"Cuit.. cuit.. cuit.." suara burung-burung yang sedang bersiul-siul dengan merdunya sembari bertengger di dahan sebuah pohon di dalam hutan. Tiba-tiba, siulan itu berhenti dan mereka berterbangan ketakutan meninggalkan seekor kawanan mereka yang sedang dilahap oleh seekor ular.
"Aaah.. kau mengagetkan mereka, begitu kata Rain" ucap seorang pemuda yang kulitnya bersisik seperti ular. Rain, seekor ular Black Mamba betina dengan nama latin Dendroaspis polylepis. Sedangkan, sang lawan bicara Rain, yaitu Bill yang juga Black Mamba namun berkelamin jantan cuek tidak menanggapi perkataan Rain dan asyik memakan burung yang dimangsanya. Rain pun beralih kepada sang pemuda.
"Kenapa sih, kau mampu berbicara dalam bahasa kami, yaitu bahasa ular? Begitu tanya Rain" ucap pemuda bersisik.
"Itu karena dia memang ditakdirkan untuk bersama kita, bodoh. Begitu kata Bill" ucap pemuda bersisik.
Rain pun menyahut, "Heh, siapa yang ngajak lo ngo…." Rain terdiam.
"Ada apa Rain? Begitu tanya Bill" ucap pemuda bersisik.
"Tidakkah kau merasa aneh, Bill? Begitu tanya Rain" ucap pemuda bersisik.
"Hah? Apa yang aneh? Tunggu, ini.. terlalu sepi.. Begitu kata Bill" ucap pemuda bersisik.
Tiba-tiba, banyak binatang berlarian menuju sungai Nays yang berada di sebelah utara, tentu saja tanpa berani mendekati pasangan Black Mamba itu, hingga seekor ular Red Spitting Cobra dengan nama latin Naja Pallida hendak melewati mereka.
"Tunggu sebentar Kain! Sebenarnya ada apa? Begitu tanya Bill" ucap pemuda bersisik.
"Astaga! Kalian masih belum tahu? Ada pembakaran hutan untuk membuka ladang oleh manusia di selatan! Begitu kata Kain" ucap pemuda bersisik.
"APPAAAA?" jerit Rain, Bill, dan pemuda bersisik.
"Ayo cepat pergi dari sini! Begitu kata Kain" ucap pemuda bersisik.
Mereka berempat segera menuju sungai Nays, namun api sudah semakin dekat. Hingga,
"BRUAKK!" 3 ekor ular itu lantas berhenti dan melihat sang pemuda bersisik tersungkur dengan kaki terjepit di batang pohon yang rubuh karena api.
"Astaga! Bagaimana ini?!" panik Rain yang segera menghampirinya.
"Jangan pedulikan aku, cepat pergi ke sungai!" seru sang pemuda.
"Kami tidak mungkin pergi tanpa dirimu, bodoh!" seru Bill dan Kain yang juga menghampiri sang pemuda.
Api sudah semakin dekat, namun..
"Byuuuuuur…." Api pun mati karena siraman air yang disiramkan dari sebuah helikopter.
"Aaaah.. syukurlah kita selamat"ucap Bill.
"Siapa bilang kita selamat? Manusia-manusia itu akan datang dan membunuh kita semua" ucap Kain.
"Makanya, cepatlah pergi.." ucap pemuda bersisik.
"Terlambat, mereka sudah datang.." desis Bill.
Langkah kaki yang semakin dekat membuat mereka berempat semakin waspada.
"Huh! Ada-ada saja, buat apa mengecek pinggiran pembakaran?!" keluh seseorang.
3 ekor ular itu semakin waspada dan bersiap-siap untuk mengeluarkan bisa.
"Jangan, kalian cepatlah pergi!" seru pemuda bersisik.
"Maaf saja, kami bukan makhluk yang akan mengkhianati teman kami" kata Kain.
"Rain, bersembunyilah di tubuh manusia ini!" perintah Bill.
"Apa? Lalu bagaimana dengan kalian?" tanya Rain.
"Tenang, kami bukan makhluk yang tidak jantan.. Cepatlah!" perintah Bill.
"Uuuukh.. baiklah" ucap Rain yang dengan terpaksa bersembunyi di dalam baju sang pemuda.
"Srak.. Srak.. Srak.." Langkah kaki yang semakin dekat membuat Kain melebarkan rusuknya dan bersiap melempar bisanya.
"Nggggh.." erang pemuda bersisik yang sedang berusaha mengangkat batang pohon yang menjepitnya.
"Sssssh.. " bisa pun dilontarkan oleh Kain dan Bill melompat menggigit manusia itu.
"Uwaaaaagh" Manusia itu segera terkapar dan kejadian itu memancing manusia lainnya.
"Heeei! Ada yang diserang ular!" "Ular?! Cepat ambil senapan!" "Semuanya, SIAGA!"
20 orang dengan bersenjata senapan segera mendatangi mereka berempat.
-OOOOO-
"Sudah waktunya untuk bangun, tuan muda" ucap seorang butler berbaju hitam.
"Nggh.. " erang sang tuan muda yang bernama Ciel Phantomhive. Ciel, seorang anak bangsawan kaya terpandang yang berumur 14 tahun. Orang tuanya sudah meninggal karena dibunuh oleh seseorang saat Ia masih berumur 6 tahun*ayalan author #ditebas ciel*, karena itu perusahaan keluarganya diambil alih oleh orang lain untuk sementara. Sedangkan, Ciel sendiri harus belajar pelajaran sekolah pada umumnya, tentang kebangsawanan, manajemen, dan mengenai perusahaanya. Perusahaan Phantom, yaitu perusahaan yang telah memproduksi begitu banyak alat-alat teknologi seperti mobil, motor, pesawat, helicopter, computer, laptop, kulkas, televisi, kipas angin, AC, dan masih banyak lagi. Perusahaan ini telah merajai hampir seluruh dunia sejak tahun 1990, itu berarti mereka sudah merajai dunia selama 90 tahun dan sekarang adalah tahun 2080. Ciel Phantomhive akan mewarisi semua itu pada hari yang telah ditentukan nanti.
"Jadwal hari ini?" tanya Ciel.
"Pagi ini tuan muda diundang ke istana Lybighunt untuk merayakan setahun berakhirnya perang dunia ke-3 yang dimulai jam 09.00 hingga jam 13.00, lalu nanti sore akan ada upacara perwarisan perusahaan, gelar, dan kekayaan kepada tuan muda yang dimulai pada jam 16.00 hingga jam 20.00" jawab sang butler, Sebastian
"Lalu, sarapan pagi ini?" tanya Ciel sambil mengenakan bajunya dan dibantu oleh Sebastian.
"Hari ini saya menyediakan menu khas dari Perancis, yaitu seporsi kecil baguette dengan mentega dan selai strawberry dan selai apricot, lalu ada croissant, brioche, pain au chocolat. Dan minumannya café au lait" jawab Sebas.
"Ngg.. aku tidak suka menu ini" gerutu Ciel.
"Mohon maaf, tuan muda. Besok akan saya siapkan sarapan yang lebih baik" sahut Sebas.
"Huh.. ya sudahlah.." gumam Ciel sambil menggigit baguettenya yang telah diolesi selai strawberry.
-OOOOO-
"TIDAK! LEPASKAN AKU! KELUARKAN AKU DARI SINI!" jerit sang pemuda bersisik yang dikurung di sebuah kurungan yang sebenarnya untuk singa sirkus.
"DIAM!" perintah seorang pria berumur 35 tahun yang bernama Harold. "Ctarr!.." bunyi cambuk yang mengenai punggung sang pemuda terdengar.
"Ugh.." pemuda itu berusaha menahan sakit.
"Heh.. hebat juga, kau benar-benar bukan manusia. Siapa namamu?" tanya Harold.
"A…hosh.. aku tidak punya na..ma hosh.. hosh.." jawab pemuda bersisik terengah-engah.
"Huh, tentu saja, mana mungkin makhluk sepertimu punya nama. Hei, bagaimana kalau kau kuberi nama?" Tanya Harold.
"…."
"Tidak mampu menjawab? Tentu saja! Punggungmu sakit, bukan? Hahaha.. baiklah, mulai hari ini namamu adalah Snake" kata Harold. Lalu Harold pun melenggang pergi meninggalkan Snake dan Rain yang masih bersembunyi.
Rain keluar dari persembunyiannya dan berkata kepada Snake, "Pria macam apa itu?! Kau tidak apa-apa?" desis Rain.
"…."
"Hei?" Rain pun menoleh untuk melihat wajah Snake.
Rain membatu begitu melihat wajah Snake dan segera tersadar kembali.
'Gawat, tadi aku hampir menjadi batu' batin Rain.
"Hei, kau kenapa? Kenapa menangis? Bukannya justru aku yang seharusnya menangis?" Tanya Rain.
'Ya, karena Bill dan Kain telah mati.. Bill..' batin Rain sambil menahan rasa sedihnya.
Snake mengusap air matanya dan berkata, "Dia.. memberikanku nama.."
'Kali ini aku akan benar-benar berubah menjadi batu' kutuk Rain yang seketika sweatdrop mendengar jawaban Snake.
Rain memalingkan wajahnya dari Snake dan berkata, "Oh? Jadi kau suka dipanggil Snake? Baiklah, aku juga akan memanggilmu Snake!"
"Sungguh?" Snake memandangi Rain dengan poppy eyesnya.
"Crott…" Rain mimisan melihat wajah Snake.
"Loh? Rain? Rain!"
