Suara nyaring sirine mobil polisi menganggu ruang gendang telinga lebar milik seorang pemuda bermata besar dengan badan yang tingginya diatas rata-rata .
Pria berseragam polisi menguncangkan tubuh kurus si pemuda jangkung itu, dengan teruntai kantuk dan mata yang masih terpenjam ia mencoba sadarkan diri, jemarinya mengucak pelan kedua mata besarnya.
Kedua matanya membelalak lebar dengan airmata yang menumpuk dipelupuk matanya, ketika melihat tubuh kedua orangtua nya sudah terbujur kaku bersebelahan dengan mengenaskan terdapat banyak tusukan di sekitar tubuhnya, darah merah masih terus mengalir di atas tanah coklat yang lembap, para petugas mengangkat dan memasuki jasadnya ke dalam kantung plastik besar berwarna kuning.
Kedua kaki jenjangnya melemas perlahan tubuhnya terjatuh duduk dengan pandangan dan pikiran yang tampak kosong. Butiran airmata mengalir deras membasih pipi tirusnya, ia mencoba menghapus air yang berlinangan, dengan lumuran darah yang melekat di sekitar tangannya mencoreng wajah innocent chanyeol (bodoh).
Chanyeol berlari semakin kencang ketika polisi mencoba menangkapnya. Berjuta pertanyaan berkumpul di benaknya.
"Apa salah ku?"
"Mengapa mereka mengejarku?"
"Ibu ayah ..."
"Siapa yang membunuh mereka?".
.
.
.
.
.
Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya? Hanyalah rasa takut bercampur sedih yang amat mendalam yang menyelimuti dirinya dan membuatnya berlari hingga sejauh ini. Di bawah pohon cherry blossom yang rindang, tubuh kurusnya bersandar. Jemarinya terus bergetar, warna pink pucat mendominasi wajahnya bercampur air keringat yang terus mengalir di kedua pinggir raut wajah takut, bercampur derasnya airmata.
Kedua kaki panjangnya terus berusaha berlari sekencang-kencang mungkin tanpa tujuan . Langkahnya terhenti ketika melihat satu rumah kecil di pucuk matanya, sebenarnya tidak terlihat seperti rumah melainkan gudang yang sudah tidak di pakai dan tidak terurus. Dengan nafas yang terengah-engah chanyeol berlari menuju gubuk itu. Tubuhnya meringkuk di pojok ruangan, wajahnya tampak ketakutan setengah mati.
Chanyeol tidak menemukan hal yang membahagiakan dalam benaknya tentang keluarga kecilnya, hanya bayangan sapu sabit yang terus di ayunkan ke arah punggungnya hingga membiru dengan sedikit bercak darah.
Keluarga chanyeol bukan lah keluarga yang berada, kedua orangnya hanyalah seorang buruh pabrik harian yang hanya cukup makan sehari sekali bahkan tidak sama sekali. Walaupun begitu, hobi sang ayah tidak pernah hilang yaitu bermabuk-mabukan. Sedangkan, Ibunya sering berpergian entah kemana? Hingga larut malam tanpa mempedulikan anaknya kelaparan di rumah.
Selama 4 tahun chanyeol hidup sebatang kara dalam kesunyian, kepedihan, dan kesendirian. Di dalam ruangan sempit itu ia tinggal hingga umurnya menginjak 22 tahun, Chanyeol memutuskan untuk pindah ke kota & mencari pekerjaan disana.
.
.
.
Chanyeol duduk di bangku pojokan gerbong sebuah kereta ekonomi sambil menundukan wajahnya karena kantuk. Sampai-sampai tubuhnya hampir tersungkur ketika kereta di rem untuk mengambil penumpang di sebuah stasiun.
Suara merdu, beralun lembut memenuhi ruang sebuah gerbong yang tampak lenga. Dengan wajah yang masih menunduk, kedua mata besarnya mencoba melihat ke sekitar. Hanya ada dirinya yang bertubuh raksasa dan pemuda bertubuh mungil, tepat duduk di bangku seberang, badannya sedikit gemuk dan membuat pipinya tampak chubby.
"Would you know my name? if i saw you in heaven
Would you be the same? if i saw you in heaven
i must be strong cause i know
i don't belong here in heaven"
Kedua earplugs tersangkut di kedua daun telinganya, bergaya rambut oblique bangs kemerahan, bibirnya tak henti bergerak mengalunkan setiap lagu yang di mainkan di i-pod mini warna pink nya.
Kereta berhenti di stasiun kota Seoul, keduanya keluar dari gerbong kereta bersamaan. Tubuhnya tampak jauh lebih pendek ketika ia berdiri, berbanding terbalik dengan tubuh chanyeol (jauh jauh jauh), pinggulnya terlihat lebih lebar. Kedua pasang mata saling bertemu "dug" nafas chanyeol tersentak ketika melihat dua pasang bulan sabit di hadapannya, hati lemahnya merintih ingin berteriak. Sementara, pipinya berubah menjadi kemerahan bagaikan bekas tamparan seseorang bertangan selembut kain sutra.
"Senyumannya" batin si raksasa
Ruang kedua mata telur chanyeol di penuhi oleh sesosok yang berhasil merengut hatinya dalam hitungan detik, Chanyeol tidak mempedulikan dia seorang malaikat laki-laki atau perempuan ia tak henti memandanginya hingga hilang di ujung mata, Chanyeol dibuat tidak berdaya mulutnya terbuka lebar matanya seperti akan keluar dari orbitnya, tubuhnya mengeras seperti es batu.
Matanya berkedip berkali- kali berusaha untuk menyadarkan kinerja otaknya yang membeku.
.
.
.
Kedua mata besarnya berbinar menatap pintu rumah di seberang jalan, Chanyeol sedikit berlari mendekati rumah tersebut, ia mengetuk pintu beberapa kali hingga seseorang membukakan pintunya menyuruh chanyeol untuk masuk ke dalam tanpa bertanya apa tujuannya.
"apakah rumah atap ini masih ada yang kosong dan di sewakan?"
Chanyeol bertanya dengan hati-hati sebelum berjalan masuk ke dalam
"Tentu!"
Sahut seorang pemuda tubuhnya pendek sedikit kekar dan senyumannya sangat lebar sambil menuruni anak tangga. Anak laki- laki itu menghampiri chanyeol dan menepuk pundak kanannya.
"Welcome to our rooftop house"
Pemilik rumah yang sudah paruh baya itu memerintah jongdae untuk mengantarkan chanyeol ke rooftop room yang akan ia tempati.
.
.
.
.
Chanyeol tampak sedang melongok di depan pintu kamar jongdae sambil memegang gitar kesayangannya. Tak sengaja kaki tanpa alas nya menginjak sepatu merah muda berukuran sangat kecil dibandingkan kaki raksasanya.
"Sejak kapan jongdae punya sepatu merah muda?!"
sambil tertawa nista, karena setahu chanyeol jongdae adalah pribadi yang tidak mungkin memilki barang berwarna merah muda. Walaupun ia baru kenal jongdae 2 bulan yang lalu, chanyeol sudah mengenal jongdae dengan baik dan sudah saling mengetahui kepribadian satu sama lain.
Di balik pintu rooftop room jongdae. Chanyeol mendengar suara tawa yang sangat nyaring, tapi walaupun nyaring suara lebih enak di dengar dan lembut dibanding jongdae.
"O MY GOD! I'M REALLY SORRY! Siapa suruh di depan pintu?"
Suara lantangnya mengejutkan chanyeol hingga terdiam, sementara gitarnya tergeletak begitu saja, karena pintu sialan itu tiba tiba dibuka.
Orang itu berjalan melewati chanyeol mengenakan sepatu merah muda itu, dengan cuek sambil menaikan celana panjang merah marunnya yang melorot.
.
.
.
"Jongdae-ya! Dia siapa? Berani sekali!"
Chanyeol berteriak marah tepat di depan muka jongdae hingga salivanya menghujanni poker face jongdae.
"KAU! BERISIK SEKALI! CEPAT MASUK!"
Jongdae berteriak lebih keras sambil menyembur sedikit salivanya ke wajah bodoh chanyeol
"Untuk apa dia kesini?"
tanya chanyeol penasaran karena jongdae hampir tidak pernah membawa temannya ke rumah atap tua ini, sementara tangan dan matanya masih sibuk menyambung kembali senar gitar yang putus.
"Dia? Siapa? Baekhyun? Ah dia membantuku menuliskan lirik lagu. Senar gitar mu putus lagi?"
Chanyeol tidak mendengar ucapan jongae karena terlalu serius dengan gitar dan senar putusnya.
.
.
.
Chanyeol berbaring di atas kasur lipat hangatnya sambil menatap langit-langit kamar dengan kedua tangan yang di lipat di belakang kepala.
"Sepertinya aku pernah lihat dia"
Chanyeol mencoba mencari wajah orang yang telah nemutuskan senar gitar kesayangannya di dalam memori otaknya yang hampir tidak terdeteksi.
.
.
.
"KEUT MONING!" Wajah yang tampak selalu bodoh itu muncul tiba-tiba di balik pintu kamar jongdae
"YAA! Aku bosan sekali setiap pagi melihat wajah bodoh mu!"
Kehadiran suara besar dan wajah chanyeol telah mengusik pagi jongdae yang ia kira akan lebih indah.
"Hari ini ada pendaftaran mahasiswa baru kan di universitas mu?" sambil menata rambut golden brown curly nya
"Ne! Mau apa kau?
Jangan bilang..."
"Aku mau mendaftar di universitas mu ding~ding~" suara beratnya selalu mengeluarkan ringtone-ringtone yang aneh
"Aniya~ cari yang lain saja!"
"Ayo lah jongdae kau kan baik hati, ramah tamah, nenyenangkan seperti peri tinkerbell"
Jongdae mengerutu kesal, rasanya ingin memberi kekuatan pada matanya untuk menonjok wajah chanyeol tapi tidak bisa.
"Aishhh.. Sudahlah cepat berpakaian yang benar!"
"Aku sudah siap!" Sambil menjulurkan lidahnya ke kiri dan kedua tangannya merapihkan jambangnya.
"Yang benar saja... terserah kau lah. Ayo cepat!"
Chanyeol berjalan lebih cepat di banding jongdae mungkin karena kakinya yang panjang, sementara jongdae mencoba mendahului chanyeol dengan nafas yang terengah-engah.
.
.
.
.
.
.
.
Chanyeol sudah memikirkan ingin masuk ke suatu universitas di Seoul, satu tahun sebelum ia lulus dari sekolah menengah keatasnya.
Chanyeol nekat kembali ke rumah lamanya yang tinggali bersama kedua orangtua tirinya di Osan dengan naik kereta ekonomi, untuk mengambil berkas-berkas ijasah semasa sekolah menegah atasnya.
Rumah lamanya terlihat seperti rumah yang berhantu karena bagian luarnya tidak di cat hanya di lapisi semen juga terlihat sangat tua, dan hanya ada beberapa rumah yang masih bertahan di desa itu.
Orang-orang disana tidak mengenal chanyeol karena chanyeol yang mereka kenal tinggi, kurus, dekil, dan bau. Beda dengan fisik yang sekarang tampan, tinggi seperti raksasa, dan terlihat seperti orang kota.
REVIEW PLEASE BUTUH MASUKAN UNTUK MEMPERBAIKI FF YANG RADA GAJE INI...
Thanks~ ^^
