Ketika kita sadar jika natura ini penuh dengan perbedaan yang sama sekali tidak seimbang, kita selalu berharap agar hal itu dapat terus berdampingan dan tidak menghancurkan satu sama lain. Dunia ini sangat fana dan rapuh. Suatu saat nanti, dunia ini pasti akan runtuh dan hancur berkeping-keping meninggalkan lintasan elipsnya. Lalu bagaimana jika keseimbangan itu hanya akan menghasilkan kesedihan yang begitu mendalam. Padatan seperti bola raksasa ini tidak hanya berisikan orang-orang netralis. Disaat para orang-orang bodoh mencoba menjadi orang yang cerdas dengan melakukan percobaan-percobaan dengan zat-zat mematikan bukanlah hal yang mainstream lagi. Disaat semua orang telah hidup dengan keadaan modern dan megah. Disaat itulah … satu per satu … penghalang makhluk-makhluk bodoh itu muncul. Membawa seribu prajurit yang haus akan darah yang begitu kental dan menyegarkan.

Perang akan segera dimulai.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rate: M

Pairing: SasuNaru slight ItaKyuu

Warning: AU, YAOI, Typo(s), Abal, A little bit OOC maybe and Blood Scene.

Don't Like Don't Read!

.

.

Menyabut nyawa seseorang tak lagi memerlukan seorang pencabut nyawa dengan tangan dingin. Menyiksa seseorang tidak lagi memerlukan sebuah tebasan pedang yang memisahkan anggota tubuh. Tak lagi memerlukan sebuah senjata untuk membuat darah segar merembes dari mulut dan perut yang telah terbelah menjadi dua. Hanya memerlukan kata-kata cerdas yang berasal dari otak orang-orang bodoh yang tamak akan kekayaan dan gila menguasai dunia kecil ini. Hanya perlu mendandani otak bodoh itu menjadi sebuah otak cerdas yang dapat membunuh semua orang yang ada di bumi ini.

Suasana yang begitu damai dan tentram selalu menyelimuti sebuah kota besar dengan seribu cahaya lampu jalanan pada malam hari. Menetap di bawah payungan langit biru dengan ribuan kawanan burung yang melintas dari timur ke barat. Susunan alam yang tertata rapi dengan ketinggian dan kedalaman berbeda ini begitu indah jika dilihat dengan kedua mata yang terbuka sempurna. Pahatan-pahatan gedung-gedung pencakar langit terlihat begitu menakjubkan dari atas pegunungan yang begitu terjal.

Kedua pasang netra merah itu menatap pemandangan di hadapannya dengan seringaian yang begitu mengerikan. Tangan kanannya menggenggam selembar foto yang tak terlalu besar. Seringaiannya semakin lebar saat dia melihat foto tersebut. Kedua tangannya mengepal erat dan rahangnya tampak mengeras. "Kita lihat siapa yang akan menang. Kau … atau aku yang akan membunuhmu." Kata-kata itu meluncur dari mulutnya dengan manis. Dengan perlahan dia berjalan meninggalkan gunung tersebut. Kecepatan larinya yang tidak sesuai dengan manusia normal membuat dirinya mencapai jalan raya hanya dalam hitungan detik.

Dengan santainya dia berjalan menyelinap di dalam keramaian. Seolah-olah tak pernah terjadi hal apapun. Seolah-olah, dirinya adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang ada di sana.

My Own City

Voorval 1: My Obsession

.

.

Suasana pagi yang begitu tenang mengisi ruangan kelas dengan nuansa sederhana. Tampak seseorang dengan rambut pirang dan mata biru cerah sedang berdiri di depan kelas dengan sebuah buku tebal di tangannya. Matanya menatap para manusia yang ada di hadapannya dengan tatapan riangnya. "Ilmu yang mempelajari tentang sel disebut Sitologi. Ilmu ini semakin berkembang dengan ditemukannya mikroskop electron yang dapat meneliti sel lebih jauh lagi. Seperti yang sudah kalian pelajari kemarin, kita mengetahui jika sel itu terdiri dari bagian-bagian seperti membran plasma, sitoplasma yang terdiri dari organel dan sitosol, dan nukleus atau yang biasa kita sebut dengan inti sel." Pria berambut pirang tersebut tampak duduk di kursinya sembari menutup buku yang ada di tangannya.

Matanya menatap para murid yang ada di hadapannya dengan senyuman tipis. Dia menepukkan kedua tangannya dengan riang, "Sebagai bahan perkenalan diri dan kemampuan berkomunikasi, saya ingin kalian menjelaskan tentang bagian-bagian sel tersebut. tidak berkelompok. Ini tugas individual. Mungkin cukup sampai disini pelajaran kita hari ini. Kita akan lanjutkan minggu depan." Ucap sang dosen sembari beranjak dari kursinya dan melangkah keluar dari ruangan tersebut. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah suara menginterupsinya.

"Naruto-Sensei! Apakah tugas itu akan mendapat nilai perkenalan?" tanya seorang gadis dengan rambut merah muda lembut dan mata hijau yang indah. Dia tampak menunggu jawaban dari sang dosen sembari tersenyum tipis.

"Ah, tentu saja. Berjuanglah untuk mendapat nilai dariku." Jawab sang dosen sembari pergi dari kelas tersebut dengan santainya. Matanya menatap jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Dia tersenyum tipis sembari melangkah menuju ruangan kepala Universitas yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Dia mengetuk pintu di hadapannya dengan perlahan sembari membukanya dengan pelan. Namun kegiatannya terhenti saat tiba-tiba seseorang menggunakan kupluk merah gelap keluar dari ruangan itu. "A-ah, saya minta maaf." Ucapnya seraya sedikit membungkukkan badannya.

"Tidak apa-apa." Jawab orang itu singkat seraya melewati Naruto. Bahunya sempat menyenggol bahu Naruto dengan pelan.

'DEG'

Naruto terperanjat saat merasakan detakan jantungnya berpacu cepat. Entah sudah berapa lama dia baru bisa merasakan detakan jantungnya lagi. Tak dapat bergerak. Naruto hanya mampu mematung di depan pintu berukuran besar tersebut. Matanya menatap lantai tempatnya berpijak dengan perasaan yang kalut. Tiba-tiba kedua bola matanya membesar dalam kesadaran. "Dia!" teriaknya sembari berbalik. Dengan cepat Naruto berlari menuju arah orang tadi pergi. Namun sayang, orang itu sudah tidak ada disana. Naruto menghela nafas dengan kesal sembari menatap ke sekelilingnya. "Ke-kemana dia? Aku yakin itu dia. Karena … jantung ini hanya berdetak ketika berada di dekatnya."

"Hei! Apa kau mau tetap berdiri disana? Kau menghalangi jalanku." Ujar seseorang dengan rambut merah kejinggaan yang sedang berdiri di hadapan Naruto. Mata merahnya menatap Naruto dengan lekat. Matanya menyipit saat tak mendapati respon dari orang yang diajakanya bicara. "Hei kau baik-baik sa—"

"Daddy kenapa?" tiba-tiba suara kecil yang terdengar begitu menggemaskan membuyarkan lamunan Naruto. Naruto menatap sosok bertubuh kecil yang ada di sebelah pria di hadapannya dengan senyuman tipis.

"Daddy baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir." Jawab Naruto seraya mengelus rambut bocah berambut hitam itu dengan pelan. Kedua bola mata besarnya menatap Naruto dengan lekat. "Ah, Kyuu-nii. Terima kasih telah membawanya kesini. Tapi, sebenarnya ada apa?" tanya Naruto seraya menggendong bocah mungil itu dengan pelan. Dia mengecup dahi bocah itu dengan penuh afeksi.

"Dia yang memintanya. Dia bilang, 'Uncle, Menma ingin ketemu Daddy. Daddy sedang bersedih.' Dia mengatakan hal itu. Entah apa maksudnya, aku tidak mengerti." Jawab Kyuubi seraya menirukan suara putra kecil Naruto. Dia tersenyum lebar seraya memainkan rambut Menma dengan perlahan. Dia memutar kedua bola matanya bosan saat sang bocah mengulurkan kedua tangannya ke arahnya—meminta untuk digendong. "Dasar bocah." Ucapnya seraya meraih Menma yang ada di gendongan Naruto.

'Kau punya perasaan yang sangat peka. Anak yang manis,' batin Naruto seraya mencubit pipi Menma dengan pelan. Bocah berusia lima tahun itu hanya mampu menatap Naruto dengan datar saat Naruto terus saja mengganggunya. Sepertinya putranya terlalu banyak menrima gen dari orang itu. Sehingga … mereka berdua terlihat begitu mirip. Seandainya orang itu masih ada. Mereka pasti akan menjadi keluarga yang bahagia. Tapi, Naruto sudah sangat bahagia dengan adanya Menma di dekatnya. Atau mungkin sebaliknya. Tak pernah ada yang tahu tentang perasaan Naruto sesungguhnya.

"Ayo pulang, Daddy. Menma ingin tidur." Naruto tersenyum tipis saat mendengar ucapan anaknya. Dia mengacak rambut Menma dengan pelan dan mengangguk kecil. Segera Naruto berjalan mendahului Kyuubi. Kyuubi yang sedang asik bermain dengan Menma hanya mengikutinya dari belakang. Naruto sempat berbalik memperhatikan putra kecilnya. Senyuman itu tak pernah lepas dari wajahnya. Selalu tertpatri dengan permanen. Dia rela menguasai dua ilmu pasti hanya untuk kebahagiaan putanya. Untuk membuat istana berpenghuni seribu sosok sejenis. Entah itu akan menjadi boneka ataupun makhluk bergerak dengan hati yang kosong.

'Son, teruslah tersenyum untuk Daddy.'

-VargaS. Oyabun-

Kyuubi menatap Naruto yang sedang duduk di hadapannya dengan sendu. Matanya menyiratkan rasa sedih yang begitu mendalam. Tangannya bergerak untuk memegang tangan Naruto yang tak kalah dingin dari tangannya. "Tidak bisakah kau meninggalkan obsesimu?" tanya Kyuubi seraya menggenggam tangan itu dengan erat. Matanya terus meneliti gelagat Naruto yang sama sekali tak merespon. "Nar—"

"Bagaimana aku bisa meninggalkan obesesiku jika orang yang berharga bagiku mati sia-sia hanya karena obsesi mereka yang tak masuk akal seperti itu. Bagaimana, Kyuu-nii?" Naruto memejamkan kedua matanya seraya menghela nafas dengan lelah. Pikirannya kembali melayang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Di tersenyum getir sembari menggenggam tangan Kyuubi dengan sangat erat. Mungkin jika Kyuubi hanya manusia biasa … tangannya akan remuk seketika.

"Naru, cobalah untuk merelakannya. Aku tahu kau begitu sedih semenjak kejadian itu. Kumoho—"

"Aku tidak bisa. Jangan pernah memaksaku. Aku … ke kamar dulu." Naruto memandang kakaknya dengan tatapan dingin. Matanya menyiratkan ketidakpedulian yang melekat permanen di matanya. Dengan kasar dia menarik tangannya dari genggaman kakaknya dan pergi begitu saja meninggalkan kakaknya. Menapaki lantai keramik yang begitu dingin dengan perlahan. Dia sudah muak dengan ucapan yang dikeluarkan kakaknya. Kenapa semua orang selalu menginginkannya untuk musnah. Dia hanya ingin memusnahkan orang-orang itu. Memusnahkan semua orang yang bersangkutan dengan kematian suaminya. Orang yang selalu di dekatnya, Uchiha Sasuke. Selalu di dekatnya. Sampai pada saat itu. Saat dimana dia pergi dan tak pernah kembali lagi. Rahang Naruto tampak mengeras. Tangan pucatnya berusaha membuka pintu yang ada di hadapannya.

Wajahnya tiba-tiba saja melembut. Pandangannya penuh dengan afeksi yang begitu tulus. Dia tersenyum tipis saat melihat bocah kecil berambut sewarna orang itu sedang tertidur pulas. Matanya terpejam. Dia terlihat sangat lemah ketika sedang tidur. Naruto mendekati bocah itu. Dia mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang sembari membelai bocah itu dengan lembut. "Kau ingin melihat Daddymu yang sesungguhnya, Menma? Mommy akan membuatkan sosok Daddy sebanyak yang kau mau."

Ya, itulah cita-cita Naruto yang sesungguhnya. Jika dia memang tidak bisa bertemu dengan orang itu. Maka dia akan membuatnya. Ya, dia akan membuatnya. Semua ini dia lakukan hanya untuk Menma seorang. Atau mungkin dia melakukan itu untuk melampiaskan dendamnya. Tak pernah ada yang tahu. Tak pernah ada yang tahu tentang tujuan utama obsesi Naruto yang begitu mendalam.

.

.

.

Naruto memperhatikan suasana di sekitarnya dengan lekat. Kerlap-kerlip lampu jalanan yang terpantul di sungai begitu indah dan menarik. Kedua tangannya berada di saku jaketnya yang tebal. Setelah bercerita sedikit dengan Menma yang sedang tertidur pulas, dia memutuskan untuk keluar dan membeli beberapa bahan makanan dan makanan ringan untuk Menma. Naruto sudah meminta Kyuubi untuk membantunya menjaga Menma di rumah. Sepertinya di sudah bisa berbelanja dengan rileks sekarang. Matanya mendapati sebuah supermarket yang tak terlalu besar di ujung jalan.

Dengan perlahan dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu. Sapaan sang penjaga hanya dibalas dengan senyuman tipis. Dia mengambil kereta kecil dan mulai mendorongnya menuju barang-barang yang ingin diambilnya. Matanya menatap barang-barang yang ada di hadapannya dengan sendu. Entah kenapa, kegiatan ini selalu membuatnya mengingat masa lalu yang begitu menyenangkan. Namun, saat mengingatnya … masa lalu itu terasa begitu kelam dan menyakitkan. Dia mengambil beberapa apel merah segar untuk Kyuubi. Dengan perlahan dia memasukkannya ke dalam keranjangnya.

'DEG'

Naruto sedikit terkejut saat jantungnya tiba-tiba berdetak kencang.

'DEG'

Naruto memegang dadanya dengan kuat seraya memejamkan matanya. Dia memegang pinggiran kotak buah itu dengan erat. Dia terlonjak kaget saat dia tak sengaja memegang tangan seseorang yang begitu dingin. Dengan cepat dia mengangkat tangannya, "Maaf, aku tidak sengaja." Ucapnya seraya sedikit membungkuk. Kemudian menegakkan badannya dan menatap sosok yang sedang menatapnya balik dengan datar. Matanya membulat sempura saat melihat sosok yang begitu sangat dikenalnya. "Sa-sasuke?" ujarnya tak percaya.

Sosok itu tampak mengerutkan keningnya tak mengerti. Dia menatap Naruto dengan lekat. Kemudian mendengaus pelan, "Sepertinya kau salah orang. Aku tak pernah bertemu denganmu sebelumnya." Sosok berambut hitam kebiruan itu hanya mengangkat bahunya tak peduli. Mata kelamnya beralih dari pandangan Naruto dan mulai mengambil beberapa buah tomat segar.

"Ta-tap ka—"

"Sasuke! jika kau sudah selesai cepatlah kesini!"

Seseorang memotong perkataan Naruto. Sasuke yang mendengar teriakan itu hanya menghela nafas lelah seraya pergi dari tampat itu. Dia sempat berbalik dan menatap Naruto dengan lekat. "Sepertinya kau sedang sakit. Tanganmu dingin sekali." Ucapnya sembari meninggalkan Naruto begitu saja.

Naruto menatap punggung orang dengan wajah sama dan nama yang sama dengan orang yang sangat berharga baginya itu dengan sedih. "Sepertinya memang bukan dirimu. Karena … jika itu kau … kau tidak mungkin mengatakan hal yang akan menyaktiku seperti itu." Naruto manatap tangannya dengan lekat dan menggenggamnya sendiri.

Dingin.

Memang selalu dingin dan terasa begitu lemah. Semenjak orang itu meninggalkannya … semuanya selalu berubah menjadi kebalikannya.

Naruto tersenyum getir seraya kembali mendorong kereta belanjanya dengan pelan ke arah barang-barang selanjutnya. Pertemuan tadi membuat selera belanjanya menjadi sedikit berkurang. Entah kenapa … mungkin da menharapkan sesuatu yang lebih dari pertemuan tadi. Lalu, apa maksud detakan jantungnya yang begitu kuat tadi? Naruto menggelangkan kepalanya dengan erat seraya menghela nafas dengan lelah. 'Aku memiliki Menma,' batinnya sembari tersenyum tipis.

.

.

Sasuke menatap sosok berambut hitam panjang yang diikat ke belakang yang ada di hadapannya dengan datar. Dia menyerahkan kereta dorong berisi barang-barang itu dengan pelan. "Lanjutkan aku berbelanja. Aku lelah, ingin istirahat." Da tersenyum tipis seraya memasuki mobilnya. "Aku telah menemukanmu, makhluk manis."

BERSAMBUNG….

Ha—ah, terima kasih bagi yang telah membaca cerita aneh nan membingungkan ini. Aku sangat bersyukur jika para reader-san mau mampir kesini, hehehe. Semoga cerita ini dapat dimengerti. Ya, meskipun di dalam chapter ini belum ada clue yang jelas. Namanya juga masih sangat awal, hehehe.

Saa, Mind to Review?