Ya, dia ada di hadapanku. Dia bahkan tidak menyadari keberadaanku di belakangnya. Dia sibuk mengerjakan sesuatu di atas meja kerjanya yang entah apa itu, aku tidak tahu dan aku tidak berusaha untuk mencari tahu. Hal penting bagiku malam ini bukan pekerjaannya melainkan dia.
Ya, dia adalah hal yang penting untukku malam ini.
Aku melangkah pelan memutari ruangan tersebut lalu berdiri di hadapannya. Dia bahkan masih belum menyadari keberadaanku di hadapannya. Aku tersenyum kecil, melipat kedua tanganku di depan dada lalu menyandarkan tubuhku ke pilar yang ada di sampingku. Ruang kerja ini memang unik, memiliki banyak pilar. Ruangan ini juga didominasi warna coklat tua dan hitam, warna gelap yang membuatku nyaris tak kasatmata.
"Hai," sapaku dengan nada dingin.
Dia mendongak. "Hai," balasnya dengan alis dinaikkan sebelah. "Bagaimana kau bisa masuk?"
"It's none of your business," jawabku lugas. "Aku ada urusan penting di sini."
"Oh ya? Ada apa?"
"Aku harus membunuhmu," jawabku dengan senyum licik sambil menusukkan sebilah pisau yang sejak tadi ada di tanganku tepat di jantungnya. Sambil menusukkan pisau itu, aku membekap mulutnya, berusaha membuatnya tidak dapat bersuara barang sedikit pun.
"K-k-k..."
Aku mengecup dahinya pelan. "Maaf," ucapku tanpa merasa bersalah. "Ini semua demi kebaikanmu juga kebaikanku."
Dan malam itu aku meninggalkannya dalam keadaan bersimbah darah, di atas meja kerjanya.
Tepat setelah aku mengetahui bahwa dia tengah menulis sebuah surat yang dia tujukan... untukku.
Disclaimer:
Vocaloid yang bukan punya saya
Tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya bukan punya saya
Ceritanya punya saya, selalu
Warning:
OOC, OOT, bahasa gak baku, alur kecepetan, gajelas, typo, ancur, de el el
Fic ini dibuat untuk memenuhi keinginan pribadi Rey~
Tadinya Rey mau request cerita ini, tapi begitu sadar kalau ide ini terlalu 'gila' akhirnya Rey jadi pingin buat sendiri XD berhubung idenya rada gila, maaf aja kalo ceritanya juga jadi ikut-ikutan gila. Jujur, Rey tidak bermaksud seperti itu u_u
Judulnya mungkin gak nyambung, maaf ya~
Selamat membaca! XD
Are You The SheMale Killer?
A PikoxMiki story
by reynyah
Miki POV
"Selamat datang di kelas XII IPA 1!" adalah tulisan yang kubaca begitu melirik papan tulis hitam yang akan kupelototi, kubaca, dan kutulisi selama kurang lebih dua semester.
Oh hai, aku Furukawa Miki. Hari ini adalah hari pertamaku di kelas XII IPA 1. Dengan kata lain, hari ini adalah hari pertamaku menjadi senior di Akademi Voca. Setelah dua tahun aku menunggu, akhirnya hari ini tiba juga. Aku tidak sabar merasakan serunya menindas adik-adik kelas dengan tampang sedih itu.
Aku duduk di meja paling depan, bersebelahan dengan seorang gadis berambut kuning madu berkacamata yang tampak cupu. Tanpa menghiraukan gadis itu, aku menaruh tasku di sebelahnya. Dia mengalihkan pandangannya dari buku yang tengah ia baca lalu menatapku. Aku diam, seolah-olah tidak ada yang memerhatikanku saat ini. Ketika aku hendak berbalik, tangan gadis itu mendarat di atas tanganku. Aku terpaksa berhenti.
"Furukawa?"
Aku menatapnya. "Maksudmu aku?"
Gadis itu mengangguk. "Furukawa Miki?"
"Ya."
"Ah, baiklah," balas gadis itu sambil melepaskan tanganku. "Perkenalkan, aku Kagamine Rin."
Aku mengangguk. "Apa aku bertanya soal itu?"
Gadis itu, Rin, tertawa gugup. "Tidak," jawabnya pelan. "Aku takut kau tidak bisa membedakanku dengan ketiga kembaranku yang lain."
"Tiga?"
"Ah ya," balasnya. "Aku punya tiga orang kembaran yang tersebar di kelas yang berbeda. Aku di XII IPA 1, Lenka di XII IPA 3, Len di XII IPS 2, dan Rinto di XII Bahasa 1."
"Oh." Aku kenal salah satu dari nama itu. Kagamine Rinto. Ketika kami masih kelas XI dan aku mengikuti ekskul kasti, Rinto adalah pemain laki-laki terbaik. Kami sempat berkenalan karena aku adalah pemain perempuan terbaik saat itu. Setelah aku keluar dari ekskul itu, kami tidak pernah bertegur sapa lagi.
"Apa kau mau keluar kelas?" tanya Rin, membuyarkan lamunanku.
"Memangnya kenapa?" balasku datar.
"Kalau iya, aku tidak akan menahanmu lagi," jawab Rin lugas sambil kembali memfokuskan pandangannya pada barisan tulisan yang tadi ia baca. Lagi-lagi tanpa menghiraukannya, aku berbalik lalu berjalan keluar kelas, berniat membaca berita utama di mading sekolah pagi ini.
Oh, rupanya ada satu berita baru.
.
.
MISTERI KEMATIAN HATSUNE MIKUO!
Hatsune Mikuo, lulusan terbaik Akademi Voca tahun lalu, ditemukan tewas di atas meja kerjanya tadi malam, pukul sebelas malam. Hatsune Miku, adiknya, mengaku tidak tahu apa yang sedang kakaknya lakukan malam itu. Waktu terakhir dia melihat kakaknya adalah ketika makan malam, tepat sebelum kakaknya memasuki ruang kerjanya.
Polisi yang datang memeriksa ruang kerja itu mengaku tidak menemukan apa-apa yang bisa menjadi petunjuk selain senjata pembunuhnya, yakni pisau sepanjang sepuluh sentimeter. Anehnya, polisi tidak dapat menemukan pisau, jejak pembunuh, dan petunjuk lain lagi. Polisi mencurigai pelaku pembunuhan ini adalah seseorang yang diberi inisial X.
.
.
"Aduh, aku turut prihatin," ucap seseorang di sebelahku, entah siapa. "Aah, padahal aku dulu sempat suka Hatsune-senpai!"
Aku melirik dan menemukan rambut abu-abu menghiasi wajah lonjong seorang... laki-laki? Ya, dia pasti laki-laki. Matanya agak sipit, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis. Wajahnya yang... cukup tampan (ehem, aku mengakuinya, deh) itu menyiratkan ketegasan dan ketenangan. Tubuhnya cukup tinggi, melampauiku yang kini sudah 170 cm. Badannya juga tidak gemuk, tidak juga kurus. Standar, dan dapat kukatakan penampilan fisiknya itu sungguh dapat membuat seluruh gadis Akademi Voca menganga kesenangan ketika melihatnya lewat.
Tetapi...
"Eh, kamu baca berita ini juga, ya?" tanyanya padaku sambil mencolek bahuku dengan... lembut? Kemayu? Seakan perempuan? "Ya ampuuun, Hatsune-chan kasihan banget, ya?"
Ahem. Rupanya laki-laki ini perempuan.
"Hoh, maksudmu Hatsune Miku?"
"Ya jelas, dong!" balasnya dengan wajah sebal. "Ih, kamu gak ngerti banget aku, sih!"
Oh, Kami-sama... haruskah aku sweatdrop di tempat? "Aku bahkan tidak mengenalmu, Tuan."
"Tu-tuan...?" ulangnya dengan wajah shock tingkat maksimal. "Ya ampun! Wajah begini cantik kok, dibilang Tuan, sih?! Kamu jahat banget sama aku!"
"Furukawa Miki, salam kenal," ucapku kesal. "Maaf, aku harus pergi."
"Uuh," balasnya sambil menahan lenganku. "Kamu main pergi aja, sih!" Dia menggembungkan pipinya. "Kenalin aku dulu, dong. Aku Utatane Piko, aku seneng banget ketemu kamu!"
Oh, yang benar saja. "Masa?"
"Kamu gak tau, sih!" serunya sebal sambil lagi-lagi menggembungkan pipinya. "Aku ini di sekolah—"
Bersambung...
Yap, sekian kisah pertemuan pertama Miki dan Piko!
Chapter selanjutnya? Paling cepat lusa, ya! Selamat menanti, pembaca! Semoga puas dengan fic buatan Rey yang agak beda dengan sebelumnya, ya :D
