Disclaimer: Yoshida Akimi

The Name of The Feeling

Maukah kau memberitahuku

Apa nama perasaan ini?

Ash menatap Eiji yang tertidur di depannya. Garis wajah kekanakan yang sedang larut dalam buaian mimpi. Mata yang; meski sedang tertutup pun; selalu menjanjikan keteduhan. Dan kata-kata yang terucap dari bibir itu…

"Di sini dulu, ya." Ash terisak pelan. "Aku tidak bilang selamanya. Cukup sekarang saja.

"Selalu." Senyum lembut Ei-chan memastikan hal itu.

Kenapa kau selalu mengatakan

Kata-kata yang paling ingin kudengar?

Ash menghela nafas. Sampai beberapa jam lalu, jiwanya masih disekap oleh mimpi buruk masa lalu. Kenyataan pahit yang selalu membelenggunya, tanpa ada ruang gerak sekali pun. Tak bisa berteriak, tak dapat melepaskan diri.

Dan tak bisa mengeluhkannya pada siapa pun. Tidak. Ia benci ditatap dengan sorot mata mengasihani seperti itu. Karena itu, ia menutup hatinya rapat-rapat dan menguncinya.

Tapi, Eiji..

Kenapa, Ei-chan?

Ia merasakan sesuatu dalam dirinya telah meleleh saat bertemu Eiji. Kebencian, ketakutan, dan keputus asaan yang telah lama membeku di hatinya. Ah, betapa…

Mimpi yang tak berani kuimpikan

Namun kau menghadirkannya bagiku

Ia telah merasai luka. Fisik maupun psikis. Apa bedanya 9 tahun lalu atau sekarang? Saat berdiri di depan cermin, ia tak dapat melihat pantulan seorang anak laki-laki berusia 17 tahun yang riang dan polos. Melainkan hanya sosok yang bersedia menempuh jalan apa saja untuk bertahan hidup, dan memperoleh sedikit kebebasan.

Ia telah belajar membungkam suara hatinya. Pun membunuh nuraninya, sebaik ia menghabisi musuh-musuhnya. Tapi, ia tak dapat mengelak dari rasa sakit yang sangat, saat ia harus mengakhiri hidup sahabatnya sendiri agar dapat menyelamatkan yang seorang lagi.

Menangis pun tak apa,

Asalkan kau bersedia merengkuh dan menenangkanku.

Alangkah ironisnya, air mata yang tak pernah ia tunjukkan di hadapan orang lain, malah ia perlihatkan pada Eiji. Namun ia tak menyesal, karena ia merasa terselamatkan saat menyandarkan kepala dan menangis dengan jujur.

Satu yang bisa kumengerti

Kau teramat sangat berarti

Andai ia terlahir sebagai seorang yang lain, andai ia besar di tempat yang aman, andai mereka bertemu dengan cara yang lain, ia tidak akan pernah memilih untuk berpisah dari sisi Eiji. Tidak kini, esok, seminggu lagi, ataupun beberapa tahun lagi.

Saat menatap kenyataan

Adalah saat yang menyakitkan

Tapi, jalan yang telah mereka tempuh amat berbeda. Eiji dibesarkan dalam cahaya ketentraman. Sedangkan Ash selalu dibayangi kekerasan dan pertumpahan darah. Ash sadar, ia hanya akan, dan pasti akan membahayakan Eiji jika bersikeras untuk tetap bersama. Tak peduli seberapa pun ia menginginkan hal itu.

Semakin ingin berada di dekatmu

Semakin jauh aku mendorongmu pergi

Besok ia akan memesan tiket pesawat ke Jepang. Ei-chan harus pulang ke kampung halamannya, dan kembali dalam kehidupan yang tenang. Meski untuk itu, Ash harus membuat Eiji membencinya. Ia tidak ingin Eiji terluka, apalagi mengalami nasib buruk seperti dirinya.

Perlahan, ia merasakan sesuatu terlepas dari genggamannya. Jika Eiji pergi, hatinya akan kembali dikuasai kehampaan.

Jadi, setidaknya

Maukah kau memberi tahuku

Nama dari perasaan ini?