AUTUMN

(sequel Tomorrow)

Story by

Ryuuza Nakazawa

Warning: boy x boy. Yang tidak suka silahkan klik close.

Binwoo couple. ASTRO fanfiction.

Moon Bin x Cha Eun Woo

Chapter 1 : Twilight

Moon Bin melihatnya lagi. Langit senja di ufuk barat awal musim gugur dari balik jendela kamarnya yang berdebu. Pemuda yang baru lulus dari Senior High School itu mengetuk kaca jendela berulang-ulang. Perlahan seolah kaca itu akan hancur ketika ia menyentuhnya. Lalu mulai keras dan semakin keras juga cepat, seolah kaca itu adalah dinding beton yang tidak akan pernah roboh.

Senja yang begitu indah. Kenapa jendela harus menghalangiku untuk menyentuhnya?

Senja yang berwarna jingga perlahan memudar dan berganti dengan pekatnya warna malam. Tapi Moon Bin enggan untuk beranjak dari kursi kayu yang selama ini dipakainya untuk belajar. Ada senja yang begitu ia sukai dan ada kenangan bahagia yang menyakitkan yang sedang dirabanya dalam sepi.

Apa Eun Woo hyung bahagia?

Kini sudah lewat satu tahun sejak hari pernikahan hyungnya. Satu tahun sudah Eun Woo hyungnya pergi ke rumah yang lain bersama noona yang entah siapa namanya. Moon Bin tak ingin tahu dan tak pernah ingin tahu.

Hanya satu hal yang Moon Bin tahu dan hanya satu-satunya hal yang pasti,

Ia sendirian di rumahnya. Ia sendirian dan hanya bertemankan bayang-bayang semu Eun Woo hyung yang hilir mudik di seluruh penjuru rumah.

Tidak ada yang bertanya tentang kenapa ia melarikan diri dari acara pernikahan Eun Woo hyung.

Tidak ada yang bertanya kenapa ia menginap di rumah teman sekolahnya ketika acara jamuan makan malam bersama keluarga istri Eun Woo hyung.

Sekalipun itu Eun Woo hyungnya.

Dia tidak bertanya dan cerewet seperti biasa. Eun Woo hyungnya hanya diam dan menatapnya dengan tatapan yang menyedihkan.

Bolehkah Moon Bin berharap sekali lagi saja?

Berharap memiliki Eun Woo Hyungnya hanya untuk dirinya sendiri, bolehkah?

0~0~0~0

Apakah semua orang pernah patah hati?

Jika pernah, kenapa hanya aku yang merasa begitu sakit seperti ini?

0~0~0~0

Masih menatap senja yang sama di waktu yang berbeda. Moon Bin meniup uap yang muncul dari cangkir berisi cokelat panas. Pertengahan musim gugur mulai menebarkan hawa dingin. Yah, dingin yang dibencinya.

Karena dingin mengingatkannya akan waktu saat ia sempat memiliki Eun Woo hyung. Saat dimana ia bisa menyentuh Eun Woo hyung sesuka hatinya. Saat dimana ia bisa menyatakan cinta berapa pun banyaknya.

0~0~0~0

Aku ingin egois sekali lagi saja

Bolehkah?

Bukankah egois itu manusiawi?

0~0~0~0

TOK TOK TOK!

"Bin-ah."

Moon Bin menghentikan gerakan tangannya yang hendak menutup tirai jendela. Suara yang begitu familiar menyapa pendengarannya. Suara yang begitu berisik tapi sekaligus begitu dirindukannya.

Apakah ini mimpi?

Moon Bin menggelengkan kepalanya.

"Tidak mungkin."

"Tidak mungkin itu Eun Woo-hyung."

"Bukan."

"Itu bukan Eun Woo hyung yang asli."

"Aish, otakku sepertinya mulai rusak."

TOK TOK TOK

Moon Bin mencoba menolak, tetapi ketukan pada pintu terus berulang.

"Bin-ah, buka pintunya."

"Ini Hyung."

SRAKK!

Persetan dengan bayangan atau bukan. Persetan dengan ilusi dan imajinasi. Moon Bin melepaskan genggamannya pada tirai dan lekas berlari ke arah pintu.

Moon Bin hanya terlalu merindukan Eun Woo.

Terlalu merindukannya hingga terasa seperti akan gila.

0~0~0

Pernahkah kau merasakan rindu?

Rindu yang seperti mencekik

Membuatmu sulit bernapas

Dan ketika kerinduan itu menemui ujungnya

Kau ingin melepaskan segalanya

Bahkan waktu pun ingin kau lepaskan

Pernahkah?

0~0~0

"Bin-a-"

Sekali lagi, persetan dengan tata krama. Persetan dengan adat. Persetan dengan etika. Persetan dengan status saudara kandung yang melilit leher.

Begitu pintu terbuka dan Moon Bin melihat hyungnya berdiri disana, ia langsung memeluknya erat dan menikmati kembali apa yang menjadi candu baginya.

"Bin-"

"sst, diamlah."

Moon Bin melepaskan tautan bibirnya. Ia tatap mata yang berbinar layaknya bintang lalu ia kecup kelopaknya.

"Aku merindukanmu, hyung."

"..."

"sangat merindukanmu."

"mianhae. Aku-"

"ssstt. Jangan katakan apapun. "

"Bin-ah."

"Jangan katakan apapun."

"istriku hamil."

"..."

"aku hanya ingin mengabarkan itu padamu."

Eun Woo tersenyum. Moon Bin pun tak bodoh untuk salah melihatnya. Bibir Eun Woo hyungnya memang tersenyum. Tapi matanya yang berkaca-kaca tidak mampu berbohong.

"Selamat."

Dan Moon Bin tak pernah menyangka kaliat itu akan terucap dari mulutnya.

"Kau pasti bahagia."

PLETAKK!

Dan Moon Bin juga tak pernah menyangka bahwa Eun Woo hyung akan menjitaknya dengan keras.

"Bodoh."

"hyung."

"Jangan menjadi bodoh dengan berkata sembarangan."

Dan satu kecupan di bibir diterima Moon Bin.

"Katakan saja kalau kau terluka."

"..."

"Katakan saja kalau kau marah."

"..."

"Katakan saja kalau kau membenciku."

"Katakan saja ka—"

Hentikan!

Dengan cepat Moon Bin membungkam bibir Eun Woo demi menghentikan semua racauan hyungnya. Karena ia tahu bahwa saat ini, hyungnya jauh lebih terluka. Terluka karena telah melukai dirinya. Adiknya yang bodoh dan berdosa.

"Tidak apa-apa."

Moon Bin dalam diam menutup pintu dan membimbing hyungnya masuk lebih jauh ke dalam kamar.

"Bin-ah!"

Eun Woo memekik ketika Moon Bin melemparkannya ke atas tempat tidur. Tapi adiknya itu malah tersenyum dan menghimpit tubuhnya.

"Aku memang terluka."

"..."

"Aku memang marah."

"..."

"tapi aku tidak membencimu."

"..."

"mianhae."

"...huh?"

"maaf karena aku tidak bisa menjagamu hanya untuk menjadi milikku, hyung."

"Bin—mmph"

Senja di pertengahan musim gugur yang dingin, Moon Bin tak akan melupakannya. Dengan latar jingga di jendela dan wajah Eun Woo hyungnya yang memerah, ia merasa bahwa ia telah mampu untuk kembali bernapas.

Walau pun ia tahu, itu hanya untuk sementara.

Ya, sementara.

Untuk sementara pula, ia akan menyukai senja.

Senja jingga yang hangat di pertengahan musim gugur yang dingin.

TBC or end?

Hello!

Berusaha bikin yang chaptered tapi masih nyambung sama yang sebelumnya.

Gaje?

Abaikeun, tong dibawa pusing lah, bisi huisan

Terima saran, kritikan ,cacian dan makian.

*BOW