Disclaimer: Kuroko no Basuke tetep bukan milik saya tapi milik Tadotoshi Fujimaki-Sensei but-but-but! This story is mine!

Title: It can't be True, right ?!

Rated: entahlah… mungkin T, mungkin juga M karena belum tahu gimana lanjutannya entar.

Casts: AoKaga, Midorima.. for Now…

A/N: Typos, ceritanya absurd dan nggak jelas, dan maaf jika tidak memuaskan..

Summary: Aomine bukanlah orang yang percaya Oha-asa seperti si Midorima tsun-tsun-nanodayo. Tapi bagaimana jika ini berhubungan dengan jodoh? Apa? Merah? Liar? ; Hei! Mau malak aku yah?! Tch! Old man!

_Sitahchan Proudly Present_

It Can't Be True, Right ?!

Oha-asa. Sebuah tayangan yang amat sangat diminati oleh manusia bersurai hijau bernama Midorima Shintarou, seorang Dokter muda ternama. Keakuratan Oha asa mengenai kesialan dan keberuntungan membuatnya menjadi seorang maniak Oha asa dan siang ini, di tengah hari yang cukup menyengat ia tengah berada di sebuah ruangan yang cukup nyaman meski terdengar keributan di luar ruangan ber-AC itu. Matanya terpejam sesekali karena sudah cukup lama ia berada disana tanpa seorangpun bersamanya hanya ada beberapa orang yang sekedar masuk untuk menyapanya lalu pergi.

"Sepertinya aku datang di waktu yang salah. Dia pasti tengah mengejar pencuri atau semacamnya saat ini" gumamnya sang Dokter muda sambil membenarkan letak kacamatanya.

Merasa perlu menunggu lebih lama, Midorima mencoba menyamankan diri di sofa empuk yang tengah ia tempati. Tak sadar akan sebuah suara langkah kaki yang tengah menuju ke arah ruangan tempat dia berada sekarang.

"Hei, Midorima! kenapa ada boneka neko disini?" tanya seorang pria yang baru saja masuk keruangan itu.

"Ah, Daiki-san, kau sudah datang rupanya. Itu lucky item-ku hari ini"

"Oh, benarkah?" orang yang dipanggil Daiki itu hanya memasang wajah 'Kau-pasti-bercanda'melihat boneka neko yang saking besarnya sampai-sampai menghalangi pintu masuk.

"Hm" jawab Midorima dengan wajah tak peduli membuat kerutan empat sisi muncul di kening sang lawan bicara.

"….."

"…"

"Jangan seenaknya mengatakan ' hm' bodoh! Kenapa kamu membawanya kesini?! Tidakkah kamu sadar dengan ukurannya? Itu bahkan lebih besar dari tubuhku, kamu lihat?"

"Kenapa kamu marah nanodayo? Aku kesini karena ingin menemui seorang teman lama yang sekarang sedang berdiri di depanku dengan mata melotot dan badan yang basah kuyup-nodayo. Kau baru mandi ya? Ini sudah siang dan kau baru mandi sekarang? Polisi macam apa kau ini?!"

"Kenapa kamu yang marah sekarang?! Dan sejak kapan kamu memanggilku dengan sebutan 'kau' dan 'Daiki-san' Hah?! Dan satu lagi, aku bukannya mandi tapi terjatuh di kolam karena seorang pencopet sialan!"

"Tch! Memang sia-sia untuk bersikap sopan denganmu, Aomine. Apa kamu pikir aku mau bersikap seperti barusan ,hah? Itu semua sekedar formalitas! Kamu tau itu? For-ma-li-tas!—"

"—nanodayo" sambung Aomine meniru kebiasaan Midorima dan sukses memnuat sang Dokter kembali membenarkan letak kacamatanya yang baik-baik saja dengan sebuah kerutan menghiasi keningnya.

Pria bernama Aomine itu segera duduk di sofa yang berseberangan dengan Midorima, tak dipedulikannya sofa yang tak bersalah itu kini ikut basah kuyup karenanya.

"Kapan kamu pernah bersikap sopan di depanku, hah?" ucapnya kemudian.

"Lupakan. Menemuimu hanya memperburuk image-ku sebagai seorang dokter ternama disini"

"Mau pamer di depanku, huh? Dasar maniak Oha-asa sialan!"

"Ah! Kamu benar! Oha-asa. Aku kesini karena ingin memberi kabar tentang Oha-asa padamu"

"Hah? Untukku? Sejak kapan kamu peduli denganku, hah?"

"Bu—bukan begitu nanodayo! Mana mungkin aku perhatian dengan polisi sepertimu?! Aku hanya ingin memberitahu nasibmu saja!"

"Polisi sepertiku? Tch! Kamu tidak berubah sama sekali. Ngomong-ngomong memberitahu nasibku? Apa maksudmu?"

"Kamu penasaran? Baguslah! Kukira kamu masih anak SMA yang hanya suka tidur dan bermalas-malasan tanpa memikirkan hidupmu sendiri"

"Hei! Kamu sedang berhadapan dengan Aomine Daiki, Kepala Polisi senior dengan banyak prestasi, kamu tahu itu kan? Jangan seenaknya meremehkanku!"

"Ya,ya,ya. Dan satu-satunya Kepala Polisi yang gagal menangkap Bandar narkoba hanya karena sebuah majalah Horikita Mai yag tak sengaja ia lihat di tengah jalan"

Kali ini Aomine sukses dibuat depresi oleh teman lamanya itu.

"Jangan depresi begitu. Aku membawa kabar baik untukmu"

"Kabar baik? Apa itu?"

"Itu sebuah kabar atau berita yang sekiranya mampu membuat hidupmu bahagia dan tersenyum bahkan berteriak senang saat mendengarnya"

"Bukan definisi kabar baik! Maksudku kabar baik apa ?"

"Oh, itu maksudmu. Kupikir kamu terlalu bodoh untuk sekedar mengerti arti kabar baik"

"Aku tidak sebodoh itu!"

"Oh, benarkah? Seorang Aho sepertimu? Hah! Yang benar saja"

Sekali lagi urat kekesalan Aomine muncul. Sejak kapan Midorima menjadi semenyebalkan ini? Apa mungkin kehidupan menjadi seorang dokter sangat mempengaruhi psikisnya? Semoga tidak, karena kalau iya, mungkin Aomine akan berakhir memasukkan Midorima ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik.

"Ehem! Jadi, apa kabar baiknya?"

"Jodohmu"

"Ha?" Aomine tidak salah dengar, bukan?. Jodoh? Apa Midorima benar-benar berbicara tentang jodoh? Sejak kapan Midorima membuka biro Jodoh?! Oh! Apa mungkin pekerjaan menjadi seorang dokter benar-benar telah membuat otaknya berbelok?

"Iya. Jodoh. J-O-D-O-H ! Jodoh-Nanodayo" ulang Midorima sambil berdiri dan merapikan pakaian serta jas putih khas seorang dokter yang ia kenakan. "Sepertinya aku harus pulang sekarang, Jam makan siang sudah selesai. Aku harus kembali bekerja" ucapnya kemudian. Aomine yang masih tidak paham dengan kabar absurd temannya itu berusaha menghentikan Midorima.

"Hei! Apa maksudmu dengan jodoh?!" Midorima yang tadinya hendak keluar melewati pintu berbalik menatap Aomine dan sekali lagi membenarkan letak kacamatanya yang benar-benar sungguh baik-baik saja.

"Well… sesuatu seperti warna merah dan liar, itu yang disebutkan Oha-asa tadi pagi. Aku tidak begitu mempedulikannya. Lagipula, zodiac kita berbeda. Untuk apa aku memperhatikan milikmu?" dengan kalimat panjang itu Midorima melangkah keluar ruangan dan melambaikan tangan pada Aomine seraya mengucapkan selamat tinggal, menyisakan Aomine yang masih bertanya-tanya akan ucapan sang sahabat.

"Hei! Jodoh? Merah? Liar? Apa maksudmu, hah? Dan..jika kamu memang tidak peduli untuk apa susah payah menempuh jarak sejauh 12 km dari Rumah Sakit hanya untuk mengatakan hal bodoh ini, hah?! Hei! Midorima! Tunggu!"

"Bye!" samar-samar suara Midorima menghilang seiring dengan riuhnya suasana kantor kepolisian yang berisi para penjahat yang baru tertangkap, suara-suara dering telepon, teriakan-teriakan para korban dan suara-suara mesin ketik yang tiada henti-hentinya menghiasi siang yang cukup panas hari itu. Aomine yang memang sudah cukup lelah dengan pekerjaannya memilih untuk kembali ke ruangannya untuk sejenak melemaskan urat-urat syarafnya yang menengang dengan semua urusan kepolisian dan hal lainnya.

-Skip time-

"Hei! Berhenti kau! Hei! Dengarkan kalau Polisi bicara, bodoh! HEEIII! BERHENTI KUBILANG!" teriakan-teriakan semacam itu tak pernah berhenti Aomine tebarkan. Saat ini, di pagi hari yang cukup mendung ia telah berlari kesana-kemari mengejar seorang begal yang secara tidak sengaja terlihat olehnya saat dia jalan-jalan pagi melepas lelah karena telah bekerja selama sebulan penuh tanpa libur satu hari pun. Hari ini, dimana semua anak pergi ke sekolah untuk belajar, Aomine memilih untuk mengambil libur satu hari dari rutinitasnya menjadi seorang kepala kepolisian kota.

"WTF! Begal sialan! Kau salah jika berpikir bisa lari dariku, bodoh!" dengan gerakan yang memang sudah terlatih, Aomine mengejar sang begal ke tiap sudut yang ia lewati. Sialnya ia kenapa juga harus di hari dimana dia ingin mendapat udara bebas tanpa adanya aroma-aroma kejahatan disekitarnya. Semakin jauh dia mengejar semakin besar jalan yang ia lewati hingga di depannya nampak sebuah jalan raya yang cukup luas dan ia semakin dekat dengan buruannya.

"Dapat!" dengan kedua belah tangan diraihnya bahu mangsanya.

"Aww! Sakit, bodoh! Siapa kamu?! Apa maumu, huh?!"

"Huh?" Aomine melongo mendapati orang yang ditangkapnya bukanlah orang yang dia harapkan melainkan seorang anak beralis tebal bersurai merah yang nampaknya akan berangkat untuk sekolah karena Nampak beberapa buku tebal di genggamannya.

"Ka—kamu siapa?" tanya Aomine dengan bodohnya, bukankah dia yang menarik anak itu saat ia lewat di hadapan Aomine?

"Aku siapa tanyamu?! Kamu yang siapa?! Tiba-tiba saja menjamah bahuku dan berteriak 'dapat'! dan dengan pakaian training bodohmu itu dan wajah yang lebih bodoh dari orang bodoh yang pernah kutemui dimana pun tiba-tiba saja kamu bertanya 'ka—kamu siapa'?!" ucapan panjang lebar itu hanya dibalas Aomine dengan kerutan yang bercabang saking kesalnya. Bagaimana mungkin seorang anak merah songong dan bertampang liar ini menghina seorang Polisi sekelasnya? Dan pakaian trainingnya tampak bodoh?! WTH?! Ini adalah pakaian training terbaik yang dia miliki! Dan lebih bodoh dari orang bodoh yang pernah ditemuinya?! Ok! Semua itu cukup untuk menjebloskan anak ini ke dalam jeruji besi.

"Hei , Old man? Melamun?"

Old man ?! berani sekali dia memanggilku old man?! Polisi muda yang bahkan baru berumur 28 tahun ini dibilangnya old man?! WTF!

"Sudahlah. Aku tak ingin terlambat ke kampus hanya untuk hal bodoh seperti ini. Bye old man!"

"Tunggu dulu!" AOmine menghentikan langkah anak yang ternyata seorang Mahasiswa itu untuk menjauh.

"Apa lagi? Mau uang? Sorry, aku gak mempan di palak. Bye!"

"What The—! bukan itu maksudku! Minta maaf! Cepat!"

"Ha? Untuk apa? Apa salahku ?"

"Kamu menghinaku, mengataiku sebagai old man dan terakhir aku bukan orang yang suka malak anak kuliahan sepertimu"

"Oh, itu saja.. bye!" dan dengan ucapan pendek itu si anak menyebalkan itu pergi begitu saja, meninggalkan Aomine yang berusaha menahan diri untuk tidak berteriak dan mengeluarkan api dari mulutnya sekarang juga.

"Anak sialan! Dasar kekanak-kanakan! Akan kubalas kau nanti!" Oh, sekarang siapa yang kekanak-kanakan?

"Tch! Sebaiknya aku pulang, semoga hari ini benar-benar menjadi hari liburku. Sudah cukup berurusan dengan begal pagi-pagi, aku tidak ingin menambahnya lagi dengan—" ucapan Aomine terputus tatkala melihat sebuah benda asing di dekat kakinya. Diambilnya benda itu dan secara aneh dia tertawa hingga membuat beberapa orang yang lewat menatap ngeri padanya.

"Ha! Ha-Ha-Ha! Mati kau anak bodoh! Sekarang, coba saja cari aku dan ambil Kartu Tanda Mahasiswa-mu ini. HaHaHa!" dengan seringai yang masih bersarang di wajahnya ia lihat dengan seksama benda di tangannya itu.

"Hmm… Kagami Taiga, 19 tahun, Seirin University…Taiga? Cocok sekali dengan sifatnya yang lair. Hmm, kenapa rambutnya merah sekali seperti habis terbakar api? Anak aneh.." Aomine yang telah merasa memiliki kemenangannya dengan santainya berjalan melanjutkan untuk menikmati sisa hari liburnya yang ia miliki saat ini.

"What a lovely day…. ! Kuharap anak merah itu akan sadar dengan cepat bahwa ia baru saja menghilangkan benda sepenting ini. HaHaHa! Ha!...Ha—Ha..A…A…tunggu! Merah? Liar?" tiba-tiba saja Aomine teringat sesuatu. Ia lupa sarapan mungkin?

"Merah? Liar ? Hmm… Jodoh?" seketika itu juga ingatannya berputar saat Midorima berbicara tentang nasibnya.

"No,no, no! tidak mungkin. HaHaHa! Mana mungkin jodohku seorang anak songong , bodoh dan menyebalkan seperti anak itu! Mustahil! Sangat-sangat mustahil! Tapi…benarkah? Tapi..bagaimana mungkin?"

_To be Continued_