A Shingeki no Kyojin Fanfiction
Disclaimer: Hajime Isayama
Warning: gore, gaje, School Life AU, OOC, kanibalisme, berharap tidak ada typo, newbie level in writing
Summary
Sebuah petaka terjadi, ketika Eren menemukan seekor kupu - kupu merah, dan tiba - tiba ia bermetamorfosis menjadi monster pemakan manusia.
Chapter 01:
The Quarrel
.
.
.
"Eren, ini PR-mu sudah aku kerjakan!" Mikasa menyodorkan buku bersampul hitam itu kepada Eren. Padahal saat itu saudara angkatnya sedang dikerumuni banyak orang - kebiasaan seorang cowok populer di kelas lah... Dan kerumunan temannya sekarang melempar pandangan menuduh kepadanya. Gawat! Pikir Eren. Reputasinya bisa keruh jika ketahuan kalau Mikasa mengerjakan PR untuknya. Maka ia segera mencari kata untuk berkilah.
"Ah, bagaimana Mikasa? PR dari sir Smith seharusnya tidak terlalu sulit kan? Mungkin sebaiknya lain kali kamu mengerjakannya sendiri." ujar Eren sekenanya sambil menyabet buku tugasnya dari Mikasa.
"Ya ampun, Mikasa? Kamu nyontek pekerjaannya Eren? Iya sih, Eren itu kakakmu, tapi jangan mentang - mentang begitu kamu manfaatin dia. Kerjakan sendiri dong!" hardik Annie. Si perempuan pirang bertinggi di bawah rata - rata.
Syukurlah hanya Annie yang terang - terangan menghardik. Yang lain karena tidak sampai hati hanya memandanginya risih.
"Kalau dipikir - pikir selama Mikasa jadi adiknya Eren selalu saja bikin repot!"
ah sial, ternyata yang lain masih ada yang berhati dingin macam Annie itu.
Mikasa memilih menerima semua cemooh yang tak seharusnya itu. Entah kenapa ia tidak sanggup melawan balik - karena rasa kasih tak berbalasnya kepada Eren, ia akan menutup mulutnya. Menerima segala ampas perbuatan sang saudara tiri. Mikasa rela hati meskipun saat itu Eren pun memandangnya persis sama dengan teman - temannya yang lain.
Seolah - olah artinya,
"Kamu itu ceroboh atau bodoh sih?! Harusnya kamu memberikan buku tugasku saat tidak ada yang melihat. Atau jangan - jangan kamu sengaja ingin membuatku terlihat buruk di depan kelas hah?"
Yah, Eren selalu bersikap tak adil kepadanya seperti itu. Air susu dibalas air tuba. Namun Mikasa tetap tegar dan mengalah.
Pada bangku di deret ketiga dekat jendelalah tempat Mikasa akan menaruh tasnya. Di sanapun sudah hadir sahabat dekatnya, Armin.
"Eren itu memang keterlaluan ya." kata Armin.
"Tidak apa - apa!" ujar Mikasa sambil merapatkan helai scarf merah yang menjadi ciri style-nya.
"Aku benar tak mengerti jalan pikiranmu! Kenapa kamu bisa terima aja disia - siakan Eren?"
"Itu... Karena aku berhutang budi padanya..."
"Iyaaa iyaaa... Aku tahu hutang budi! Yang kamu bilang 8 tahun yang lalu orang tuamu dibunuh terus kamu diculik dan Erenlah yang menyelamatkanmu... Sampai kahtam berapa kali kamu mengulang ceritamu itu?"
"Itu... Karena hutang budiku takkan lunas begitu saja dengan mengerjakan PR-nya, mencuci pakaiannya, Atau membersihkan kamarnya..."
"Kalau dipikir, kamu itu adik atau pembantunya sih? Yang kamu lakuin justru bikin Eren makin kelewat batas."
"Selamat pagi semuanya!" sir Smith melangkah ke dalam ruang kelas membuat kegaduhan mendadak berhenti semua murid kembali duduk pada tempatnya.
"Kuharap kalian tidak lupa dengan PR Kimia minggu lalu, sekarang kumpulkan di mejaku."
seorang murid ber-tagname Marlowe Freudenberg berdiri mengambil buku tugas teman - temannya dan menumpuknya di meja guru sesuai perintah sir Smith
"Oh ya, sebelum pelajaran kumulai. Ada baiknya kuberi tahu dulu, bahwa nanti pulang sekolah bagi yang mendaftar di akademi militer silakan lihat pengumumuman penerimaannya di papan informasi hall utama."
"Naa... Eren, kamu juga mendaftar di akademi militer kan?" sepanjang lorong Annie terus menggelayut di lengan Eren membuat pemuda itu menjadi pusat perhatian banyak orang.
"Aku yakin kamu pasti diterima, kamu kan siswa paling pandai di angkatan kita!?"
"Eh, soal itu entahlah... Aku harap begitu, semoga saja." Eren merendah
"Wah hebat! Mikasa dapat nilai tertinggi di tes penerimaan militer!"
"Apa benar?"
"Iya! Padahal pesaingnya ada dua puluh ribuan orang dan yang diterima cuma 150!"
Mendengar kasak kusuk tentang Mikasa dari kerumunan yang mengitari papan info, Eren menerobos mereka untuk memverifikasi kebenarannya.
.
.
1. MIKASA ACKERMAN
Kelas 3 - 2
keterangan: Lolos
Nilai: 8,42
Peringkat: 1/150
.
.
.
Itulah yang tertulis paling atas dalam daftar, keseluruhan nama ada 12 orang dan Eren memeriksanya satu persatu. Sayang sekali namanya tidak ditemukan di sana, yang berarti ia tidak diterima.
Tepat ketika ia menundukkan kepalanya dan berbalik, si adik tiri menampakkan batang hidungnya- ia datang dari arah tangga bersama Armin.
"Eren!" Mikasa menyapanya tapi ia hanya mendapat benturan kasar di bahunya
"Dia kenapa sih?" Armin mendelik heran.
Lembar kertas pengumuman itu sekiranya menjadi jawaban dari pertanyaan mereka. Eren tidak lolos tes militer dan mungkin itu sebabnya dia bersikap kasar begitu.
Merasa khawatir, maka Mikasa memutuskan untuk mengikuti Eren pergi kemudian menemukan Eren sesaat setelah ia melewati gerbang sekolah. Dan ia pun berlari menghampirinya.
"EREN!"
"Ada apa? Kamu mau pulang bersamaku? Kentara sekali dari nadanya Eren sedang suram.
"Iya!" jawab Mikasa mantap.
Mereka memang pulang bersama tetapi sepanjang jalan sedikitpun di antara keduanya tidak berbicara. Mikasa sebenarnya ingin mengatakan sesuatu, bahwa ia sangat menyesal Eren tidak bisa lolos penerimaan calon taruna, tetapi ia belum mampu menemukan satu katapun yang pas. Apalagi dengan suasana hati Eren yang sedang badai, salah sekata saja akan membuat Eren marah besar.
"Eren, aku sudah pernah mengatakan ini berkali - kali, kalau aku akan mengikutimu kemanapun kamu pergi." Mikasa memulai.
"Ya, kalau nanti aku ke neraka apa kau akan ikut juga?" balas Eren sarkastik.
Mikasa terdiam sebentar.
"Ku harap aku bisa menarikmu dari neraka nanti."
"Hhh... Omong kosong!"
kemudian Eren mempercepat laju langkahnya, tetapi Mikasa juga mengikutinya.
"Aku akan ikut denganmu jika kamu akan kuliah di universitas Sina!" tandas Mikasa terang - terangan.
Serta merta Eren menghentikan lakunya. Ia berbalik dengan tatapan sadis.
"Kamu pikir siapa kamu? Bilang kalau akan terus mengikutiku, aku bukan adikmu atau anakmu! Kau! Sudah lancang mencuri impianku untuk bergabung di militer, sekarang kamu seenaknya saja mengatakan kalau kamu akan cabut pendaftaranmu? Kau... Menyebalkan!"
"Tapi Eren..."
"Atau jangan - jangan kamu cuma ingin pamer kalau kamu bisa selalu dapat apa yang kamu inginkan?"
"Kamu bicara apa sih?"
"Sudah jawab saja iya! Pengkhianat!"
Rasanya seperti ulu hati tertohok oleh logam yang menyala. Air matanya hampir mengalir keluar kelopak matanya.
"Seandainya kamu tahu, kalau yang aku inginkan di dunia ini cuma satu. Dan aku nggak pernah berhasil mendapatkannya..."
Eren hening sejenak menunggu gadis itu melanjutkan kalimatnya.
"Padahal, yang aku inginkan Cuma selalu bias bersama Eren." ia mengusap pelan matanya.
"Itu bagus! Sekarang tinggalkan aku sendiri!" Eren memutar tumitnya untuk meninggalkan Mikasa yang masih terpaku di tempatnya.
.
.
.
Langitnya biru benar siang itu. Kalaupun ada awan, hanya seserpih awan cirrus. Eren berbaring di atas bangku taman, menatapnya lurus. Seolah ia sedang mengadu kepada langit tentang masalahnya, namun langit tak menggubrisnya. Merasa terlalu kesal, ia pun melempar kerikil ke arahnya. Namun bodoh, karena kerikil itu pasti akan kembali turun dan menghantam wajahnya.
"Ouch, sial!" Eren menggerutu karena matanya kena timpuk sendiri. Namun gerutuannya seketika berhenti saat sesuatu dari arah hutan yang ada di dekat taman itu. Terlihat seekor kupu - kupu dengan sayap merah menyala terbang di sekitar pohon kenari. Eren merasakan dirinya tertarik dengan cara yang tidak bisa dijelaskan.
Didekatinya kupu - kupu itu dengan pelan. Lalu Eren mengulurkan telunjuknya dengan maksud agar insekta bersayap mencolok itu hinggap di jarinya. Voila! Ia benar - benar menurut dan hinggap di sana. Eren menjadi tertawa kegirangan sendiri.
Moncong dari serangga kecil itu menelusuri lekuk sidik jari Eren seperti ia sedang menghisap madu. Kupu - kupu ini mengingatkan Eren tentang seseorang. Kalau orang yang dipikirkannya itu ditunjukkan hewan ini pasti ia bakal lari ketakutan. Aneh, karena dia fobia kupu - kupu.
"Kenapa aku memikirkannya sih?" Eren menepuk dahinya kesal karena tiba - tiba mengingat Mikasa, padahal mereka saat ini sedang bertengkar.
"Mungkin aku harus membawa kupu - kupu ini untuk mengusili Mikasa!" usul Eren tiba - tiba.
Perlahan tiap sekonnya, entah kenapa gerak sayap si kupu - kupu makin lemah sampai akhirnya diam. Kemudian ia terjungkal jatuh ke tanah.
"Mati?" pikir Eren kecewa. Lalu ia memperhatikan bahwa di bekas pijakan kaki - kaki halus tadi ada sebutir benda renik bundar berwarna kekuningan. Mungkin ini telur kupu - kupu tadi.
Eren pun beranjak untuk mencari dedaunan agar dipakai inang telur ini. Tetapi tiba - tiba saja telurnya pecah mengeluarkan cairan bening yang langsung terserap ke dalam pori - pori kulit Eren.
"Apa-apaan ini?" teriak Eren histeris ketika kemudian melihat tangannya mengering berubah menjadi hitam kemudian berubah menjadi serupa cakar. Sebentar ia celingak - celinguk memperhatikan keadaan sekitar yang nihil ditemukan orang.
Prosesnya berjalan dengan luar biasa cepat, kini sampai sikunya juga ikut menghitam dan kulitnya mulai mengering. Bukan cuma di tangan dirasanya aneh. Wajahnya pun terasa aneh, seperti sedang terbakar bara api dan dari dalam mulutnya, seakan semua giginya meruncing.
"UWAAAAAAARGH!"
"EREN!"
"Kenapa Mikasa?" Armin di sisi Mikasa terkejut mendengar sahabatnya itu tiba - tiba menyebut nama Eren. Mikasa menyentuh tengkuknya yang berkeringat dingin.
"Eren tadi baru saja berteriak!" ungkap Mikasa. Armin hanya bisa menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Tidak ada yang berteriak di sini Mikasa!"
"Tapi kenapa teriakannya jelas sekali?"
"Mikasa, mungkin itu cuma perasaanmu saja! Eren kan seharusnya sudah sampai di rumah dari tadi?"
"Benar juga sih..."
Tepat dua rumah sebelum perempatan Armin mengerem sepeda anginnya, mempersilakan Mikasa untuk turun dari boncengan.
"Terima kasih tumpangannya Armin!"
"Kapan saja!" Armin mengangkat dua jarinya ke atas.
Rumah Mikasa, atau sebenarnya rumah keluarga Jeager, keluarga yang telah dengan setulus hati menampungnya sejak ia yatim piatu. Berdiri tegak gerbangnya menunggu untuk dimasuki. Tetapi Mikasa alih - alih masuk hanya memandanginya lama. Sementara pikirannya berputar hebat mengenai firasat buruk yang ia dapat
"Kuharap Eren memang sudah pulang."
.
.
.
to be Continued
A/N: Terinspirasi anime/manga Pupa. tapi saya cuma ambil dasarannya doang. udah ada yang pernah nonton animenya?
RnR please... :)
