Haloooo~ Misa kembali disini.. yaay! :D

Hiks, Misa baru aja nonton episode terakhir FMA brotherhood.. Oemjeh! Apakah itu benar-benar Roy Mustang dengan rambut klimis dan kumis tipis? XD hahahaha, but I still love you my dear ganteng *digaplokin sendal* Ahh~ Roy ganteng deh pokoknya.

Balik ke masalah fanfic, fic ini terlintas waktu Misa nonton Boys Before Flower di I*dosiar. Misa ngebayangin kalo si Gu Jun Pyo atau Dao Ming Shi-nya Meteor Garden digantiin sama Roy, Misa bisa pingsan mendadak *lebai mode* :D Di fic ini, Misa menyatukan Meteor Garden, Hana Yori Dango, dan Boys before flower. :)

oke, tanpa banyak cingccong, kita mulai aja fanficnya.

Fullmetal dan tokohnya serta nama-nama yang berbau FMA, adalah punya Arakawa-sensei. Hana Yori dango dan seluruh produksi yang mengatasnamakan F4 bukan punya Misa. Fic-nya dan segala OC yang muncul adalah milik otak Misa.

Enjoy your salep! ^^


First : Amestris University


Riza mengayuh sepedanya memasuki lingkungan Amestris University. Pagi ini terlihat cerah seperti biasanya. Daun-daun kering beterbangan lepas dari pohonnya. Jalanan aspal lebar yang menjadi pintu masuk Amestris University terlihat sangat indah dengan taburan daun, sorotan sinar matahari, serta banyaknya mahasiswa dan mahasiswi yang berjalan di pinggir jalan.

Riza menghirup segarnya angin pagi hari itu.

"Seperti biasa, pagi yang indah di Amestris."

Pagi itu sangat tenang dan nyaman, ketika tiba-tiba...

Wussshh!

Angin kencang datang dari belakang Riza. Ia menengok kebelakang dan menemukan penyebab angin kencang itu.

Empat mobil mewah berjalan cepat memasuki lingkungan Amestris University.

Riza menghela nafas panjang, "Hhh, here comes the 'yon-baka' (four-stupid)."

Amestris University adalah salah satu universitas swasta di suatu kota di Jerman yang muridnya sebagian besar adalah anak konglomerat atau pejabat Negara. Jangan heran kalau setiap pagi banyak mobil berdatangan seperti parade. Ada Jaguar, BMW, Range Rover, sebut saja mobil-mobil yang jarang dipakai orang atau yang biasanya dipakai artis Hollywood, kau bisa menemukannya disini.

Riza memperhatikan empat mobil mewah yang baru saja datang. Paling depan adalah Jaguar tipe E warna hitam, diikuti Lamborghini silver, Ferrari cantik berwarna kuning, dan yang paling belakang, Mustang Convertible merah.

Riza menghela nafas lagi dan mengarahkan sepedanya menuju tempat parkir motor di dekat pintu masuk gedung utama. Seperti biasa, motor yang ada di tempat parkir jumlahnya hanya sedikit. Yah, itu karena banyaknya mahasiswa yang menggunakan mobil, pikir Riza dalam hati.

Riza POV

Aku meletakkan sepedaku di tempat biasa yang terlindungi kanopi. Menyetandarkan dan menguncinya dengan gembok sepeda kecil berwarna perak.

Aku mengambil tasku yang tadi kutaruh di keranjang depan lalu menyampirkannya melalui bahuku. Aku merogoh kantong depan tasku, ternyata aku lupa membawa klip untuk rambutku.

Aku menghela nafas entah untuk keberapakalinya.

"Ah, bodohnya aku lupa membawa klip rambut."

Aku memastikan semua kunci sepeda sudah terpasang. Dengan tarikan nafas dan senyum di wajahku, aku berjalan meninggalkan sepeda.

Di depan pintu masuk gedung utama Amestris University, aku melihat kerumunan orang.

"Huf, pasti mereka sedang mengagumi kedatangan para anggota 'yon-baka' itu." Gumamku dengan suara kecil. Aku membuang rambut pirang panjangku kebelakang dan mulai berjalan menuju kerumunan itu.

Oh, sepertinya para pembaca belum tahu siapa 'yon-baka' yang dari tadi aku gumamkan. Nah, kebetulan anggotanya sedang keluar dari mobil. Mari, aku perkenalkan satu persatu.

Jaguar tipe E hitam berhenti terlebih dahulu. Pintu bagian pengemudinya terbuka, dan turunlah seorang pria dari dalamnya.

"Kyaaaaaaaa, Havoc-samaaaa~"

Dengar, kan? Itu adalah teriakan para wanita pengagum yon-baka itu. Oke, karena tokohnya sudah keluar, aku perkenalkan saja langsung.

Pria yang baru keluar dari Jaguar itu namanya Jean Havoc. Orangnya tinggi, berambut pirang cepak, dan kadang suka merokok pada waktu luang. Tambahan, ia tampan. Tambahan lagi, ia super-super-super-supeeeeerrr kaya.

Menurut informasi yang sering tidak sengaja aku dengar dari pengagum yon-baka itu (mereka membicarkan dengan suara cempreng, siapa sih yang tidak bisa dengar?), Jean Havoc adalah blasteran. Ayahnya orang Perancis, dan ibunya asli Jerman. Keluarganya adalah pemilik country-club yang sering dihuni oleh orang-orang berduit. Belum lagi kepemilikan Havoc Departemen Store yang franchise-nya bertebaran diseluruh dunia.

Jean Havoc juga terkenal baik pada fans club-nya. Tidak heran kalau wanita banyak yang jatuh hati padanya.

Oh, pengemudi mobil belakangnya sudah keluar ya?

Teriakan perkumpulan fans club yon baka makin histeris.

"Elric-samaaaaa~ I love youuuuu~"

Pengemudi Lamborghini silver menampakkan wajahnya. Keluarlah sesosok pria tampan lainnya. Tubuhnya tegap, wajahnya baby-face, dan rambutnya yang pirang pendek agak jabrik membuat penampilannya makin oke. Dialah Alphonse Elric.

Lagi-lagi terima kasih pada para pengagum setia yon baka, aku mendapat banyak infromasi lagi mengenai Alphonse Elric. Menurut kabar, ia sangat pintar dan baik pada semua orang. Umurnya setahun lebih muda daripada anggota yon baka lainnya, tapi ia dipastikan akan menyelesaikan kuliahnya setahun lagi, yang berarti ia hanya kuliah 3 tahun.

Seperti Jean Havoc yang tadi aku baru perkenalkan, Alphonse Elric berasal keluarga yang kaya pula. Ayahnya adalah CEO dari Elric Industries yang bergerak di bidang minyak dan pertambangan, dan Ibunya adalah desainer fashion terkenal dengan merek 'Trisha Elric'.

Tidak banyak dari para wanita Alphonse-fans-club yang mendekati dirinya hanya untuk mengambil 'sedikit' baju-baju karya ibunya yang berharga jutaan sampai miliaran itu.

Wah, pengemudi Ferrari kuning tampaknya juga sudah keluar.

Kali ini, pria yang keluar bertubuh agak pendek, dengan rambut pirang yang dikepang diebelakang kepalanya. Tidak lupa, seperti anggota yon baka lainnya, ia tampan.

"Edward-samaaaaaaa~"

Perkenalkan, dia adalah Edward Elric. Mungkin kalian menyadari persamaan nama belakang Edward dan Alphonse. Alasannya mudah, Edward adalah kakaknya Alphonse. Umur mereka berbeda setahun. Karena kita sudah tahu latar belakang keluarganya, aku akan menceritakan sedikit tentang karakter Edward.

Edward-fans-club memberi julukan pada pangeran Elric ini, julukannya adalah 'the Cute Shorty'. Yah meskipun Edward sama sekali tidak suka dengan julukan itu.

Edward sangat membenci kata 'pendek', 'kutu', 'kecil', dan lainnya yang ukurannya 'mini-sized'. Sedikit saja Edward mendengar kata itu, si pengucap dipastikan hilang keesokan harinya. Edward agak temperamen, bermulut kasar, dan kadang suka tidak menghormati orang yang lebih tua darinya. Tapi toh, dia sangat menyayangi Alphonse. Catatan, seperti adiknya, he's extremely smart.

"Hei, hei, lihat! Prince Mustang akan segera keluar."

"Apa aku sudah cantik?"

Yep, here goes the last member of yon baka. Dia akan keluar dari Mustang-Convertible-dengan-atap-tertutup-nya.

"Kyaaaaaaaaaaa!"

"Mustaaaaang! You're soooo cuteeee!"

Ya ampun, orangnya belum keluar, tapi kerumunan gadis-gadis sudah menggila seperti itu.

Aku memanjangkan leherku untuk melihat si pengendara Mustang merah itu. Aku sudah melihatnya beribu kali, di tv, majalah, internet, berita selebriti, bahkan di universitas ini, tapi aku hanya senang memperhatikan gadis-gadis yang terlihat seperti meleleh saat bertatapan dengan si 'Mustang-sama' itu.

Yea, here he goes.

Seorang pria tampan muncul dari balik pintu pengemudi Mustang merah. Sesuai dengan merek mobilnya, perkenalkan, dia adalah Roy Mustang.

Ini adalah member terakhir the great yon-baka, si multi tampan dan multi playboy, Roy Mustang.

Ya ampun, aku sampai mengucap namanya dua kali. Bukannya aku suka padanya atau apa. Aku hanya heran, apa sih yang disukai mahasiswi-mahasiswi Amestris University pada pria itu. Harap dicatat, semua mahasiswi Amestris University mencintainya, kecuali aku tentunya. Aku tidak tertarik pada pria-pria famous dan tipe on-spotlight.

Tubuhnya tinggi, tapi tidak terlalu tinggi. Lebih tinggi dari Alphonse, tapi lebih pendek Havoc. Wajahnya yang baby-face membuat para gadis hilang kesadaran sesaat. Tidak seperti anggota yon baka lainnya, ia memiliki rambut hitam yang menawan. Dipotong pendek dan agak berantakan. Matanya berwana onyx berkilau.

Ia menyapukan pandangan pada kerumunan di sekitap pintu masuk. Menghela nafas, lalu menengok pada ketiga temannya.

Oh, aku belum menceritakan latar belakang keluarganya ya? Dia yang terkaya dari keempat anggota yon baka. Ayahnya keturunan Jepang dan ibunya campuran Jepang-Jerman. Keluarganya adalah pemilik hampir setiap usaha yang bisa disebutkan. Mereka punya hotel, supermarket, pertambangan besi, suplier perlengkapan pesawat, pemilik airline swasta terbesar di Jerman, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan. Semuanya dibawah nama Mustang Enterprise.

Roy Mustang mengacak rambutnya sebentar, dan mengsiyaratkan teman-temannya untuk memasuki gedung. Dengan dikawal bodyguard, mereka mulai melewati kerumunan yang semakin menggila.

"Havoooc, jadilah pacarkuuu!"

"Alphonse-samaaa~!"

"Cute Shorty!" (Edward melemparkan tatapan menyeramkannya.)

"Prince Roy!"

Oh ya, sedikit tambahan, orang tua mereka berempat menanamkan saham pada universitas ini. Jadi dalam bahasa singkatnya, universitas ini adalah milik mereka.

Mereka berempat memasuki gedung dengan wajah angkuhnya. Oh ya ampun, ingin sekali aku menampar wajah-wajah itu. Aku tidak percaya aku sempat mendeskripsikan mereka sebagai orang baik.

Aku mengangkat bahu dan berjalan menjauhi kerumunan menuju tangga keatas menuju kumpulan loker. Dari atas tangga, aku memperhatikan keempat yon baka berjalan menuju lift khusus mereka. Sombong sekali! Dasar pemalas!

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju lantai tempat loker, aku menatap si Prince Roy. Melihatnya berjalan dengan angkuh. Aku ingin sekali melemparkan sepeda-berkeranjang-ku untuk melukai wajahnya yang baby-face itu.

Seolah dia sadar sedang aku perhatikan, tiba-tiba si Mustang itu melihat ke arah tangga. Err... mungkinkah ia tahu yang kupikirkan? Maksudku mengenai sepeda itu. Matanya menatap kearahku.

Hei, dia beneran melihat ke arahku.

Aku beku sejenak. Kemudian aku sadar, mana mungkin ia melihatku? Kalaupun iya, mungkin ia hanya mencoba menggodaku. Huh!

Aku membalasnya dengan tatapan sedingin mungkin. Oke, balik badan, maju jalan.

Aku menjauhkan wajahku dari tatapan si Prince Roy, dan berjalan mantap menuju lokerku.

Aku sampai di lokerku, nomer 109.

"Hai Riza, selamat pagi!" Sapa seorang pria di sampingku.

"Hai Teddy, selamat pagi juga." Ternyata temanku dari kelas biologi, Teddy Heidrich. Dia pemilik loker sebelah, 110.

Aku sedang mengambil beberapa buku matematika ketika tiba-tiba kudengar Teddy terjatuh disebelahku.

"A...Ah.. Ti, tidak mungkin!" Teddy terdengar histeris.

Aku membanting lokerku karena terkejut, "Teddy, ada apa?"

"I...itu!" Wajahnya menunjukkan ketakutan yang amat sangat. Ia menunjuk sesuatu di dalam lokernya.

Aku mengikuti tangannya dan menemukan sesuatu tergantung di pintu lokernya.

Oh tidak.

Sebuah kertas nota berwarna merah menggantung disitu. Dengan tulisan 'You'll Die' lengkap dengan gambar tengkorang hitam dibwah tulisan itu. Aku meraih kertas itu, dan membaliknya.

Seperti yang kuduga.

Ada identitas pengirimnya, F4.

F4 adalah nama asli dari yon-baka. Yon-baka itu nama julukan dariku.

F4 adalah kependekan dari Flower Four. Keempat bodoh dan angkuh itu menyebut diri mereka sebagai 'bunga' paling indah dan terkenal di seluruh Amestris University, bahkan diseluruh Jerman.

Aku melepas nota itu, membiarkannya jatuh dihadapan Teddy.

"Hei lihat, dia itu dapat nota merah!" Seorang gadis berteriak di belakangku.

"Habislah dia."

"Bukankan dia Teddy Heidrich dari Heidrich Company?"

Aku menengok ke kiri-kanan dengan panik. Orang-orang mulai berkumpul di sekeliling aku dan Teddy. Di pojokan, aku bisa melihat beberapa pemuda sudah mengeluarkan handycam dan kamera digital.

Ini adalah kebiasaan F4 yang paling, paliiiiing buruk.

F4 atau yon-baka ini akan mengirim nota merah pada orang yang mengganggu atau berurusan dengan salah satu atau semua anggota F4. Jika ditemukan nota merah pada loker salah seorang mahasiswa, ia dipastikan akan keluar dari Amestris University dengan tubuh lebam karena dipukuli anak-anak sekampus. Nota merah itu menjadi semacam 'tanda kematian' yang lebih mengerikan dari dewa kematian. Apalagi menurut kabar yang kudengar, kalau penerima nota merah melakukan kesalahan yang tidak termaafkan, keluarga dan kerabatnya bisa mendapat imbas yang sangat buruk.

Dukungan finansial yon-baka itu teramat kuat untuk bisa melakukan semuanya. Termasuk dalam hal balas dendam. Mengerikan, sekaligus menyebalkan.

Teddy berdiri dari hadapanku. Ia berpaling dengan panik. Ia berlari melewatiku.

Kerumunan disekitarku spontan ikut mengejar Teddy. Aku ingin mengejar dan menghentikan orang-orang yang sudah makin menggila mengikuti Teddy dengan barang untuk dilempar. Tapi, melawan mereka sama saja dengan melawan para yon-baka itu.

Teddy sudah salah memilih orang untuk diganggu.

Aku terdiam di tempatku. Berdoa dalam hati agar Teddy sehat-sehat saja.

Aku memperhatikan semua orang jadi menggila jika diketemukan nota merah di salah satu loker. Itu menjadi semacam 'izin' untuk mereka berbuat anarki.

"Hai Riza, selamat pagi!" Sapa sebuah suara dari belakangku.

Aku kaget dan spontan berbalik.

"Hai, Maria."

Maria adalah satu-satunya teman yang aku miliki di Amestris University. Yah, karena aku bukan salah satu anak konglomerat, aku agak dijauhi mahasiswa disini. Maria Ross adalah satu-satunya yang mau menjadi temanku.

"Kasihan sekali ya, si Heidrich itu." Maria melemparkan pandangan ke jendela. Terlihat pemandangan Teddy yang sedang dikerubungi mahasiswa dan mahasiswi. Aku menjauhkan diri dari jendela. Merasa prihatin dalam hati.

"Memangnya Teddy berbuat apa pada yon-baka itu?" Aku bertanya pada Maria.

Maria menempelkan satu jari di mulutnya, "Sssstt! Kau mau mendapat nota merah besok? Masih saja berani memanggil mereka 'yon-baka'!"

Aku menghela nafas, "Habisnya, mereka seenaknya saja berbuat begitu."

"Mereka memang punya hak." Maria membalas lemah.

"Oia, tadi memang Teddy melakukan apa sampai diberi nota merah oleh yon-baka?"

"Ehm, kalau aku tidak salah dengar, Teddy mengolok-olok si Prince Mustang dan seluruh anggota F4. Salah seorang mahasiswa merekamnya, dan..." Maria mengakhiri dengan suara pelan, "...habislah dia."

Aku menelan ludah.

"Aku sudah berulang kali memberitahumu, Riza, jangan suka memanggil mereka 'yon-baka'," Maria menatap Riza dengan cemas, "aku takut kau kenapa-kenapa."

Aku menggeleng, "Tidak apa. Kau tahu kan aku tidak terlalu tertarik pada mereka."

Bell berbunyi. Jam kelas dimulai.

"Ah, bell-nya sudah bunyi. Aku duluan ya, Riz!" Maria berjalan melaluiku sambil melambaikan tangan.

"Dah Maria, sampai ketemu makan siang nanti." Aku membalas lambaian Maria.

Huff, dan jadilah aku sendiri lagi.

Aku mengunci pintu lokerku, lalu berjalan menuju kelas jam pertamaku, matematika.

Dalam hati, aku berharap tidak perlu berurusan dengan yon-baka itu. Tidak, bukannya aku takut pada mereka atau apa, aku hanya tidak mau keluargaku berurusan dengan mereka.

Sudah ku sebut sebelumnya, kan? Aku bukan anak orang kaya. Apa jadinya kalau keluargaku terkena imbas dari kelakuan nekatku. Aduh, serba salah.

Normal POV

Riza berdiri di pintu kelas yang akan dimasukinya. Dalam hati ia masih ingin membantu Teddy atau anak lainnya yang terkena perlakuan semena-mena dari F4.

Riza melongok ke jendela kecil di pintu kelas, ternyata masih sepi. Mungkin para mahasiswa itu masih sibuk menyiksa Teddy. Ia membuka pintu dan melangkahkan kainya memasuki kelas.

"Hawkeye, gutten morgen!" Sapa seorang dosen setengah baya yang duduk di meja sebelah papan tulis.

"Gutten Morgen, Herrin Gladia." Riza tersenyum pada dosen matematikanya.

Riza berjalan menuju bangku dua baris dari depan.

10 menit kemudian, mahasiswa dan mahasiswi mulai memasuki ruangan kelas. Wajah mereka terlihat puas. Beberapa pria asik menunjukkan hasil foto di kamera digital mereka. Riza bersumpah tidak mau melihat hasil foto yang ia yakin pasti ada tampilan Teddy di dalamnya.

Riza menghela nafas.

Lihat saja kau F4, yon-baka, atau apa saja nama kalian. Aku akan membalas kalian. Tunggu saja. Batin Riza.

Tanpa Riza ketahui, pikirannya akan menjadi kenyataan.

Tidak lama lagi.

Riza Hawkeye akan segera berurusan dengan F4.


Yak itu tadi chapter pembukanya. Maap kalo agak aneh... ^^ Kalau ingin di-update, saran, dan mungkin kritik pembangun silahkan me-review.. :)

Salam hangat,

^Misa-chan^