Hai.. hai, everyone!
Sekian lama Anne tak muncul, Anne datang lagi dengan kisah baru bertema "time travel". Hayooo yang suka kisah-kisah menembus waktu segera merapat. Anne ambil pairing Harry dan Ron yang masih di tahun ke enam datang ke masa depan. Cerita ini muncul saat Anne beberapa hari lalu baca fanfic tentang time travel yang kebanyakan tokohnya nyasar ke masa lalu. Jadi aku punya ide aja buat tokohnya aku buat datang ke masa depan.
Ini masih jarang!
Nah, selain jarangnya kisah tokoh yang datang ke masa depan, cerita ni muncul dari kegiatan abal-abal Anne yang lagi beberapa hari lalu iseng buat dreamcatcher. Dari bahan bekas, aku buat kerajinan tangan. Jadilah dreamcatcher yang udah jadi langsung aku gantung di tembok kamar atas headboard ranjang aku.
Dan tepatnya tadi subuh, ide ini muncul setelah mandangin stiker bintang-bintang di sekitar tembok kamar aku.
Penasaran dengan ceritanya? Langsung saja, yuk!
Happy reading!
Harry membolak balikkan sebuah benda bundar dengan jaring-jaring tidak jelas di tengahnya. Ada tiga tali hitam dengan ujung terikat bulu cukup panjang berwarna merah tampak kontras dengan tali yang menggantungnya. "Hemm.. ini mainan anak perempuan," batin Harry.
Itu adalah dreamcatcher. Tak hanya Harry saja, Ron juga membawa benda yang sama. Sama-sama memiliki rajutan jaring yang sama tak jelasnya.
"Kita kan hanya mencoba membantu Hermione, kan?"
"Iya. Bloody hell, punyaku jelek sekali!" Ron sadar juga dengan hasil karyanya. Dreamcatcher buatan Harry lebih rapi dibandingkan buatan Ron.
Dua sahabat Hermione baru saja rela menghabiskan waktu mereka untuk menemani perempuan berambut ombak untuk mencoba salah satu materi pelajaran rune kuno yang ia ikuti. Pagi tadi, kelas yang diambil Hermione mempelajari tentang sebuah benda sihir yang dapat diciptakan dengan seni di dalamnya.
"Setelah diterjemahkan, tulisan itu menyebutkan dreamcatcher memiliki kekuatan sihir tersendiri yang khusus bisa diciptakan dari bahan-bahan sihir dan dibuat oleh tangan penyihir. Mangkanya, aku ingin ikut mencobanya. Aku penasaran dengan efeknya,"
Hermione membagikan ring kayu, benang, dan beberapa helai bulu yang tentunya sudah memiliki sihir kepada Harry dan Ron. "Tapi kami, kan, tak ikut kelas itu, Hermione!" keluh Ron. Meski tak suka, ia menerima bahan-bahan dari Hermione.
"Sudahlah, kalian ikut buat. Siapa tahu memang bisa menangkap mimpi-mimpi buruk. Itu sejarah lainnya. Buat saja, itung-itung temani aku. Kalian tak sibuk, kan?" kata Hermione.
"Oke.. oke.. kami akan bantu, tapi kami tak tahu caranya," Harry meletakkan sehelai bulu berwarna merah yang sejak diberikan ia gunakan untuk bermain.
Bak seorang instruktur, Hermione membantu kedua sahabatnya membuat benda yang katanya memiliki daya magis di dalamnya.
"Lalu.. kita apakan benda ini?" Harry menatap dreamcatcher miliknya lekat-lekat.
Ron ikut-ikutan melakukan hal yang sama, "kita buang!"
"Jangan!" kata Harry cepat-cepat. "Kalau Hermione tahu, dia bisa marah. Nanti dia menyangka kita tak menghargainya,"
Sejenak mereka diam. Malam semakin larut, kantuk rupanya sudah mulai terasa. "Kalian sedang apa, sih? Ribut sekali!" Neville terbangun, terusik dengan percakapan Ron dan Harry yang cukup keras.
"Ahh tak apa, tenang saja, Neville. Tidurlah!" pesan Harry. Untung Neville tak sempat memperhatikan benda yang dibawanya.
Kembali kepada dreamcatcher di tangan masing-masing.
"Aku sudah menyerah dengan benda aneh ini. Belum tentu juga ini akan memiliki sihir, lihat saja hasilnya! Aku tahu punyamu juga memprihatinkan, Harry!" Ron mengaitkan tali pengikatnya di atas ranjangnya. Ia ikut meminta Harry mengaitkannya di ranjang sahabatnya itu.
"Taruh disitu saja. Aman!"
Pasrah tanpa akhir, Ron dan Harry sepakat mengaitkannya sementara di pengait tiang ranjang. Mumpung teman-teman mereka sudah tidur. "Kita ambil lagi sebelum mereka bangun!"
"Setuju! Selamat malam, Ron!"
"Selamat malam!"
Dan akhirnya mereka pun tertidur. Tanpa mereka ketahui, beberapa detik kemudian dreamcatcher yang mereka gantung tiba-tiba berputar sampai bulu-bulu yang terjuntai ikut berputar cepat. Sinar ungu cemerlang terpancar menyebar dari pusat jaring lingkaran menuju tubuh Harry dan Ron dari dreamcatcher mereka masing-masing.
"Letakkan ituketempatnya James, kalau kau masih mau ikut Dad keluar!"
Suara cukup berat menggema di halaman rumah minimalis sebuah perumahan. Seorang remaja laki-laki yang memegang pot bunga milik sang adik pasrah mengembalikan pot tersebut ke tempatnya.
"Oke, Dad!"
"Nggak capek, ya, ngejahilin adik sendiri? Dad saja capek marahin kamu! Masuk!"
Mereka berdua lantas masuk ke mobil, mesin menyala hingga akhirnya perlahan keluar dari halaman. Tiga orang lain mengantar mereka cukup dengan tatapan biasa. "Ajak James ke hutan saja, Dad. Terus jangan ajak dia balik!"
"Lily!"
"Sorry, Al! Tapi bagaimana lagi. Capek juga ngeladeni jahilnya dia!"
Lily dan Al kembali membersihkan susunan pot tanaman di sisi rumah mereka. Taman kecil itu hari demi hari semakin penuh dengan tanaman baru. Kekompakan Harry, Ginny dan ketiga anaknya dengan tanaman membuat rumah mereka tampak asri dibandingkan rumah tetangga-tetangga mereka.
Padahal, di sekolah mereka semua tak begitu bagus di pelajaran Herbologi.
"Kalau sudah, segera cuci tangan, bantu Mom siapkan sarapan sebelum Dad dan James datang," Ginny mengajak kedua anaknya untuk cepat menyelesaikan tugas berkebunnya dan bergegas pergi ke dapur.
"Siap, Mom!" sahut Al dan Lily bersamaan.
Ginny sangat bersyukur, masih ada dua anaknya yang rajin melakukan pekerjaan rumah. "Biarlah satu bandel, toh James juga masih bisa diatur. Untung kebiasaan rajinku dan Harry menurun pada mereka berdua," kata Ginny sesaat setelah kembali ke dapur.
"Aku masuk dulu, ya, Lils. Kau siram yang sebelah sana juga, ya. Aku bantu Mom dulu!"
Lily menganguk saja mendengar perintah Al. Pekerjaannya menyiram bunga masih belum selesai. Tinggal beberapa pot lagi.
Di luar pagar, semak-semak perbatasan antara rumah keluarga Potter dan tetangga mereka tiba-tiba bergerak-gerak aneh. Ujung semak kemudian tersingkap dan keluarlah dua orang berpakaian piama dari balik semak tersebut, "ada laba-laba!"
"Ahh thanks, Harry!"
Jalanan. Perumahan. Dua kata itu yang pertama kali muncul di kepala mereka tentang tempat yang mereka pijak sekarang. "Ini di mana, Harry?" tanya Ron. Pandangannya luas mengamati sekeliling area perumahan yang bersih dan asri. Beberapa orang yang melintas sempat menatap mereka heran karena..
"Kita masih pakai piama! Ini bukan di Hogwarts, Ron!"
Saking paniknya, Harry dan Ron berjalan kesana-kemari melihat sekeliling mereka jika ada celah meminta pertolongan. Tak mungkin kan kalau mereka langsung bicara tentang Hogwarts dan sihir pada Muggle yang tak tahu apa-apa.
"Itu Ginny!" teriak Ron melihat sosok perempuan berambut merah sedang menyiram tanaman.
Harry ikut melihatnya, "tapi.. dia badannya lebih kecil. Itu bukan Gin— RON!"
Harry sudah panik duluan saat Ron tiba-tiba berlari masuk ke halaman rumah yang kebetulan tak dikunci. "Bersih sekali," batin Ron teralih perhatiannya.
"RON!" teriak Harry kalut.
"Ginny, kenapa kau bisa juga ada di si—"
"Ron, cukup. Jangan gila kau, dia tampak lebih muda dari Gin—, ohhhhh!" kata Harry terputus dan terkejut apa yang dilihatnya.
Ron juga. Ia melihat anak yang dilihatnya memang sangat mirip dengan Ginny tapi—
"Uncle Ron?! Dan.. Dad?!"
"APA?!" teriak Ron dan Harry tak percaya.
Suara lain muncul dari arah pintu masuk, "Lily, kau bicara dengan siapa, nak? Kenapa tak diajak mas—" satu lagi yang dibuat tak menyelesaikan kalimat mereka karena tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ka-kalau dia.. ta-tampak lebih tua dari Ginny," kata Harry terbata-bata.
Masih dengan apron melekat di bandan, Ginny perlahan mendekati dua remaja tamunya pagi ini. "Kenapa kalian bisa datang ke masa depan?!" tanya Ginny syok. Sebelum lebih banyak lagi orang yang melihat Ginny menerima tamu berpiama aneh di rumahnya, cepat-cepat ia mengajak semua untuk segera masuk.
"Kita bahas di dalam," ajak Ginny.
Ron dan Harry mengikuti Ginny masuk dengan langkah ketakutan. Harry sedikit risi mendapati gadis yang dikira Ginny tadi kini menatapnya tak berkedip dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Dia tadi memanggilku.. Dad? Kalau begitu aku ayahnya. Dan dia tadi memanggil Ginny dewasa Mom. Jadi, suami Ginny adalah.. aku?" batin Harry tak percaya.
-TBC-
#
Masih belum apa-apa, masih ada chapter-chapter lain untuk menyambut bulan puasa tahun ini.
Oh, ya. Selamat menjalankan ibadah puasa, ya, teman-teman.
Anne tunggu review kalian! :)
Thanks,
Anne x
