bingung. Tidak tahu apa-apa, perihal cerita Aomine.

"Jadi mau cerita yang mana?" tanya Aomine, tak mengerti harus bagaimana menjelaskannya.

"Langsung saja, bagaimana bisa kau homoan dengan Kagami-kun," ucap Kuroko datar sambil ia banting gelas kosong milkshakenya keatas meja dengan keras.

Aomine mengernyit tidak suka, seingat dia orang semacam Kuroko Tetsuya yang dia kenal tidak pernah berkata seperti itu, hatinya miris melihat bayangan unyunya berubah menjadi macam preman datar. Jauh didalam hatinya, ia mulai mencoret nama Akashi.

Aomine menghela napas lelah, mencoba menguasai diri, menetapkan bahwa ia akan tetap melanjutkan niatnya bercerita, "Aku tidak tanggung, oke?" Ia lampirkan tangannya bertumpu diatas meja, wajahnya berubah serius, "Jadi, sekitar pertengahan tahun kemarin. Setelah kami tidak sengaja bertemu di pertandingan basket bebas yang diadakan diluar Tokyo..."

|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|

10 Mei, kamar mandi gym.

Suara air mengalir menjadi satu-satunya pendengaran didalam ruangan luas yang disekat oleh beberapa bilik tembok. Ruangan-ruangan yang hanya berukuran lima kali lima meter persegi itu disematkan dibeberapa banyak pojokkan, ruangan yang dikhususkan untuk membersihkan diri secara pribadi dengan pintu geser mewah. Ruangan gym milik perusahaan kaus basket terbesar se Jepang memang tidak bisa diremehkan, begitupun kamar mandinya luas, bersih dan mahal.

Aomine menjadi yang paling terakhir mandi malam itu, salahkan Satsuki yang mengoceh curhat panjang lebar selepas ia berakhir tanding basket. Satsuki bilang ini itu lah, atau kemana dia hilang seharian lah, pokoknya benar-benar gaya emak-emak masa kini. Sampai akhirnya, setelah kupingnya berdengung dan suara telpon genggam miliknya yang kehabisan batrai merajalela, baru tepat saat itu juga suara Satsukipun hilang tak berbekas.

Aomine berkedip beberapa kali melihat layar telponnya yang sudah gelap gulita, ia pun menguap lebar, sambil melihat sekeliling, ia baru sadar kamar mandi yang seharusnya penuh, sudah hilang tak berbekas satupun manusia, alias raib telah pulang. Ia bersyukur setidaknya mandinya tidak ada yang bisa mengintrupsi.

Ia nyalakan shower dengan suhu sedikit hangat, tentu saja setelah ia melepas semua pakaiannya. Memang malam ini ia merasa ingin berlama-lama mandi entah karena apa, mungkin Aomine pikir kapan lagi bisa mandi eksklusif ditempat sebesar ini sendirian. Karena biasanya percayalah, saat dirumah ada saja yang mengganggu kegiatan mandinya, karena hal-hal konyol yang tidak penting. Jadi asal tahu saja, Aomine dan air itu jangan dipisahkan, dia suka mandi, dan biasanya menghabiskan banyak air dan waktu.

Setelah berpakaian rapih, semuanya sudah dicek tak ada yang salah. Aomine bersiap-siap memakai sepatu untuk pulang menuju rumahnya. Namun, tiba-tiba ada suara keran melengking diputar diikuti suara air turun perlahan memantulkan suara gemericik. Lampu-lampu gym beberapa tempat sudah mulai dimatikan, bulu kuduk Aomine entah mengapa menjadi meremang...

|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|

"Loh, Aomine-cchi~ kok jadi horor," suara Kise mengintrupsi.

Aomine yang sudah pesan es kopi menyeruput kencang, kesal tiba-tiba ceritanya dipotong seenaknya.

"Kau mengganggu Kise-kun. Maaf Aomine-kun silahkan dilanjutkan," Kuroko berucap datar, dia memilih memesan kentang goreng lada gosong.

"Aku tidak mau mendengar cerita seram, Kuroko-cchi," Kise bersiap-siap mengambil tasnya ingin beranjak.

Namun, tangan dim menghentikan segalanya, dia cengkram pergelangan tangan putih Kise lalu ia tarik, hingga badan Kise terbanting kembali duduk ditempatnya semula. Kise yang melihat mata Aomine berkilat dari samping dirinya, hanya bisa diam tak bisa berbicara.

"Duduk. Diam. Adegan serunya baru dimulai!" Aomine menyeringai seram.

Kise dan Kuroko memandang tak enak, saling pandang lalu memilih patuh mendengarkan.

|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|

Dengan keberanian yang dipertanyaan, Aomine jalan mengendap-endap mendekati pintu yang tertutup rapat, ia yakin suara keran air horor itu berasal dari arah pintu paling pojok. Ia tempelkan telinganya rapat didepan pinju, memang benar ada suara-suara aneh dari dalam ruangan itu.

Setiap bunyi dag-dig-dug jantungnya, memberikan jawaban diotaknya bahwa dia adalah pria yang sangat berani, bahkan hantu sekalipun tak akan membuatnya takut, ia berjanji diam-diam, kalau hantu itu imut bakal ia ajak kenalan atau setidaknya kencan.

Geleng-geleng, Aomine terkekeh miris mendengar ocehannya sendiri.

Perlahan tangan dim itu memegang knop pintu lalu ia geser, hingga menampakkan sesuatu yang bisa membuat mata biru Aomine yang selalu meyipit membola tak terkendali. (Kise sudah menutup muka, Kuroko hanya facepalm setidaknya Kuroko berpikir seharusnya Kise menutup telinganya.)

Sesuatu yang sangat tidak pernah terpikirkan oleh Aomine selama hidupnya, terpampang nyata sekarang ini. Oh, benarkah apa yang ia lihat benar-benar nyata?

"A-aomine?" tanya orang itu disebrang sana, mengalihkan pandangannya. Rambut merah bergradasi hitam miliknya jatuh menjutai terkena biasan air yang mengalir, diikuti leher lalu turun terus menuju abs nya, hingga celana biru ketat yang masih ia kenakan.

"Kagami?" Aomine masih melotot tak percaya, dia kira Kagami sudah beranjak pulang seperti yang lainnya, namun melihat orang itu masih disini, membuat Aomine bertanya-tanya.

"Pulang sana," Kagami masih enggan melihat Aomine.

Aomine yang baru saja menajami penglihatannya menyadari sesuatu, ia melihat semacam merah-merah dibadan Kagami, lagipula ia berpikir mengapa Kagami masih mandi menggunakan celana dalam? Bukankah lebih baik bertelanjang?

Aomine mengusap dagunya, masih terpaku didepan pintu, sibuk dengan pikirannya, ingin beranjak mendekati Kagami serta mengecek keadaan orang merah didepannya, namun pikiran itu masih melayang-layang, bertanya-tanya, mengapa raut muka Kagami seperti orang yang dilanda derita, "Kagami, lu gak apa-apa?"

Mata merah itu berkabut, muka yang biasanya menyeringai seram penum semangat pun hanya bisa menunjukkan muka penuh rasa kecewa, ia masih menunduk dalam diam, yang jujur membuat Aomine mulai berpikir macam-macam, ada apa dengan Kagami saat ini.

Aomine mengobservasi, badan tegap Kagami yang bertelanjang dada itu masih diam dibawah guyuran shower, tak beranjak secentipun, tangannya pun masih diam menghilang dari balik punggungnya. -Dan saat itu juga otak cerdasnya menyadari sesuatu, ia langsung berjalan cepat mendekati Kagami.

Aomine terkejut, ternyata dugaannya benar. Dia sudah tak peduli dengan bajunya yang terkena guyuran air, ia melihat dari dekat, tangan itu, tangan coklat madu yang sudah mulai berubah kemerahan terikat kencang dipemutar shower. Ia miris melihat dari dekat ternyata bulatan-bulatan kemerahan dibadan orang songong ini adalah sesuatu yang ia kenal. Itu kissmark.

Dan sekali lagi, ia miris juga kesal.

"Demi apa Kagami, siapa yang ngelakuin ini!" suaranya bergetar marah tak menyangka teman sangarnya dibuat seperti ini. Aomine masih sekuat tenaga menarik tali entah dari apa itu yang melilit tangan Kagami.

"Aomine, pulang sana! Jangan disini," suara Kagami pelan tepat berbisik dicuping kirinya.

"Lu diapain!" Aomine mulai melepas simpul-simpul yang mulai melonggar. Ia kerahkan kekuatan tanganya, tetapi karena badannya yang terlalu dekat menempel dibadan Kagami, ia jadi menyentuh sesuatu yang terlarang.

"Ahhh.. Demi apapun Aomine pulang saja sana!" suara Kagami setengah berteriak setengahnya lagi parau, "Jangan dekat-dekat."

Aomine hanya menaikkan sebelah alisnya, perasaannya saja atau memang dia mendengar Kagami bernapas dengan tersengal-sengal seperti orang yang habis marathon.

Aomine tarik tangannya tidak jadi melepas tali dibelakang Kagami, ia rapatkan tanggannya dipundak seseorang yang menatapnya sayu. Hei, apa-apaan mata menggoda itu. Ia tatap lekat mencoba mencari tahu, namun Aomine tak pernah tahu arti tatapannya itu akan membuat efek apa. Karena sekarang ini badan Kagami menjadi lebih panas lebih dari biasanya. Lebih panas dari pada dia melakukan tanding basket ditengah lapangan terik.

"Siapa yang ngelakuin ini ke badan lu, Hah!?" tanya Aomine masih tetap menatap mata Kagami.

Ada yang salah, Kagami yang ditatap seperti itu, makin lama kekuatannya semakin memudar, entah mengapa rasanya lututnya bergetar, ia sudah tak tahan lagi, "Aomine, tolong..." ucapnya parau menjatohkan kepalanya tepat ditangan Aomine yang masih memegangi pundaknya. Kagami benar-benar sudah tidak tahan lagi.

"Shit Kagami!"

Aomine jadi merasa aneh melihat tatapan Kagami seperti itu, jujur Aomine juga suka cowok, tapi cowok imut bukan orang berotot macam seme kayak Kagami. Tapi tatapan minta dihajar dibawah tubuhnya itu membuat dirinya agak berdesir.

Aomine geleng-geleng dalam hati, ia sadar lalu tarik kedua tangannya dari pundak Kagami, ia mulai berfokus melepaskan tangan Kagami kembali. Ia sudah berjanji, ia akan menampar Kagami bolak-balik, menyadarkan kenistaan apa yang barusan ia buat.

Setelah satu tarikkan keras, tali entah apa itu akhirnya terlepas, membuat garis biru kemerahan ditangan Kagami. Aomine bersyukur kerjaannya sudah selesai, ia berniat memapah Kagami untuk keluar dari ruangan ini, namun tarikkan di sebelah tangannya membuat iris biru itu teralihkan.

Disana ada yang aneh dari Kagami, lebih dari sebelum-sebelumnya. Ia tiba-tiba saja menjilat bibir bawahnya, menyeringai nakal, lalu sesegera mungkin membalikkan diri menghadap kaca didepannya. Ia tarik celana ketat yang sudah lepek kemana-mana itu. Ia tarik kebawah sampai melewati kedua bongkahan kenyal yang sumpah sampai membuat Aomine meneteskan salivanya.

"Satu bantuan lagi.." ucap Kagami pelan, ia renggangkan kedua bongkahan pantatnya. Disana dititik kecil itu membuat Aomine melotot shock, apa-apaan Kagami itu, lagi pula ada benda apa itu, ada sesuatu yang menyembul disana, semacam ring putih menggantung tepat dimuka lubangnya.

Kagami semakin menungging, ia kaitkan ring itu diujung jari telunjuknya. Sedangkan mata Aomine masih belum mau berpindah fokus menuju tontonan super hot didepannya itu. Kagami terus memain-mainkan, hingga tak lama kemudian, ia tarik ring itu perlahan, membuat dirinya mendesah sendiri. Aomine lagi-lagi melihat sesuatu hal yang menakjubkan, diujung lubang itu, ada sesuatu yang akan keluar, sebuah benda dengan lingkaran agak besar muncul tenggelam, dan Aomine penasaran ingin mengeluarkan benda apapun itu.

Kagami tarik ujung bokong kirinya, ia renggangkan kedua kakinya semakin lebar, sebelah tangannya yang lain mencoba menarik sesuatu dari lubangnya sendiri, sesuatu sebesar bola kecil keluar dari sana. Aomine meneguk salivanya. Kagami lagi-lagi menarik sesuatu yang serupa hingga timbul tenggelam kembali disana, Aomine yang entah siapa yang menggerakkan dirinya, berjalan seperti robot yang sudah diatur. Ia rebut ring diujung jari Kagami, penasaran dengan benda itu, ia lingkarkan dijarinya sendiri lalu memfokuskan diri di pintu anus Kagami, ia tarik sekuat tenaga hingga bola-bola kecil keluar dengan berurutan sekaligus.

Tubuh Kagami bergemetar hebat, ia menggelepar, tangannya mengepal, suaranya meraung entah sakit atau apa.

Aomine tersenyum ia ulurkan lidahnya tanpa sadar, ia tahu benda apa ditangannya. Itu adalah sex toy, love eggs. Semacam dildo namun terbuat dari lingkaran-lingkaran kecil yang semakin membesar seperti telur.

Ia memukul pantat Kagami kencang, hingga sang empunya mendesah, "Lu jadi nakal Kagami."

Kagami diam saja, entah kerasukkan apa. Ia masih menghadap kaca, tidak berontak dan enggan membalas Aomine. Hingga akhirnya terdengar samar-samar gumaman. Suaranya bergetar namun Aomine masih bisa mendengar bisikan-bisikan kotor dari mulut Kagami, walaupun dalam bahasa inggris, setidaknya Aomine sedikit mengerti karena ia sering mendengar itu dari video blue western yang pernah ia tonton.

Aomine terkekeh,

"Sorry Kagami, you'r not my type." Aomine sudah akan berbalik menjauh dari Kagami.

Namun tangan Kagami sudah lebih cepat melingkar diujung perut Aomine, hingga membuat baju belakang yang bersangkutan makin basah terkena tubuh polosnya. Aomine bisa merasakan disana, dibelakangnya ada sesuatu, disana ada yang keras menempel, mengganjal dan menyentuhnya. Aomine kembali terkekeh.

"Segitunya lu ingin gue. Kagami," Aomine tarik kedua tangan Kagami, ia menghadap tepat menuju manik merah yang sudah berkabut itu, "Tapi gue mainnya kasar, oke?"

"Fck, gue gak sabar nunggunya."

Dengan itu Aomine menjambak surai Kagami, ia banting membentur kaca didepannya, ia tunggingkan pinggang Kagami. Ia masukkan tiga jarinya sekaligus, dan Aomine entah mengapa merasa marah saat itu juga.

"Sudah berapa banyak yang masuk disini, Kagami?" bisiknya seduktive menjilat telinga Kagami, sedangkan Kagami yang terkaget hanya bisa mengeluarkan suara raungan keras. Ia mencoba dorong pundak Aomine yang menekan dirinya habis menghimpit kaca didepannya.

"Damn it, Aomine!"

Aomine menyeringai kembali, ia tarik ketiga jarinya, karena lubang Kagami sudah sangat bisa untuk memasukkan benda yang super besar seperti miliknya. Ia pukul bokong kenyal itu beberapa kali hingga terdengar bunyi kasar pantulan kulit, entah mengapa rasanya ia akan mulai menyukai bokong ini.

Setelah memposisikan diri didepan lubang Kagami, ia tak langsung memasukkannya, ia akan membuat Kagami frustasi lebih dulu. Ia buka belahan bokong Kagami, ia selipkan miliknya diantaranya, ia maju mundurkan terus berulang kali. Kagami yang merasakan sensasi hangat bergetar dibelakang, menggigit bibirnya dalam. Sumpah dia ingin sekali menonjok perangai itu saat ini.

"Shit! Aomine, masukkan sekarang!" matanya berkilat tak sabar.

"Fine, Kagami~" Aomine meniup-niup telinga Kagami, ia benar-benar senang sekarang.

Aomine tarik miliknya, lalu memposisikan pas dengan lubang Kagami, ia lihat disana lubang kecil kemerahan itu sudah berkedut tak sabar, jadi begitu kepala penisnya berada dipintu masuk, dia dengan tanpa perasaan memasukkan dengan sekali hentakkan.

"ARGHHHHH.." jerit Kagami, dengan itu tubuhnya melengkung indah, ia telah mengalami klimaks untuk pertama kali.

Aomine terkekeh, penisnya panas tercengkram keras, "Senikmat itukah, Kagami?"

"Arghhh... akhhhh...ARGHKKKK!"

Mulut Kagami hanya bisa terbuka tanpa bisa berkomentar apapun, ia tak punya kekuatan untuk mengucapkan sepatah katapun karena Aomine memang benar-benar bermain kasar. Belum juga ia menyesuaikan diri setelah klimaks, tetapi lubangnya sudah dihajar mati-matian dengan si kampret itu.

Aomine menarik penisnya hingga menyisakan kepalanya saja, lalu ia banting dengan keras melesatkan didalam. Tepat menabrak prostat Kagami. Terus berulang dengan tempo full maksimal. Tubuh Kagami sampai harus berlonjak-lonjak, bahkan kepalanya beberapa kali terjeduk kaca didepan.

Tetapi Aomine suka ekspresi itu, ia bisa melihat pantulan kenikmatan wajah Kagami, ia suka dan ia merasa puas bisa menakhlukkan harimau liar macam Kagami, mendesah dengan kenikmatan dibawah pengaruh tubuhnya. Ia bangga.

Hingga akhirnya, Aomine tersadar, ia melihatnya dikaca, sesuatu yang ia lupakan, warnanya pink menonjol dengan indah. Aomine kembali tersenyum, ia tarik dada Kagami yang sebelumnya menempel erat di kaca, ia tarik lalu ia pelintir keras. Terus ia remas seolah sedang meremas payudara wanita. Aomine suka dengan dada Kagami, kenyal dan besar, ia merasa itu adalah tempat favoritnya kedua setelah bokong Kagami.

Terus bermain disana, namun tidak melupakan pekerjaanya dibawah, ia masih menabrak lubang itu, seakan jika tidak ia masukkan lebih dalam maka dirinya akan mati saat itu juga. Benar-benar sangat nikmat ia rasakan.

"Argh!"

Aomine menarik dagu Kagami dari belakang, membuat Kagami bisa melihat bayangannya dengan nyata dari bias kaca, "Suka wajahmu Kagami?"

"Ahhh.. Aomine!" mata beriris merah itu, menatap pantulannya.

Aomine mengernyit tiba-tiba lubang Kagami menyempit, Aomine rasa mungkin melihat bayangannya sendiri didepan kaca membuat Kagami excaited.

"Suka Kagami?" jilat Aomine mengemut telinga Kagami. Ia juga memasukkan dua jarinya memasuki rongga mulutnya, ia obrak-abrik didalam sana bermain dengan lidah Kagami yang bekerja cukup koperatif. Saliva sudah banyak yang turun, terlebih ketika jari telunjuk dan jempolnya menarik paksa lidah harimau itu keluar dari sarang. Ia tarik daging tak bertulang itu, memaksanya menjilati jari-jarinya.

Dan Aomine sangat suka itu juga, "Lu bener-bener super sexy Kagami."

Aomine makin keras menghantam belakang Kagami, hingga penis Kagami beberapa kali terhimpit kaca didepannya, ia merasa sakit namun juga nikmat.

"A..omine, come. I want come!" Kagami makin mengenjangkan otot-otonya, ia sudah sangat diujung tanduk. Prostatnya sudah melunak dihajar habis-habisan, ia ingin datang dan itu sudah tak bisa ia bendung lagi.

"Arghhh!"

Badan Kagami sudah mulai melengkung, buku-buku jarinya sudah memutih mengepal erat. Matanya sudah menyisakkan bola putihnya saja. Namun Aomine bukanlah partner yang baik, ia yang mengetahui itu tidaklah ingin membantu. Namun, ia memilih mencengkram erat penis Kagami, ia remas keras agar tak ada satu tetespun yang keluar.

"AOMINE!" bentak Kagami.

Aomine menulikan pendengarannya, walaupun Kagami sudah menggelepar-lepar tak terkendali, ia terus menubrukkan penisnya dititik itu. Rasanya cincin anus Kagami makin menyempit menahan klimaks yang masih diujung, ia suka sensasi itu, sensasi sempit luar biasa.

Kepala Kagami mulai spaneng, penisya sakit luar biasa. Dia sudah tak kuat, lututnya gemetar, mungkin jika tidak disangga Aomine, dirinya sudah hilang kesadaran lalu jatuh menuju lantai.

Aomine sendiri yang melihat Kagami dari pantulan kaca, semakin menyeringai. Kagami terlihat sangat penuh kenikmatan juga derita. Aomine benar-benar terhipnotis, membuatnya semakin membakar semangat juang untuk terus menusuk, hingga akhirnya ia tidak bisa sabar, ia keluarkan dan masukkan penisnya dengan tempo tak beraturan, ia lepaskan penis Kagami lalu ia cengkram makin dalam bokong kenyal itu.

Seiring ia melepas penis Kagami sperma putih kental milik Kagami spontan menyembur keluar terus menerus tak berhenti seiring irama tusukkan Aomine. Hingga akhirnya lubang itu mengetat tak terkendali, seolah ingin melumat penisnya.

Aomine tak tahan, ia jambak kepala Kagami, ia gigit pundak Kagami keras hingga sedikit mengalir darah disana. Ia lesatkan tabrakan sangat keras, beserta ia semprotkan sperma yang sudah ia tahan sejak tadi. Ia semprot kencang seperti keran yang baru saja dibuka, melesat masuk menuju pangkal perut terdalam Kagami.

Sedangkan, Kagami sendiri sudah pasrah menggelepar, badannya sakit, pundaknya perih. Lubangnya mati rasa. Hingga akhirnya perutnya menghangat dan ia meraskan penuh luar biasa.

Setelah sesi penyatuan agak lama, Aomine melepas Kagami, hingga sang empu tersungkur menuju bawah lantai. Aomine sendiripun sudah tak memiliki tenaga, ia ikut jatuh tepat dibelakang Kagami. Ia melihat lubang itu, tepat beberapa jarak dari arah pandang matanya, berkedut mulai menutup, mengalirkan cairan kental dengan sexsinya. Yang entah mengapa membuat tenaga Aomine mulai kembali terisi.

Ia terkekeh, "Kagami, lu capek?"

Tak ada jawaban, hanya ada suara napas tersengal-sengal pendek. Hingga tiba-tiba tubuh polos itu berbalik, mencengkram tengkuk Aomine, "Like hell i am tired," seringainya.

Aomine tersenyum melihat kilatan mata Kagami yang telah kembali bersemangat. Hingga akhirnya ia teringat dan baru menyadari itu, ia melupakan sesuatu, jadi saat ini ia akan ambil sesuatu itu yang seharusnya ia lakukan sejak awal.

Aomine mencium Kagami, pelan dan gentle. Berbanding terbalik dengan kelakuan kasarnya barusan. Tetapi setelah terlewat beberapa menit, Kagami menyeringai. Aomine merasakan itu, diam-diam hatinya pun tertawa. Karena jika dasarnya harimau liar maka akan tetap menjadi liar.

Kagami mengigit bibir Aomine, melesat kedalam dan meiminta lebih

|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|

'tes'

Semua mata membola tak percaya, menatap Kise.

"Apa ini ssu~ DARAH? Aduhhhh" Kise heboh menutupi hidungnya yang tiba-tiba mengeluarkan darah.

Aomine yang berada disebelahnya hanya memutar mata, ia tarik dagu Kise agar jangan menunduk. Aomine buru-buru mengambil tisu bungkus kopinya, ia linting agak kecil, kemudian ia sumpalkan didalam hidung pemuda kuning tersebut.

"Jangan heboh, biarkan seperti ini," Aomine berkata kalem. Ia bersihkan beberapa darah di dagu Kise.

"hmn.." angguk Kise beberapa kali, masih shock tiba-tiba ada darah.

"Kagami-kun tidak mungkin seperti itu," Kuroko tiba-tiba menyela, ia juga menyumpal hidungnya dengan tisu dari pembungkus milkshakenya.

"Yasudah kalau tidak percaya. Memang itu.."

"HOI!" tiba-tiba suara yang sangat dihapal datang menghapiri mereka, untung Kagami datang ketika mereka sudah selesai menggosipkannya.

"AOMINE! Sedang apa lu disini, gue kelaperan tau gak!" Bentak Kagami tepat didepan Aomine, "Malah enak makan disini lagi." Kagami makin marah karena burger yang ia tunggu tak kunjung datang, sedangkan yang disuruh beli sedang enak-enakan makan di dikedainya langsung.

"Konbawa, Kagami-kun."

"Loh.. Kuroko, Kise?" Kagami baru menyadari keberadaan lain selain Aomine.

Tetapi tatapan keduanya seperti mengisaratkan hal lain, ia dipandangi dengan agak aneh. Lagipula apa-apaan dengan muka merah dan tisu yang menyumpal sebelah hidung mereka.

"Kalian kenapa?" tanya Kagami.

Tetapi yang ditanya hanya diam lalu tersenyum, kemudian memitkan diri untuk sesegera mungkin pulang, dengan alasan yang tak masuk akal. Kagami sendiri hanya bisa menaikkan alis dengan tidak elit. Kemudian mengalihkan pandangannya kearah Aomine. Sedangkan tersangka yang dilihat sedang menguap-nguap dengan tidak jelas.

Oke, Kagami positif curiga.

Kuroko yang sudah jalan bersama Kise berbalik arah, ternyata anak itu mau mengambil milkshakenya yang tertinggal. Tetapi bukan hanya itu saja, tiba-tiba Kuroko berdiri menuju meja depan Aomine dengan gaya seperti orang yang berbisik-bisik, "Aomine-kun, aku homo," ucap Kuroko agak keras, sampai Kagami melotot speecles mendengarnya.

Lain lagi dengan korban bisikkan, Aomine sedikit menyemburkan kopinya yang sedang diminum, "Hoi, Tetsu. Apa kau bilang?"

Dalam langkah kecilnya yang pelan-pelan, Kuroko membalikkan badan, "Oh iya, Kise-kun juga homo," Ucapnya sambil tertawa riang.

Sedangkan Kagami dan Aomine sukses diam. Melihat anak macam papan penggilesan begitu bisa berekspresi lain, menjadi sesuatu hal yang menyeramkan.

"Kau habis membicarakan apa! HAH!" bentak Kagami kemudian, bersiap memukul Aomine.

Tuhkan apa kata hati terdalamnya, Aomine tau akhirnya pasti tidak enak.

|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|.|~O.O~|

Omake, kejadian yang sebenarnya.

10 Mei, kamar mandi gym.

Setelah berpakaian rapih, semuanya sudah dicek tak ada yang salah. Aomine bersiap-siap memakai sepatu untuk pulang menuju rumahnya. Namun, tiba-tiba ada suara keran melengking diputar diikuti suara air turun perlahan memantulkan suara gemericik. Lampu-lampu gym beberapa tempat sudah juga dimatikan, bulu kuduk Aomine entah mengapa menjadi meremang.

'Pstttt...' Suara pendingin ruangan mati, diiringi lampu-lampu yang berada didalam ruangan bersekat hingga menyisahkan satu lampu saja diatas kepala Aomine.

"Tolonggggggggg!" tiba-tiba ada suara menggelegar, memenuhi ruang gym, memantul kedalam pendengarannya.

"Bangsat!" Aomine mengumpat, setengah mati dia kaget, untung jantungnya tidak dia muntahkan.

Setelah beberapa lama sunyi, lama-lama terdengar suara langkah kaki yang tergopoh-gopoh semakin mendekat. Aomine mengangkat alis bingung, sepertinya dia kenal siapa sosok yang sedang mendekat kearahnya.

"Thanks God, masih ada manusia disini," ucapnya tersengal-sengal, "Loh, Aomine!?"

"Kagami? Lu belum pulang." Aomine balik bertanya, dia kira dia manusia terakhir didalam gym.

"Tadi gue makan dulu. Gak sangka lampunya bakal dimatiin," jelas Kagami panjang lebar.

"Oh, yaudah gue balik dulu."

"Eh, bangsat. Tungguin gue lah," Kagami menarik tas selempangan Aomine, tidak terima mau ditinggal.

"Eh, lu apa-apaan sih. Lepas gak!?" Aomine menarik tas selempangannya.

"Gue takut Aomine, tungguin gue sebentar!" Kagami semakin menarik tas Aomine, sampai tali tasnya terdengar bunyi benang lepas yang menyedihkan.

"Ogah Kagami! Lepas gak!" bentak Aomine, dia takut tali tasnya putus.

"Gue belum selesai mandi, bentar doank!"

Dengan itu Aomine menyadari sesuatu, ternyata makhluk didepannya ini memang tidak berpakaian. Ia penasaran, jadi ia melihat kearah bawah tubuh Kagami, didalam hati terdalamnya menjerit, jangan bilang dikegelapan itu ia tidak berpakaian apa-apa, –dan Aomine shock setelah mengetahuinya.

"Demi apapun Kagami, lu gak tau malu,"

Kagami sendiri hanya menyengir-nyengir saja, "Kan gue udah bilang, gue takut."

"Yaudah, gue tungguin. Asal jangan lama-lama," Aomine menghela napas.

Tidak sadar, entah karena kepolosan Kagami atau apa, hati kecil Aomine tergerak. Rasanya tak tega kalau anak macam Kagami diapa-apain hantu mesum. Kan sayang mending sama dia saja, Aomine mulai tersenyum-senyum didalam hati.

.

.

.

.

.

"Aomine,"

"Hmn.."

"Aomine,"

"..."

"AOMINE!"

"Apa sih!"

Akhirnya dia tarik tangan Kagami di keadaan remang-remang lorong penyekat, Aomine tidak sabar, jalannya Kagami sudah kayak kura-kura ditambah selalu memanggil namanya disetiap berselang lima detik. Aomine inilah atau Aomine itulah. Hatinya tidak kuat, mulutnya juga sudah pegal menjawab terus menerus.

"Dimana lu naro baju?"

"Dikamar mandi ujung, tapi lampunya gak ada," Kagami beringsut semakin mendekati Aomine sampai tubuhnya menempel.

"Jangan deket-deket deh," sebetulnya Aomine sih senang-senang saja, hanya saja dia takut khilaf kalau tata cara Kagami begitu.

"Biasa sih. Gue takut!"

Aomine malas menjawab, lebih baik dia diam saja sambil berdo'a didalam hati agar tidak menemukan hal-hal yang tidak masuk akal.

Semakin kedalam, lorong kamar mandi semakin gelap, hilang pencahayaan, Aomine mencoba mencari saklar lampu, kebetulan otaknya baru saja jalan. Kalau lampu diujung saja menyala berarti tidak mati lampu kan? Ia berfikir kenapa tidak dia mencoba menyalakan saja lampu disini.

'Klep'

Aomine speecles, tuh kan apa otaknya bilang. Lampunya menyala. Sedangkan Kagami yang disampingnya hilang kesadaran sebentar, memfokuskan pandangan kearah lampu yang menyala tepat diatasnya. Matanya berbinar seolah lampu menyala merupakan jelmaan malaikat yang turun.

"Sudah sana mandi, gue pulang," Aomine bersiap melangkah.

"Tungguin gue!" bentak Kagami spontan, "Nanti gue sendiri, kalau lampunya mati beneran gimana?"

Aomine malas berdebat, orang penakut itu tidak bisa diganggu gugat, sudahlah, Aomine berpikir mending dia duduk diam dipojok sana.

"Lu janji gak pulang kan?" Kagami masih menatapnya tajam, terus mengikuti sampai Aomine duduk dibangku.

"Iya, sudah sana," Aomine menguap lebar.

"Yosh, awas lu bo'ong seumur hidup gue gak mau kenal lu lagi," ucap Kagami mantap, melangkah lebar-lebar menuju ruang mandinya.

Aomine yang melihat Kagami berjalan, melotot tidak bisa mengalihkan pandangan sexy dari punggung sampai berhenti kebawah, ia terkekeh.

"Kagami, pantatmu sekel ya,"

"Bangsat!" bentak Kagami, sebelum benar-benar ia tutup pintu kamar mandi, ia arahkan jari tengahnya, lalu menyeringai mengejek disana.

Aomine sendiri hanya tertawa kencang, suaranya sampai menggaung, mementul dari dinding-dinding bilik.

.

.

.

.

.

Suara gemericik air mulai terdengar, sepertinya Kagami mulai membasuh diri. Sedangkan Aomine sendiri sudah mulai bosan, dia mulai menguap kembali. Jujur dia ngantuk luar biasa. Hingga tiba-tiba suara Kagami mengalun, membuat matanya gagal terpejam.

"Aomine,"

"Aomine..."

"Aomine, lu masih disana?"

Tuh kan, kebiasaan manggil-manggil namanya muncul, "Sudah buruan! Ngantuk gue."

"Gue sabunan bentar,"

Dan Aomine yakin, dia tidak perlu tahu Kagami sedang apa.

Cukup lama waktu berjalan, ternyata sabunan Kagami itu memakan waktu yang tidak sedikit, akhirnya Aomine merasa kesal harus terus menunggu. Mana sebentar-bentar Aomine-Aomine dan Aomine terus, rasanya seperti punya anak ayam yang kehilangan induknya. Selalu manggil-manggil minta gabah.

"Kagami lu diem deh. Mana lama banget. Gue mau pulang lah!"

Sebetulnya Aomine hanya bilang seperti itu untuk berbuat jahil saja, tidak benar-benar berniat pulang. Tetapi bagi Kagami yang mendengar itu jadi panik sendiri.

"Gue masih mau pake baju. Dasar bangsat, gak sabar banget sih!" ucapnya panjang namun pelan, istilahnya menggerutu, yang kebetulan Aomine masih dengar. Diam-diam dia tersenyum.

"Gak ada untungnya lagi gue nungguin lu!" suara Aomine sengaja dikeras-keraskan agar Kagami yang masih menggerutu, bisa mendengar.

"Lu mau apa sih biar untung!" bunyi gedebug keras mengalun, sepertinya Kagami terpleset, jatuh sangking terburu-burunya.

"Santai kali jalannya," Aomine tertawa, "Mau gue banyak lah," lanjutnya kemudian.

"Terus?" terdengar suara seleting tas dibuka, mungkin Kagami sedang mencari pakaian ganti.

Aomine memilih diam, merenung. Sebenarnya dia juga bingung mau apa dari Kagami.

Hening beberapa menit membuat Kagami bersuara lagi, "Aomine..."

Tetapi Aomine masih memilih diam didunianya. Jikalau sedang berpikir memang Aomine harus diam dengan konsen.

"Aomine!" bentak Kagami, "Hoi, Aomine! Lu masih disana? Kayaknya hp gue hilang."

Aomine menghela napas, lagi-lagi Kagami berubah cerewet, "Gak tau, lagian lu lama banget, kalau gue nungguin pacar selama ini sih ikhlas."

"Tungguin gue sebentar lagi, hp gue dimana ya?" tanyanya entah dengan siapa.

Tiba-tiba diotak Aomine muncul suatu keinginan yang sangat genius, "Kalau lu jadi pacar gue, gue bakal tungguin lu salama apapun," Aomine terkekeh, sadar permintaannya memang paling terbaik.

Waktu terus berdentang. Diam lumayan lama, Kagami sudah tidak bersuara lagi, tidak juga memanggil-manggil namanya untuk kesekian kalinya, yang ada hanya bunyi gedebuk-gedebuk dari dalam bilik. Aomine pikir mungkin Kagami marah.

"Kagami, lu gak manggil gue lagi?" lama-lama penasaran juga Aomine.

Kagami belum juga menjawab. Masih terdengar bunyi bak-bik-buk entah sedang apa. Sampai akhirnya dia keluar dengan menggeser pintu sekuat tenaga, "Kata lu bakal nungguin pacar selama apapun?" ucapnya lalu berlalu, melangkah meninggalkan sang empunya.

Aomine yang mendengar itu hanya bisa berkedap-kedip tidak jelas, sepertinya otaknya melewatkan sesuatu, entah apa yang aneh dari percakapan terakhir mereka.

"Aomine, buruan! Gelap nih," Teriak Kagami sudah agak menjauh, suaranya memantul menyadarkan keshockan Aomine.

"Yeah..."

.

.

.

.

.

Kembali disaat ini, Majiba

Kuroko menyedot milkshakenya malas-malas, sebenarnya didalam perutnya sudah penuh susu, tetapi ia merasa sayang untuk dibuang. Akhirnya dia memaksa minum, tidak peduli jika perutnya akan sakit.

"Aomine-kun berkata bohong."

Kise yang mendengar Kuroko bergumam disampingnya hanya bisa mengangkat alis, "Maksudnya –ssu?"

"Aku sudah mendengar cerita dari Kagami-kun," Kuroko tersenyum penuh arti, "Kau terlalu polos Kise-kun."

"Hehhhhh?"

.

.

.

FIN #dengan Fluffynya :*

Cerita aneh, saya tahu~ Lemonnya aneh, saya tahu~ pokoknya yang jelek-jelek lah, saya tahu~ :'3 hiks~

Memang Kagami diatas-atas OOC tapi itu demi alur cerita kok, lagipula itu yang cerita Bang Ao jadi jangan salahkan saya :D #halah~

Silahkan review, demi asupan Rated-M kalian. HAHAHAHA!