Hell-o everyone! I'm just making this one fic because I kinda wants to try the AR (just to remind you, AR means Alternate Relation)version for my favorite pairing KurofemKura, when they could be everything I wanted them to be, hehe,
this is another Multichapters, if you may asked, and I'm very much enjoy writing this, so I'm hoping for you guys to feel it too.
Seorang gadis kecil nampak bersembunyi dibalik sebuah sofa besar, ia menangis perlahan karena ketakutan sambil memeluk kedua lututnya dan membenamkan kepalanya diantara kedua lututnya, suara-suara tembakan menggema ditelinganya, membuat ia kemudian menggerakkan tangannya untuk menutup telinganya,
"Ayah..Ibu..", gumamnya dalam isakan penuh rasa takut itu, berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya,
"Kumohon, jangan bunuh aku..", pinta seorang wanita bermata biru itu sambil beruraian airmata, gadis kecil itu mengenal suara wanita itu,
"I-Ibu..", bisiknya dalam ketakutan, ia lalu mengangkat kepalanya dan mencoba mengintip dari balik sofa besar itu, dilihatnya sang ibu tengah memohon ketakutan pada seorang pria berambut hitam yang mengenakan mantel bulu-bulu berwarna biru tua, dan sang ibu ditahan oleh seorang wanita berambut coklat sebahu dan seorang wanita lain yang rambutnya berwarna biru tua dan terikat berantakan, gadis itu terisak pelan, mengingat pesan ibunya sesaat sebelum semuanya berantakan seperti sekarang ini,
pergilah kebalik sofa besar, dan apapun yang terjadi, jangan beranjak dari sana, dan…kami mencintaimu, nak ,kata sang ibu pada gadis kecil itu, yang ia pegang baik-baik, hingga saat ini, iapun hanya terdiam dan menangis sunyi melihat ibunya yang kemudian digores dengan sebilah pisau kecil yang bentuknya agak aneh,
"Siapa..kalian?", wanita itu berujar lemah sambil merenggang nyawa, pria berambut hitam itu hanya berujar datar,
"Kami...".
Innocence
Episode 1: Pilot
Suasana siang itu sangat sunyi, terlebih di daerah York Shin, kota yang biasanya selalu ramai, kini nampak sepi, hanya pada beberapa jalan dan perkantoran saja yang agak terlihat ramai, selebihnya, jangan ditanya.
Ditengah kota khusus penjahat yang terlihat sepi itu, sebuah mobil sport mewah berwarna biru tua melintas dengan kecepatan cukup tinggi, dari jendela mobil yang gelap itu nampak sesosok pria berambut hitam sedang mengemudikan mobilnya, pria itu mengenakan polo shirt berwarna biru tua dan celana jeans, ia juga mengenakan kacamata hitam dan sepatu sneakers berwarna hitam.
Mobil berkecepatan tinggi itu terlihat berbelok setelah lampu merah, dan terus berjalan hingga akhirnya sampai di depan sebuah mansion besar, pria berambut hitam itu lalu turun dari mobilnya dan membuat para penjaga rumah tersebut kehilangan kesadaran dalam sekali langkah, iapun masuk dan menyusuri rumah itu, hingga berhenti didepan pintu suatu ruangan, pemuda itu membuka knop pintu ruangan tersebut dan masuk, didalam ruangan itu nampak seorang pria tua berwajah angkuh, ia hanya menoleh sedikit ketika menyadari seseorang memasuki ruangannya,
"Ada perlu apa tuan?", ujar pria tua itu pada pemuda yang baru saja masuk tersebut,
"Aku butuh bantuan", jawab pemuda itu datar dan dingin,
"Hei, kau kira ini tempat minta bantuan? Nak, kau datang ke tempat yang salah", pria tua itu berujar dengan angkuhnya, pemuda itu menyeringai kecil,
"Tidak juga", katanya sambil melepaskan kacamata hitam dan perban yang menempel di dahinya,
"Baiklah, mari kita ulang perkenalannya, Hallo, ayah", ujar pemuda itu, dingin seperti sebelumnya,
"Ka-kau, apa maumu?", tanya pria tua itu ia terlihat agak panik, ia mulai mundur sementara pemuda itu berjalam mendekat,
"Sebentar lagi akan ada yang datang kemari, kalau mereka mencariku, katakan pada mereka…",
"Semua akan berakhir", ujar pria tua itu pada beberapa pria dan wanita ber-jas yang datang ke mansion itu tidak berapa lama sejak kedatangan putranya secara tiba-tiba setelah beberapa tahun ia menghilang, atau lebih tepatnya ia hilangkan,
"Bagaimana caranya mengatakan hal itu? Apakah bersemangat? Atau justru tampak menyerah?", tanya sang interogator itu sambil berdiri dihadapan pria tua yang tengah duduk di kursinya,
DOORR!
suara tembakan terdengar dari arah lain, pria tua itu tewas seketika dengan sebuah peluru bersarang di dadanya,
"Hei, aku sedang menanyainya!", gerutu wanita berambut kemerahan itu,
"Tapi dia terlalu lama menjawabnya", sahut sang pria berambut hitam itu,
"Cih, kau memang tidak sabaran ya, Dalzone", ujar wanita itu kesal, ia hampir saja mendapatkan sedikit informasi yang diinginkannya dari pria tua itu, kalau saja Dalzone, bos-nya tidak mengganggunya,
"Kau itu yang terlalu lamban, Veize", ujar Dalzone dingin, ditatapnya Veize dengan penuh ancaman dan perintah, wanita itu lalu beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan ruangan itu,
"Dia sudah kembali", kata Dalzone pada Veize dan Dochino yang berdiri dibelakangnya,
"Dia, bukannya mereka?", tanya Veize agak ketus lantaran ia masih kesal pada Dalzone yang tadi menghentikan interogasinya secara sepihak,
"Ya, mereka", Dalzone berujar penuh emosi, iapun berjalan menuju mobil dengan diikuti oleh kedua bawahannya.
Seorang gadis muda berambut pirang terlihat sedang mengulet diatas sebuah ranjang berukuran medium, ia mencoba membuka matanya yang terasa berat, ditambah dengan keadaan ruangan yang sangat terang itu, matanya jadi terasa sakit, sakit sekali, sayup-sayup gadis itu mendengar suara pintu dibuka, iapun berusaha bangkit dari tempat tidur itu untuk sekadar duduk, gadis itu menajamkan penglihatannya,
"Hallo Kurapika", sapa wanita berambut coklat itu, ia masuk ke kamar itu dan menutup pintunya,
"Siapa kau?", tanya Kurapika sambil melirik kearah pisau buah yang tergeletak diatas meja,
"Aku? Namaku Eliza, Kurapika", kata wanita itu sambil tersenyum,
"Biar kujelaskan-", lanjut wanita berpakaian kimono itu,
"Secara official kau sudah mati, gadis kecil", katanya menjelaskan pada Kurapika yang semakin merapatkan tubuhnya ke tembok,
"Mati? Apa maksudmu? Ini dimana?", tanya Kurapika bingung, kepalanya seketika terasa sakit sekali, Eliza membuka file berisi data dan foto milik Kurapika,
"Kau adalah terpidana mati karena telah membunuh seseorang yang punya pengaruh, sayang", kata Eliza lagi, Kurapika mencoba menggeser tubuhnya ke tepi ranjang, ekor matanya masih tertuju pada pisau buah itu,
"Tapi kami memalsukan kematianmu, jadi sekarang, kau harus menuruti kami, demi negaramu", ujar Eliza lagi, sambil tersenyum, Kurapika sedikit merasa ketakutan dan terancam, tapi ia tahu tindakan gegabah tak akan menguntungkan,
"Hidupmu sudah berakhir, Kurapika", lanjut wanita berambut coklat itu, Kurapika semakin merasa terancam dan mempercepat gerakannya, disambarnya pisau buah itu dan ia berlari menuju Eliza yang berdiri membelakangi pintu, tapi wanita itu dengan sigap menahannya,
"Eits, kau belum boleh kemana-mana Kurapika", katanya sambil menahan tubuh gadis itu dan menyuntikkan obat penenang padanya, Kurapika merasakan pandangannya mengabur, dan ia kehilangan kesadarannya.
"Para Godfather telah bergerak", ujar pria berambut hitam itu datar,
"Hah, aku sudah tak sabar, Danchou", kata salah seorang bawahannya,
"Apa tujuan mereka?", tanya seorang pemuda berambut pirang kecoklatan, ekspresinya serius,
"Black Sparrow", katanya singkat, pemuda berambut pirang kecoklatan itu langsung menelusuri data tentang 'Black Sparrow' yang dimaksudkan itu,
"Hmm, Black Sparrow adalah julukan yang diberikan kepada seorang diplomat yang telah berkhianat dari mafia", ujar Shalnark memberi penjelasan singkat tentang tujuan para mafia itu,
"Bunuh orang itu lebih dulu, kita akan menantang para Godfather itu", kata Kuroro datar, senyum tipis terukir diwajahnya, meski tidak seorangpun diantara anak buahnya yang menyadari hal itu,
"Kalian boleh pergi", ujarnya lagi sambil berbalik badan dan menghilang.
Dalzone dan tim-nya segera berangkat menuju lokasi tempat tinggal 'Black Sparrow' dan mereka sangat terkejut mendapati para penjaga disana telah tewas dalam keadaan yang amat mengenaskan, darah segar membanjiri tempat itu,
"Ini pasti mereka", katanya geram, Veize, Dochino, dan Sukuwara si supir hanya terdiam dalam keterkejutan sambil menutup hidung dan mulut mereka, bau darah yang anyir menyapa indera penciuman mereka, jari-jari Dalzone yang agak besar menekan tombol-tombol di ponselnya, lalu pria itu menempelkan ponsel itu ketelinganya,
"Bos", sapanya pada seseorang diseberang sana,
"Apa?", sahut pria berkumis itu, ia dapat menduga kalau kabar yang akan disampaikan oleh bawahannya ini bukanlah kabar baik,
"Seseorang telah mendahului kita", kata Dalzone geram,
"Apa itu-", bos-nya belum selesai bicara karena telepon itu langsung diputus oleh Dalzone karena sosok yang ia lihat berdiri dengan angkuhnya tidak jauh dari hadapannya,
"Kuroro Lucilfer", ia menyebut nama yang sangat dibencinya itu, nama sang pengkhianat yang sekarang sudah berani menampakkan dirinya lagi,
"Dalzone, sudah berapa lama sejak terakhir kita bertemu? Tapi nampaknya kau sama sekali belum berubah?", kata pemuda berambut hitam itu, senyum kepuasan terukir diwajahnya,
"Pengkhianat, beraninya kau", Dalzone berujar geram sambil menggertakkan giginya, sementara para bawahannya hanya mendukung dari belakang dengan nen masing-masing.
Dalzone pun lalu mengeluarkan pedangnya dan mengacungkannya kearah Kuroro, pria itu hanya bergeser sedikit dari tempatnya dan mengeluarkan Bandit Secret-nya, mencari-cari jenis yang skill yang ia butuhkan, lalu seringai tipis terlihat diwajahnya dan ia segera menutup bukunya, setelah buku itu menghilang, Kuroro pun mengeluarkan Benz Knife dari sakunya.
Kedua pria itu lalu bertarung cukup seru, tapi disatu sisi sangat terlihat bahwa Kuroro hampir-hampir hanya melakukan tehnik defensif, tanpa menyerang sama sekali, sedangkan Dalzone sudah melakukan berbagai serangan terhadap pemuda itu,
"Darimana kau tahu soal Black Sparrow, Kuroro?", tanya Dalzone dengan penuh amarah, Kuroro hanya tersenyum mendengarnya,
"Sudah kuduga kau akan bertanya, tapi, mari sebut saja, insting", kata Kuroro dengan nada mengejek, Dalzone kesal sekali mendengar ucapan pria muda itu,
"Mari kita ulang-", sambung Kuroro dengan nada menantang,
"Putra seorang Xavier Lucilfer pergi dari rumahnya bertahun-tahun yang lalu, dan tersasar sampai ke Ryuuseigai, ia berlatih dengan sangat baik sambil bertemu dengan rekan-rekannya, lalu menjadi…Laba-laba", Kuroro menarasikan kisah masa lalunya sambil menodongkan Benz miliknya kearah Dalzone, tepat di lehernya, dan ketiga anak buah Dalzone, masing-masing telah ditahan oleh satu anggota Laba-laba,
"Lalu datanglah Ten Godfather, menawarkan pekerjaaan untuk anak-anak itu dan menyuruh mereka melaksanakan misi yang katanya untuk kepentingan negara, tapi ternyata, tidak", ujar Kuroro lagi, ia semakin menekankan pisau itu,
"Mereka hanya berniat menghapuskan saingan-saingan mereka, dan salah seorang anak mengetahuinya", ia berkata lagi, aura hitam terpancar dari kedua bola mata onyx-nya,
"Lalu 13 anak itu menyelinap dari sana dan membuat Laba-laba menjadi organisasi yang bebas", ia tersenyum,
"Dan kini, saatnya sudah tepat untuk menghancurkan permainan Ten Godfather yang terkenal itu", katanya sambil menjauhkan pisau itu dari leher Dalzone, lalu Kuroro memberi isyarat pada para anggotanya untuk meninggalkan tempat itu,
"Sampai jumpa lain waktu, Dalzone", ujarnya diiringi seringai tipis diwajahnya.
"Kau sudah sadar?", sebuah suara membangunkan gadis itu , ia menajamkan penglihatannya sekali lagi, tapi kali ini yang berada didekatnya bukan Eliza lagi, melainkan seorang gadis muda yang kira-kira seusia dengannya,
"Perkenalkan, aku Neon", ujarnya, gadis itu mengulurkan tangannya,
"Kurapika", sahutnya singkat sambil membalas uluran tangan gadis itu,
"Ayahku adalah pemilik gedung pelatihan ini, namanya Light Nostrad", kata Neon lagi, entah kenapa Kurapika merasa lebih nyaman bersama Neon ini ketimbang tadi saat ia bersama wanita bernama Eliza itu,
"Neon..", Kurapika berujar ragu,
"Ada apa?", tanya Neon dengan nada ramah, Kurapika menghela nafas,
"Ada apa ini sebenarnya? Kenapa aku ada disini?", Kurapika bertanya dengan wajah yang terlihat bingung,
"Hmm…begini…", Neon memulai ceritanya,
"Kata Ayah, kau adalah terpidana mati karena kau tertuduh telah membunuh seorang pejabat mafia yang penting. Tapi Ayahku berpikiran bahwa kau memiliki potensi untuk melakukan sesuatu, sehingga ia memalsukan kematianmu dan membawamu kesini", kata Neon dengan nada yang terdengar agak ceria,
"Oh ya, ayo! Aku akan menunjukkan semua ruangan yang ada disini padamu, dan setelah itu kita akan bersenang-senang diruang komputer", kata Neon lagi, iapun menarik Kurapika keluar,
"Tunggu", Kurapika menahan langkahnya,
"Kau akan mengajakku berkeliling, dengan pakaian seperti ini", ujar Kurapika sambil melihat dirinya sendiri, ia saat ini sedang mengenakan kamisol berwarna putih dan celana pendek setengah paha berwarna abu-abu, Neon terkejut sedikit mendapati warna kulit Kurapika yang putih dan terlihat halus, sama sekali tidak terlihat kalau ia adalah anak jalanan yang terpidana mati beberapa waktu yang lalu,
"Hmmm…baiklah, aku akan mengambilkanmu pakaian, kau tunggulah disini", kata Neon, lalu ia berbalik dan menuju pintu, meninggalkan Kurapika diruangan itu sendirian, beberapa menit kemudian, Kurapika berjalan menuju pintu, dan menempelkan tubuhnya di daun pintu tersebut, setelah dirasa cukup aman, gadis itu membuka pintunya dan berlari keluar, tanpa mengenakan alas kaki, ia mengingat-ingat pengarahan yang telah didengarnya, lalu iapun bergegas menuju ke arah sebuah pintu, dan memasangkan penyadap, lalu gadis itu mendengarkan dengan seksama, namun ia sepertinya belum terbiasa hingga ia hanya bisa mendengarkan dengan jelas kata-kata yang ditekankan,
"…Black Sparrow, jam 7, pagi…", adalah satu-satunya hal yang benar-benar didengarnya, lalu ia buru-buru melepaskan penyadapnya dan kembali ke kamar tadi, kemudian ia duduk diatas ranjang dan berpura-pura kebosanan menunggu Neon, tak lama gadis itu datang dengan sebuah kantung kertas,
"Ini, kata Eliza ini seragam latihanmu", ujar Neon sambil menyerahkan kantung kertas itu, Kurapika melihat kalau dalamnya berisi jaket berparka dan celana training, masing-masing berwarna biru muda, iapun mengenakannya dengan tidak terburu-buru,
"Oh ya, ini juga", Neon menyerahkan sneakers berwarna putih, yang langsung saja ia kenakan,
"Ayo!", seru Neon sambil menarik tangan Kurapika.
Mereka pun berkeliling sampai keduanya tiba di ruang komputer,
"Ini bisa buat chatting, mau coba?", tanya Neon ramah,
"Hm, boleh saja", kata Kurapika datar, meski dalam hati ia tersenyum, tak menyangka kalau hari pertamanya akan berjalan semudah ini,
"Kau pakailah komputer yang itu, dan aku akan memakai yang ini, kita chatting saja", Neon berujar penuh semangat,
"Neon?", tanya Kurapika, Neon pun menoleh pada teman barunya itu,
"Ada apa?", Neon membalas dengan wajah bertanya-tanya,
"Ini jam berapa?", Kurapika meneruskan kalimatnya,
"Oh, ini jam 10 malam", sahut Neon, tanpa menyadari perubahan ekspresi Kurapika yang duduk dibelakangnya.
Kurapika memanfaatkan momen ini untuk berchatting dengan Neon, dan temannya yang satu lagi.
Hei, aku sudah disini
Oh, benarkah?
Apa aku pernah berbohong?
Hmmm..tidak, jadi, semua sesuai pengarahan?
Ya, begitulah
Kenapa kau lama sekali?
Maaf, aku disuntik anestesi
Hmm..aku tidak heran
Menyebalkan, jadi kau mau dengar sesuatu tidak?
Boleh, apa?
Kudengar mereka mengincar Black Sparrow
Hmm, begitu ya, kau dengar kapannya?
Besok, jam 7 pagi
Thanks, little girl
You're welcome
"Sudah yuk!", kata Neon sambil me-log-out-kan programnya, begitu pula dengan Kurapika,
"Ayo, kita pergi", ujar Neon lagi, Kurapika hanya tersenyum,
"Terima kasih, Neon", katanya tulus,
"Sama-sama", balas Neon, tanpa tahu arti kata terima kasih itu sebenarnya.
Next, on Innocence: "I heard they talk about protecting", "Then I'll say about killing", "Who are you?", "I'm going to get you out of here"
Huwaaa my third Indonesian multichapters, I'm sooo happy...
The second last is a chatting between Kurapika and someone she knows, Kurapika was the unbolded one, and the bolded one is, you-know-who.
Review please!
Love and Peace,
Kaoru
