Naruto

Rate: M

Disclaimer: Mashashi Kishimoto

Genre: Adventure, Action, Humor, Romance

Warning: Typo, OC, Gaje, SemiCanon, OOC, masih jauh dari kata sempurna

Summary: Naruto tak tahu siapa orang tuanya, dia sendirian sejak awal. Pertemuan dengan Sandaime Hokage membuat hidupnya berubah. Di tengah latihan dia sadar memiliki Kekkai Genkai, yaitu Futton gabungan dari kedua elemen nya Katon dan Suiton. Dan dia mempunyai impian yaitu menjadi Shinobi terhebat di Konoha.

Chapter 1

Seorang anak berambut perak model jabrik sedang menatap pahatan empat wajah Hokage di tebing tidak jauh di depan nya sambil duduk di sebuah batu besar. Terik matahari tiba-tiba menyorot wajahnya membuat dia menyipitkan kedua mata silau. Tangannya bergerak untuk menutupi matahari yang terlihat kecil dari wajahnya.

Hembusan angin memainkan rambut peraknya, suara burung elang ia dengar dari atas, membuat senyuman terukir di wajah sendunya. Namun itu tak bertahan lama, ia kembali menatap pahatan wajah di tebing dengan tatapan sendu seakan mengatakan bahwa 'aku kesepian'.

Dia menghela nafas dalam lalu bangkit berdiri dan pergi menuju tengah hutan.

Dirinya berlari dengan cepat sambil menggenggam tiga buah batu kecil, sorot matanya terfokus pada sebuah batang pohon berbentuk bulat yang di tengahnya terdapat lubang kecil. Satu batu ia lempar setelah mengunci sasaran,

Splash!

Meleset! Hanya beberapa centi saja dari target.

Tak berkecil hati, ia lalu melempar dua batu sekaligus. Posisi dirinya dan target tidak memungkinkan untuk mengenai target hanya dengan satu batu, dia menggunakan dua batu karena yang satunya untuk membelokan arah laju batu lainnya.

Strak!

Tepat! Batu yang dilemparkan dirinya mengenai target. Dia berhenti berlari, lalu menaiki pohon tinggi untuk melihat daerah sekeliling.

Angin kembali berhembus kencang membuat pohon yang dinaikinya bergoyang. Dia mengamati daerah sekitarnya, mencari sesuatu untuk dirinya. Dia tersenyum saat melihat banyak tumbuhan jamur tidak jauh di depannya.

"Yatta!" teriaknya girang lalu segera melompat ke bawah dan mengambil jamur untuk dia makan.

Saat sedang memetik beberapa jamur, pendengarannya menangkap suara gemercik air. Senyuman kembali tercipta di wajahnya lalu segera mempercepat kegiatan memetik jamur dan mencari beberapa cacing untuk di jadikan umpan, dia akan memancing.

Hari menjelang gelap, pertanda malam akan segera datang. Anak itu terlihat sedang membuat api unggun di pesisir sungai. Mula-mula dia mengumpulkan ranting dan daun-daun kering lalu di tumpukkan dalam satu tempat. Terlihat beberapa ikan yang sudah di tusuk oleh kayu. Tangannya mulai ia satukan, membuat beberapa pola aneh yang di sebut handseal, terlihat dari raut wajahnya ia sangat berkonsentrasi. Tidak lama kemudian muncul api di tangan kanannya.

"Hah…" dia menghela nafas lelah sambil menyeka keringat di dahinya menggunakan tangan kiri.

Api hasil ciptaannya di dekatkan ke tumpukkan ranting dan daun kering. Pertama yang terbakar hanya satu daun saja, lalu merambat sangat cepat menuju daun-daun lainnya sampai menciptakan api yang besar. Dia mulai membakar ikan hasil tangkapannya, menunggu cukup lama hingga ikan-ikan tersebut terlihat matang dan mengambil satu ikan untuk dia makan.

Ikan itu dia tiup agar tidak panas lalu menggigit dagingnya,

"Houh…" mulutnya mengeluarkan asap, pertanda daging yang dia makan masih panas.

Dia mulai memakan kembali ikannya, namun terhenti karena merasakan seseorang berada di dekatnya.

"Huaa!" kagetnya sambil menjauh. "Si-siapa kau?" tanya dia gugup.

"Hanya kakek tua yang kebetulan lewat," jawab seseorang yang mengagetkannya itu.

Dia memperhatikan kakek yang berada di hadapannya, memiliki janggut dan rambut berwarna putih.

Kakek itu menatap ikan bakar yang berada di sampingnya.

Kryuuk!

Perut dari kakek itu berbunyi, pertanda dia sedang lapar.

"Hehehahahaha…"

"Hahahahaha…"

Tawa keduanya pecah.

Anak berambut perak itu mengambil satu ikan bakar lalu di berikannya pada sang kakek. "Ini kakek, makanlah."

"Oh, terima kasih." Ucap kakek itu lalu mengambil ikan bakarnya. "Wah, sepertinya ini enak!"

"Ya, aku yang menangkapnya. Jadi tentu saja itu sangat enak."

"Oh begitu," kakek itu mulai memakan ikan bakarnya. "Pa-panas."

Anak itu hanya tersenyum melihat bagaimana cara makan kakek yang ada di depannya.

10 menit kemudian, kakek itu sudah memakan habis ikan bakarnya. Dia memandang ke atas langit hitam yang di taburi bintang-bintang bersinar.

"Lihatlah bintang-bintang itu, setiap dari bintang-bintang itu seperti matahari di dunia kita. Bagaimana menurutmu? Jumlahnya sangat luar biasa, bukan?" tanya kakek itu.

"Matahari? Benda besar yang bersinar di siang hari?" tanya balik anak tersebut.

"Benar. Dunia ini tak terbatas."

"Wah! Kakek, kau tahu banyak hal."

"Dibandingkan dengan luasnya dunia, keberadaan manusia sangatlah kecil. Hal-hal yang di khawatirkan manusia juga sangat kecil." Jelas kakek itu.

"Begitu, jadi dunia ini sangat besar ya,"

"Umm." Angguk kakek itu membenarkan perkataan anak di sampingnya. "Ngomong-ngomong, kau tinggal di mana anak muda?"

"Aku tinggal di sini,"

"Maksudmu di desa ini?"

"Ya, aku tinggal di desa ini."

"Terus, di mana orang tuamu? Apa kau tidak di marahi orang tuamu bermain di hutan seperti ini?"

Anak itu menundukkan kepala, "Entahlah. Sejak aku melihat dunia ini, aku sudah sendirian." Jawabnya.

Kakek tersebut melihat pundak anak itu bergetar, menahan tangisan. Dia segera menghiburnya. "Maaf atas pertanyaanku, sepertinya itu membuatmu sedih."

"Ti-tidak apa-apa," anak itu segera mengusap cairan bening yang keluar dari matanya lalu berusaha untuk ceria dengan memamerkan senyumannya.

Anak ini sudah tegar di usia yang masih sangat muda.' Batin kakek itu. "Dimana kau tinggal nak?"

"Hmm, di panti asuhan. Sebelah timur Konoha."

"Souka, kalau begitu. Besok datanglah ke kantor Hokage dan beri tahu penjaga yang ada di sana bahwa kau datang untuk Sarutobi Hiruzen, aku akan memberikan apartemen khusus untuk mu." Kata kakek itu lalu melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan anak pirang tersebut sendirian.

"Sa-sandaime-sama!" Kaget anak tersebut setelah mengetahui bahwa yang menemani nya makan dan berbicara tadi adalah orang yang sangat di kagumi oleh semua orang.

Keesokan harinya, terlihat anak yang kemarin sedang berjalan di jalanan utama Desa Konohagakure dengan memakai baju hitam polos di balut dengan jaket warna biru, dia memakai celana pendek berwarna putih serta sepatu ninja berwarna senada dengan jaketnya.

Tap… tap… tap…!

Anak itu melihat ke sekeliling, melihat kerumunan warga yang sedang menggandeng tangan anaknya dengan tatapan sendu. Jujur, dia sangat iri melihat itu semua. Namun dia tetap tegar, inilah jalan hidupnya, inilah takdirnya, jadi dia harus hadapi semua ini bagaimana pun caranya.

Tak mau larut dalam kesedihan, anak pirang itu segera berlari menuju kantor Hokage. Dia sudah tahu di mana letak kantornya setelah bertanya kepada warga sekitar beberapa saat yang lalu.

Karena berlari sambil menunduk, anak itu tak dapat melihat apa yang ada di depan. Dia tak sengaja menubruk seseorang yang sepantaran dengannya sampai terjatuh. Anak itu panik lalu segera membungkuk meminta maaf.

"Ma-maaf!"

Setelah meminta maaf dia langsung berlari kembali, tidak melihat siapa orang yang di tubruknya.

Orang yang di tubruk segera bangkit berdiri lalu menepuk-nepuk celananya yang agak kotor. Pandangan mata blue shappire nya tidak lepas dari sosok yang tadi menubruknya. "Anak yang aneh," gumamnya lalu kembali berjalan.

"Hosh… hosh… hosh…"

Anak itu kelelahan setelah berlari cukup lama, dia menyandarkan tubuhnya di kaca toko baju. Matanya menangkap pemandangan dirinya di kaca tersebut. Kini dia dapat mengetahui seperti apa dirinya. Berambut perak, memiliki kulit putih, dan memiliki warna matacoklat.

"Jadi seperti ini diriku ya? Menyedihkan." Bukan, dia bukan mengejek bentuk wajahnya, melainkan mengejek raut wajah sendu dirinya.

"Selamat datang anak muda, apa kau mau membeli sesuatu?" tanya seorang pria yang keluar dari toko.

Dia tersentak kaget. Dalam pikirannya saat ini pria itu pasti telah mengira bahwa dirinya ingin membeli sesuatu karena terus memandang ke arah toko. Padahal dia hanya memandang dirinya yang terpantulkan oleh kaca.

"Ti-tidak paman. Saya tidak ingin membeli sesuatu. Kalau begitu saya pergi dulu," ucapnya lalu segera pergi menjauh dari toko itu.

15 menit kemudian, anak tersebut sudah sampai di depan kantor Hokage. Dia menatap kagum bagaimana keindahan dan kebagusan gedung ini. Pasti dalamnya luas, pikirnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia segera masuk.

"Pe-permisi," ucapnya gugup kepada seorang penjaga.

"Ada kepentingan apa datang ke sini anak muda?" tanya penjaga itu.

"Ano… kemarin saya diberi tahukan jika seorang penjaga menanyakan ada kepentingan apa maka saya jawab saya datang kesini untuk bertemu Sarutobi Hiruzen."

"Sandaime-sama kah? Kalau begitu silahkan ke ruang Hokage yang ada di lantai 5."

"Baiklah, terima kasih."

Waktu berlalu sangat cepat, anak itu sekarang sudah berdiri di depan pintu ruang Hokage. Dengan gugup dia mulai mengetuk pintu dengan sopan.

Tok tok tok!

"Masuk!" terdengar ucapan tegas dari dalam ruangan membuat dia semakin gugup.

Dengan perlahan anak berambut perak itu membuka pintu dan segera di tutupnya kembali saat sudah memasuki ruangan. Dia berjalan perlahan mendekati seorang pria dewasa berambut kuning cerah yang sedang duduk mengerjakan tugas di mejanya.

"Ano… saya ingin bertemu dengan Sarutobi Hiruzen. Kemarin beliau meminta saya untuk datang kemari."

Pria dewasa itu mendongkak melihat siapa yang berada di depannya.

"Begitu, Sandaime-sama berada di sana," ucap pria tersebut sambil menunjuk ke arah kiri.

Anak itu mengikuti telunjuk pria dewasa di hadapannya. Dia melihat kakek yang kemarin sedang duduk bersama wanita dewasa berambut merah panjang sambil bercanda dengan bayi yang di gendong wanita itu.

"A-ano, permisi…"

Mereka berdua mendongkak, melihat siapa yang datang menghampiri.

"Oh ternyata kau datang juga anak muda, bagaimana keadaanmu?" tanya Sandaime sambil menghampiri anak yang sudah di tunggunya itu.

"Baik." jawabnya singkat.

"Aku menyuruhmu datang ke sini karena ingin memberikanmu apartemen dan fasilitasnya. Dulu kau tinggal di panti asuhan timur Konoha, bukan. Sebagai petinggi, sudah kewajibanku untuk memberikan yang terbaik bagi warga desa ini. Bagaimana, kau mau menerimanya?"

"Maksud kakek, anda ingin saya tinggal di apartemen"

"Benar".

Anak itu menatap Sandaime dengan senang. "Woah! Benarkah?"

"Apa wajah kakek terlihat bercanda?"

"Terima kasih banyak kakek!" kata anak tersebut lalu berlari dan memeluk erat Hiruzen, mantan Hokage ke-3.

"Hahahaha, sama-sama. Dan ada satu hal lagi anak muda. Siapa namamu?." Tanya Hiruzen sambil mengusap rambut perak anak tersebut yang saat ini sedang memeluknya.

"Ahh ha-hai, saya lupa mengenalkan diri." Ucap anak tersebut lalu melepaskan pelukan nya pada Hiruzen.

"Perkenalkan nama saya Shimazu Naruto. Panggil saja Naruto, Sandaime-jiji". Kata anak berambut perak tersebut lalu membungkuk kearah kakek yang ada di depan nya.

"Baiklah Naruto. Kalau begitu sekarang kita pergi ke apartemen barumu."

"Siap!"

Tak terasa waktu berlalu sangat cepat, matahari hampir terbenam menandakan malam akan tiba. Seorang anak dengan matacoklatterlihat sedang berjalan dengan riang. Hatinya kini sedang berbunga-bunga. Tadi siang dia mendapatkan apartemen di sebelah barat tidak jauh dari kantor Hokage. Apartemen yang tidak besar namun juga tidak kecil. Berbagai perlengkapan seperti makanan dan pakaian juga di belikan oleh Sandaime. Dia sangat berterima kasih.

"Hemm hem hem~, aku tidak mengira di dunia ini masih ada orang yang mau membantu orang lain," gumamnya. "Aku sangat beruntung bisa terlahir di desa ini." lanjutnya mengingat saat mereka sampai di apartemen Sandaime ingin mendaftarkan nya ke Academy Ninja.

Flashback~

"Nahh ini dia apartemen mu Naruto". Ucap seorang kakek tua pada anak kecil di sampingnya. "Ayo kita masuk ke dalam". Lanjutnya.

"Wooahhh! Sugoi," teriak anak berambut perak dengan mata berbinar setelah melihat isi dari apartemen baru nya.

"Hahaha, kau senang Naruto?". Tanya kakek tua tersebut pada Naruto.

"Ha'i Sandaime-jiji". Ucap Naruto sambil membuka kulkas yang berada di ruangan tersebut dan kembali berbinar setelah melihat buah apel di dalam kulkas tersebut.

"Aku ingin membicarakan sesuatu dengan mu Naruto,"

Mendengar ucapan dari Sandaime membuat Naruto menghentikan aktivitas nya lalu menghadap kearah kakek tua tersebut.

"Nani?".

"Apa kau ingin jadi shinobi Naruto?"

Setelah mendengar pertanyaan kakek tua itu membuat nya terkejut, betapa tidak jadi shinobi adalah impian nya dari dulu.

"A-apa aku tidak salah dengar Sandaime-jiji". Ucap Naruto terbata.

"Tentu saja tidak Naruto-kun. Jadi, bagaimana. Apa kau ingin jadi shinobi?".

"Ha'i saya ingin jadi shinobi Sandaime-jiji". Kata Naruto dengan semangat.

"Baiklah, kalau begitu besok datanglah ke kantor Hokage jam 6:30. Aku akan mengantarkan mu ke Academy Ninja".

"Ha'i Sandaime-jiji".

"Kalau begitu aku pergi dulu. Jangan sampai telat"

"Ha'i".

Flashback off~

Ichiraku Ramen. Itulah tulisan yang Naruto lihat di atas sebuah bangunan di depannya.

Setelah kepergian Sandaime dari apartemen baru nya, ia pergi keluar untuk sekedar melepas lelah yang ada pada dirinya. Dan disini lah dia berada, di depan kedai Ramen yang kata orang-orang sangat lezat.

"Hemmm, makan Ramen seperti nya tidak buruk". Gumam nya lalu melangkahkan kaki nya untuk masuk ke kedai tersebut.

"Selamat datang," terdengar suara sapaan dari dalam.

"Paman, pesan ramen miso 1 mangkok," kata Naruto.

"Baiklah tunggu sebentar,"

Sembari menunggu ia melihat sekeliling kedai tersebut dan mata nya terhenti setelah melihat anak bersurai kuning yang seumuran seperti dirinya.

Merasa di perhatikan membuat anak bersurai kuning itu menoleh kearah kanan dimana dia melihat seorang anak yang seumuran memandang dirinya yang sangat sulit diartikan.

"Bukankah dia yang menabrak ku tadi siang," Guman anak tersebut. "Lebih baik ku sapa". Lanjutnya lalu berdiri dan mendekati anak bersurai perak tersebut.

Setelah mendekati anak tersebut dia meminta izin untuk duduk di samping nya.

"Boleh aku duduk di samping mu?". Tanya anak pirang itu.

"Ha-ha'i, silahkan a-ano..?"

"Namikaze Menma". Ucap anak pirang itu lalu tersenyum kearah Naruto.

"Ha'i, silahkan Menma-san". Balas Naruto lalu membalas senyum kearah Menma.

"Siapa nama mu uban?". Tanya Menma memanggil Naruto dengan sebutan uban.

"Shi- Oh heii! Siapa yang kau panggil uban hah! Dasar kuning!". Balas Naruto dengan perempatan di dahi nya.

"Tentu saja kau! Siapa lagi kalau bukan kau!". Balas Menma dengan sengit.

"Hahh baiklah, Namaku Shimazu Naruto". Ucap Naruto sambil menghela nafas.

"Naruto? Heh nama yang aneh".

"Apa kau berbicara sesuatu?". Tanya Naruto.

"Tidak, aku tidak berbicara apa-apa".

Sekitar 5 menit mereka menunggu sambil berbincang-bincang, akhirnya pesanan mereka sudah datang. Mereka menikmati ramen masing-masing dengan khidmat. Setelah selesai, Menma segera membayar pesananmereka berdua.

"Biar aku yang membayar Naruto". Ucap Menma lalu berdiri untuk memberikan uang pada Teuchi.

"Apa tidak apa-apa Menma-san?". Tanya Naruto

"Tidak apa-apa Naruto, sekaligus ini sebagai tanda pertemanan kita". Jawab Menma lalu tersenyum ke arah lawan bicara nya.

"Teman, kah?". Gumam Naruto dengan sendu lalu dia kembali tersenyum Lima jari miliknya. "Arigatou, Menma-san". Ucap Naruto dan membungkuk kearah Menma.

"Sama-sama, kalau begitu aku pulang dulu".

"Ha'i, hati-hati di jalan Menma-san". Ucap Naruto sambil melambaikan tangan kearah Menma.

Setelah kepergian Menma kini terlihat Naruto masih tetap berdiri di depan kedai Ramen tersebut sambil menatap ke atas lalu bergumam.

"Inilah yang ku inginkan Kami-sama".

.

.

.

-To Be Continued-

Salam kenal semua nya, saya Author baru di sini. Jadi mohon bimbingan nya untuk ke depan nya. Terimakasih sudah mau berkenan membaca Fic yang gaje ini :v

#FFN2019BANGKIT

Jangan lupa Review