UWAAAA … ! Sumimaseeeeen !

Maaf ! setelah sekian lama, baru sekarang sempat upload lagi ! Kalau ga' salah sudah 6 bulan ya ? uwaaa lama banget ! aku benar-benar minta maaf. Otakku lagi blank. Aku ngerti ! aku ini memang deh…

Trus untuk cerita yang sekarang, kupikir masih kaku-kaku gimana gitu. Tapi tolong dimaklumi aja ya !

Beberapa dari kritik dan saran yang masuk sudah kubaca ! Makasih banyak !

Terakhir, sekali lagi minta maaf, maaf! Maaf! Maaf! honto ni gomenasaaaaiii ne ?

Yak ! Let's start !

THE DUSTY SKY

I don't know how it happened or how it came to be…

All I know, I stood up in here, in the middle of my Guardian corpse's…

~ Sawada Tsunayoshi ~

CHAPTER 1 : A Boy From Nowhere

Italy, 1720.

G berjalan dengan kesal sembari menendang sebuah batu dijalan. Ugetsu disebelahnya hanya tersenyum, berusaha menenangkan G dengan memancarkan atmofser santainya. Langit berawan kala itu dan membuat kota lebih kelabu.

Mereka baru saja selesai dari pertemuan dengan Richardo, Vongola Secondo. Rapat itu mulanya berjalan lancer, hingga Daemon Spade datang (hahaha…) Awalnya G dapat bersikap tenang dan sabar, tetapi ia segera naik darah dan adu mulut dengannya di tengah rapat. Seusai rapat itupun, Daemon justru membuat G hamper hilang kendali, tapi ia segera berbalik pergi sebelum mulai meledak-ledak. Ugetsu lebih bisa bersabar. Ia hanya tersenyum dan pergi mengejar G.

"Sampai kapan kau mau menutup mata? Primo tidak cukup kuat untuk bisa memimpin Vongola lagi. Dan ia juga selamanya hanya orang bodoh yang tak akan pernah bisa berubah…"

Ucapan Daemon terus terngiang di kepala G. Ia sangat menghormati Primo, tentu saja ia tidak terima dengan penghinaan yang dilontarkan si 'penghianat' itu. Tapi apa daya, Giotto sudah turun dan sekarang Richardo menggantikannya.

G menendang sebuah batu lagi dengan kesal, 'dasar penghianat' umpat G.

" Sudahlah, sampai kapan kau akan marah-marah terus G?" Ugetsu menepuk bahunya "Primo tidak akan senang melihat sikapmu ini"

"Aku tahu itu… " G mencoba lebih tenang "Tetapi aku tidak bisa membiarkannya menghina Primo" lanjutnya tegas.

Ugetsu hanya menghela napas. Ia memandang ke depan "Kalau tidak sala, didekat sini ada gerejanya Knuckle. Sebaiknya kauu dinginkan dulu kepalamu disana" ajak Ugetsu. G hanya mengangguk tanpa protes.

TES!

Sebuah rintik hujan jatuh dikepala mendongak menatap langit dan melihat hujan mulai turun. Mereka berdua segera berlari menuju bangunan terdekat untuk berteduh. Kalau begini, mereka tak akan sampai di gereja tanpa basah kuyup.

Sembari menunggu hujan reda, G mencoba menenangkan diri dan menyandarkan tubuhnya di dinding yang sudah berjamur. Ugetsu duduk disebuah sofa yang sudah rusah disana-sini sambil melihat sekelilingnya. Deretan rumah tua, Korong dan hancur berdiri rapuh disepanjang jalan. Knuckle pernah mengatakan, bahwa dulu daerah ini terkena dampak perang. Banyak anak yatim-piatu karenanya, Knucle membangun gereja di dekat sini sekaligus sebagai tempat panti asuhan. Ugetsu tersenyum, mengingat betapa baiknya sahabatnya itu.

BOOOMMM!

Sebuah suara ledakkan terdengar. G dan Ugetsu reflex waspada. Mereka melihat gumpalan asap berwarna pink dibawah hujan. Asap itu dengan cepat menghilang tersapu angin hujan. Mereka terkejut saat mendapati seorang anak kecil berambut coklat terbaring tak sadarkan diri. Darah mengalir deras dari luka-lukanya.

G awalnya menyangka bahwa itu adalah jebakan tapi ia segera sadar kalau itu sungguhan. Mereka segera berlari menghampiri anak itu.

"Hei! Hei, kau tidak baik-baik saja? Bertahanlah!" G mencoba menyadarkannya.

"G! Lukanya parah sekali, paling tidak kita bawa ketempat kering!" Ugetsu sedikit berteriak karena derasnya hujan.

Tanpa basa-basi lagi, G segera mengangkat anak itu ke bangunan tempat mereka berteduh. G segera membaringkannya di sofa yang sudah bolong sementara Ugetsu berusaha menyumbat pendarahan dengan kain yang dia temukan.

Mereka berdua menyadari bahwa ini saja tidak cukup. Mereka membutuhkan bantuan ahli. Anak itu bisa mati kurang dari 1 jam dan satu-satunya bantuan (dan yang paling mujarab) terdekat adalah Knuckle. G dan Ugetsu saling bertatapan lalu mengangguk bersamaan. Ugetsu menyelimutinya dengan kain putih yang cukup bersih yang ia temukan. G segera mengendongnya lagi dan mereka segera berlari keluar.

Mereka berhati-hati memilih jalur yang tidak terlalu basah. Dalam hati bersyukur karena Knuckle mendirikan gereja ditempat seperti ini atau mereka harus berlari ke klinik terdekat yang memakan waktu 30 menit.

Knuckle sedang berdoa digereja sendirian saat itu. G dan Ugetsu berteriak seraya mendobrak pintu gereja. Knuckle langsung mengobati anak itu. Lukanya cukup dalam, tapi Knuckle dapat menyembuhkannya dengan cepat. Anehnya, luka itu tidak bisa tertutup sempurna dan masih tersisa. Knuckle akan merawatnya hingga ia sembuh dan berkata pada G dan Ugetsu agar datang lagi esok.

Hari sudah larut dan anak-anak asuh gereja sudah tertidur. Knuckle masih ada di gereja, berdoa dengan khusyuk ketika tiba-tiba ia mendengar suara rintihan yang berasal dari ruangan di kiria ula tempat ia berdoa. Ia membuka pintu dan mendapati anak berambut coklat terbaring di kasur. Knuckle menatapnya penuh simpati dan duduk di dekat tempat tidur.

Sudah 2 hari sejak G dan Ugetsu membawanya ke gereja. Ia tidak pernah bangun. Ia demam dan selalu mengigau selama itu. G dan Ugetsu tidak bisa datang karena hujan yang turun berubah menjadi badai sejak kemarin lusa.

"Uuhh… " sirambut coklat itu mendesah dalam demamnya.

Anak itu tampak sangat menderita. Sepertinya ia bermimpi buruk dan bergumam dalam tidurnya. Bahkan ia kadang menangis dalam mimpinya. Hal itu melukai hati siapapun yang melihatnya, termasuk Kmuckle 'Malang sekali kau, apa yang telah terjadi padamu?' piker Knuckle. Ia lalu mencoba menggenggam tangannya.

"Uuhkh… hh…" ia bergumam, genggamannya menguat "O-onii-san…"

" Tenanglah" Knuckle mengelus kepalanya "Tidak apa-apa…"

Si anak bergerak-gerak pelan. Tiba-tiba pandangan Knuckle tertuju pada sebuah cincin yang terkalungkan di lehernya. 'Vongola Sky Ring!' Knuckle membatin. Matanya membelalak sesaat. 'Kenapa…?' piker Knuckle seraya mengangkat tangan untuk menyentuh cincin Vongola itu. Tapi cincin itu sendiri menolaknya. Ketika Knuckle coba mengambilnya, cincin itu berontak seperti mengeluarkan angin yang melulai (menyayat) tangan Knuckle.

"A-apa?" Knuckle reflex menarik tangannya yang terluka dalam hingga darah mengalir deras dari luka itu. Tiba-tiba genggaman tangan di tangan kiri Knuckle mnguat dan si anak kejang-kejang.

"UUUKKH… AHH…" anak itu berteriak kesakitan, "O-ONII-SAN…"

Knuckle dengan cepat segera memegangi tubuh anak itu, tapi ia tetap kejang-kejang. Knuckle mengeratkan cengkramannya (bahasanya kasar amat), berusaha menahannya tetap di tempat. Si rambut coklat itu merintih dan mngeliat, tampak lebih menderita dari pada sebelumnya.

Tak lama, kejang-kejang itupun berhenti dan Knuckle segera melepaskan tangannya sambil menghela napas laga.

"Ukh…" rintihan itu terdengar lemah.

Knuckle mengambil kompres demamnya, membasuhnya dengan air dingin dan meletakkanya lagi di dahi anak itu. Knuckle sendiri hanya membebat lukanya untuk disembuhkan nanti. Genggaman tangan itu sekali lagi menguat dan si anak mengumam dalam tidurnya.

"Uuh.. semuanya… ma-maafkan aku…"

TO BE CONTINUED…

Yaaaa ! Ini dia ! Satu lagi fanficku yang gaje banget.

Aaakh, aku ga' tahu musti gimana. Dan khusus yang ini kok kayanya lebay ya ? (="=)

Ahahaha… maaf kalau kalian berpikir kalau ini lebay ga' apa-apa kok. In proyek fanfic-bersambungku yang pertama sih. Tapi tenang aja ga' akan panjang kok, paling hanya 8 chapter paling banyak.

Seperti biasa, kritik dan saran sangat diperlukan. Terimakasih banyak bagi orang-orang yang sudah bersedia membaca fanficku ini (\o/) Dan untuk keterlambatan upload selama ini, aku benar-benar minta maaf ! Hontou ni gomenasaaaaaaiiii…! ("')

So, mind to REVIEW, please?