{ This FF is Belong to me, exolighteu. Meanwhile all the cast is belong to God and their parents. The story idea is pure my imagination, if you find another fic that may be some coincidence. I never copy-paste this FF from anyone or amywhere else. Please do not copy-paste this FF and claim this FF as yours withput my permission, thanks. xoxo }
{ FF ini adalah milik saya, exolighteu. Sementara semua peran milik Tuhan dan orang tua mereka. Ide cerita ini adalah murni imaginasi saya, jika kamu menemukan fanfic lain yang seperti ini mungkin itu adalah ketidak sengajaan. saya tidak pernah mengcopy-paste ff ini dari orang atau tempat lain. Harap jangan copy-paste FF ini dan mengklaim FF ini milik Anda tanpa izin saya, terima kasih. xoxo }
Haaaaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii. Aku kembali dengan FF HunHan baru.
Sebelumnya aku mau minta maaf yang sebesar-besarnya untuk kalian yang minta Sequel buat FF Secrets. Sequel itu udah aku tulis, tapi masih dalam tahap proses pemikiran yang amaaat rumit(?)
Jadi kemungkinan FF itu bakal aku share nanti.
Sebagai gantinya, aku post FF HunHan inii. Semoga kalian suka yaaaaaaaa :3
Langsung aja cekidoooootttt
Sehun menggenggam erat cangkir kopinya. Bukan karena takut cangkir itu jatuh atau apa, ia menggenggam cangkir itu dengan erat untuk meluapkan kekesalannya yang tidak bisa dibendung itu.
Café yang ramai itu terasa seperti neraka bagi Sehun ketika ia baru saja selesai mendengarkan penjelasan dari pacarnya, Krystal Jung.
"Maafkan aku." Gumam Krystal dengan nada bersalah.
Krystal baru saja menjelaskan pada Sehun tentang rencana perjodohannya dengan anak dari sahabat orang tuanya. Perjodohan itu menyebabkan hubungan Krystal dan Sehun harus segera di akhiri.
"Jadi selama ini kau berselingkuh di belakangku?" Tanya Sehun dengan nada datar, matanya menatap kea rah Krystal dengan tajam.
"Aku tidak berselingkuh! Aku hanya tidak tahu bagaimana menjelaskannya padamu." Elak Krystal.
"Kau jalan bersamanya saat kau masih denganku! Apa namanya kalau bukan selingkuh huh?"
"Tidak, Sehun, dengarkan aku dulu-"
"Kalau kau memang mencintaiku seharusnya kau menolak perjodohan itu!" teriak Sehun.
Semua pengunjung Café itu menatap ke arah Sehun dan Krystal, bingung dengan apa yang terjadi di antara mereka berdua.
"Sehun,maafkan aku." Kata Krystal. Ia sudah ingin menangis, Sehun memang tipe orang yang dingin tapi Sehun tidak pernah berteriak dan membentaknya seperti itu sebelumnya.
Sehun lelah dengan semua omong kosong Krystal. "Tidak perlu meminta maaf, karena aku tidak akan pernah memaafkanmu." Kata Sehun. Ia berdiri dari kursinya lalu sebelum pergi ia berkata, "Terima kasih untuk semuanya. Aku bersyukur karena tuhan tidak menjodohkanku denganmu, aku baru tau ternyata kau seperti ini. Menakjubkan." Gumamnya, lalu pergi meninggalkan Krystal.
Krystal hanya bisa terdiam dan menangis di kursinya. Kata-kata Sehun sukses menusuk ke dalam hatinya yang paling dalam.
Sehun membanting pintu apartementnya dengan kesal. Ia tidak pernah menyangka semuanya terjadi seperti ini. Orang yang selalu bersamanya selama 7 tahun terakhir ini mencampakannya begitu saja. Perjodohan? Omong kosong macam apa itu.
Krystal dan Sehun sudah bersama sejak keduanya duduk di bangku sekolah menengah atas. Mereka berada pada kelas yang sama, itulah sebabnya mereka berdua cepat akrab. Mereka selalu melewati semuanya bersama, susah, senang, masa-masa sulit semuanya mereka lewati bersama. Hingga mereka lulus sekolah dan melanjutkan ke Universitas, keduanya juga masuk ke Universitas yang sama. Sekarang ketika mereka berdua sudah lulus sebagai sarjana S1, Mereka selalu bermimpi untuk membangun sebuah keluarga yang harmonis nantinya. 7 tahun bukanlah waktu yang singkat, mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Tapi semuanya memang tuhan yang mengatur, mereka berdua tidak pernah tau kalau hubungan mereka akan seperti ini. Terutama Sehun, ia tidak menyangka kalau Kystal akan mencampakannya seperti ini. Akhir-akhir ini Sehun memang mengetahui kalau Krystal sering pergi dengan Suho. Suho adalah teman masa kecil Krystal yang baru pulang dari Amerika. Sehun berfikir, wajar jika mereka dekat, karena ya.. teman masa kecil yang tidak bertemu bertahun-tahun, pasti saling merindukan, bukan?
Tapi Sehun tidak pernah menduga jika kepulangan Suho ternyata bermaksud lain. Orang tua Krystal dan Suho ternyata sudah merencanakan perjodohan diantara keduanya. Sehun merasa dibodohi, ia melihat pacarnya sendiri berselingkuh di depan matanya.
Sehun masuk ke kamarnya dan mencabut semua foto-fotonya dengan Krystal yang ia gantung dengan seutas tali dan terpajang rapih di dinding kamarnya. Foto-foto itu kini berserakan dilantai. Sehun juga mengeluarkan foto krystal dari bingkai-bingkai yang terpajang lalu mengumpulkan semua foto-foto itu. Ia menyobek semua foto itu lalu memasukannya kedalam tempat sampah kaleng dan membakarnya.
"Selamat tinggal, kenangan pahit." Gumamnya pelan.
Luhan menghempaskan tubuhnya ke sofa apartementnya. Ia baru saja tiba dari Beijing. Namja berumur 23 tahun itu baru saja pulang dari kampung halamannya untuk menjenguk ibunya yang sakit. Luhan merupakan anak satu-satunya dikeluarganya, ayahnya sudah meninggal, jadi ia satu-satunya orang yang bisa menambah penghasilan ibunya. Luhan tinggal di Korea karena ia fikir kehidupan di Korea lebih baik daripada di China, terlebih lagi di Korea ia mendapatkan pekerjaan yang menurutnya cukup untuk membiayai hidupnya dan ibunya yang tinggal di Beijing bersama Kakek dan Neneknya.
Luhan memeriksa ponselnya, ada sebuah pesan masuk dari sahabatnya, Xiumin.
From: Xiumin
11:21 AM
Lulu! Kau sudah kembali?
Luhan tersenyum lalu segera membalas pesan tersebut,
To: Xiumin
11:22 AM
"Sudah. Baru saja sampai."
From: Xiumin
11:23 AM
"Baiklah, aku akan segera ke Apartement mu!"
Luhan tertawa membaca pesan itu. Xiumin terdengar berlebihan karena apartemennya dan Luhan hanya terpisah oleh lantai. Xiumin adalah sahabat Luhan sejak ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Xiumin selalu baik pada Luhan, ia sering menolong Luhan saat Luhan kesulitan. Oh ya, pekerjaan Luhan sekarang pun bisa didapatkannya karena bantuan Xiumin. Luhan bekerja sebagai bartender di Bar tempat Xiumin kerja. Sebenarnya Bar itu adalah milik ayahnya Xiumin, tapi entah kenapa Xiumin lebih memilih menjadi bartender daripada menjadi CEO di perusahaan ayahnya.
Bel apartement Luhan berbunyi. Luhan segera beranjak untuk membuka pintu apartementnya. Xiumin berdiri di depan pintu dengan senyum lebar. "Hey Lulu!"
"Masuklah.." gumam Luhan sambil membuka lebar pintunya. Xiumin mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam Apartement Luhan.
"Bagaimana ibumu?"
"Baik-baik saja, ia hanya kelelahan." Jawab Luhan sambil berjalan ke arah dapur. "Kau tidak kemana-mana? Inikan hari sabtu." tanyanya sambil membuka kulkas.
Xiumin duduk di sofa lalu menggeleng, "Tidak. Malas."
Luhan mengangguk tanpa menjawab lalu kembali dengan dua kaleng cola di tangannya dan meletakannya di meja, "Stock terakhir." Gumamnya, lalu duduk di sofa yang lain.
"Belum belanja, eh?" Tanya Xiumin.
"Aku baru saja sampai."
Xiumin mengangguk lalu mengambil cola yang disediakan Luhan dan meminumnya.
"Xiumin," panggil Luhan. Xiumin menaikan alis, "Hm?"
"Nanti bar buka jam 5 sore, kan?"
"Ya. Memangnya kenapa?"
"Ini malam minggu, pasti ramai."
"Lalu?"
"Aku akan masuk kerja mulai malam ini."
Xiumin membulatkan matanya, "Apa? Kau bercanda? Bukankah kau baru saja sampai? Tidak perlu dipaksakan. Besok saja."
Luhan menggeleng, "Tidak apa-apa."
"Tapi-"
"Aku mau mandi dan istirahat sebentar, lalu nanti segera ke Bar." Potong Luhan, lalu pergi ke kamarnya.
Xiumin menghela nafas, Luhan memang pekerja keras. Batinnya.
Sehun melompat turun dari Bis. Waktu sudah menunjukan pukul enam sore, Matahari sudah tenggelam. Sehun masih berjalan tanpa arah dengan menggemblok sebuah tas dipunggungnya. Ia bingung harus apa dan kemana. Ia membawa uang banyak dan kartu kreditnya. Ia butuh liburan atau semacamnya, untuk menghilangkan kegalauannya atas kepergian Krystal. Sehun terus berjalan dan berjalan hingga kakinya membawanya ke sebuah Bar, bar itu cukup besar dan mewah. Tiba-tiba saja suatu ide tersirat di otak Sehun.
Sehun melangkahkan kakinya masuk ke dalam bar itu. Bar tersebut sangat ramai, banyak orang yang pergi kesana dengan pasangan mereka, membuat Sehun muak melihat itu semua. Ia memilih duduk di depan meja bartender. Seorang bartender menghampirinya.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya bartender itu.
Sehun memperhatikan bartender itu dari ujung kepala hingga kaki. Berapa usia bartender ini? Wajahnya terlihat seperti anak kecil. batin Sehun.
"Hey, Ada yang bisa ku bantu?" ulang bartender itu. Sehun segera mengerjap, "O-oh? Ya. Tolong satu botol wine."
Bartender itu menaikan alisnya, lalu kali ini dia lah yang menatap Sehun dari atas sampai bawah. Sehun nengerutkan dahinya, heran dengan apa yang di lakukan bartender itu. "Apa?" tanyanya.
Bartender itu menggeleng, "Tidak. Hanya saja... berapa usiamu?"
"Usiaku?"
"Ya. Kau masih sekolah?"
Sehun mendengus pelan, "Wajahku memang terlihat muda. Umurku 21." jawab Sehun.
"Benarkah?"
Sehun menaikan sebelah alisnya, "Lagipula memangnya kenapa? Aku tidak boleh minum disini?"
"Bukan begitu, hanya saja—"
"Aku juga bayar. Jangan membeda-bedakan pembeli." Sela Sehun. "Sekarang lebih baik kau ambilkan pesananku sebelum aku memanggil HRD bar ini."
Bartender itu terdiam sebentar lalu akhirnya berbalik untuk mengambilkan sebotol wine untuk Sehun.
Lagi-lagi Luhan melirik ke arah anak muda yang sudah mabuk berat itu. Ia bilang umurnya dua puluh satu, tapi wajahnya benar-benar masih terlihat seperti anak sekolah. Batin Luhan. Namja itu sudah menghabiskan dua botol wine, dan ia sudah sangat mabuk sekarang. Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, bar sudah sepi karena sebentar lagi memang sudah waktunya untuk tutup.
"Hey, kau! Berikan aku satu botol lagi." pinta anak muda itu pada Luhan. Luhan menghampirinya, "Maaf, aku tidak bisa."
"Hah? Apa katamu? Kenapa tidak bisa?"
"Kau sudah mabuk, lebih baik kau pulang. Lagipula ini sudah larut."
Namja itu menggebrak meja, "KAU FIKIR KAU INI SIAPA BISA MEMERINTAHKU SEPERTI ITU HUH?!"
Luhan menelan ludah ngeri lalu menghela nafas. Ia mengambilkan sebotol air mineral lalu memberikannya pada namja itu, "Ini, winemu."
Namja yang sudah mabuk berat itu langsung saja menenggak air mineral yang diberikan Luhan. Lalu ia melempar botol itu, "APA INI?! INI BUKAN WINE!"
"Hey! Ada apa ini?" tanya Xiumin yang tiba-tiba datang karena mendengar kegaduhan Luhan dengan namja itu.
"Astaga, Luhan, kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil menghampiri Luhan. Luhan mengangguk, "Tidak apa-apa."
Luhan kembali berpaling ke arah namja yang nabuk berat itu. Ia sudah tidak kuat berdiri, namja itu terkulai lemah di lantai. Astaga, benar-benar menyedihkan. fikir Luhan. Ia segera menghampiri namja itu lalu berlutut di sebelahnya.
"Hey, hey. Bangunlah, beritahu aku dimana rumahmu. biar kuantar." gumam Luhan sambil menepuk-nepuk pipi namja itu. Tapi namja itu hanya terdiam di tempatnya, matanya terpejam. Sepertinya ia tertidur karena kelelahan. Wajahnya berubah warna menjadi merah, mungkin karena terlalu banyak minum.
Luhan menghela nafas lalu berdiri, "Xiumin. Kau bawa mobil kan?"
Xiumin mengerjap, "e-eh? Ya. Kenapa?"
"Tolong aku membawa anak ini."
"Eh? memangnya kau mengenalnya?"
"Tidak. Hanya saja... aku kasihan meihatnya. Aku ingin membawanya ke Apartementku dulu."
Mata Xiumin melebar, "Apa?! kau gila? Kau bahkan tidak mengenalnya!"
"Oh, jadi aku hanya boleh menolong orang yang aku kenal?"
Xiumin terdiam. Kata-kata Luhan memang selalu sukses membuatnya bungkam.
Luhan kembali berlutut disebelah namja itu lalu menarik lengannya untuk mencoba mengangkatnya, "Xiumin, tolong aku!"
"B-baiklah!" Xiumin segera ikut berlutut dan menarik lengan namja itu.
Perlahan Sehun membuka matanya, sinar matahari yang menembus masuk ke kamarnya itu membuat tidurnya terganggu. Sehun mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya membuka matanya lebar. Ia memperhatikan ke sekeliling ruangan itu.
Aku di apartement? batinnya. Ia kembali mengingat-ngingat kejadian semalam. Ia mabuk berat, ia tidak mengingat apapun. Sehun mencoba bangun tapi tiba-tiba saja rasa sakit yang dasyat menghantam kepalanya. "Ah." erangnya, sambil memegang kepalanya lalu kembali membaringkan tubuhnya di kasur.
Ada yang aneh, ada yang berbeda. Sehun tidak merasa kalau ini adalah kamarnya. Semuanya sangat berbeda. Letak jendela, lemari, dan, Oh! Sprei kasur ini. Sehun ingat sprei kasurnya berwarna biru karena ia memang menyukai warna biru. Tapi sprei kasur yang ia tiduri ini berwarna merah.
Dimana ini? Hotel? Seseorang menculikku atau apa?
Selagi Sehun memikirkan keadaannya sendiri, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Seorang namja bertubuh mungil dengan rambut coklat dan wajah baby face berdiri didepan pintu. Ia melihat ke arah Sehun lalu tersenyum. "Sudah bangun rupanya."
Sehun berfikir sebentar. Sepertinya ia mengenal namja itu. Sehun memejamkan matanya, berusaha mengingat-ingat dimana ia pernah melihat namja itu.
"Aku Luhan, bartender di bar yang kau kunjungi semalam." gumam namja itu.
Sehun membuka matanya cepat. Oh ya! Bartender itu. Jadi.. dia membawaku pulang ke rumahnya? batin Sehun.
"Kenapa diam saja? Kepalamu pusing?" tanya Luhan sambil berjalan mendekati Sehun.
"O-oh.. Ya. Kepalaku sedikit sakit, tapi aku tidak apa-apa." jawab Sehun. Ia terlalu bingung untuk berkata-kata.
Luhan berhenti di sebelah ranjang Sehun lalu menggerakan tangannya untuk meraba kening Sehun. Mata Sehun melebar, entah kenapa tiba-tiba saja jantungnya berdetak begitu cepat ketika Luhan menyentuhnya.
"Tidak panas." gumam Luhan, lalu menarik tangannya dari kening Sehun. "Wajahmu juga sudah tidak merah, lebih baik kau mandi, ada beberapa pakaian di lemariku, pakai saja. Lalu keluarlah, Aku sudah siapkan teh dan sarapan." kata Luhan.
Sehun mengangguk. Ia benar-benar terlihat seperti anak kecil yang sedang diatur oleh ibunya.
Luhan tersenyum lalu berjalan keluar. Tapi ketika tangannya memegang gagang pintu, ia berbalik ke arah Sehun, "Oh ya, ngomong-ngomong. Siapa namamu?"
"Aku? Aku.. Sehun. Oh Sehun."
Luhan mengangguk lalu tidak berkata apa-apa lagi dan melangkah keluar.
Luhan menoleh kearah pintu kamar tamu ketika mendengar suara pintu dibuka. Sehun berdiri disana, ia mengenakan kaos mickey mouse milik Luhan, membuat Luhan tertawa pelan.
"Kenapa semua bajumu memiliki gambar kartun didepannya?" protes
Sehun, sambil berjalan ke arah Luhan yang duduk di meja makan.
"Baju-baju di lemari itu adalah baju yang sudah lama aku tidak pakai. Jadi, ya.. baju seperti itu semua." kata Luhan, masih terkekeh pelan.
Sehun duduk di depan Luhan, "Setidaknya yang ini berwarna hitam. Tidak terlalu buruk."
Luhan mengangguk setuju. Kaos mickey mouse itu memang terlihat cocok di tubuh Sehun.
"Oh, ya. Ini teh dan rotimu. Makanlah agar pusingmu hilang." gumam Luhan sambil menyodorkan secangkir teh dan sepotong roti.
Sehun menatap teh dan roti itu lalu menaikan alisnya, "Teh?"
"Ya, teh. Bagus untuk menghilangkan rasa pusingmu."
"Aku tidak suka teh."
Luhan mengerutkan keningnya, "Tapi kau harus minum ini agar pusingmu hilang."
"Aku baik-baik saja." Bohong Sehun. Pusing di kepalanya memang sedikit membaik setelah mandi, tapi tetap saja ia terasa seperti melayang-layang.
"Jadilah anak baik dan minum." tegas Luhan. Tapi Sehun masih terdiam, hanya menatap cangkir teh itu. Luhan menghela nafas, "Aku sudah membuatkannya untukmu." gumamnya pelan dengan wajah memelas.
Sehun yang melihat Luhan tiba-tiba memelas itu jadi tidak tega. "Baiklah, baiklah." gumamnya. Lalu Sehun segera mengambil secangkir teh itu dan meminumnya sedikit demi sedikit.
Mata Luhan berbinar senang melihat Sehun meminum tehnya. "Anak pintar."
Sehun memutar bola matanya lalu kembali meletakan cangkir kosong itu di meja, lalu berpaling ke arah sepotong roti panggang dan memakannya.
"Jadi, kau masih mau minum sampai mati?" tanya Luhan.
Sehun menaikan alisnya bingung, "Apa maksudmu?"
"Kau pasti tidak ingat, semalam saat kau mabuk, kau selalu berkata, 'Aku ingin minum sampai mati, aku ingin minum sampai mati.'" gumam Luhan sambil menirukan gaya Sehun.
Sehun ingat. Memang itulah tujuannya masuk ke bar itu. Ia ingin minum sampai mati. Melupakan semua masalahnya dan sakit hatinya. Tapi ia tidak sadar jika ia mengatakan itu semua. Well, ia mabuk. Wajar saja Sehun tidak tau apa yang dilakukannya saat ia berada dibawah alam sadarnya.
"Aku berkata seperti itu?"
Luhan mengangguk, "Ya. Dan kau terlihat menyedihkan sekali. Wajahmu merah, kau sempoyongan, dan kau juga menangis."
Sehun terkekeh pelan. Ia tidak pernah tau kalau sakit hati bisa
membuatnya menjadi seperti orang idiot.
"Kenapa malah ketawa?" tanya Luhan bingung. Sehun menggeleng, "Tidak apa-apa."
Sehun melihat kesekeliling apartement Luhan. Sebenarnya luasnya tidak lebih besar dari Apartement Sehun, tapi barang-barang di apartement Luhan lebih sedikit, membuat apartementnya terlihat luas.
"Kau tinggal sendiri?"
Luhan mengangguk, "Ya."
"Orang tuamu?"
"Di Beijing."
Sehun menaikan alisnya, "Beijing? Kau orang China?"
"Ya." Luhan berhenti sebentar, lalu melanjutkan. "Bagaimana denganmu? Kau tinggal dimana?"
"Di Seoul."
Luhan membulatkan matanya,"Seoul?! Lalu.. kenapa kau ada di Incheon?!"
Sehun terdiam. Ia tidak tahu bagaimana harus menceritakan semuanya pada Luhan. Terlebih lagi ia baru saja mengenal Luhan. Apa Luhan bisa dipercaya?
"Hanya... jalan-jalan." jawab Sehun singkat.
"Sendirian?"
"Ya, sendirian." Sehun terdiam, lalu mulai berfikir. Benar juga, ia
sendirian. Di Incheon. Jauh dari apartement dan orang tuanya. Setelah ini, kemana ia harus pergi? Menginap di Hotel atau semacamnya? Atau pergi lebih jauh lagi?
"Hey," Luhan menjentikan jarinya di depan wajah Sehun. "Kenapa melamun?"
Sehun mengerjap beberapa kali lalu menggeleng, "e-eh? Tidak, tidak apa-apa."
"Kau yakin?"
Sehun terdiam lagi, lalu sedetik kemudian ia menatap Luhan dengan serius. "Luhan."
"Apa?"
"Izinkan aku tinggal disini untuk sementara."
Luhan membulatkan matanya lebar, "APA?!"
"Kumohon, aku tidak tau harus kemana. Kumohon tolong aku.."
"KAU GILA?! AKU BARU SAJA MENGENALMU! MAKSUDKU—AKU BELUM MENGENALMU DENGAN PASTI!"
"Lalu kenapa kau membawaku ke sini?"
Luhan terdiam. Benar juga. Kenapa ia membawa Sehun ke apartementnya? "Aku hanya... kasian padamu."
"Luhan, dengar. Aku sendirian di sini dan aku tidak mengenal siapapun. Hanya kaulah satu-satunya harapan. Apa kau tidak kasihan padaku?"
"Tapi—"
"Aku akan membantumu membayar sewa apartement, aku tidak akan merepotkanmu."
"Bukan itu, hanya saja—"
"Aku juga bukan orang jahat. Jika perlu, kau boleh menahan kartu tanda pengenalku selama aku disini!—tunggu, tapi aku harus mem-foto copynya terlebih dahulu, untuk jaga-jaga."
"Astaga Sehun bukan itu, dengarkan a—"
"Aku tidak makan banyak jadi tidak perlu khawatir. Aku juga bawa uang banyak untuk membantumu membeli makanan, aku juga tidak terlalu buruk dalam memasak."
"Tunggu, deng—"
"Dan aku tidak Gay."
"Sehun—tunggu. Apa?"
Krik. krik. krik. Mereka berdua terdiam.
Sehun berdehem, "Okay, lupakan soal yang terakhir." katanya. "Intinya aku bukan orang jahat dan aku tidak akan merepotkanmu. Jadi, boleh aku tinggal disini?" tanya Sehun penuh harap.
Luhan memperhatikan Sehun yang menatapnya dengan tatapan memelas. Astaga, Luhan paling tidak bisa menolak permintaan seseorang. Meskipun ia belum mengenal Sehun dengan baik, tapi sepertinya Sehun benar-benar bukan orang jahat.
Luhan menghela nafas, "Baiklah. Kau boleh tinggal disini."
"YEHET!" teriak Sehun senang.
"Tapi dengan satu syarat." kata Luhan lagi.
Seketika Sehun terdiam. "Apa?"
"Kau tidak boleh jorok, dan harus mengikuti peraturanku."
"Peraturan apa?"
Luhan berdiri lalu memukul meja. "Pertama! Jika kau ingin pergi dan aku tidak ada di apartement, kau harus mengunci pintu. Aku akan memberikanmu kunci cadangan nanti."
Sehun mengangguk, "Aku sudah tau hal it—"
"Kedua!" sela Luhan. "Kau harus memasak, dan membersihkan apartement ini dari hari Kamis sampai Sabtu."
"Apa?! Merapihkan apartement?"
"Keberatan?"
Sehun menggeleng pelan, "T-tidak.."
"Bagus. Dan yang ketiga, karena aku bekerja dari sore sampai malam, kau tidak boleh pulang terlalu malam. Sebelum aku pulang kerja, kau harus sudah ada disini."
Sehun mengangguk, "Lagipula aku belum ada rencana kemanapun. Ada lagi?"
"Yang terakhir." Luhan menatap Sehun dengan mata disipitkan,
"Jangan macam-macam."
Sehun menelan ludah lalu mengangguk, "Y-ya."
Luhan menepuk pundak Sehun sambil tersenyum, "Bagus."
Luhan mengambil kunci motornya lalu melemparkannya pada Sehun, "Apa?" tanya Sehun bingung.
"Aku belum belanja bulanan, antar aku ke supermarket sekarang." gumam Luhan sambil memakai jaketnya.
Sehun menghela nafas dengan malas, "Baiklah, aku juga harus membeli beberapa pakaian." gumamnya lalu berjalan ke kamar untuk mengambil jaketnya.
"Sehun kemarilah!"
"Bawa troli ini, aku ingin kesana sebentar."
"Apa rasa ini enak? Atau yang ini?"
"Sehun dorong trollinya cepat! Kenapa lama sekali"
Sehun menghela nafas. Ia tidak menyangka kalau Luhan bisa menjadi se bawel dan se aktif ini. Daritadi ia hanya mendorong troli belanjaan sambil mengikuti kemana Luhan melangkah. Sementara Luhan sibuk memilih bahan-bahan makanan dan keperluan lainnya, Sehun justru memasukan beberapa snack ke dalam troli. Keripik kentang, coklat, jelly, dan yang lainnya.
Luhan menghampiri Sehun dan memasukan se kotak sabun ke dalam troli. "Sudah!" gumamnya. Lalu ia kembali mengecek trolinya. Dan keningnya berkerut ketika melihat banyak snack di dalam sana. "Rasanya aku tidak memasukan jelly ini…."
"Aku yang memasukannya." Kata Sehun.
"Astaga Sehun, kau ini sudah 21 tahun dan kau masih makan jelly?"
Sehun menaikan alisnya, "Memang apa hubungannya jelly dengan usiaku?"
"Usiamu itu sudah bisa dibilang dewasa. Orang dewasa tidak makan yang seperti ini." Gumam Luhan sambil mengambil se kotak Jelly dari dalam troli dan menunjukannya di depan wajah Sehun. "Lihat. Ada gambar robot di dalamnya. Ini untuk anak kecil."
Sehun menghela nafas lalu merebut jelly-nya dari tangan Luhan dan melemparnya kembali ke dalam troli. "Aku tidak perduli. Rasanya enak, hanya itu yang kutau. Jika kau tidak suka, kau tidak perlu memakannya. Lagipula belanjaan ini aku yang bayar, jangan banyak protes." Kata Sehun lalu mendorong troli belanjaan mereka ke arah kasir.
Luhan menaikan alisnya. Sehun yang bayar?
Luhan segera berbalik dan mengejar Sehun. "H-hey tunggu! Aku tidak memintamu untuk membayar belanjaan ituu! Sehun tunggu!"
Petualangan Sehun dan Luhan belum selesai. Sekarang mereka berdua sedang berputar-putar di mall untuk membeli baju untuk Sehun.
"Sehun, yang ini?" gumam Luhan sambil menunjukan sebuah kemeja kotak-kotak. Sehun tertawa pelan, "Aku ini mencari kaos untuk dirumah, bukan untuk pergi." Gumamnya, lalu berjalan kea rah lain.
Luhan mempouts-kan bibirnya lalu meletakkan kembali kemeja itu. Sehun memilih beberapa T-shirt polos dan satu baju lengan panjang. Ketika selesai, ia segera menghampiri Luhan yang sedang berdiri di depan gantungan baju-baju sepasang.
Sehun terpaku sejenak. Melihat baju-baju yang dipajang itu mengingatkannya pada Krystal. Ia dan Krystal pernah membeli sepasang baju dengan tulisan yang cukup romantic. Sehun menggelengkan kepalanya. Krystal bukan milikku lagi, ia masa lalu. Sadarlah Sehun, sadar. Gumam Sehun pada dirinya sendiri
Sehun mendekati Luhan, "Aku akan bayar, tunggu disini sebentar ya." Kata Sehun. Tapi tiba-tiba saja Luhan menarik tangannya, "Tunggu sebentar. Kau harus beli baju itu!" gumam Luhan sambil menunjuk ke atas.
Sehun menoleh ke arah yang ditunjuk Luhan. Matanya membulat seketika. Sepasang baju dengan gambar Pororo dan Krong terpajang disana. Sehun menelan ludah, jangan katakan kalau Luhan...
"Aku akan pakai yang bergambar Pororo dan kau yang Krong! Pasti bagus!" gumam Luhan semangat.
Benar saja. Batin Sehun. Ia sudah bisa menebak fikiran Luhan. Tapi, yang benar saja? Mereka berdua namja, dan memakai baju couple?
"Aku tidak mau, baju itu terlihat kekanak-kanakan!" tolak Sehun.
"Oh ayolah, itu tidak terlalu buruk. Itu terlihat bagus!"
"Tidak!"
"Sehun!"
"Tidak, Luhan, tidak!"
Luhan menatap Sehun dengan mata disipitkan.
Lima menit kemudian, Sehun dan Luhan sudah mengenakan baju itu dan berjalan bersama. Luhan berjalan sambil tersenyum puas, sementara Sehun menutupi gambar krong yang terpampang di bajunya itu dengan plastic belanjaannya.
Pada akhirnya Sehun membeli baju itu. Karena apa? Luhan mengancamnya untuk tidak boleh tinggal di apartementnya. Sehun tidak mau masalah menjadi panjang, jadi ia memilih mengalah dan memebeli baju couple itu. Sehun kira masalahnya sudah selesai ketika ia membayar baju itu di kasir. Tapi ternyata, Luhan meminta agar Sehun memakai baju itu saat ini juga. Tentu saja Sehun menolak mentah-mentah. Tapi lagi-lagi Luhan mengancamnya, membuat Sehun tidak bisa berkutik. Akhirnya, disinilah Sehun dan Luhan, duduk di restoran dengan mengenakan baju couple bergambar pororo dan krong.
Luhan tersenyum senang, ia menahan tawanya melihat Sehun yang berusaha menutupi gambar krong di bajunya itu. "Bagaimana? Tidak terlalu buruk kan?" ledek Luhan.
Sehun memutar bola matanya, "Bisakah kita makan dirumah saja? Aku tidak tahan. Orang-orang memperhatikan kita."
Luhan tertawa, "Tidak apa-apa. Kau terlihat cocok dengan baju itu, Monster jelly. Hahaha"
"Kita terlihat gay." Gumam Sehun pelan.
"Jangan asal bicara, pororo dan krong itu bersahabat. Bukan pacaran."
Sehun menatap Luhan dengan mata yang disipitkan. Untung kau cantik seperti yeoja, kalau tidak mana mungkin aku mau memakai baju couple seperti ini dengan sesama namja. Batin Sehun.
Luhan yang ditatap seperti itu langsung menyentil kening Sehun.
"Aw. Yah! Kau ini kenapa?" erang Sehun sambil mengusap keningnya.
"Jangan memperhatikanku seperti itu." Gumam Luhan tajam.
Sehun mengela nafas, "Terserah." Gumamnya.
Tepat pada saat itu, pelayan dating membawakan makanan mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, pelayan itu berlalu pergi.
"Ngomong-ngomong, Sehun. Boleh aku Tanya sesuatu?" kata Luhan sambil mengambil sepasang sumpit.
"Apa?"
"Kemarin malam, saat kau mabuk-mabukan… apa sesuatu terjadi padamu?"
Sehun yang sedang mengaduk jajangmyeonnya terdiam, lalu menatap Luhan. "Maksudmu?"
"Maksudku.. oh, hm.. kau tau, kau terlihat…..tertekan?" gumam Luhan ragu. "Tapi, aku juga tidak tau, maksudku..baiklah, aku bingung. Lupakan." Kata Luhan pada akhirnya.
Sehun terkekeh pelan, ia tau kemana arah pertanyaan Luhan. Ia pasti ingin menanyakan apa yang menyebabkan Sehun mabuk-mabukan kemarin malam.
"Sebelum aku menjawab, boleh aku bertanya sesuatu?"
Luhan menaikan alis, "Apa?"
"Kau pernah pacaran?"
Luhan terdiam sejenak. Tidak. Luhan tidak pernah pacaran. Ia bahkan tidak tau bagaimana rasanya jatuh cinta pada seseorang.
"Tidak." Jawabnya.
Sehun tersenyum kecil, "Kalau begitu, mungkin kau tidak akan mengerti perasaanku."
Luhan memiringkan kepalanya bingung. "Aku tidak mengerti." Gumam Luhan polos.
Sehun menghela nafas, "Singkat cerita, aku di campakan oleh pacarku yang sudah bersamaku selama tujuh tahun."
Luhan terkejut. Meskipun ia tidak pernah merasakan patah hati atau semacamnya, tapi, ditinggal oleh seseorang yang sudah bersama kita selama itu pasti sangat menyakitkan. Luhan bisa mengerti kenapa Sehun terlihat begitu tertekan.
"Begitu ya.." gumam Luhan pelan.
Sehun mengangkat bahunya acuh, "Ya, begitulah." Ia kembali mengambil sumpitnya lalu melahap jajjangmyeonnya, "Dia dijodohkan dengan teman masa kecilnya." Kata Sehun.
Luhan hanya terdiam memperhatikan Sehun. Bahasa tubuh Sehun tiba-tiba berubah semenjak mereka membicarakan hal ini. Seperti ada sesuatu yang ditahan oleh Sehun.
"Dan kau tau apa? Dengan bodohnya aku melihat mereka berdua tertawa bahagia di depanku. Tanpa sedikitpun rasa curiga, aku membiarkan mereka berdua menghabiskan waktu bersama." Lanjut Sehun. Tangannya mengenggam erat sumpit di tangannya. Mengingat-ingat hal ini membuat Sehun kembali kesal. Jika ia di beri kesempatan untuk bertemu Suho, Sehun besumpah ia akan menonjok wajah nya.
"Kurasa apa yang kau lakukan itu wajar." Gumam Luhan. "Aku bisa mengerti perasaanmu. Ditinggal seseorang yang kita sayangi memang menyakitkan."
Sehun mendengus pelan, "Bagaimana kau bisa mengatakan hal itu jika kau saja belum pernah berpacaran?"
"Entahlah. Tapi menurutku sedih karena kehilangan itu wajar, tapi tetap saja kau tidak boleh sedih terlalu lama. Berfikirlah positif, mungkin tuhan punya seseorang yang lebih baik untukmu. Kau hanya harus berusaha, aku yakin kau akan mendapatkan seseorang yang lebih baik dari mantan pacarmu itu."
"Kau tau tujuh tahun itu bukan waktu yang singkat."
"Aku tau, tapi itu semua sudah berlalu. Tidak peduli seberapa lama kau menjalin hubungan dengan seseorang, jika pada akhirnya dia memang bukan takdirmu, lalu kau bisa apa? Menjalani hidup sambil terus menerus mengenang semua masa lalu? Sementara masih ada masa depan yang menunggumu."
Sehun terdiam. Setiap kalimat yang di lontarkan Luhan memang benar.
"Aku yakin tuhan akan memberikan orang yang tepat untukmu. Entah siapa atau kapan. Tapi aku yakin itu pasti."
Sehun menghela nafas, "Tapi untuk saat ini, kurasa Krystal masih menempati ruang hatiku."
To be continued…
Hehee gimana FFnya? Seru gak? Disini Luhannya agak girly gituyaa haha. Kalian tau kartun pororo kan? Kalo gatau cari di google aja xD
Please fav, follow, and review. xoxo
