[A/N] Ini fi pertamaku di FFTI, setelah lamanya tanganku ini gatal banget gara-gara pairing NaLu kesukaanku, hampir kekurangan stock dan saya hampir struk karena kurang bacaan /plak!

Yosh! Mudah-mudahan dengan fic yang saya ambil dari tempat pembuangan sampah ini, yang lalu saya daur ulang kembali karena pengen global warming makin sedikit, semoga fic Nalu di FTTI ini makin banyak/gebuked!


[Warning] Maybe OOC. CANON. Modification hints. Short Chapter; Twoshoot or Threeshot. Alur rush. Ide pasaran.—Don't like, don't read


:[]: ScorpioxSpica Project :[]:

Letter L

Fairy Tail © Hiro Mashima

Natsu Dragneel

:[]:

Who is the letter L in his heart ..?

:[]: Past and Present :[]:

Hari ini—ralat, minggu ini hujan lebat turun merajarela.

Lha, kalau hujan pasti aktifitas masyarakat pasti terganggu. Termasuk, gadis berambut pirang yang sedari tadi hanya meringkuk di tempat tidurnya sembari membungkus diri dalam balutan selimut tebal.

Pikirannya berputar-putar entah kemana, tersirat dari wajahnya kelelahan mencari ide atas ceritanya yang belum kunjung selesai. Ditambah lagi, udara dingin yang ditimbulkan rintik jarum bening itu menyeruak ke dalam kamarnya. Hingga sungguh malas sekali jika keluar dari bungkusan selimut hangatnya sekarang.

"Aaah.. Sudah sejam, hujan belum berhenti juga..." Dengusnya pelan, serta terlihat hembusan hawa dingin dari mulutnya. "Satu-satunya tempat yang membuatku menumbuhkan ide hanya Fairy Tail. Ta-tapi.."

"MANA AKU BISA KESANA DENGAN SEMUA BAJUKU YANG TIPIS ITU!" ia menggerutu kesal. Menyentuh lantai kayu kamarnya saja tidak bisa, apalagi keluar rumah dengan memakai pakaiannya yang tipis. Bisa-bisa dikira orang gila—plus langsung pingsan duluan sebelum sampai.

Kurasa, lain kali ia harus mempertimbangkan untuk belajar tentang bagaimana upacara menghentikan hujan itu dari Juvia.

Bibir biru yang terus bergetar dengan bulu kuduk dari kulit yang berdiri, dicoba berapa kalipun mencoba meredupkan sinar matanya, dia takkan pernah tidur dengan nyenyak. Dan ditambah lagi, kilauan cahaya yang selalu memecah di lelangit kelabu.

.

"Aye!"

Suara mungil itu mengema kecil—akh, akhirnya ada seseorang yang sepertinya akan berkunjung kemari lagi. Ia terbangun, seraya melekatkan selimutnya pada tubuhnya. "Happy..?"

Sang kucing kecil itu menatap Lucy sebentar. Lalu berteriak, "Luuuuuccccyyyy~ A-aku ke-kedinginan..!"

"Ugh," gadis bermata caramel itu melenguh sementara, sebelum akhirnya beranjak dari tempat tidurnya. Cekikikan kecil yang terdengar kecil, saat ia mengambil sebuah handuk tebal dari lemarinya. "Oh, ya.. Mana Natsu?"

"Ng?" Kucing itu menengok sebentar, menatap pintu yang masih terbuka lebar membawa hawa dingin makin meluas di kamar Lucy.

Lucy menatap pintu yang terbuka lebar serta deburan angin dingin yang masuk ke dalam kamarnya. "JANGAN HANYA BILANG 'NG'! Kau ini, bisa-bisa aku mati kedinginan!" Segeralah tangannya refleks membanting pintunya.

BRAKK!

GUBRAAK!

Tangannya mulai mengeringkan basahan Happy, sebelum otak lambatnya menyadari hal yang ganjil. "Heh? nanidesu ka?"

"Uuuuggghh~" Pekikan sakit kecil terdengar dari seorang lelaki yang terlihat sebuah benjolan menghiasi bagian ubun-ubunnya.

"Na—Natsu? Kenapa kau bisa ada di sini? Dan—eh, uhmm.. Nggg.. Gomenasai..!" Mata caramel membulat sempurna melihat lelaki berambut spiky itu tergeletak dengan benjolan akibat ulahnya.

"Luccccyyy~"

"Hiiiiyyyy~ I-iyaaa... Ayo masuk!" Ia berkata cepat dengan paniknya sembari mengangkat tubuh yang tergeletak itu.

"Di udara dingin ini, kepalamu tak bisa dingin, Lucy... Baru juga aku bilang 'ng', kau sudah melabrak pintu itu.." kucing itu kembali mendumel kepada Lucy.

"Diam kau, kucing bodoh!" Kemudian ia membaringnya tubuh lelaki itu di atas kasurnya sambil membalas dumelan kucing berbulu biru itu, "dan.. kau.. Kenapa bisa ada di pintuku, biasanya kau sering masuk lewat jendela..?" Tangannya menarik sedikit bagian dari pipi lelaki itu.

"Ah.. itu.. kau 'kan bilang kalau aku harus menggunakan pintu untuk masuk?" Seringai cengiran terpampang kembali dari wajahnya.

"Kau kenapa juga bisa terlambat mendahuluiku, Natsu? Mana bayarannya?" Happy menggoyang-goyangkan tangannya ke atas-bawah, seperti meminta sesuatu.

"Happy," raut wajahnya memudar, terganti oleh mata sayu yang terlihat layak sedang menerawang jauh. Sebelum akhirnya... "Ngrooook.. Ngrooook..."

Saat itu pula, terdengar bunyi dentaman besar di lantai kamar tersebut. "A-apa maksudmu, meneriakiku dengan suara babi itu..!" Disusul kemudian dengan bunyi pukulan besar yang kembali mendarat di kepala Natsu.

.

.

.

Awan kelabu mengelilingi gubuk buatan itu, menghujaninya dengan air matanya yang deras. Tentunya dengan hawa dingin es yang menyelusup tanpa izin ke sana. Menemani kedua orang—ah, dengan satu telur besar yang terus meronta-ronta meminta kehangatan.

"Ah.. telurnya bergerak! Apa sekarang ia akan lahir?" Mimik wajah berseri-seri terlihat pada sosok anak lelaki kecil yang memandangi telur besar yang ditemukannya bergerak-gerak.

"Mungkin. Atau mungkin juga dia kedinginan?" Balas seorang gadis berambut putih itu sambil memeluk telur besar di sampingnya.

"Mau aku hangatkan lagi..?"

"Heh? Ti-tidaaak!"

"Hahaha.. Daripada telur itu itu kedinginan, lebih baik aku sembur 'kan?"

"Jangan kira ini telur rebus, sarapan pagimu," si gadis berambut putih sedikit mengeratkan pelukannya pada telur tersebut.

"Telur rebus?" Seperti biasanya, ketika mendengar sesuatu yang berbau makanan, tiap kali juga sudut bibirnya meneteskan air liurnya.

"Heh... Jangan memikirkan makanan terus.. Nanti jika aku menjadi istrimu, aku akan membuat makanan yang buanyak untukmu, Natsu..!"

Kabut kemerahan tiba-tiba mengepul di pipi lelaki kecil itu, dengan alis yang terangkat. Ia kembali berkata dengan gagapnya, "a-a-apa yang kau bilang?"

"... Dapatkah aku menjadi istrimu, Natsu?" Sang gadis berponi lurus itu menampak senyuman indahnya dengan kebulan kemerahan di wajahnya.

"Ha-haaaah?"

Terdengar gelak tawa yang menggema memantul di dinding tebing di belakang gubuk kecil itu. Ia tak bisa menahan nyaring tawaannya dengan melihat lelaki di dapannya bersemu merah, "aku hanya bercanda, Natsuu.."

.

.

.

Pemuda berambut spiky itu melahap-lahap dengan rakusnya, setumpuk daging serta hidangan lain di depan matanya dan menyisakan tumpukan tinggi piring di sebelahnya.

"Atashi wa Lucy. Yoroshiku ne..! Hontou ni Arigatou untuk pertolongannya tadi." Kilauan cahaya matahari memantul dari rambut blonde gadis tersebut.

"Aye," masih dengan tangan dan mulut yang tak terkendali, seorang kucing berbulu biru itu membalas perkenalan gadis tersebut. "Khau sepherthinya ghadis yang bhaik.." Dilanjutkan dengan lelaki berjaket merah itu sambil melahap mi-nya.

"Ya, ya.. Tapi bisakah kalian makan dengan tenang? Atau semuanya bisa terkena cipratanmu itu.."

"Ah?"

Gadis blonde tersebut lalu menopang dagunya diatas tangannya kirinya, "ah, iya.. Dapatkah aku menjadi temanmu, Natsu? Apakah kau juga bisa memberitahuku tentang guild-guild yang populer dan hebat di sini? Seperti guild-guild yang terdapat di surat kabar? Hmm, yang tempat orang-orang kuat ada di sana?" Ia terus berceloteh ria dengan memamerkan gaya yang berbeda-beda sekaligus dengan mata yang berbinar-binar.

"Huh..?" Pemuda berpanggilan Natsu itu menjawab singkat. Ia tak tahu apa yang ditanyakan gadis manis di depannya, sementara tadi ia hanya terfokus pada hidangan yang ia makan. "Apa yang kau bilang?"

"Huuh.." Deburan nafas panjang keluar dari bibirnya, terlihat sekali dari raut wajahnya. Ia memang tak suka kalau berbicara dengan orang yang tidak mendengarkannya, "kutinggalkan uangku di sini ya..! Jangan lupa bayar lho! Jaa!"

Setelah ia menaruh beberapa lembar uang di sudut meja, dia kembali berjalan ke arah pintu masuk restoran itu. Sesaat sebelum, "Arigatou untuk makanannya..." Ia menengok cepat berbalik arah dengan tubuhnya.

"A-aapa yang kalian lakukan? Tak usah menyembah seperti itu..!"

"Ini, sebagai tanda terima kasih.."

"Seharusnya aku yang berterimakasih kepada kalian, tau!"

"Ya sudahlah.. Mau aku berikan ini?" Kata lelaki spiky itu sembari menyodorkan frame photo yang berisi tulisan 'Salamander'.

"Mana mungkin aku mau!"

.

.

.

"Eh, kau sudah bangun ternyata?" Lucy itu mengalihkan pandangannya ke tubuh lelaki yang baru terbangun dari tidurnya, "mau minum teh hangat?" lanjutnya sambil tersenyum dan berjalan ke arah kasurnya.

"Hoooaaamm... Aku tadi.. tidur?" Ia menggaruk-garuk kepalanya, lalu menutupi mulutnya yang menguap lebar.

Lucy memukul pelan kepalanya. "Masa' kau tidak menyadarinya, Baka Salamander!—Kau sendiri saja sudah menguap lebar begitu."

"Oh," ia mengambil teh yang disodorkan Lucy dan meminumnya dengan cepat. "Sepertinya... aku tadi mimpi indah!"

Seraya membaring kembali tubuhnya ke kasur Lucy, sebuah cengiran lebar yang selalu diperlihatkannya setiap hari pada Lucy.

Lucy tersenyum melihat anak aneh itu sembari mengikuti Natsu untuk membaringkan diri. "Hahahaha, berbagilah padaku sedikit mimpi indahmu padaku, Natsu..."

:[]: To Be Contiuned :[]:

[A/N] Bagaimana Gajeel kah?/door!

Btw, maunya pair apa nih? Saya terserah readers saja sih.. Ok, fic ini deal untuk menentukan pair yang cocok dengan Natsu! =w=

Saya hampir gila pas bikin ni fic, jadi pasti ini fic pake ide pasaran banget. Jadi kalo readers semua di sini tak suka, silakan Flame untuk memprotes fic Gaje ini dihapus. Ok? Anyway, review please...