Ampunilah segala dosaku, semoga karakter yang ternistakan disini masih mau pulang. Amiiin.
Warning : Recehan tanpa makna. Tata bahasa tidak beraturan. Penggambaran karakter sembarangan.
Ensemble Stars (c) Happy Elements
.
.
.
1. Tragedi Angkot
Pagi itu Tsukasa mencoba untuk menerima ajakan teman sekelasnya, Aoi Yuta, untuk menaiki sebuah kendaraan umum yang mereka sebut angkot. Sebagai seorang anak borjuis yang mainnya sama kartu kinclong dan nyentuh uang recehan aja belum pernah, tentu saja Tsukasa tertarik.
"Sini loh sini!" Yuta melambai-lambai ke arah Tsukasa, menyuruhnya cepat naik ke dalam angkot. Dia pun menuruti.
Awalnya Tsukasa kaget karena angkot itu sangat berbeda dengan mobil pribadinya yang notabene pasti ber-AC, disini anginnya lewat dari jendela sampai rambutnya terbang-terbang manja. Sekilas dia membayangkan bagaimana kalau salah satu kakak kelas di sekolahnya yang nyentrik naik angkot di sebelah jendela begini, pasti berasa lagi iklan shampoo. Ah, tapi rambutnya pasti nanti sakit kalo nyibak muka ya—okesip, Tsukasa tidak akan mau naik angkot dengan seorang Wataru Hibiki.
Selama perjalanan dia masih bisa tahan duduk berdesak-desakan tanpa mengeluarkan protes dalam bahasa asing alay yang bisa membuat orang-orang emosi seperti kata Yuta ("Mendingan kamu ga usah ngomong ya di angkot, ntar nyusahin.") Tsukasa berhasil melewati perjalanan pulang sekolahnya dengan angkot, dia merasa bangga.
"Tadi itu exiciting banget," ujar Tsukasa bersemangat. Yuta hanya mengangguk-angguk maklum. "Besok aku mau coba berangkat sendiri naik angkot!"
Yuta agak khawatir dengan keinginan Tsukasa, tapi dia mencoba mengabaikannya. Mereka udah SMA kok ya, ga bakal ada kejadian parah lah ya.
Tapi sayang sekali dia salah.
Esok harinya Tsukasa tidak masuk sekolah, Yuta mulai ngeri.
Akhirnya sekitar jam sebelas siang, sekolah mendapat telepon dari kantor kepolisian setempat kalau Tsukasa ada disana. Yuta rasanya ingin menjedug kepalanya berkali-kali ke meja saat mendengar alasan kenapa Tsukasa bisa ada di kantor polisi.
"Jadi tadi aku duduk di angkot seperti yang kita lakukan kemarin. Jangan salah sangka loh, hari ini juga aku gak ngomong apa-apa! Aku tetap duduk diam, tapi anehnya angkot itu gak inget tujuanku dan terus aja jalan lurus?"
"Ya iyalah, itu kan emang jalurnya angkot jurusan dia. Kita yang harus nyetop terus ganti angkot."
Tsukasa membelalakan matanya.
"UNBELIEVABLE."
Iya, punya temen borju norak itu sulit. Yuta mengelus dadanya.
Besoknya lagi Yuta memutuskan untuk melaporkan kejadian ini ke kakak kelas satu unit Tsukasa, dia segera menghampiri pemuda berambut abu-abu yang sedang asyik menyortir foto-foto yang seepertinya diambil tanpa izin sambil dikeliling dua orang lain.
"Senpai, aku ingin melaporkan sesuatu soal Tsukasa." Izumi melirik, Yuta melanjutkan, "Kemarin dia kebawa angkot sampai Tambun."
"Si goblog."
"ADEK KELAS LU JUM." Kaoru nyeplos ga nyante.
"Dimohonkan pengawasannya mulai sekarang ke adik kelas unitnya. Makasih, aku permisi." Yuta pun pergi berlalu meninggalkan kakak-kakak kelas yang masih bengong mendengar insiden yang terlalu konyol—bego malah.
"Yang kayak gitu masih harus banget ga sih dianggep adek kelas?"
Chiaki dan Kaoru memberinya puk-puk secara bergantian.
Punya adek kelas borju norak itu sulit, Izumi juga tau itu.
.
.
.
.
.
2. Tragedi Teh Celup
Ruang OSIS itu canggih. Dari kulkas, komputer, TV, pemutar piringan hitam, sampai mesin espresso semua semua semua dapat dikabulkan dengan kebijakan ajaib Yang Mulia Eichi. Kesannya familiar dengan sebuah kantong ajaib? Mungkin hanya kebetulan belaka.
Pernah seorang murid nanya yang ga penting sama sekali,
"Di ruang OSIS bisa bikin altar Yuu-kun, gak?"
"Ya enggaklah, goblog."
Keito jawab galak.
Eichi hanya tersenyum dalam diam mendengar pertanyaan najis itu. Sebenarnya membuat yang seperti itu bagi dia sih gampanglah tapi kalau nantinya ruang OSIS dipakai jadi tempat penyembahan laknat rasanya ogah amit-amit juga, jadi dia menyerahkannya pada Keito untuk menjawab.
Lalu pernah suatu hari lagi Keito menyeduh sesuatu yang asing di ruang OSIS sampai setelah memelototinya pun Eichi masih merasa kantung yang dicelup itu asing. Keito risih.
"Apaan sih liat-liat? Bukan pisang nih."
"Ini apa?" Eichi dengan polosnya menunjuk ke arah kantung yang dicelup ke air hangat itu. "Eh? Warna airnya berubah jadi coklat? Ini... Ini... Sihir Wataru?"
"Eichi, kupikir kamu pintar."
Eichi mengerjap-ngerjap saat Keito memicingkan mata sambil misuh kepada pertanyaannya. Loh, kan emang fakta Eichi pinter. Dia itu cuma agak—norak. Udah itu aja.
Tiba-tiba datanglah seorang anak kecil berambut pink yang rasanya dia salah masuk bangunan sekolah—Oh bukan, ternyata itu Himemiya Tori, bukan anak SD yang nyasar bangunan.
"Kenapa nih ngumpul disini?" tanyanya ikut melihat cangkir teh yang dipegang Keito. "Itu apa? Oh itu kan kantung itu kan ya? Yang itu loh pokoknya, iya kan ah udahlah pasti kantung yang itu."
"Kalo gatau yaudah ga usah pura-pura tau." Keito jutek.
Tori mingkem.
"Ini," Keito mengangkatnya dari dalam cangkir. "Namanya teh celup. Cara bikinnya itu cukup siapin air panas atau hangatnya terus celupin aja kantungnya sampai airnya berubah, kalo mau manis tinggal tambahin gula."
Eichi dan Tori mengangguk-angguk mengerti. Jadi itu yang dilakukan para rakyat jelata untuk menghemat waktu, menarik, menarik sekali.
"Paham? Inget ya, ini bukan sihir Hibiki Wataru atau jampi-jampi pelet lain Sakasaki Natsume. Ini penemuan mutakhir umat manusia!"
"Siap, paham!" Jawab keduanya serempak sambil bertepuk tangan kagum. Keito sekilas mengingat masa gemilangnya saat masih di eskul paskibra.
Keito mengangguk-angguk puas telah bisa membuat mereka mengerti praktisnya produk rakyat.
Tapi saat esok harinya dia masuk ruang osis, dia sangat menyesal sudah menjelaskan cara celup-mencelup pada dua makhluk itu.
Amat sangat menyesal—sampai makhluk efisien seperti Keito menggunakan kalimat tidak efektif sebagai penekanan.
Karena saat ini di dalam ruang OSIS dia melihat kolam renang mini, iya yang ditiup-tiup itu, sedang diisi air oleh Yuzuru. Tori siap dengan baju renangnya yang unyu sedangkan Eichi sudah menggulung celana dan lengannya.
"Demi sarung pedang kanzaki... Apa-apaan ini semua."
"Oh, Keito!" Eichi melambaikan tangannya girang. "Ayo cepat! Kita akan menyeduh kantung-kantung teh itu disini, konvenien banget kan? Kapan lagi mau ngerasain berendam di air teh? Liat tuh Isara-kun udah beli banyak kantung teh. Biasanya kan harus seduh daun tehnya langsung jadi ga enak airnya banyak sampah daun, tapi pake ini bisa praktis."
Keito memandang tidak percaya pada Mao, yang dipandang hanya bisa mengedikan bahu tak berdaya. Apalah daya hamba yang cuma rakyat jelata ini.
Pandangan beralih ke arah Yuzuru, yang dipandang hanya bisa menggeleng pasrah. Apalah daya hamba di hadapan baginda tuan muda.
Akhirnya tidak bisa dielakkan lagi, Keito ngamok.
"BODO AMAT MAU PERTAMA KALI BERENDEM DI AIR TEH KEK , CEPETAN BERESIN! GUE TAU KALIAN BARU PERTAMA KALI NGELIAT KANTUNG TEH TAPI YA GA GINI JUGA."
Ruang OSIS itu canggih, mau berendam di air teh juga bisa. Begitulah.
.
.
.
.
.
3. Tragedi Bola Sepak
Tsukinaga Leo, leader dari unit Knights yang pernah berjaya, saat ini pun sedang tertawa nyentrik sambil menulis not-not balok di kertas dengan riang gembira tanpa beban hidup.
"WAHAHAHAHA," tawanya nyebelin.
"Sumpah ya, itu orang daritadi ketawa sendiri," Midori bergidik ngeri. "Dia leader Knights kan?"
Tetora ikut melihat ke arah onggokan oranye yang heboh sendiri di samping lapangan tempat mereka main sepak bola. "Iya ya... Waras ga sih dia?" tanyanya kurang ajar. Shinobu ingin menampar mulut Tetora tapi sayangnya dia terlalu baik jadi urung.
"FUHAHAHAHAHA~ AYO KALIAN YANG FOKUS! KITA KAN MAIN BOLA BUAT NGELATIH STAMINA KALIAN!"
Ketiga anak tadi terkejut lagi karena suara tawa yang sangat gak nyante itu tapi ternyata tawa tadi kali ini keluar dari leader unit mereka sendiri. "Oh iya, Morisawa-senpai waras juga engga ya?" Tetora bertanya lagi dengan masih kurang ajarnya.
Kayaknya hampir semua leader unit sableng emang.
"Engga kali," Midori nyeplos.
"Oi, sembarangan!" Chiaki ga terima. "Aku masih sangat waras tau! Aku masih bisa bedain serial power renjer, kamen raider, ultramen, dan lain-lainnya! Berarti aku masih waras kan HAHAHA."
Poinnya ga jelas sih, tapi yaudahlah iyain aja daripada tambah bikin pening.
"Takamine, siap di tempatmu! Terima ini!" Sebelum Midori sempat bersiap, Chiaki sudah menendang bola dengan tenaga penuh. Ngeri bonyok, tentu Midori lebih pilih kabur, jadi daripada repot-repot menerima bola Midori malah lari ke arah Shinobu.
"Midori, kita ini lagi main bola bukan main pasang-pasangan!"
"Dengar, Sengoku-kun. Kalo aku ga ngindar tadi nanti Morisawa-senpai bakalan ditangkap karena jadi pelaku percobaan pembunuhan terus nanti unit kita bubar? Kamu mau jadi unit pengangguran? Mau gak?"
"E-eh? Engga sih?"
"Nah, kalo gitu jangan tempatkan aku jadi penerima bola dari Morisawa-senpai lagi," Midori malah nuntut.
Shinobu makin ga ngerti, dia milih buat nyuekin Midori. Pandangannya beralih ke onggokan oranye yang tadi masih ketawa nista sekarang sudah terkapar di sebelah bola.
Semua melotot.
Midori terkesiap.
"I-ini bukan salahku kan? A-apa aku yang membuat Morisawa-senpai jadi pembunuh? A-a-aku tidak pantas hidup, aku ingin mati saja. Harusnya aku ga usah ngindar tadi supaya kena bola... Aahh, penyesalan. Aku ingin mati."
"Kalem, dor. Mati bisa nanti di tempat lain supaya aku ga perlu ikut ribet. Sekarang kita cek dulu orangnya."
Chiaki dan yang lain dengan cepat berlari ke arah Leo, wajahnya merah bekas kena bola, hidungnya berdarah, mukanya unyu—iya bagi saya mau dia pake kacamata kuda juga tetep unyu. Saat ini dia tidak sadarkan diri, para Ryuseitai minus Kanata mulai berkeringat dingin.
"T-tewas ya? Ini udah jadi mayat? Gawat, kita harus kubur dimana?" Tetora panik. "Oh iya kita umpetin di peti mati Sakuma-senpai aja."
"Eeh? Jadi dia bisa masuk peti mati sekarang tapi aku enggak? Dunia memang tidak adil, hidup menyusahkan. Izinkan aku masuk juga ke dalam peti matinya."
"Ga muat dong kamu bongsor sih!"
Midori depresi, udah dari lama sih.
"Ohh, ide yang bagus Ryuusei Black!"
"GA BAGUS DE GOZARU." Hamdalah Shinobu masih normal. "Dia masih napas kok, belom mati oke? Tenang dulu. Tolong jangan putuskan hidup seseorang seenaknya de gozaru, pamali ntar jadi doa. Mendingan sekarang kita bawa dia ke uks terus kasih tau anggota unitnya yang lain, beres kan?"
Chiaki mengangguk-angguk, "Hoo masuk akal, bagus sekali Ryuusei Yellow!"
"Ninja selalu dituntut untuk berpikir dengan kepala dingin de gozaru," Shinobu merasa tersanjung.
"Siplah kalo gitu cepat kita gotong dia ke UKS! Hey-ho!"
Akhirnya mereka pun menggotong Leo (sebenernya cuma chiaki yang gotong) ke UKS, lalu berpencar memberitau satu persatu anggota Knights yang reaksinya beragam.
Tugas mereka pun selesai, mereka kembali ke kelas masing-masing dengan gembira tanpa beban hidup hampir menewaskan anak orang.
Saat jam istirahat siang Arashi dan Tsukasa langsung menarik Izumi dan Ritsu menuju ruang UKS. Awalnya mereka berdua ogah-ogahan.
"Ousama kan namanya Tsukinaga Leo... Leo kan keluarga kucing, punya 9 nyawa. Mati sekali juga gapapa masih ada delapan," Ritsu ngasal.
"Ogah jenguk orang kalo bukan Yuu-kun," Izumi nyolot najis.
Setelah diancam akan didandanin crossdress dan dipajang di lapangan oleh Arashi akhirnya mereka berdua mau mengecek UKS bersama-sama.
"Sagami-sensei, bagaimana keadaan leader kami?"
Ekspresi Sagami berubah sendu, dia menghela napas. Tsukasa dan yang lain berubah pucat.
"Maafkan aku," jawabnya perlahan. "Sangat disayangkan, tapi dia sudah tidak disini lagi."
"LOH DIA MATI!?" Izumi ga nyante.
Sagami menggelengkan kepalanya lalu berjalan menuju jendela.
"Dia kabur dari UKS sejak 15 menit lalu." Jarinya menunjuk ke kepala oranye yang berguling-guling di atas rumput.
"WAHAHAHA! INSPIRASI, INSPIRASI DATANGLAH! TERUSLAH MENGALIR!"
"Tuh anaknya. Masih sehat wal afiat kok cuma otaknya aja agak geser, kalian ga perlu khawatir."
Mereka memandang leader mereka yang tidak bisa dibedakan dari anak tetangga umur 5 tahun.
"Loh kalian ga mau nengok dia?"
Para anggota Knights lebih memilih kembali ke kelas mereka sambil misuh,
"Bukan leader unit gue, bukan leader unit gue."
.
.
.
Gatau ini mau dilanjut atau engga de tergantung respon dan pelampiasan stress www /WOI
Thanks for reading~
disini ga bisa angry react kan ya
