My Love
Chapter #1
Cahaya Mentari itu menembus kaca dan menyinari wajahnya. Aku terus saja memperhatikannya. Dia diam, duduk di bangkunya dengan tenang. Awalnya aku sedikit ragu, tetapi harus tetap kulakukan. Maka dari itu...
"Boleh aku minta nama lengkap, tempat tanggal lahir, dan nomor ponselmu? Aku butuh itu untuk data kesiswaan." ucapku. Berdiri tepat di depannya.
"Tentu," jawabnya kalem.
Sebagai petugas kelas, aku memang memiliki tanggung jawab sebagai orang yang harus mencatat hal-hal semacam itu. Ya, tentu saja merepotkan!
"Baiklah, tulis di sini." ujarku, sambil menyerahkan kertas berisi kolom data diri.
Dia menuruti perintahku, tanpa menjawab sepatah katapun. Aku pun terus saja memperhatikan pria itu. Sudah seminggu dia menjadi bagian dari murid-murid di kelasku, dan baru kali ini dia mau bicara denganku.
Tentu, sedikit gugup rasanya.
"Ini, sudah selesai." ucapnya lagi, sambil sedikit menggeser kertas itu.
Aku sedikit tersentak sebelum akhirnya kembali ke alam sadarku. "Baiklah, terima kasih." jawabku.
Aku berusaha mengalihkan pandanganku, akan tetapi, entah mengapa parasnya sangat menggoda. Dia benar-benar tampan sekali. Sampai-sampai aku selalu melamun saat melihatnya.
"Boleh, aku minta nomor ponselmu?" ucapnya tiba-tiba, kemudian menarik ponselnya dari dalam saku.
Sekali lagi, aku kembali tersentak karena lamunanku. Dengan masih terdiam sambil memegang lembaran kertas data, aku memberanikan diri untuk menatapnya.
"Ini" lanjutnya sambil menyerahkan ponselnya padaku.
Mataku mengerjap, "Em, baiklah." Sambil mengetuk-etuk layar ponselnya, aku tertegun. Ponsel itu begitu besar hingga melebihi tanganku. Sepertinya keluaran terbaru.
"Ini dia" ucapku.
"Namamu, Kuroko?" tanya pria itu.
"Begitulah." jawabku.
Kemudian dia tersenyum, manis sekali. Rasanya aku seperti terkena diabetes mendadak! Sedang Aku hanya membalasnya dengan senyuman datar, dan kembali duduk di tempatku.
.
.
.
Aku Kuroko, Kuroko Tetsuya. Pria berusia 16 tahun yang duduk di bangku SMA, di sebuah sekolah swasta.
Dan dia, pria itu. Namanya Kise. Aku tidak begitu mengenalnya, bahkan nama belakangnya. Yang kutahu dia adalah pria paling tampan yang pernah menjadi murid satu kelas denganku. Bukan tanpa alasan, penampilannya memang benar-benar menarik. Rambut pirang keemasan yang halus dan berkilau denga aroma lemon segar pada maskulinnya, tubuh tinggi semampai dengan kulit putih dan bersihnya, serta tonjolan otot-otot yang tercetak pada seragamnya, benar-benar membuatku terpesona.
Tentu saja bukan hanya aku yang berfikiran begitu. Semua murid-murid di kelasku, terutama para gadis. Mereka selalu membicarakan pria itu. Dia memang benar-benar populer di sekolahku.
"Anak-anak, hari ini saya akan membuat kelompok.." ucap seorang guru sains, di depan sana.
Lamunanku membuyar, kemudian menghela nafas berat.
'Tugas kelompok? Menyebalkan!'
"..Ada enam kelompok yang sudah saya siapkan." Lanjut guru itu sesuai pendengaranku. "Kelompok pertama.."
Dan tentu namaku belum disebut hingga kelompok ke lima. Kemudian tiba pada kelompok terakhir..
"..dan kelompok terakhir. Kise, Akashi, Aomine,..,Kuroko,.."
'Bagus, sekarang aku masuk kelompok terakhir. Tapi..Kise? Aku sekelompok dengannya!'
Dan entah mengapa, Aku pun menoleh ke arah kananku, dan kudapati wajah Kise yang duduk di kursi deretan kedua dari depan, sedang memperhatikanku. Dia tersenyum. Aku tak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya memalingkan wajahku karena malu.
'Ah, dia melihat ke arahku!'
"Tugas ini dikumpukan minggu depan, jadi kerjakan dengan baik.." ucap sang guru, sebelum meninggalkan ruangan.
Aku kembali menghela nafas. "Lebih baik aku membaca novelku," gumamku sambil meraih sebuah buku novel dari dalam tasku.
[Bel istirahat]
"Hei, Kuroko!" ucap seseorang sambil menepuk pundakku. Kurasa aku mengenali suara itu.
Aku pun menoleh dengan sedikit terkejut."Eh? Ki-Kise?" ucapku.
Entah apa yang terjadi, tetapi wajahku memanas seketika.
"Kita sekelompok, lho!" ucapnya sambil tersenyum manis.
Lagi-lagi jantungku berdebar dibuatnya. "Ahaa, ya.." aku tersenyum salah tingkah.
"Mau ke kantin bersamaku?" tanyanya.
"Eh? Eum, ba-baiklah.." jawabku terbata.
"Kalau begitu, ayo!" kemudian, tanpa aba-aba, ia menarik sebelah tanganku.
"Eh? Tu-tunggu!"
'Ah, dia menggenggam tanganku! Benar-benar tidak terduga.'
Dibanding dengan tanganku, saat tangan hangatnya yang selembut sutra menyentuh tanganku.
Entah kenapa..
NEXT CHAPTER #2
