Disclaimer: bukahkah seluruh karakter dalam Naruto milik Masashi Kishimoto?

Genra:Romance, Drama, Hurt/Comfort

Main Chara: Haruno Sakura and Naruto Uzumaki

Warning: author amatiran, abal tak terkira, banyak kesalahan dalam penulisan, payah EYD, bergelimpungan typo(s), hanya berharap maklum dari para readers.


Ia katakan 'aku mencintai mu', walau kau tak mendengarkannya.

Ia berkata pada seluruh orang yang ia kenal, bahwa ia mencintai mu, tapi kau berkata 'aku mencintai orang lain'

Ia menatap mu dengan seluruh rasa yang ia punya, namun kau mengacuhkannya.

Ia menyadari saat kau tersenyum, itu hal yang membuatnya jatuh cinta.

Kau menyakitinya berkali-kali, tapi ia seperti seorang sakit jiwa yang menikmatinya.

Ia juga pernah menangisi perasaannya yang selalu kau tolak itu.

Tapi saat kau baru menyadari perasaan yang ku punya, kau katakan padanya untuk kembali pada mu dan membatalkan pernikahannya, sekarang apa yang bisa dan akan ia lakukan?

Crazy 22 Hours

Sudah dengar kabar bahwa calon Hokage akan menikahi seorang gadis dari marga Hyuuga? Jangan bilang kau tak tahu, karena berita itu sudah terdengar hingga ke desa sebelah. Dikediaman Hyuuga sendiri tentunya semakin ramai dari biasanya, tentunya karena mempersiapkan pernikahan buat salah satu putri pewaris klan ternama di Desa Daun itu. Semua nampak begitu antusias dengan acara yang akan berlangsung esok jam sebelas siang itu.

Namun tidak buat gadis dengan surai merah muda, Sakura. Ia sendiri bingung dengan dirinya. Tiba-tiba ia merasakan sakit didadanya. 'Ayolah Sakura, kau tidak sedang patah hati karena sibodoh itu!'. Sedari tadi ia terus saja mengucapkan kata-kata itu. Seperti memberi keyakinan yang tidak ada habisnya. Rasa sakitnya semakin signifikan saat dilihatnya si rubah pirang itu berbicara dengan seseorang diujung koridor, tertawa dan nampak bahagia karena pernikahannya.

Pria itu dulu mencintainya, mengatakan berulang-ulang. Berharap pula Sakura paham akan perasaan Naruto padanya. Tapi ia tak peduli, saat itu yang ia lihat hanya seorang Uchiha, hingga ia buta dengan sekelilingnya. Ia yang tadi ingin menjejakan langkah keruang Hokage, jadi mengurungkan niatnya dan bersembunyi dibalik dinding. Jika sekalipun ia patah hati saat ini, tentu ia tak punya orang lain untuk disalahkan.

"Sakura...!" Tegur seseorang dari belakangnya. Ia jadi terlonjak sendiri karena kaget. Sasuke, orang yang dulu dibanggakannya sebagai orang yang ia cintai yang menegurnya. Suara kejutan Sakura yang memiliki desibel tinggi jelas menarik perhatian dua orang disudut lain ruangan. Mendekatinya.

"Eee..Sakura!" Tegur Naruto, orang yang sedari tadi dihindarinya. Bersama sosok yang tadi berbicara dengannya, Kakashi-sensei menatap bingung pada Sakura yang seperti tidak ingin melihatnya. Tak mampu berbuat apa-apa, tubuh gadis itu terasa membeku. Ia harus keluar dari situasi yang menyebalkan ini, membalikkan tubuh kearah jalan keluar.

"Aku mau kerumah sakit, kurasa Ino butuh bantuan ku!" Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mengambil ancang-ancang untuk pergi melangkah.

"Tunggu Sakura..!" Kalimat meminta dari orang yang sebenarnya ia hindari itu sontak membuat langkahnya terhenti, ia pun harus memberikan keberanian pada dirinya untuk menatap lawan bicaranya.

"Kau mau kan besok menjadi orang yang bawa cincin pernikahan ku, pendamping mempelai Hinata?"

Naruto, kau mungkin pria ter-idiot yang pernah ada. Yang benar saja, masa kau meminta gadis yang saat ini tengah patah hati karena mu untuk menjadi pendamping mempelai di pernikahan mu? Ini tak waras. Sakura terlihat mencoba untuk tetap tenang, tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya sehingga ia mengangguk begitu saja.

"Kau sudah katakan pada Hinata?" Tanyanya dengan suara yang dipertahankan intonasinya.

"Tentu."

Mendapatkan jawaban itu, Sakura mengangguk-angguk beberapa kali. Ditatapannya Naruto dengan tatapan yang tak biasa. Andai pria itu menyadari bahwa ada goresan luka dari kunai beracun dari mata gadis itu. Namun tidak, sepertinya Naruto terlalu cerdas bila menyadarinya. Setelah mengucapkan pamitnya pada tiga rekannya, Sakura langsung saja melanjutkan langkahnya.

"Sakura..!" Panggilnya untuk kedua kali, membuat gadis itu harus berbalik dengan memasang senyum yang nampak sekali dibuat-buat.

"Yaa Naruto?"

"Nanti malam, sekitar jam tujuh aku akan mengadakan acara makan-makan dirumah ku, kau bisa datangkan?"

Masih dengan senyuman hambar, tanpa rasa gadis itu menanguk-angguk. "tentu, aku juga akan mengajak Ino dan yang lainnya." Ia menjawabnya dengan kecepatan ucap yang tinggi.

"Bagus..!"

"Pasti aku juga akan datang tepat waktu." tambah gadis itu lagi, seperti ia sangat bingung harus berkata apa.

"Yaa... Tentu kau harus datang tepat waktu."

Sekali lagi Sakura menganggukkan kepala "Tak ada lagi yang mau kau ucapkan, Naruto? Aku harus cepat."

Orang yang ditanya menggeleng, mendapatinya Sakura tahu bahwa sekarang ia bisa melangkah keluar sekarang. Tanpa panggilan, tanpa pencegahan dari orang yang sama.

"Sakura.!" Bukan suara Naruto, namun Sasuke yang memanggilnya. Sakura terhenti ditempatnya. Ia benar-benar merasa terjebak diwaktu yang sedang tidak tepat. Bukannya membalikkan badan, Sakura malah menghentak-hentakan kakinya beberapa kali kelantai dan pergi berlari begitu saja.

Ia harus cepat-cepat pergi, sebelum rasa didadanya semakin menyesakkan, hingga ia sulit bernapas bila terlalu lama berdekatan lelaki pemilih iris langit itu. Laporan lisan yang harusnya ia berikan pada Hokage kelima yang masih menjabat itu pun ia tunda. Tak peduli apapun, ia hanya perlu menyingkir.

"Kalian berkelahi, teme?" Sepeninggal gadis itu, Naruto membuka suara dengan langsung bertanya pada rival abadi sekaligus sahabatnya.

"Apanya yang kelahi, dobe?"

"Terus kenapa ia jadi seperti itu, aneh!" Syukurlah Naruto, setidaknya kau mampu menyadari perubahan sikap Sakura yang tidak seperti biasanya.

"Mana ku tahu, aku juga baru bertemu dengannya disini."

"Kau ini bagaimana, Ia kan kekasih mu?" sekarang saatnya Kakashi-sensei yang bersuara. Mempertanyakan status hubungan mantan muridnya.

"Kekasih ku? Apa ia tak bilang pada kalian bahwa ia menolak ku?" Untuk kali ini, nada suara Sasuke nampak menurun. Ada rasa sakit yang terbalut dari kata penolakan yang ia ucapkan tadi.

Tentu ini diluar dugaan, Sakura dulu yang membanggakannya, menangisinya dan tak hentinya berharap agar ia kembali, kini bisa berpaling.

"Haaaa..?" Kedua lawan bicara marga Uchiha itu serempak bersuara demikian. Kaget juga dengan fakta yang baru didengarnya dari pemilik sharingan.

"Mungkin dia seperti itu karena ada hubungannya dengan berita pernikahan mu, dobe!"

"Aku tak mengerti."

"Siapa tahu ia patah hati pada mu, Naruto." Kakashi-sensi membarikan opsi jawaban yang mungkin lebih mudah dimengerti Naruto.

"Ia tak mungkin patah hati karena ku, sensei. Kalian tahu kan, itu mustahil" ungkap Naruto, terdengar lirih. Ia terus saja menatap dari arah perginya gadis itu.

"Kau masih memiliki perasaan padanya, dobe?" Pertanyaan yang diterimanya itu sontak membuatnya memberikan tatapan yang sulit diartikan Sasuke. Tersenyum tipis.

"Aku sudah memiliki wanita yang sempurna, teme!"

Sasuke ditemani Kakashi-sensei mengangguk bersamaan, tak lama keduanya berpamitan pada Naruto, Kakashi memiliki urusan yang harus ia selesaikan sebelum jam tujuh malam,sedangkan Sasuke yang harus secara rutin melaporkan diri kepada Hokage kelima. Hal ini harus ia lakukan mengingat ia adalah mantan pengkhianat desa yang kembali diberi kesempatan mengabdikan diri didesa kelahirannya.

"Jangan lupa, jam tujuh dirumah ku." Naruto mengingatkan keduanya sebelum ia ditinggal sendiri ditempat yang sama.

Sakura-chan? Patah hati karena ku? Tidak mungkin.


o

O

o

Sakura duduk sambil memengangi figura kecil ditangannya. Ditatapnya foto itu, sekali-kali jari telunjuk kanannya menyentuh kaca frame tersebut dan membuat alur mengikuti wajah dibawah jemarinya. Ia seperti sedang mengingat sesuatu. Ingat saat seseorang di figura itu menjahilinya, ingat saat orang itu berkali-kali menyatakan rasa sukanya, ingat juga saat orang itu mencoba mendapatkan perhatiannya. Ia jadi senyum-senyum sendiri. Ia masih sibuk dengan dunianya, tanpa menyadari sudah ada seseorang lain dengan santainya mendudukan diri dihadapannya.

"Kalau memang cinta, kenapa kau tolak?" Suara itu jelas mengagetkan Sakura dari lamuan-nya. Memberikan tatapan menakutkan pada orang yang kini malah memasang senyum jail.

"Sudah, kau pergi sana, katakan bahwa kau juga mencintanya!" Tambahnya lagi. Sakura menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi, dipeluknya erat figura itu.

"Aku kan sudah menolaknya, Ino. Berkali-kali."

"Berkali-kali? Yang benar saja, ia baru menyatakan perasaannya sebulan yang lalu."

"Pada gadis yang lain."

"Haaah yang benar? Buaya juga lelaki itu, baru kau tolak langsung menyatakan perasaannya pada gadis lain." Sakura belum menjawab apa-apa, dalam hatinya ia menggerutui Ino, 'sebulan apanya?' gumamnya pelan.

"Aku yang salah, menolaknya tanpa memperdulikan kedepannya." Sekarang Sakura hampir meneteskan air mata, rasa penyesalan menyeruak bebas didadanya. Lebih sakit dari pada tertusuk shuriken, lebih perih dari sayatan kunai, lebih memilukan dari kehilangan nyawa. Ino yang menyadari perubahan expresi wajah Sakura langsung beranjak untuk berdiri disampingnya, dan tepat saat iamengelus pundak sakura, gadis itu akhirnya menangis.

"Pergilah, atau aku yang mengatakan bahwa aku yang mencintainya, hingga ia berpaling pada ku." Ino menenangkan sembari memberi ancaman yang tak mungkin ia lakukan.

"Silahkan, kalau kau mau si nanas kesayangan mu menikahi warga Suna!" Balas Sakura, sembari sedikit tertawa, tapi air matanya tak bisa ia hentikan. Ia bersihkan bulir air mata yang ia jatuhkan dengan punggung tangan kananya. Mencoba mendapatkan ketenangan kembali.

Ino tesenyum, merasa berhasil menghibur sahabatnya. Ia masih saja meletakkan jari-jari lentiknya pada pundak Sakura.

"Kalau begitu, aku akan meminta Karin yang menggodanya."

"Kau mau, Karin yang baru menjadi warga kohona itu dimusuhi oleh klan Hyuuga?"

Seketika Ino menghentikan kegiatan tanganya dipundak Sakura, ia terdiam sesaat. Berpikir. Diletakkan-nya kedua tangannya disamping tubuhnya yang berdiri tegap. Benar-benar berpikir keras, dan akhirnya ia mengerti sesuatu.

"Jadi sedari tadi kau membicarakan Naruto..? Astaaagaaa..!" Sakura memberikannya tatapan bingung, dirautnya jelas sekali keheranan terhadap sahabatnya yang juga kekasih Shikamaru itu.

"Kau pikir siapa?"

"Sasuke, bodoh! Sasukeeee..!" Kesalnya Ino, karena sedari tadi pembicaraanya tidak satu arah dengan Sakura. Ia berkata apa, Sakura menjawab apa, ia berpikir tentang siapa, dan Sakura tidak memikirkan orang yang sama. Benar-benar terlihat bodoh mereka berdua. Ino yang sebal lantas langsung memilih duduk ditempatnya semula. Cemberut, sambil menyilangkan kedua tangannya didada, menyandarkan punggung disandaran kursi.

Eeh..tunggu..!

Braaaaakk..! Begitu menyadari sesuatu yang baru, Ino serta merta mendebrakkan kedua tangannya dimeja Sakura, dengan posis berdiri dan nampak shock. Ia menatap Sakura dengan tatapan menyelidik andalannya, membuat orang yang menerimanya menjadi bergindik ngeri.

"Kau kenapa, Ino?" Tanya Sakura saat didapatinya dari seberang meja, Ino sedikit demi sedikit mendekatkan wajah kearahnya. Benar-benar nampak menyelidiki sesuatu.

"Naruto, heeh?"

Sakura langsung kalang kabut, ia berusaha keras untuk menghindari kontak mata dengan sahabatnya itu. Membuang wajah kearah rak-rak buku disudut ruangannya.

"Astagaaa..!" Dengan berucap seperti itu, Ino kembali mendudukan dirinya, namun tetap saja Sakura tidak berani menatap sahabatnya itu.

"Sakura, tatap lawan bicara mu! Kau tidak sopan." Ino kembali memarahinya, berbicara soal tata krama yang akhirnya berhasil mendapatkan atensi sahabatnya itu, walau masih tak bersuara apa-apa. Ia biarkan suara Ino kini yang mendominasi.

Tak ada pilihan, Sakura akhirnya menjatuhkan air matanya sekali lagi, dengan terisak ia mengembalikan figura itu kedalam laci meja kerjanya. Foto saat ia masih di tim tujuh dengan Kakashi-sensei, Sasuke dan... si pembuat patah hatinya saat ini. Ino tercekat melihat Sakura untuk kedua kalinya ia menangis seperti itu, matanya yang tadi menatap dengan tajam kini berubah ikut sendu, dan berkata..

"Kau tahu ia akan menikahi Hinata besok kan, Sakura? Pertanyaannya itu dijawab dengan anggukan pasti Sakura yang masih terisak.

"Dia akan jadi suami orang, kau paham?" Sama. Sakura menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Kenapa kau baru menyadari perasaan mu sekarang, menyesalkan?" Untuk pertanyaan yang ini, Sakura mengeleng. Ia idak tahu kenapa. Awalnya ia bersikap biasa saja saat mendengar penuturan dari Naruto sendiri bahwa ia dan Hinata telah terikat hubungan sebagai kekasih dibulan yang lalu. Tapi lama kelamaan, hatinya juga enggan membohongi perasaannya, dan puncak kegalauannya terjadi sekitar beberapa hari yang lalu, saat ia dengar sendiri dari orang yang sama, bahwa ia akan menikahi Hinata.

Di ingatnya expresi terkejut yang ia coba tahan saat itu, dan masih diingatnya dengan jelas sakit yang menjalari dadanya. Padahal ia menolak Sasuke sebulan yang lalu, berencana begitu bertemu si rubah pirang itu ia akan memberitahukan perasaannya.

Naas, saat bertemu dan terjadi adu mulut mengenai siapa yang harus mengatakan berita yang ingin disampaikan, Sakura mengalah, dan berita menyakitkan itu yang ia dapati. Untung ia mengalah, apabila ia memaksa, maka makin sakitlah ia.

"Kau memberikan ku pertanyaan yang sama sekali tak bisa ku jawab, Ino." Ucapnya lirih.

Itulah cinta, ia bisa datang disaat tak terduga. Ia bisa datang dan pergi begitu saja. Jadi, tak ada yang bisa disalahkan dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Tapi ini kasusnya berbeda, Sakura baru saja mengakui bahwa ia mencintai orang yang kurang lebih duapuluh empat jam akan menjadi suami orang, sahabat mereka sendiri. Hinata.

Mendengarnya hanya membuat Ino kembali merebahkan punggungnya pada sandaran kursi dibelakangnya, menggaruk tengkuknya yang tak gatal dengan gemesnya.

"Kau gadis yang jahat, Sakura." Perkataan Ino barusan benar-benar sindiran tajam, tapi Sakura tak peduli, ia terus saja mengalirkan butiran air matanya. Memejamkan matanya dan sambil terus tertunduk.

"Tapi kau sahabat ku, jadi aku mendukung mu"

Sakura menangkat kepalanya, didapatinya senyum nona Yamanaka itu mengembang sumringah. "Kau harus beritahu perasaan mu padanya, kau masih punya waktu..." Ino menghentikan ucapannya, melihat kearah jam dinding yang menunjukan hampir pukul satu siang. "Kau masih punya waktu sekitar duapuluh dua jam dari sekarang, kau hanya perlu yakin."

Sakura menghela napas panjang, kembali tertunduk namun sesekali melirik sahabatnya dengan senyuman yang sama. Ino berdiri dari duduknya, bersiap untuk pergi dari ruangan Sakura.

"Padahal aku kesini untuk mengajak mu makan siang, tahu-tahu jam istirahat sudah berakhir." Sakura tersenyum mendengar keluhan sahabatnya itu.

"Ino, terimakasih."

"Kalau kau ingin berterimakasih, aku akan sangat senang bila kau benar-benar menikah dengan Naruto dan menceritakan..." Kalimat Ino menggantung. Ia malah melepaskan ikatan rambutnya, menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan dengan sok anggunnya, rambutnya yang berantakan kedepan ia kibas kebelakang dengan tangannya, memasukkan kedua telapak tangannya untuk memegangi lehernya, dan masih meliuk-liukan tubuhnya sok seksi.

Sakura mengangguk-anggukan kepalanya, tanda ia paham maksud dari sahabatnya itu, ia pun menghela napas panjang. Ino memang mesum. " Yaaa...yaaa.. Aku mengerti, sudah hentikan! Kalau Shikamaru melihatnya, ia pasti menyangka bahwa kau pecinta wanita, dan menjadikannya kedok semata."

Kontan Ino menghentikan gerakan anehnya Itu, tersenyum riang. " Oke Sakura, semoga berhasil, ganbatte, aku bersama doa ku menyertai mu..!" Girangnya berlebihan, yang ditangapi Sakura dengan gerakan tengan mengusir. Hushh..!Hush..go piggy go..!

Ino membalikan badan-nya, begitu gadis itu sampai untuk memutar knop pintu, Sakura memanggilnya kembali dan membuat si pirang itu memberikan perhatian pada orang yang tetap duduk dikursi kerjanya.

"Kenapa..?"

"Aku baru ingat, bahwa Naruto mengundang mu dan Shikamaru untuk menghadiri acara makan-makan dirumahnya, jam tujuh nanti." Ino mengangguk tanda mengerti

"Akan ku ajak juga Chouji, dia pasti senang kalau mendengar tentang makan dan makanan. Tak Masalahkan? "

"Yaa.. tentu. Malah kalau bisa kau beritahukan teman-teman yang lain." setelah yakin tidak ada lagi yang akan dikatakan Sakura, ia pun bergegas pergi.

Tinggal duapuluh dua jam, Sakura. Apa kau yakin bisa membuat Naruto kembali berpaling pada mu?!

To Be Countinued...


A/N:

Hiiii minnaaaa...! Alleth dateng lagi dengan fic yang ketiga, walau Foolish Heroic belum selesai chapter dua-nya, Evidense tamat dengan sangat rush, Alleth tetap kepedean bikin fic lagi. # ditabokin para readers.

Kali ini ada yang beda, apa lagi kalo bukan chara-nya. Tapi tetep, disini shikamaru dengan ino. Hehhehehee...!

Saat buat fic ini, alleth terus-menerus dengerin lagunya Cristina Perri Feat Jason Mraz yang judunya Distance. Kata-kata liriknya yang - Say "I love you" when you're not listening- itu yang ngasih dikit Alleth inspirasi # senyum sok innocent lagi.

Awalnyafic ini niatnya mau one-shoot, tapi ditengah jalan Alleth stagnan idenya. Jadi, semoga aja ada readers atau author lain yang mau ngasih ide untuk ending fic ini#ngarepppp...!

Fic ini dijadwalkan juga cuma two-shoot, dan Alleth berusaha agar ending-nya ga seancur Evidense, gak tau kenapa Alleth ngerasa fic itu kesalahan besar diendingnya# mewek dipojokan kamar.

pasti banyak kesalahan disana-sini, typo lah, alurnya yang maksa lah, banyak lagi. So, please review...