Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: standart warning applied. AU. Typos bertebaran, tanda baca nyasar, cerita ga jelas, EYD melenceng dari yang sudah berlaku,alur kecepetan dll.
DON'T LIKE DON'T READ!
Mohon maaf bila ada kesamaan ide dengan author lain. Ide ini murni dari otak Akemi yang rada konslet. Mungkin bila ada kesamaan itu merupakan unsur ketidak sengajaan dan mungkin err.. jodoh?
#plakk XD
.
.
Summary: Kehidupan tak selalu seindah seperti yang kita bayangkan. Begitu pula dengan cinta. Tak ada yang salah dengan cinta, tapi sering kali kita mencintai orang yang salah. Kehidupan atau cinta yang sempurna malah seringkali berawal dari sebuah hal yang tak terduga
.
.
Fic Collab pertama saya dengan Irnaa Rachmawati Putrie-san
Dengan Genre Drama pula (T.T)
.
.
Happy Reading Minna-san :)
.
.
Chapter 1: prolog
"Hinata-chan!"
Seorang wanita muda berusia awal 20 an terlihat tergesa-gesa menghampiri seorang wanita yang sebaya dengannya. Wanita dengan bola mata beriris amethyst itu menoleh pelan.
"Ya, Ino-san?"
Wanita bermodel rambut ponytail yang diketahui bernama Ino Yamanaka dari tag name yang terpasang di seragam bagian atasnya terlihat mengambil nafas sejenak.
"Kau lihat berita tadi pagi?"
Ino mengambil sebuah kartu berwarna putih dalam dompetnya dan memasukkannya pada sebuah kotak elektronik yang mengeluarkan sinar merah kecil pada ujung kotak itu saat kartu itu masuk.
"Tidak,"
Hinata, wanita beriris amethyst itu berbalik menungu teman sedepartemennya yang sibuk memasukkan kembali kartu berwarna putih itu dalam dompetnya.
"Katanya perusahaan ini terkena imbas krisis ekonomi moneter yang terjadi akhir-akhir ini"
Ino membenarkan pakaiannya yang sedikit kusut akibat berlari menyusul si wanita indigo tadi.
"Benarkah?"
Bola mata Hinata membelalak kaget. Dirinya tau benar apa yang akan terjadi jika perusahaan tempatnya bekerja terlebih perusahaan swasta terkena imbas dari krisis moneter. Itu artinya pendapatan perusahaan akan berkurang sedangkan, pengeluaran tetap atau malah bertambah.
Dan jika dijabarkan lebih lanjut, untuk mengatasi keadaan itu, maka akan terjadi pemotongan gaji karyawan. Lebih parah mungkin akan terjadi PHK besar-besaran.
"Iya, Ayo cepatlah! Kemarin Anko-san sudah memberitahu kita agar segera menemuinya di ruangannya setelah sampai di kantor"
Ino menarik pergelangan tangan Hinata panik. Menyeret wanita indigo itu agar segera menyamakan langkah kakinya dengan langkah kaki si penyeret yang lumayan cepat.
Dalam ruangan sedang yang didesain minimalis itu sudah dipenuhi oleh beberapa teman sedepartemennya yang kelihatan lesu. Hinata merasakan firasat yang buruk tapi dirinya tetap berpikiran positif. Mungkin dirinya dipanggil karna urusan mendadak atau mungkin karna evaluasi kinerjanya dalam bekerja selama caturwulan terakhir ini.
"Kalian terlambat! Kemarilah"
Seorang wanita cantik yang usiannya jauh diatas dua wanita yang baru masuk itu menyodorkan dua amplop berwarna coklat berukuran sedang pada wanita pirang dan wanita indigo yang baru masuk. Hinata dan Ino segera mengambil amplop yang disodorkan Anko-san dengan sopan dengan sedikit membungkuk dan kembali pada barisan teman-teman sedepartemennya. Hinata merasakan firasat buruknya menjadi kenyataan. Tapi dirinya seolah menutup mata dari kenyataan dan tetap berfikir positif.
"Sekarang kemasilah barang - barang kalian, saya sudah mengatakan alasannya dengan sangat jelas dan saya tidak akan mengulangnya lagi. Mohon Maaf dan tolong segera keluar, karna saya masih punya banyak urusan yang menjadi tanggung jawab saya. Terima kasih"
DEG.
Firasatnya terbukti benar adanya dan dirinya tak dapat mengelak dari realita yang terpampang jelas di depan mata kepalanya sendiri.
.
.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxx
.
.
.
Title: Berawal Dari Sebuah Errr... Koran bekas?
Genre: Romance & Drama
Main Pair: Sasuke U. & Hinata H.
.
.
.
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxx
.
.
.
Jadilah sekarang ini Hinata hanya meratapi nasibnya dengan duduk di bangku taman pada malam hari yang sepi. Padahal jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan angka pukul sembilan malam. Tapi,seolah tubuhnya menolak untuk kembali bekerja sama dengan otaknya yang menyuruhnya untuk pulang saja. Sebab seluruh sendinya serasa rontok dan tubuhnya terasa pegal-pegal.
Sudah lebih dari sepuluh perusahaan yang didatanginya, baik itu perusahaan besar maupun menengah ke bawah. Namun semua perusahaan itu menolaknya dengan alasan yang sama. Setelah melihat Map lamaran pekerjaan yang disiapkan olehnya, mereka mengatakan Hinata belum memenuhi syarat untuk bekerja di perusahaan mereka. Alasan yang mereka pakai adalah mengenai jenjang akhir pendidikan yang dikecap si wanita indigo hanya sebatas SMA sederajat.
Hinata merutuki nasibnya. Meletakkan map yang dijinjingnya di sampingnya. Apa salah jika dirinya hanya mampu mengecap bangku SMA? Padahal keahlian yang dimilikinya tak kalah jika dibandingkan dengan orang yang mengecap bangku pendidikan di atasnya. Meski tak bisa. Tapi, Hinata pantang menyerah. Dia selalu berusaha. Hinata mencoba loyal pada perusahaan tempatnya bekerja dulu. Walaupun banyak temannya mengajaknya beralih ke perusahaan yang lebih besar dan tentu gaji yang akan di terimanya mungkin akan lebih tinggi.
Tapi apa?
Hanya penyesalan yang sekarang ini dirasakaanya. Belum lagi ditambah dengan kekasihnya yang katanya sedang sibuk dengan semua organisasi beserta tetek bengeknya dan segala tugas rumit yang diterimanya dari dosen falkutasnya di Universitas itu sekarang.
Jika saja Universitas sang kekasih hanya berjarak antar kota atau bahkan antar pulau sekalipun Hinata tetap akan rela menyusulnya. Tapi masalahnya, Universitas tempat sang kekasih menimba ilmu sekarang ini bukan dalam hitungan jarak antar kota atau pulau. Tapi antar negara yang entah berapa puluh mil jauhnya.
Semenjak Hinata 'curhat' pada sang kekasih perihal pemecatan dirinya entah kenapa sang kekasih kian menjauh darinya. Selalu saja tanggapan yang diterimanya berupa kata-kata umum semisal:
'Bersabarlah, Hinata-chan'
Atau
'Semuanya akan baik-baik saja'
Hingga
'Aku pasti akan membantumu walau jarak yang membentang antara kita sangatlah jauh'
Tapi apa?
Kabar dari sang kekasih saja Hinata tak tau. Hinata sungguh depresi. Menjambak rambutnya sendiri sebagai bentuk pelampiasan atas ke-depresi-an yang dialaminya sekarang ini.
Malam sepi yang kelam dan langit yang kian pekat. Seolah mewakili perasaan yang dialami Hinata sekarang ini. Bintang pun enggan keluar sekedar untuk membantu bulan menerangi bumi yang sunyi nan gelap. Sekalipun keluar sinarnya akan terhalangi oleh mendung gelap yang menakutkan.
Hanya ada satu bintang kecil yang mengeluarkan pendar yang cukup terang diantara lautan hitam kelamnya awan beserta langit yang pekat. Hinata menengadah. Menatap bintang kecil itu dengan tatapan sayang dan rindu tapi terselip kesedihan diantaranya.
'Kami-sama, sampaikan salamku lewat bintang pada Kaa-chan. Sampaikan kata-kata sayangku padanya. Sampaikan kerinduanku pada Kaa-chan.'
Tanpa terasa air mata meluncur menuruni pipi tembemnya. Jatuh menetes di serap oleh tanah yang terpijak kakinya.
'Kaa-chan, kuatkanlah aku. Bantu aku menghadapi ini semua. Aku sudah berusaha, Kaa-chan'
Hinata menjerit pilu dalam hati. Merasa beban yang ditanggungkan padanya kian memberatkannya. Membuat tubuh mungilnya kelihatan ringkih.
Belum lagi usaha ayahnya yang sedang mengalami kemunduran. Kakaknya yang punya tanggungan biaya ujian. Adiknya yang harus mengikuti seminar di luar kota yang membutuhkan biaya yang tak sedikit dan sekarang apa?
Naruto, kekasih yang disayanginya, menjauh darinya?
"Kami-sama,"
TBC
Sumpah badai ini fic bergenre drama pertama saya. Malah perasaan kok juntrungnya ke hurt/comfort yak?
Gomen ne kalo jelek, abal, bikin mata sakit, de el el..T.T
Tapi kemampuan prosesor otak konslet saiia emang Cuma segini T.T
#bungkuk gak balik2 XD
Terima Kasih
22-03-13
Akemi M.R
