My first iKON Fanfiction.

-oOo-

Hanbin as Seme (Top) and Jinhwan as Uke (Bottom).

Other members :

Junhoe as Seme

Yunhyeong as Uke

Bobby as Seme

Donghyuk as Uke

Chanwoo as Seme

-oOo-

I warn you to read this fanfict if you don't like my Main Pairing.

Bagi semua iKONic dan suka sama couple ini, silahkan di baca. Yuta suka banget sama Jinhwan dan dia cocok bgt sama Hanbin aka B.I. Jadinya Yuta bikin FF BinHwan ini. Semoga kalian suka sama Fanfict Yuta kali ini. Terima kasih ^^

.

.

.


-oOo- JUST GO -oOo-


.

.

.

Author :

Yuta CBKSHH

Tittle :

JUST GO (BINHWAN)

Main Cast :

Kim Hanbin (30 tahun)

Kim Jinhwan (23 tahun)

Support Cast :

Koo Junhoe (23 tahun)

Song Yunhyeong (22 tahun)

Jisoo (28 tahun)

Bobby (28 tahun)

Other cast (iKON's members)

Rating :

M

Genre :

Romance, Drama, Hurt/Comfort

Length :

Chaptered

Disclaimer :

Fanfict ini berdasarkan obsesi Yuta terhadap BinHwan Couple dari iKON. Ditulis oleh Yuta sendiri tanpa di bantu oleh siapapun. PLAGIARISM ISN'T MY STYLE! NO COPAST! NO PLAGIAT! Semoga kalian suka dan bisa nerima cerita ini dengan baik ^^

Warning :

BL-BoysLove / YAOI / SHOUNEN-AI / HUBUNGAN SESAMA JENIS. MATURE CONTENT INSIDE ! NC-21 ! DLDR ! DO NOT BASH BUT KRITIK ATAU SARAN SANGAT DI PERBOLEHKAN. ENJOY IT!

Summary :

[YAOI! NC21!] "Aku tahu hatimu tidak akan pernah untukku. Ini rasanya seperti aku memaksa memeras diriku sendiri di dalam hatimu yang tak memiliki tempat untukku. Pada akhirnya, aku hanya akan menjadi orang bodoh." - Jinhwan. (BINHWAN) Slight JunHwan & JunHyeong! RnR!

Backsong :

iKON – Just Go

~~ HAPPY READING ~~

.

.

.

Pintu baru saja dibuka oleh seseorang. Seluruh ruangan nampak gelap dan sepi dengan barisan kursi dan meja yang tertata rapih. Sepasang kaki mungil perlahan melangkah menelusuri ruangan tersebut seperti mencari sebuah pintu kecil lain yang terletak paling sudut.

Wajahnya nampak segar karena udara pagi yang baru saja ia lalui dengan berjalan kaki menuju ke tempat ini. Kali ini, Jinhwan –si pemilik kaki mungil itu- lebih memilih untuk berjalan kaki ketimbang menaiki Bus. Alasannya sangat sederhana, ia hanya ingin menikmati pagi di hari minggu ini seorang diri.

Lelaki manis pemilik nama lengkap Kim Jinhwan itu baru saja tiba di sebuah café yang menjadi tempat bekerjanya selama 3 tahun belakangan ini. Tepat pukul 7 pagi, ia sudah berada di loker pegawai. Seperti hari-hari sebelumnya, keadaan masih saja sama. Yaitu, ia selalu hadir lebih awal dibanding beberapa pegawai lainnya. Beruntung ia memiliki tempat tinggal yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempatnya bekerja, sehingga dapat meringankan beban tempuh perjalanannya sehari-hari.

Dengan cepat, Jinhwan mengganti pakaian biasanya dengan seragam café yang sudah ia siapkan dan tergantung rapih di dalam lokernya. Jinhwan memanglah seorang yang rajin dan memiliki tingkat kedisplinan yang tinggi. Karena baginya, segala hal harus dipersiapkan terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang sempurna. Dan ia ingin menjadi yang sempurna di mata semua orang yang akan ia temui hari ini.

Decitan pintu berbunyi, menandakan ada seorang lain yang memasuki ruangan loker pegawai tersebut. Jinhwan terpaksa menolehkan kepalanya ketika orang tersebut melemparkan senyuman pagi yang manis kepadanya. Orang itu adalah Junhoe, teman dekatnya yang berkedudukan sama sepertinya. Yaitu pembuat minuman untuk para pelanggan mereka.

"Kau datang pagi sekali," ucap Junhoe dengan hangat. Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi panjang di antara dua loker yang menjulang tinggi berdiri kokoh di sisi ruangan tersebut.

"Seharusnya aku yang bertanya, kau jarang datang pagi seperti ini. Apakah ada sesuatu yang membuatmu bersemangat?" Jinhwan melemparkan tawa kecilnya dan ia duduk di samping tubuh tinggi Junhoe.

Namun Junhoe hanya memandangnya tanpa mengatakan apapun. Ia kembali tersenyum dan mengusak kecil surai cokelat milik Jinhwan.

Tanpa mereka sadari, ternyata ada seorang yang berdiri di balik pintu yang tak tertutup sepenuhnya, tengah menyaksikan mereka berdua. Dia adalah Yunhyeong. Pegawai senior di tempat mereka bekerja.

Cklek

"Sepertinya kedatanganku mengganggu kalian," canda Yunhyeong. Jinhwan bisa melihat raut wajah yang tidak biasanya Yunhyeong tunjukkan padanya. Seperti ada sesuatu yang Yunhyeong sembunyikan darinya.

"Kau ini bicara apa? Kami sedang tidak melakukan apapun," jawab Jinhwan. Ia berbicara informal pada Yunhyeong karena nyatanya ia lebih tua satu tahu dari Yunhyeong. Meskipun Yunhyeong pegawai senior, tetapi ia tidak ingin dibedakan oleh pegawai lain. Menurutnya, perbedaan usialah yang paling penting.

Namun Junhoe bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan itu begitu saja tanpa satu patah katapun. Keadaan canggung seperti ini sudah sering Jinhwan rasakan saat ia berada di antara Junhoe dan Yunhyeong. Entah apa yang telah terjadi di antara keduanya, ia sama sekali tidak mengetahuinya. Namun ia kembali berpikir, itu semua bukanlah urusannya. Yang perlu ia lakukan hanyalah bersikap seperti biasa dan menjadi dirinya sendiri.

"Bolehkah aku berkata jujur padamu?" Yunhyeong menatap mata Jinhwan. Untuk yang pertama kalinya, Jinhwan merasa canggung pada Yunhyeong.

"Katakanlah."

Yunhyeong tersenyum dan menepuk bahu sempit Jinhwan. "Kalian nampak sangat serasi, kenapa kalian tidak menjadi sepasang kekasih saja?"

Dan Yunhyeong beranjak begitu saja dari hadapan Jinhwan. Meninggalkan Jinhwan yang terdiam dengan ekpresi bertanyanya.

Jinhwan menggelengkan kepalanya dan bersiap untuk bekerja. Ia tidak ingin terlalu mengambil hati ucapan Yunhyeong karena ia menganggap Junhoe sebagai Adiknya sendiri, tidak lebih. Mereka sudah bersahabat cukup lama, dan tidak mungkin perasaan cinta muncul di antara dirinya dan Junhoe.

.

.

.


-oOo- JUST GO -oOo-


.

.

.

"Kim Jinhwan, kau bisa mengantarkan minuman ini ke meja nomor 1?" pinta Yunhyeong pada Jinhwan.

"Tentu."

Dengan cepat, Jinhwan mengambil dua gelas minuman yang sudah tersedia di counter dan mengantarkannya ke meja nomor 1. Jinhwan selalu menunjukkan senyuman ramahnya pada semua pelanggan sehingga membuat pelanggan senang dan kembali ke café itu lagi.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Jinhwan sudah tiba di meja yang ia tuju. Meletakkan gelas kaca tersebut dengan hati-hati, dan membungkuk sopan setelahnya. Bisa dikatakan, pelanggan yang memesan meja nomor 1 sampai 10 adalah pelanggan yang istimewa. Mereka mengeluarkan uang tambahan untuk bisa menikmati minuman dengan suasana yang mewah.

Jinhwan tidak sempat melihat wajah pelanggannya kali ini, karena masih banyak minuman yang harus ia antarkan pada pelanggan. Sebenarnya Jinhwan bukanlah seorang pelayan, ia adalah pembuat minuman. Tetapi karena ada salah satu pegawai yang berhalangan hadir bekerja, maka jadilah ia yang mengantarkan minuman-minuman ini.

Namun terpaksa Jinhwan mengurungkan niatnya untuk beranjak, ketika ada sebuah tangan yang menahan pergerakannya. Tangan besar itu ia rasakan mencengkram tangannya cukup erat, dan mau tidak mau Jinhwan menatap ke arah pelanggan istimewanya itu.

"Bisakah kau menemaniku untuk menghabiskan minuman ini?" ucap pelanggan yang ia yakini adalah seorang lelaki dewasa.

"Ya?" tanya Jinhwan tidak mengerti.

Lelaki itu tertawa kecil dan menyuruh Jinhwan untuk duduk di sampingnya. "Aku memesan dua gelas minuman, dan aku tidak mungkin menghabiskan keduanya. Setidaknya, temani aku dan berbincang sebentar."

Jinhwan ingin menolak, tetapi ia kembali teringat jika ia harus menuruti apa perintah dari para pelanggannya. Terlebih pelanggannya kali ini adalah pelanggan istimewa, yang rela membayar mahal untuk itu.

"Baiklah, umm… Tuan."

Lagi-lagi lelaki tampan itu tertawa kecil.

"Jangan memanggilku Tuan. Panggil saja aku Hanbin. Aku rasa jika begitu kita akan menjadi lebih akrab."

Jinhwan hanya mengangguk dan memilih untuk duduk di samping pelanggannya yang ternyata bernama Hanbin tersebut.

"Berapa usiamu?" tanya Hanbin sambil menyesap minuman berwarna hijau yang diantarkan oleh Jinhwan beberapa saat yang lalu.

"Usiaku… 23 tahun."

Hanbin mengangguk paham. Kemudian ia memperhatikan wajah Jinhwan dari samping tanpa pelayan itu ketahui. Sungguh mengejutkan ia baru menyadari ada pelayan berwajah manis seperti pelayan ini. Padahal sudah tak terhitung ia mengunjungi café ini. Apakah pelayan ini adalah pelayan baru?

"Aku baru melihatmu di café ini. Apakah kau pegawai baru?" tanya Hanbin. Tangan kanannya ia letakan di belakang bahu Jinhwan.

"Sebenarnya aku bukanlah pelayan, aku pembuat minuman. Dan aku… hanya mengggantikan rekanku yang berhalangan hadir bekerja hari ini," jelas Jinhwan. Ia masih enggan untuk menatap wajah Hanbin.

"Baiklah, apa aku boleh tahu siapa namamu?"

Jinhwan tersenyum dan mengangguk kecil. Kemudian ia memberanikan dirinya untuk menatap mata Hanbin.

"Jinhwan. Namaku adalah Kim Jinhwan."

Jantung Jinhwan seolah berhenti berdetak ketika menatap senyuman yang dilemparkan oleh Hanbin padanya saat ini. Lelaki ini nampak sangat dewasa dan juga berkarisma. Jinhwan tidak pernah bertemu dengan seorang lelaki layaknya Hanbin. Dan juga, saat ini mereka duduk sangat berdekatan. Berakhir dengan Jinhwan yang membuang pandangannya kea rah lain dan meremas kedua tangannya sendiri.

"Baiklah, Jinhwan. Bolehkah aku meminta nomor ponselmu? Aku ingin kita bertemu kembali nanti."

Dengan santai Hanbin mengeluarkan ponselnya dan terlihat berkonsentrasi mendengarkan rentetan angka yang akan disebutkan oleh Jinhwan.

"08xx-xxxx-xxxx," ucap Jinhwan. Hanbin masih bertahan dengan senyuman menawannya.

"Aku akan menghubunginya-"

"Jangan!" ucap Jinhwan cepat memotong perkataan Hanbin. Dan Hanbin melemparkan tatapan bertanyanya.

"J-Jangan sekarang. Ponselku… ponselku ada di loker. Percayalah aku tidak akan membohongimu. Itu adalah nomor ponselku."

Hanbin terdiam cukup lama, namun tawanya kembali pecah dan ia menganggap lelaki berwajah manis ini merupakan sosok yang unik dan lugu.

"Aku mempercayaimu."

.

.

.


-oOo- JUST GO -oOo-


.

.

.

Junhoe memandang ke arah Jinhwan yang baru saja memasuki loker pegawai. Hari sudah menjelang malam itu tandanya waktu bekerja merekapun akan segera berakhir. Terbesit sebuah keinginan mengajak Jinhwan untuk pulang bersama, teringat jarak rumah mereka yang berdekatan. Dengan yakin Junhoe mendekati Jinhwan yang nampak sudah siap bergegas pergi meninggalkan ruangan itu.

"Kau pulang sendiri?"

Jinhwan menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Junhoe. Pasalnya diruangan itu hanya ada mereka berdua, dan ia sangat yakin jika Junhoe sedang berbicara padanya.

"Ya?"

"Kau pulang sendiri? Ingin pulang bersamaku?" Junhoe menampilkan senyuman anehnya.

"Apakah aku akan mendapatkan sebuah ice cream jika aku pulang bersamamu?" Canda Jinhwan.

"Hanya satu buah ice cream, aku rasa tidak masalah. Jja, sebelum Tokonya tutup," Junhoe merangkul bahu Jinhwan.

"Baiklah, aku akan pilih ice cream yang paling mahal."

Tak pernah Junhoe membayangkan akan semudah ini untuk mengajak Jinhwan pulang bersama. Pernah ia mencoba mengajak Jinhwan tetapi selalu tidak berhasil. Namun sepertinya hari ini Tuhan sedang berbaik hati padanya, untuk bisa berdekatan dengan seseorang yang ia sukai. Ya, Junhoe telah menyukai teman dekatnya tersebut sejak lama. Lebih tepatnya, sejak ia merasakan debaran keras dijantungnya saat Jinhwan menangis di pelukannya.

Flashback

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Junhoe saat Jinhwan tiba-tiba mengajaknya untuk bertemu di Taman yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal mereka.

"Apa yang harus aku lakukan?" lirih Jinhwan dengan suara yang bergetar.

Junhoe tidak mengerti, kenapa Jinhwan menangis terlebih saat ini malam sudah semakin larut. Jinhwan nampak rapuh dan terus menunduk dihadapannya. Entah kenapa, Junhoe ingin memeluk sosok lelaki yang telah menjadi sahabatnya selama ini.

"Katakanlah apa yang terjadi pada dirimu. Jangan membuatku khawatir, Kim Jinhwan."

"Mereka… hiks, mereka menghancurkan Kedai kami. Dan mereka memukuli kedua orangtuaku."

Jinhwan tidak mampu menahan airmatanya lagi, ia menangis dihadapan Junhoe pada malam itu. Melihat kedua orangtuanya dipukul dan diseret oleh penagih hutang sangat mengejutkan hatinya, kedai kecil yang menjadi sumber penghasilan keluarganya dihancurkan begitu saja hanya karena sebuah hutang.

Jinhwan berhasil lari dari kelompok penagih hutang yang juga ingin memukulinya, setelah mendengar teriakan kedua orangtuanya yang menyuruhnya untuk segera pergi dari sana. Tidak ada yang dapat dipikirkan oleh Jinhwan kemana ia akan pergi atau pada siapa ia meminta pertolongan. Hanya Junhoe satu-satunya orang yang terlintas dipikirannya, maka dari itu ia meraih ponselnya dan menghubungi Junhoe untuk bertemu di Taman ini.

"Aku tidak yakin kau akan datang. Aku benar-benar ketakutan."

Dengan cepat Junhoe menarik tubuh Jinhwan ke dalam pelukannya. Memeluk tubuh itu dengan erat dan mencoba untuk menenangkannya.

"Tenanglah. Aku bersamamu saat ini."

Jantung Junhoe berdebar keras untuk yang pertama kalinya saat ia sedang bersama sahabatnya ini. lebih tepatnya ketika ia merasakan sepasang tangan kecil yang melingkar di pinggangnya. Jinhwan memeluknya dengan erat dan ia kembali mendengar isakan yang lolos dari bibir Jinhwan.

"Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu untuk membayar hutang kedua orangtuaku?"

Junhoe mengerti. Sahabatnya ini sedang mengalami kesulitan, tidak mungkin ia berdiam diri begitu saja.

"Kau membutuhkan uang? Aku bisa mencarikanmu sebuah pekerjaan," ucap Junhoe.

Jinhwan melepaskan pelukannya dan menatap Junhoe dengan pandangan yang sedikit terkejut.

"Benarkah?" tanya Jinhwan.

"Aku bekerja paruh waktu di sebuah Café, apa kau ingin bekerja bersamaku?" tawar junhoe.

"Tapi… apakah mereka akan menerima siswa sekolah sepertiku?"

"Kau kira aku bukan siswa sekolah?" tanya Junhoe dengan sedikit candaan.

Entah kemana raut kesedihan di wajah Jinhwan, karena saat ini isakannya terhenti dan tergantikan oleh sebuah senyuman antusias.

"Kapan aku bisa mulai bekerja?"

"Umm, besok aku akan bicara dengan manager Café tempatku bekerja. Aku akan segera menghubungimu-"

Grep

"Terima kasih. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuk menyampaikan terima kasihku padamu."

Jinhwan menubrukkan tubuhnya pada Junhoe dan memeluknya dengan erat. Membuat Junhoe terpaku akan hangatnya pelukan tubuh mungil sahabatnya tersebut. Ia tidak tahu perasaan macam apa yang saat ini muncul di dadanya, karena yang ia tahu pada saat itu adalah sebuah keinginan untuk mengembalikan senyuman Jinhwan kembali.

Dan juga, Junhoe mulai menyadari jika ia semakin lama semakin jatuh cinta pada sahabatnya tersebut seiring waktu yang mereka lewati bersama-sama setiap harinya.

Flashback End

'Perasaan cinta ini semakin membesar, tetapi aku tidak tahu kapan kau akan menyadarinya.'

Junhoe terdiam memandangi Jinhwan yang sedang menikmati ice cream di sampingnya. Ia merasa senang jika melihat Jihwan senang seperti ini, dan ia ingin selalu melihat senyuman manis Jinhwan. Ingin rasanya ia menyatakan perasaannya pada Jihwan, tetapi waktu tidak pernah tepat untuknya. Ia tidak ingin persahabatan mereka hancur dan Jinhwan menjauhinya, itu adalah mimpi buruk baginya.

Cukup dengan memendam perasaannya seperti ini, hingga Jinhwan menyadari semuanya dengan sendirinya. Ia rela melakukan apapun untuk Jinhwan, tetapi ia memiliki satu harapan sederhana, yaitu…

Ia ingin Jinhwan membalas cintanya.

"Kenapa kau melamun? Ayo kita pulang, ice cream-ku sudah habis," ucapan Jinhwan membuyarkan lamunan Junhoe. Dengan cepat Junhoe tersenyum dan berdiri di hadapan Jinhwan.

"Jja, kita harus bekerja kembali besok pagi."

Junhoe berjalan mendahului Jinhwan, sedangkan Jinhwan hanya tersenyum menyadari kebaikan sahabatnya ini. Sudah lama ia mengenal Junhoe, dan Junhoe adalah satu-satunya orang yang membuatnya nyaman dan menjadi dirinya sendiri. Ia sangat bersyukur pada Tuhan karena telah memberikannya seorang sahabat yang sangat baik seperti Junhoe. Dan ia berjanji, tidak akan mengecewakan sahabatnya tersebut setelah semua yang ia lakukan terhadapnya.

"Hey! Tunggu aku!"

.

.

.


-oOo- JUST GO -oOo-


.

.

.

"Kau tahu alasan kenapa aku membenci pertunangan sialan ini?"

"Hanbin? Kau sudah pulang?"

Jisoo –tunangan Hanbin- nampak terkejut ketika mendapati tunangannya tersebut yang tiba-tiba muncul di Apartemen mereka. Bukan tanpa alasan Hanbin berkata kasar seperti itu pada Jisoo. Siapa yang tidak akan marah jika tunanganmu sendiri sedang bermesraan dengan lelaki lain? Terlebih itu di dalam kamar Apartemenmu sendiri?

"Berhentilah bersikap baik di hadapanku! Kenapa kau menerima pertunangan ini jika kau mencintai lelaki sialan ini?"

"Dia bernama Bobby, dan berhentilah memanggilnya dengan lelaki sialan!" bela Jisoo.

"Jadi kau membelanya? Kau benar-benar membuatku terkejut, Jisoo."

Tanpa menghiraukan panggilan Jisoo Hanbin meninggalkan Apartemen itu. Ia sudah sangat kesal pada Jisoo, bukan hanya sekali atau dua kali saja ia mendapati Jisoo berselingkuh dibelakangnya. Meskipun hanya terikat pertunangan dan itupun didasari oleh perjodohan kedua orangtua mereka, tetap saja Jisoo tidak bisa bersikap seenaknya seperti itu. Terlebih pernikahan mereka akan berlangsung beberapa bulan lagi. Bagaimana mungkin ia menikah dengan seorang wanita seperti Jisoo?

Awal mula Hanbin mengetahui jika Jisoo berselingkuh yaitu beberapa minggu yang lalu. Jisoo membatalkan acara makan siang mereka secara sepihak dan membuatnya menunggu selama berjam-jam. Ketika ia menghubungi ponsel Jisoo, yang ia dengar adalah suara seorang lelaki. Tanpa menunggu lama lagi, ia segera mencari keberadaan Jisoo pada saat itu juga dan ternyata Jisoo sedang tertidur di pelukan lelaki yang ia yakini tadi mengangkat panggilannya. Jisoo mabuk bersama lelaki itu, dan mulai detik itu, Hanbin benar-benar kecewa karena usahanya untuk mencintai Jisoo harus ia akhiri begitu saja.

Seperti kejadian tadi siang, di saat ia membuat janji temu dengan Jisoo, Jisoo kembali mengabaikannya dan lebih memilih untuk bermesraan dengan lelaki sialan yang bernama Bobby tersebut. Kesabaran Hanbin sudah pada batas akhir, ia tidak dapat mentoleransi sikap Jisoo lagi dan ia akan melakukan cara apapun agar pernikahan mereka batal.

Jujur, ia merasa sangat kesepian. Selain penat karena urusan pekerjaan, ia pun tidak memiliki waktu untuk sekedar mencari teman mengobrol. Mendengar kedua orangtuanya menjodohkannya dengan seorang wanita, ia sangatlah senang. Tetapi ia tidak menyangka jika wanita itu tidaklah seperti keinginannya. Bahkan jauh daripada itu. Jisoo telah menyakiti hatinya dan mengkhianati pertunangan mereka.

.

.

.


-oOo- JUST GO -oOo-


.

.

.

Mobil sedan mewah itu melaju kencang menelusuri kota Seoul di malam hari. Hanbin mengemudikan mobilnya tanpa tujuan yang jelas. Pikirannya kacau dan ia ingin menghibur dirinya atas kepenatannya sepanjang hari ini. Bukan penat secara fisik, tetapi hatinya sudah benar-benar lelah karena terus dipermainkan oleh tunangannya.

Hanbin tidak ingin mengambil resiko berbahaya karena mengemudi di malam hari dalam keadaan mengantuk. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menepikan mobilnya berhenti di suatu tempat yang menjual berbagai macam makanan ringan. Untuk saat ini, Hanbin hanya membutuhkan sekaleng kopi hitam agar ia bisa terus terjaga sepanjang malam ini. Persetan dengan esok hari yang mengharuskannya untuk bekerja, ia tidak ingin memikirkan hal itu saat ini.

Pria berwajah tampan yang masih mengenakan jas itu, mulai memasuki sebuah minimarket kecil dan mencari counter yang menyediakan kopi. Dengan mudah ia menemukannya, dan ia segera berjalan ke arah kasir untuk membayar sekaleng kopi tersebut.

"Berapa total-"

"Ma-maaf, bisakah aku membayarnya lebih dulu?"

Ucapan Hanbin terpotong ketika ada seseorang yang berusaha untuk menyelaknya. Dan betapa terkejutnya ia ketika orang itu adalah…

"Jinhwan?"

Hanbin masih mengingat betul nama dan wajah lelaki manis itu. Pelayan yang tadi siang menemaninya untuk mengobrol sejenak. Tapi, apa yang dilakukan oleh Jinhwan disini di jam yang bahkan sudah menunjukkan pukul 12 malam tersebut?

Ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Jinhwan sama seperti Hanbin. Ia pun terkejut karena tidak menyangka akan bertemu pelanggannya tersebut disini, terlebih di waktu yang sangat tak terduga. Namun akhirnya keduanya tersadar dan cepat-cepat Jinhwan memberikan uangnya pada sang Kasir.

"Totalnya seribu won," ucap Kasir tersebut pada Jinhwan.

"Ah ne, ini uangnya."

Dengan cepat Jinhwan meneguk minuman yang baru saja menjadi miliknya. Ia bahkan mengabaikan Hanbin yang masih berdiri terpaku menatapnya, dan lebih memilih untuk melanjutkan meminum minumannya.

Entah kenapa perut Jinhwan terasa sangat sakit dan kaku sesaat setelah ia tiba di rumahnya, ia tidak bisa tidur dan akhirnya memutuskan untuk membeli sebotol kecil soda agar perutnya tidak kaku. Ia harap setelah meminum soda ini, rasa sakit di perutnya akan mereda. Dengan begitu ia bisa tidur dengan lelap dan bangun pagi untuk bekerja esok hari.

Hanbin memperhatikan Jinhwan yang melenggang pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun padanya. Cepat-cepat ia menyusul langkah Jinhwan keluar dari minimarket itu dengan membawa kaleng kopinya. Baru saja ia ingin menepuk bahu Jinhwan, Jinhwan tiba-tiba membungkuk dan…

"Huekk! Uhukk uhukk huekk!"

Hanbin membulatkan kedua mata sipitnya dan berdiri di samping Jinhwan, memijat kecil tengkuk Jinhwan dan memperhatikan wajah lelaki manis tersebut.

"Kau baik-baik saja?" tanya Hanbin.

Namun Jinhwan tidak menjawab. Ia memegangi perutnya yang terasa kram dan mengangguk kecil pada Hanbin. Kepalanya terasa sangat sakit dan perutnya bertambah kaku. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya, dan hampir saja ia ambruk jika saja Hanbin tidak lebih dulu menahan pinggangnya.

"Pe-perutku… sa… sakith," ringis Jinhwan memegangi perutnya.

Tanpa mengatakan apapun, Hanbin segera membawa Jinhwan ke mobilnya. Ia berniat untuk mengantar Jinhwan kembali ke Rumahnya, karena entah kenapa ia merasa bertanggung jawab atas pelayan café tersebut.

"Dimana alamat Rumahmu?" tanya Hanbin saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Sakith… sekali."

"Haruskah kita ke Rumah Sakit terlebih dahulu?"

Jinhwan menggeleng cepat. "Tidakh… Aku tidak ingin… k-ke Rumah Sakith."

"Kau tidak mengatakan dimana alamatmu dan kau tidak ingin ke Rumah Sakit. Lalu apa yang harus aku lakukan?" Hanbin mulai panik.

"Akh! S-sakith," ringis Jinhwan lagi.

Hanbin tidak memiliki pilihan lain. Yang terlintas di kepalanya saat ini adalah Apartemennya. Mungkin ia bisa mengobati Jinhwan jika ia membawanya ke Apartemennya. Setidaknya, ia ingat masih memiliki obat sakit perut untuk meringankan rasa sakit yang dirasakan oleh Jinhwan.

"Baiklah, aku akan membawamu ke Apartemenku."

Hanbin melajukan mobil mewahnya dengan kecepatan yang bahkan lebih cepat daripada tadi. Jujur saja, ia sangat panik saat ini, terlebih melihat wajah Jinhwan yang memucat dan keringat kecil yang keluar dari permukaan kulit dahinya.

Hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit, Hanbin sudah tiba di Gedung Apartemennya. Dengan cepat ia mengangkat tubuh kurus Jinhwan agar ia bisa cepat tiba di Kamar Apartemennya. Melewati Lobby yang sangat sepi dan menaiki sebuah lift. Bersyukur lift itu tidak berhenti di setiap lantai mengingat malam sudah sangat larut dan tidak mungkin ada orang yang berkeliaran malam-malam seperti ini di Apartemennya. Kecuali dirinya.

Cklek

Hanbin membuka pintu Apartemennya dengan sudah payah. Pasalnya, ia harus menempelkan kunci pintu yang berupa kartu tersebut, dengan kedua tangannya yang menggendong Jinhwan. Hanbin menghela nafasnya lega saat pintu itu terbuka, ia pandang ke sekeliling ruangan itu dan nampak kosong. Ia yakin, Jisoo sedang tidak berada disini.

Hanbin nampak ragu, memilih antara membaringkan Jinhwan di sofa atau di kasur kamarnya. Namun ia kembali berpikir, apakah ia tidak terlalu jahat untuk membiarkan Jinhwan begitu saja di sofanya? Akhirnya ia tidak memiliki pilihan lain dan kembali melangkah menuju kamar pribadinya.

Dengan hati-hati ia membaringkan tubuh Jinhwan di atas ranjang King size-nya, dan mengambil beberapa obat yang ia miliki. Namun langkahnya terhenti saat ia merasakan sebuah tangan yang menahannya.

"Temani aku," lirih Jinhwan. Hanbin memiringkan kepalanya mencoba memastikan apa yang baru saja ia dengar. Pasalnya Jinhwan berbicara dengan kedua matanya yang tertutup rapat.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada dirimu?" Hanbin mengalah. Ia duduk di tepi ranjangnya dan memperhatikan tangan Jinhwan yang masih menahan pergelangan tangannya.

"Kau tahu? Aku tidak pernah membiarkan sembarang orang masuk ke dalam Apartemenku. Dan kau...," Hanbin menjeda ucapannya saat kedua matanya menangkap bibir Jinhwan yang sedikit terbuka karena menahan rasa sakit. "adalah orang yang pertama."

Apa yang dikatakan oleh Hanbin memang benar, ia tidak pernah membiarkan seorangpun memasuki kamarnya kecuali Jisoo. Itupun karena Jisoo adalah tunangannya sendiri, dan apa yang dilakukannya saat ini, benar-benar membuatnya sedikit bingung.

Apa yang dimiliki oleh Jinhwan sehingga membuatnya begitu peduli terhadap orang lain seperti ini?

"Sa… kith."

"Apa kau salah makan?" tanya Hanbin.

"Aku hanya memakan ice cream dan… soda," ucap Jinhwan sambil meremas tangan Hanbin.

"Apa kau gila?!" Hanbin terkejut bukan main. "Apakah kau sebodoh itu?!"

"Di… dinginh."

Hanbin menghembuskan nafasnya kasar. Orang bodoh mana yang meminum soda setelah makan ice cream? Kecuali jika orang itu ingin bunuh diri. Dan Jinhwan adalah orang pertama yang sangat bodoh yang pernah ia temui selama hidupnya.

Tidak ingin terlalu memikirkan hal itu, Hanbin segera menarik selimut tebalnya dan menutupi tubuh Jinhwan. Jinhwan demam, dan ia harus meminum obat agar demamnya turun.

Dengan telaten Hanbin merawat Jinhwan pada malam itu. Memberinya teh hangat dan memastikan obat yang diberikannya tertelan. Tidak lupa ia mengompres dahi Jinhwan dengan air hangat, dan tugasnya sebentar lagi selesai. Ia hanya harus menunggu obat itu bereaksi dan dengan begitu Jinhwan bisa kembali sehat.

"Kau membuatku nampak seperti orang bodoh. Rela merawatmu hingga dini hari seperti ini,"ucap Hanbin sambil memperhatikan wajah Jinhwan yang terlelap di hadapannya.

"Beruntung kau memiliki wajah yang manis."

Hanbin menunjukkan senyum miringnya. "Dan kau hadir di saat yang sangat tepat."

.

.

.


~oOo~ JUST GO ~oOo~


.

.

.

Waktu menunjukkan tepat pukul 8 pagi, namun Junhoe sama sekali tidak melihat kehadiran Jinhwan di Café tempat mereka bekerja pada pagi itu. Tanpa pikir panjang Junhoe bergegas menghubungi ponsel Jinhwan namun ponselnya tidak aktif. Junhoe semakin khawatir dan bertanya kepada Yunhyeong yang kebetulan lewat di hadapannya.

"Ah… Yunhyeong, apa kau melihat Jinhwan? Dari tadi aku tidak melihatnya," ucap Junhoe secara tiba-tiba saat Yunhyeong melintas di depan stand tempat dia biasa mereka membuat minuman untuk para pelanggan.

"Kenapa kau bertanya kepadaku, Junhoe? Bukankah kau yang lebih sering bersama dengannya?" jawab Yunhyeong datar dengan nada yang agak malas.

"Jadi kau tidak melihatnya? Aku butuh jawaban, tapi kau malah balik bertanya kepadaku," sahut Junhoe sedikit menurunkan nada suaranya.

Tiba-tiba Yunhyeong mendekat ke arah meja tempat biasanya pembuat minuman meletakkan minuman yang sudah jadi, dan sedikit memajukan wajahnya ke arah wajah Junhoe.

"Kau terlihat begitu cemas, apa Jinhwan sangat penting untukmu?"

Junhoe hanya terdiam dengan tatapan anehnya, dia merasa percuma bertanya kepada Yunhyeong yang sudah jelas-jelas sangat cemburu dengan Jinhwan. Daripada memperpanjang masalah, Junhoe lebih memilih pergi dari hadapan Yunhyeong dan berlalu begitu saja dengan santainya. Sepertinya Yunhyeong masih belum bisa menerima kalau Junhoe lelaki yang sangat dicintainya pada kenyataannya tidak dapat membalas perasaannya. Yunhyeong tidak menyangka dengan apa yang baru saja terjadi, dia merasa itu bukan dirinya dan sangat menyesal atas sikapnya kepada Junhoe.

Flashback

Menjelang malam Tahun Baru adalah saat yang sangat sibuk bagi para pegawai Café tempat mereka bekerja. Pada malam itu mereka akan lembur karena Café tutup pukul 2 dini hari. Yunhyeong berpikir mungkin di Tahun yang baru ini adalah saat yang tepat untuk menyatakan perasaannya kepada orang yang sudah lama ia sukai semenjak mereka pertama kali bertemu di Café tempat mereka bekerja, yaitu Junhoe.

Dari balik pintu depan loker pegawai, Yunhyeong mencoba untuk mencari keberadaan Junhoe dengan sedikit membuka pintu tersebut dengan gelisah. Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka dan benar saja yang muncul dari dalam kamar mandi tersebut adalah Junhoe yang tengah bertelanjang dada berjalan sambil mengenakan t-shirt hitamnya menuju loker. Yunhyeong semakin gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa, dengan mengumpulkan keberaniannya Yunhyeong masuk dan berdiri tepat di belakang tubuh tinggi Junhoe.

Junhoe merasa ada seseorang di balik tubuhnya dan berbalik untuk memastikan.

"Yunhyeong? Kau mengejutkanku," ucap Junhoe sambil tersenyum dengan perasaan lega.

Yunhyeong hanya terdiam menatap lurus ke arah dada Junhoe sambil sedikit tersenyum menghirup aroma segar dari tubuh Junhoe yang baru saja mandi setelah lelah bekerja lembur hari ini.

"Yunhyeong ada apa? Apa kau sakit?" tanya Junhoe sedikit bingung dengan sikap Yunhyeong.

"Um… A-aku…," bibir Yunhyeong terasa kaku dan tidak dapat mengatakan apapun di hadapan orang yang sangat disukainya tersebut.

"Kau tidak mandi dan berganti pakaian? Hanya tinggal kita berdua disini, cepatlah…," ucap Junhoe tanpa menyadari sikap gugup Yunhyeong.

"A-aku… Ingin mengatakan sesuatu padamu," Yunhyeong merasa detak jantungnya semakin cepat seperti ingin meledak saat ini juga. Kali ini pandangan Yunhyeong tak lagi menatap ke dada Junhoe, melainkan bergerak tak tentu arah.

"Katakanlah, jangan seperti ini. Aku jadi merasa canggung," Junhoe memalingkan pandangannya sambil menggaruk kepala.

"AKU MENYUKAIMU, ah tidak… AKU MENCINTAIMU, Koo Junhoe!" Ucap Yunhyeong sedikit berteriak sambil memejamkan kedua matanya erat-erat.

Junhoe langsung mengarahkan pandangannya kepada Yunhyeong dengan mata membulat dan sangat terkejut. Yunhyeong perlahan-lahan membuka matanya dan melihat wajah Junhoe sudah ada tepat di depan wajahnya sambil menatap Yunhyeong dalam-dalam. Jangan lupakan detakan jantungnya yang berpacu seratus kali lebih cepat dari semula.

"Apa ini? Ini sama sekali tidak lucu," Ucap Junhoe yang masih belum bisa menerima apa yang dikatakan oleh Yunhyeong, karena pada kenyataannya selama ini mereka sangat dekat dan sering bercanda saat sedang bekerja. Ia bahkan tidak memiliki pemikiran sejauh itu untuk menjalin sebuah hubungan bersama Yunhyeong.

"Aku sedang tidak bercanda, aku benar-benar mencintaimu. Entah kau percaya atau tidak, tapi inilah yang aku rasakan selama ini semenjak pertama aku bertemu denganmu," Yunhyeong menatap serius ke arah mata Junhoe dan sedikit menahan airmatanya.

"Kau ingin tahu apa yang aku rasakan saat ini?" Junhoe menjauhkan wajahnya dari wajah Yunhyeong.

Yunhyeong tidak menjawab dan lebih memilih untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Junhoe selanjutnya.

"Kau adalah sahabatku, dan selamanya akan tetap seperti itu," ucap Junhoe dengan datar.

Kemudian ia beranjak dari hadapan Yunhyeong begita saja, tanpa berminat untuk memikirkan perasaan Yunhyeong.

"Apakah aku tidak bisa menjadi seseorang yang lebih dari sekedar sahabatmu?" tanya Yunhyeong mencoba untuk memastikan alasan yang kuat kenapa Junhoe menolak mentah-mentah perasaannya.

"Tidak. Aku sudah mencintai orang lain. Aku hanya tidak ingin menyakitimu nantinya," Ucap Junhoe dengan nada yang sangat rendah.

Flashback End

.

.

.


~oOo~ JUST GO ~oOo~


.

.

.

Matahari yang panas menyengat menembus jendela kamar Apartemen mewah milik Hanbin. Jinhwan tersadar, dan sedikit demi sedikit mulai membuka matanya. Keringat bercucuran di wajah manisnya, perlahan-lahan Jinhwan mencoba bangkit dari tidurnya dan terduduk sambil menyeka keringat di dahinya. Jinhwan berpikir dengan tenang mengapa dia bisa terbangun di tempat seperti ini. Lalu kemudian ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.

"Aishh… benar-benar…," Jinhwan sedikit tersenyum mengingat kejadian semalam sambil menepuk dahinya sendiri. Ia rasa ia sudah melakukan hal yang memalukan semalam.

"Permisi, apa ada orang disini?" sapa Jinhwan untuk memastikan kalau ia tidak sendirian di dalam Apartemen yang mewah ini.

Namun tidak ada jawaban sama sekali, ruangan ini sangat sepi dan sunyi. Kemudian ia mencoba mencari ponselnya dan menemukannya tepat di atas meja yang berada di sisi tempat tidur tersebut. Saat Jinhwan mencoba untuk menyalakannya ternyata ponselnya mati, salahkan dirinya yang terlupa untuk mengisi baterai ponselnya dan terburu-buru berlari menuju minimarket. Kemudian Jinhwan mencoba berdiri untuk mencari air mineral karena ia merasa sangat haus, saat berhasil untuk berdiri Jinhwan merasakan kepalanya masih sedikit pusing.

"Permisi, apa ada orang disini?" sapa Jinhwan lagi untuk memastikan kembali sambil terus berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mencari air mineral.

Jinhwan merasa sangat bingung karena seumur hidupnya ia belum pernah masuk ke Apartemen semewah ini, semua barang-barangnya tertata sangat rapih dan terlihat sangat mahal. Saat Jinhwan tengah minum air di dapur, terdengar suara langkah kaki dari pintu Apartemen.

"Kau sudah bangun?" sapa Hanbin dari kejauhan dengan tatapan nakalnya sambil tersenyum. Saat itu Hanbin mengenakan setelan jas berwarna hitam lengkap dengan kemeja dan dasi. Ia terlihat sangat tampan dan menawan.

"Ah… ya, umm… Tuan maaf, aku merasa sangat haus dan aku pergi kesini untuk minum," jelas Jinhwan sedikit ketakutan. Tidak lupa ia membungkukkan tubuhnya sopan pada Hanbin.

Hanbin hanya melemparkan tawa kecil kepada Jinhwan yang membuat Jihwan semakin bingung. Ia tidak terlihat marah atau terganggu sama sekali, dan justru berjalan mendekatinya dan menempelkan punggung tangannya tepat di dahi Jinhwan.

"Demammu sudah turun," ucap Hanbin. Ia masih menatap wajah Jinhwan dengan intens tanpa jeda sedetikpun.

"A-aku… demam?"

"Aku bahkan merawatmu semalaman. Apa kau sama sekali tidak mengingatnya? Sebenarnya kau ini demam atau amnesia?" ucap Hanbin tidak percaya.

"A-ah maafkan aku. Aku benar-benar telah merepotkanmu. Maafkan aku, aku akan segera pergi darisini. Dan terima kasih telah-"

"Secepat itu?" Hanbin menahan tangan Jinhwan yang hendak pergi dan memotong ucapannya. Membuat Jinhwan tidak mengerti dan memilih untuk menatap wajah tampan pelanggan yang baru dikenalnya kemarin siang itu.

"Tetaplah disini. Aku…," Hanbin menjeda kalimatnya dan menampilkan senyuman menawannya pada Jinhwan. Membuat tubuh Jinhwan terasa kaku karena senyuman itu.

"…membutuhkanmu."

.

.

.

.

.

.

To Be Continued…

.

.

.

.

.

.

FF pertama Yuta dengan pairing BinHwan. Semoga kalian suka sama FF Yuta kali ini :)

Lanjut?

Review juseyo~

Yuta tunggu :'D

TERIMA KASIH. SARANGHAE BBUING~!