Disclaimer Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial profit from this fan fiction.
Warning mature things on later chapters, crack interactions, and possibly ooc.
Note my very first naruto fic! *throws confetti on self* sorry for the poor characterization and yes, viva rare pair!

.

.


.

.

"Hmm," Sakura menjawab asal-asalan, suara Ino kian memekik di seberang telepon, curhatan gadis itu di pagi hari tampaknya akan berakhir panjang, "iya Ino, aku denger." Sahut Sakura lagi sembari memijit tulang hidungnya.

Menyadari bahwa sumpah serapah Ino tidak akan sebentar, Sakura bangkit dari kasurnya dengan ponsel tetap bertengger di samping telinganya. Gadis itu kemudian membuka tirai kamarnya dan membuka jendelanya sedikit, membiarkan udara pagi menerpa indera penciumannya.

Hari ini Sakura tidak ada kelas pagi jadi ia bisa mendengarkan Ino lebih lama, si pirang itu harusnya bersyukur. Gadis dengan rambut merah muda itu bersandar pada kusen jendela dan memandang jauh ke arah apartemen tak jauh dari kamarnya. Mencoba tetap fokus pada suara Ino.

Namun mata hijau Sakura berhenti pada satu jendela.

"Dahi lebar, kamu denger nggak?" Suara Ino kian kencang karena tak mendengar respon Sakura.

Sakura meneguk ludah, siapa yang tidak akan teralihkan perhatiannya ketika melihat sesosok pria dengan tubuh yang terbentuk indah sedang berdiri tanpa atasan sedikitpun? Oke, dia terlihat sedang memakai masker tapi selain itu bagian atas tubuhnya tidak tertutup apapun.

Sixpack, bahu lebar, dada bidang, tidak terlalu kekar tapi tidak kurus, kulitnya juga tampak lebih gelap di area lengan—seperti tercium cahaya matahari.

Pria itu tampak sibuk memilih pakaian, matanya bolak-balik di antara dua kaus yang berbeda warna. Tatapan matanya tampak malas dan bosan, namun itu menambah kesan misterius yang menarik bagi Sakura.

"HELLO? BUMI PADA SAKURA HARUNO!" Suara pekikan terdengar lagi dari seberang telepon. Membuyarkan lamunan indah Sakura dari dada bidang apartemen seberang.

"Ya, ya, ya! Babi! Aku denger! Sori tapi aku ada urusan, nanti aku telepon lagi." Sakura membentak sebelum mematikan teleponnya. Gadis itu segera melarikan matanya keluar menuju jendela si pria seksi misterius. Namun sayangnya sosok lelaki itu sudah menghilang, meninggalkan jendela kamar yang terbuka.

Ya sudahlah, setidaknya pagi Sakura terasa lebih segar.

.


.

"Aku harus cari kerja part time," Sakura menarik napas panjang-panjang, di depannya ada Kabuto dengan mulut penuh sayuran. Lutut mereka nyaris bersentuhan di bawah meja kafetaria. Lelaki itu menurunkan sendoknya sebelum bicara.

"Melihat jadwal kuliahmu, nggak mungkin deh," Kabuto mengibaskan tangannya di depan wajah Sakura. Gadis itu mendengus mendengar jawaban temannya itu. Kabuto mengangkat alisnya, "aku ngomong begini buat kebaikanmu, mana ada kerja part time yang bener-bener fleksibel ngikutin jadwal kuliah kita yang gila-gilaan? Kamu mau jadi dokter apa kerja part time selamanya?"

Sakura mau tidak mau harus mengakui bahwa Kabuto benar, jadwal kuliahnya sudah memakan lebih dari sepertiga hidupnya. Kalaupun tidak ada kelas, ia harus belajar seperti dikejar setan. Sakura pernah sekali dua kali mengulang kelas dan ia bertekad tidak akan mengulang kelas lagi karena banyaknya waktu dan tenaga yang terbuang.

"Emang ada apa sih sampe harus kerja part time? Beasiswamu kan harusnya udah cukup," Kabuto bicara lagi setelah menelan tomat di piring makan siangnya.

Sakura menerima beasiswa karena termasuk salah satu siswa peringkat teratas di fakultasnya, meski bukan juara satu—karena itu beasiswanya bukan beasiswa penuh. Sakura mengerutkan dahinya sembari menggigit bibir, "Kurang," ia mendecak. "Aku harus bayar apartemen."

Kabuto memandang Sakura yang duduk tanpa makanan apapun di mejanya, ia mengerti karena berbagai macam keperluan di sekolah kedokteran memang menguras kantong. Kabuto sendiri harus menunda setahun dan bekerja sambil menabung terlebih dahulu sebelum melanjutkan sekolah. Menjadi seseorang dari panti asuhan membuatnya harus bisa survive sendirian.

"Aku kenyang, kamu abisin aja," Kabuto menggeser piringnya ke arah Sakura.

"Wow, serius? Kamu nggak sakit?" Sakura memandang ayam goreng di piring Kabuto dengan mata berbinar.

"Ya, abisin sebelum aku laper lagi."

"Kabuto emang super!" Sakura mengacungkan jempol dan melahap makanan pemberian Kabuto. Mereka berdua bukan teman paling dekat di dunia, tapi Kabuto setidaknya masih bisa diandalkan.

Di antara makan siang itu Sakura mengedipkan matanya mengingat kejadian pagi tadi, "Kamu tinggal di apartemen seberang apartemenku, kan?"

Kabuto menengadah dan menjawab cepat, "Iya, bukannya itu kenapa kita berangkat bareng tiap hari?"

Sakura terkekeh, "Kamu punya tetangga yang rambutnya abu-abu, dan suka pake masker, gak?"

Beberapa detik berlalu sebelum Kabuto mengingat orang yang Sakura maksud, "Oh, aku tahu," ujarnya berbinar, "dia selalu bawa bungkus-bungkus kopi pas keluar apartemen. Semua orang di apartemenku tahu dia."

"Kamu kenal?" Sakura tampak menahan napas, excited mendengar jawaban Kabuto.

"Sayangnya nggak, dia jarang ngobrol sama tetangga. Tapi dia suka kelihatan bantuin orang-orang tua," Kabuto mengangkat bahu.

"Wow, cowok yang mulia, tipeku," Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya takjub.

"Aku kira kamu suka sama cowok itu, siapa? Sasuke," Kabuto terkekeh melihat tingkah laku Sakura.

Sakura mendecak, "Kalau dia suka balik sama aku sih, oke! Tapi chat aku berbulan-bulan lalu aja nggak pernah dibales. Buat apa ngarep."

Kabuto mendesis, "Semudah itu ya hati cewek berubah?"

"Seingatku, tiga tahun itu nggak bentar," Sakura melahap suapan sendok terakhir dari piringnya, "udah ah, selera makanku jadi hilang."

"Selera hilang apaan, orang makanannya habis juga."

.


.

Langkah kaki Sakura terasa berat mengingat uang ongkosnya hari ini makin menipis, ia harus cepat-cepat menemukan pekerjaan yang bisa mengisi dompetnya. Hari ini ia tidak makan apapun selain yang ditraktir Kabuto, ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi lagi, gengsinya terlalu tinggi!

Sakura berjalan melewati pemberhentian bus sendirian hingga matanya tertuju pada iklan lowongan pekerjaan yang tampak ditulis tangan. Dibutuhkan jasa bersih-bersih rumah. Jam kerja fleksibel. Telepon nomor di bawah.

Iklan yang tidak meyakinkan, tapi bersih-bersih rumah lebih baik daripada kerja freelance yang butuh skill ini itu. Setidaknya Sakura sering membersihkan noda darah dan sampah rumah sakit, ia bisa bertahan.

Gadis itu mencatat nomor telepon yang tertera ke dalam ponselnya.

Sembari berjalan, Sakura menatap apartemennya yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Gadis itu membayangkan menjatuhkan dirinya ke atas kasur dan tidur pulas. Namun pikirannya terhenti ketika mengingat uang untuk makan malam. Ia langsung menelepon nomor yang berada di iklan, mendengarkan nada tunggu dan menyamakan ritmenya dengan langkah kakinya.

"Halo?"

Gadis itu tertegun sejenak.

"Halo? Siapa ya?"

Sakura cepat-cepat menyiapkan kalimatnya.

"Ah anu, saya lihat iklan Anda dan bermaksud melamar pekerjaan yang Anda iklankan." Sakura memantapkan suaranya.

"Aah, itu ya..," suara di seberang telepon terdengar berat dan malas, tapi juga bersahabat. Sakura menunggu lanjutan dari suara itu, "kalau gitu besok pagi kemari, ke apartemen Konoha City nomor 283, nanti kita ketemu."

Sakura mengedipkan matanya, apartemen Konoha City? Itu kan apartemen yang ada di seberang apartemennya! Rasanya seperti menang lotere! Beruntung!

"Siap! Eh, maksudnya, oke, saya kesana besok pagi, sampai jum—" sebelum Sakura menyelesaikan salamnya, teleponnya sudah ditutup oleh sosok di seberang telepon. Tidak sopan, tapi tidak apalah, keberuntungan sudah memihaknya terlalu banyak hari ini, Sakura tidak boleh serakah.

Hal pertama yang Sakura lakukan setelah menutup telepon tadi adalah menelepon Kabuto, ia harus dengar berita ini. Tidak hanya jam kerja yang sesuai, tempat kerjanya pun tidak lebih dari sepuluh meter dari apartemennya! Sayang sekali Kabuto harus menyelesaikan laporan kasus lebih dulu.

Setelah nada tunggu sebanyak tiga kali, suara salam Kabuto memecahkan keheningan. Suara Sakura terdengar sepuluh kali lebih ceria.

"Coba tebak, siapa yang dapet kerja part time?"