Note: Hitsugaya Tōshirō, Hinamori Momo, Hyōrinmaru, karakter-karakter lain, dan Bleach merupakan sepenuhnya milik Tite Kubo. Saya hanya memnijam beberapa karakternya saja.
PADA suatu malam di hutan sebelah barat kerajaan Serizawa, seorang anak perempuan sedang terduduk dan menangis karena ia telah tersesat. Tiba-tiba ia mendengar suara gemerisik dari balik semak-semak. Tangisannya pun berhenti. Ia menatap asal suara itu. Suara semak-semak itu terdengar kembali dan kali ini terlihat sepasang mata kuning yang bersinar dengan tatapan yang mengerikan. Anak perempuan itu kini semakin merasa takut. Ia ingin berteriak sekeras mungkin—tapi ia tahu tidak akan ada orang yang bisa mendengarnya. Ia ingin lari—tapi entah kenapa hati kecilnya ingin ia tetap berada di tempatnya. Ia pun percaya pada hati kecilnya. Sekarang yang ia bisa lakukan adalah menunduk dan berdoa agar hati kecilnya memang benar.
Makhluk itu semakin dan semakin mendekati anak perempuan itu. Makin dekat... semakin dekat...
"Hei, apa kau tersesat?" tanya seseorang kepada anak perempuan itu.
Anak perempuan itu menghentikan tangisannya dan mendongakkan kepalanya. Ia sangat terkejut saat melihat seorang anak laki-laki yang terlihat sebaya dengannya sudah berada di hadapannya. Tapi anak ini terlihat berbeda dari anak lain. Ia hanya memakai celana pendek, memiliki rambut putih yang acak-acakan, kuku-kuku yang panjang dan tajam, dua pasang taring, telinga dan ekor serigala, dan memiliki mata kuning yang bersinar.
Anak perempuan itu kembali ketakutan. Menyadari hal itu, si anak laki-laki berkata, "Aku tahu aku memang terlihat mengerikan, tapi kau tidak perlu takut padaku. Aku ingin membantumu," Si anak laki-laki menghentikan kata-katanya untuk melihat reaksi si anak perempuan dan kali ini ia bertanya, "Jadi, apa kau tersesat?"
Si anak perempuan menggangguk pelan.
"Hmm... Bagaimana kalau aku mengantarmu ke sisi luar hutan yang terdekat dari sini?" tanya anak laki-laki itu lagi. "Baru setelah itu kau bisa pulang ke rumahmu."
"Ba... Baiklah..."
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo!" ajak si anak laki-laki. Ia menarik tangan si anak perempuan dan mulai berlari. Ternyata tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk sampai ke sisi luar hutan.
"Sekarang karena kita sudah berada di luar hutan, apa kau mau kuantar atau kau bisa pulang sendiri?" tanya si anak laki-laki.
"Kau tidak perlu mengantarku, itu rumahku!" kata si anak perempuan sambil menunjuk sebuah istana besar yang tak berada jauh dari tempat mereka berdiri.
Si anak laki-laki terkejut. "Tu-tunggu... Itu... rumahmu...?! Ka-kau... serius?!"
Si anak perempuan menggangguk. "Apa kau tidak tahu kalau aku adalah putri di kerajaan ini?"
"Ka-kau... adalah... seorang... putri?"
"Ya!" kata si anak perempuan. "Terima kasih! Jika kau tidak datang untuk menyelamatkanku, mungkin aku tidak akan kembali ke istana." ucap si anak perempuan. "Siapa namamu?"
"Tō-Tōshirō. Namaku Hitsugaya Tōshirō."
"Boleh aku memanggilmu Hitsugaya-kun?"
"I-iya... Tentu saja."
"Hitsugaya-kun, Sebagai rasa terima kasih, kau boleh ikut bersamaku dan kita bisa bermain bersama di istana! Bahkan, kau boleh menginap jika kau mau." Si anak perempuan mengulurkan tangannya. "Ayo, ikutlah bersamaku!"
Tōshirō berjalan mundur perlahan. "Ma-maaf, tapi aku tidak pantas untuk berada di sana..." katanya dengan sedikit takut.
"Tidak apa-apa. Ayo!" si anak perempuan kembali mengajak si anak laki-laki.
Tōshirō hanya menggeleng pelan dan kemudian berlari menjauhi si anak perempuan.
"He-Hei, tunggu!" panggil si anak perempuan. Tapi Tōshirō tetap berlari menjauh.
Tōshirō terus berlari memasuki hutan sampai ia tiba di sebuah gubuk kecil di tengah hutan. Ia membuka pintu gubuk itu dan masuk ke dalamnya. Dalam gubuk itu terdapat seorang lelaki berambut panjang berwarna teal yang bernama Hyōrinmaru yang sedang mencuci piring bekas makan malamnya.
"Tōshirō, dari mana saja kau?" tanyanya.
"Maaf, ayah. Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan."
"Sekarang lebih baik kau makan dulu, setelah itu baru kau tidur."
"I-Iya, ayah." Tōshirō mengambil piring dan mengambil sedikit nasi yang tersisa. Hanya itu yang mereka miliki untuk makan sehari-hari.
"Ayah, ayah, tahu tidak, tadi aku bertemu dengan seorang putri!"
Hyōrinmaru yang sedang meminum air putih langsung menyemburkannya. "Apa?!"
"Iya, ayah, tadi dia tersesat, jadi aku membantunya untuk pulang."
"Maksudmu putri Momo? Kau... bertemu dengannya? "
Tōshirō menggangguk.
"Tidak ada orang lain yang melihatmu, kan?" Hyōrinmaru terlihat khawatir.
"Tenang saja, ayah. Ayah tidak perlu khawatir."
Keadaan menjadi hening.
"Ayah... Aku sudah banyak melihat anak-anak lain di luar sana, tapi mereka tidak terlihat sepertiku. Sebenarnya apa yang telah terjadi padaku, ayah? Kenapa aku bisa menjadi seperti ini?" tanya Tōshirō penasaran.
"Ayah akan beritahu kau saat kau sudah dewasa." Hanya itu jawaban Hyōrinmaru.
"Tapi kenapa, ayah? Aku ingin jawabannya sekarang!"
"Tōshirō, dengan cara apapun ayah memberitahumu, kau tetap tidak akan mengerti."
Tōshirō hanya mendesah dengan murung. Ia pun melanjutkan makannya kembali dengan lesu.
"Ayah... Kenapa kita bisa hidup seperti ini? Kenapa kita bisa tinggal di rumah yang kecil, sempit, dan sering bocor ini? Kenapa kita tidak mempunyai rumah seperti orang lain? Dan kenapa kita hanya punya nasi? Kenapa tidak ada lauk ataupun sayur? Kenapa, ayah? Kenapa?"
Hyōrinmaru mendesah dan mecoba untuk bersabar. "Tōshirō, kau seharusnya mensyukuri apa yang telah kita miliki ini. Masih bagus kita punya rumah meskipun tidak nyaman. Orang lain ada yang tinggal dan tidur di jalanan, Tōshirō. Sedangkan makanan, masih bagus masih memiliki sedikit nasi. Masih banyak orang lain yang tidak makan berhari-hari."
"Kenapa ayah selalu membandingkan kita dengan orang-orang itu, ayah?!" bentak Tōshirō sambil menggebrak meja makan yang kecil.
Tōshirō langsung berlari menuju kamarnya yang mungil dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang tidak memiliki seprai dengan bantal yang sangat sederhana, tanpa guling dan selimut. Ia langsung membalikkan tubuhnya ke arah tembok sambil menahan tangis. Hyōrinmaru hanya mengintip dari balik tembok.
"Maafkan ayah, Tōshirō, tapi ini demi kebaikanmu sendiri." kata Hyōrinmaru dalam hati.
