Yohoo! Minna-san! Kali ini Natsu bikin fic yang baru!
Oh iya, sebelumnya ada beberapa announcement untuk para reviewer.
Love Instinct akan Natsu hapus, penggantinya ya fic baru ini.
Untuk mengetik lebih banyak di bagian cerita, Natsu bakalan menghilangkan bagian ucapan terima kasih kepada reviewer karena Natsu gak bisa terlalu berlama-lama di depan laptop. Jadi, Natsu cuma akan membalas review dari reader yang tidak log in. Untuk yang log in, akan Natsu balas PM langsung (^.^)/. Gomen ne, bukannya Natsu gak menghargai review, demo… hontou ni gomen ne! M(_ _)M
Yup, itu saja announcement-nya, maaf apabila reader merasa kecewa, tapi mengertilah, ini demi kebahagiaan reader semua #nicegirlmode
Warning: di sini Hinata akan malang banget nasibnya. Tapi jangan khawatir! Itu semua bukan karena Natsu benci Hinata, malah Natsu nge-fans beratsama Hina-hime. jadi jangan nge-flame, ya~ Natsu harap semuanya paham :D
Naruto is not mine, it's Masashi Kishimoto sensei's
.
.
.
.
.
Kimi ni Todoke
"Dia anak perempuan itu kan?"
"Jalang."
"Pelacur!"
"Biarkan aku sendiri!"
.
.
.
.
.
"PERGI KAU! JANGAN PERNAH KAU DEKATI ANAKKU LAGI!" seorang wanita dengan tsumugi butut berwarna ungu menyingsingkan lengan tsumugi-nya dengan geram. Bisa dilihat air wajahnya yang menyiratkan emosi dan kemarahan yang kuat pada seorang gadis yang sudah jatuh tersungkur di depan rumah kayu bobrok.
Gadis malang yang didorong jatuh oleh wanita tadi terlihat akan menangis. Tsumugi hijau tua miliknya menjadi basah oleh hujan. "Bi-bibi, a-a-aku tidak pe-pernah mendekati p-p-pu-putramu! I-itu hanya fitnah!"tukas gadis bermata putih dengan sedikit warna ungu itu.
"APA? JADI KAU MENUDUH PUTRAKU BERBOHONG? KURANG AJAR KAU! DASAR KAU JALANG!"
Wanita itu menampar dengan keras pipi putih sang gadis. Hingga si gadis cantik itu harus kembali tersungkur setelah ia berdiri.
Tidak mengatakan apa-apa lagi, wanita kasar tersebut membanting fusuma rumahnya dengan keras, meninggalkan si gadis cantik di luar –basah kuyub.
Berjalanlah ia sepanjang jalanan kecil kumuh di pinggir desa Konoha yang tergenang air hujan setinggi mata kakinya. Pandangan orang-orang di sekitar membuat gadis malang ini harus menunduk malu.
Lihat saja dirinya, sudah basah, rambut biru tua terurai berantakan, dan noda merah di pipi chubby-nya membuat dirinya terasa dikucilkan dari orang-orang yang bisa dibilang jauh lebih rapi daripada dirinya.
Semua orang memakai payung kertas serta geta. Sedangkan dirinya…
Dipercepatnya langkah kaki mungil yang tidak beralaskan kaki itu menuju rumah kesayangannya. Walaupun rumah itu kecil dan sudah bobrok, bahkan menambal shoji saja tidak bisa, dia tetap mencintai rumahnya yang sudah melindunginya dari terpaan hujan, panas dan badai walau tidak maksimal.
Ah ya, nama gadis ini adalah Hinata Hyuuga. Gadis malang tanpa orang tua dan saudara. Kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai seorang pembersih di rumah kepala desa, Tsunade.
Hanya beberapa orang yang menerima dan baik kepada Hinata dengan hati yang benar-benar tulus. Cuma keluarga Inuzuka, Aburame, Haruno, dan seorang anak lelaki bernasib sama seperti Hinata yang sudah lama menjadi tempat persinggahan hati si gadis.
"Hina-chan! Kau ada di dalam kan? Ayo, buka pintunya! Aku bawa ramen, loh!"
Terdengar suara lelaki yang sudah familiar di telinganya. Akhirnya, pangeran berkuda putih kesayangannya sudah datang. Buru-buru desekanya air mata yang sempat menggantung di sudut matanya itu dan segera membuka pintu untuk menyambut pujaan hati.
"Na-naruto-kun? Si-silakan m-m-masuk…" ujar Hinata dengan malu-malu. Wajah kawaii-nya itu menjadi merah dengan tiba-tiba. Dipersilahkannya Naruto masuk ke dalam rumahnya.
"Hina-chan, kau mau tonkatsu ramen? Atau miso ramen?"
Hinata bengong memperhatikan wajah dan rambut Naruto yang tidak terlihat seperti orang jepang pada umumnya. Rambut pirang seperti orang barat, kulit yang tidak putih –tan- dan bola matanya yang biru jernih seperti langit yang tidak pernah gagal mencerahkan hati mendung Hinata.
Dari yang Naruto yang pernah ceritakan padanya, ayah Naruto merupakan warga asing yang pernah tinggal di Konoha dan menjadi kepala desa selama 2 tahun. Setelah itu, ayahnya pergi tidak tahu kemana bersama-sama ibunya. Tentu saja, kejadian 5 tahun yang lalu itu sudah meninggalkan bekas yang terpatri indah di jiwa Naruto.
"Errr… Hinata-chan? Kau membuatku takut."
Hinata terkejut mendapati dirinya menatapi Naruto dengan tatapan kosong. "Ah! G-gomen, Naruto-kun. A-aku mau ya-yang miso ramen s-saja."
"Kalau begitu, satu miso ramen datang!"
Betapa bahagianya Hinata dengan keberadaan Naruto. Aku menyukaimu, Naruto-kun…
Kali ini saja, walaupun cuma beberapa saat, biarlah Hinata merasakan cerahnya langit biru di dalam taman impian mungilnya.
Tapi…
Tampaknya badai akan segera datang menghampiri.
.
.
.
.
.
"Baka-otouto, kau sudah siap?"
Ucap seorang pria tinggi dengan haori hitam berlambang kipas di punggungnya. Seraya memanggil kusir, orang yang dia panggil 'baka-otouto' itu hanya berwajah datar, tidak seperti kakaknya yang sudah tersenyum senang.
"Hn."
Si kakak menghela napas. "Sungguh, kau tidak tahu kosakata yang lain selain 'hn'? menyedihkan." Tampaknya si adik tidak suka dibilang begitu. Buktinya, dia langsung memelototi kakaknya dengan mata obsidian-nya.
"Yare-yare, berhentilah melotot, Sasuke. Kau mau kharismamu jatuh?"
"Sasuke Uchiha ini tidak akan jatuh kharismanya, asal kau tahu, baka-aniki."
Tidak dipedulikannya balasan si adik. Akhirnya, Uchiha bersaudara itu segera menaiki kereta kuda yang sudah dipanggil Itachi dari tadi. Begitu naik, si kusir bertanya kepada kedua orang itu kemana tujuan mereka.
"Stasiun Negara Hi."
Menghembuskan napas, si Uchiha bontot menyilangkan tangannya di depan dadanya. Disenderkannya punggung dan pinggangnya yang sudah lelah dari tadi duduk menghadapi ayahnya yang cerewet.
Sepertinya ini akan menjadi perjalanan panjang.
.
.
.
.
.
Sambil berjalan, Naruto menggandeng tangan Hinata yang kedinginan setiap berjalan di luar rumah, apalagi kalau dia sendirian. Gadis ini bukanlah gadis ketus seperti Sakura yang dapat menghajar orang lain yang menghinanya.
Gadis ini begitu halus, rapuh, dan indah. Hinata bak porselen yang diciptakan oleh tangan sang seniman yang menginginkan karyanya menjadi sangat indah, tapi rapuh.
Wajar saja kalau tangan Hinata dingin karena nervous. Habisnya, penduduk di desa ini tidak menyukai Hinata. Alasannya karena sang ibu yang beberapa tahun lalu saat Hinata masih kecil, terlibat perselingkuhan dengan seorang kepala keluarga.
Akhirnya, karena tidak tahan dengan berbagai cemooh, ibu Hinata pun jatuh sakit sampai akhirnya sang takdir datang menjemput.
Jadilah Hinata seorang anak yatim-piatu yang kini dicemooh orang karena perbuatan ibunya di masa lalau.
"Hinata-chan, aku pulang dulu ya, terima kasih sudah mengantarku jauh-jauh. Hehehehe"
Si pirang menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya sambil tersenyum cerah. Hinata tidak tahan dengan senyuman silau milik si gaijin, semakin memerah wajahya.
"I-iya. Sama-sama"
Pergilah sang pangeran dari sisi sang putri.
"Dia anak perempuan itu kan?"
Tiba-tiba Hinata mendengar suara seorang wanita yang sedang berbisik dibelakangnya. Tidak perlu menunggu lama untuk respon dari wanita-wanita yang lain, Hinata dapat mendengar suara berbeda yang menyambut cemoohan itu seperti sebuah lolongan serigala yang memanggil teman-temannya.
"Jalang."
Hinata semakin kencang berlari meninggalkan tempat itu. Seandainya Naruto ada di sini…
"Pelacur!"
Dengan air mata yang sudah meleleh membasahi pipi, Hinata berteriak seraya berlari dengan harapan tidak akan mendengar perkataan kasar dari warga sekitar.
"Biarkan aku sendiri!"
.
.
.
.
Di gedung kepala desa, Konoha, 15:30.
"Selamat datang, Uchiha-san. Saya Tsunade, kepala desa Konoha. Aku harap kau betah berada di sini sambil melakukan risetmu." Kepala desa yang seksi ini menyambut seorang pria berjas hitam dengan tatanan rambut yang bisa dibilang tidak rapi.
"Arigatou, Hokage-sama. Aku mohon bantuannya."
"Bolehkah aku meminta tolong kepadamu, Uchiha-san?"
"Tergantung apa itiu"
Tsunade berdiri dan melihat ke luar jendela, menatapi hujan yang sudah datang seolah-olah menyambut si Uchiha. Tiba-tiba saja ia membalikkan badannya menghadap Sasuke. Dengan mata coklatnya itu, Tsunade menatap nanar Sasuke.
"Bisakah kau menjaga seseorang dari… Ah, bukan. Dapatkah kau menolong seorang gadis malang diluar sana?"
Sasuke menaikkan sebelah alisnya. "Menolong?"
"Ya, ada seorang gadis di desa ini yang terkucilkan. Bisakah kau menolongnya walau hanya sedikit?"
.
.
.
.
.
.
TBC~
Maaf ya di fic ini Hinata jadi menderita
Benar-benar maaf sama Hinata fans, (Natsu juga gak tega nulisnya) tapi Natsu Cuma ingin sebuah fic yang menggugah hati, dan tentu saja sebuah romantisme di antara Sasuke dan Hinata yang indah.
Well, beribu maaf minna-san.
Review yaaaa~ (no flame please)
