That December
Character : HunHan
Genre :
Warning : GS, AU,Typo
"ayo masuk".
Suara dari luar ruangan mengintrupsi kegiatan Sehun. Ketika mendongak, pintu dihadapannya sudah terbuka dan menampilkan seorang tahanan yang dijaga oleh dua orang penjaga. Sinar lampu terang dari luar menyeruak masuk kedalam ruangan gelap milik Sehun. Samar bisa Sehun lihat tahan itu adalah wanita.
Air mukanya sungguh tenang. Tak ada panik ,marah ataupun bingung ketika penjaga menggiringnya kembali. Sehun membenarkan posisi kacamatanya dan segara meraih notenya yang tergeletak disamping vas bunga anyelir. Melontarkan senyum ramahnya pada wainta yang sudah duduk didepannya.
Tak lama, dua penjaga itu pergi dan membiarkan pintu kembali tertutup. Menyisakan mereka berdua dengan satu sumber cahaya dari lampu kecil diantara mereka.
"apa kabar, ibu Kim?". Satu pertanyaan sederhana terlontar dari bibir tipisnya yang masih mengulas sebuah senyum.
Tangannya tampak menggoreskan tinta pulpen diatas note-nya. "kita hanya akan melakukan perbincangan sebentar, sambil memeriksa kesehatan ,Ibu Kim, boleh?".
Wanita itu mengangguk patuh. Hendak membuka bibirnya namun diurungkan. Ibu Kim adalah wanita bernama lengkap Kim Soomi, dulu dia seorang guru dari sekolah swasta di Gangdong-Gu yang telah ditutup satu setengah tahun yang lalu. Beliau mulanya tinggal di sebuah kontrakan dekat sekolah bersama suami dan kedua anaknya. Tapi tiga tahun lalu suaminya telah meninggal, dan anak pertamanya merantau entah kemana. Ibu Kim sudah pensiun satu bulan sebelum sekolah ditutup, akhirnya memutuskan untuk pindah kekampung halamannya.
Tanpa diduga penderitaan Ibu Kim tak berhenti disana, saat minggu pertama beliau menyekolahkan anaknya yang masih Sekolah Dasar, itu adalah awal dari stress berkepanjangan Ibu Kim. Anak keduanya , tanpa alasan yang jelas setiap pulang sekolah selalu mendapatkan luka lebam disekujur tubuhnya, anak keduanya mengamuk dan hilang kendali didalam kelas.
Ibu kim membawa anak keduanya ke psikiater dan melakukan terapi secara rutin, dokter psikiater itu member laporan jika anak kedunya hanya mengalami stress berat saja.
Itu bohong, Ibu Kim membawa pulang kembali anaknya. Tapi anaknya mengamuk lebih hebat, sampai Ibu Kim memutuskan untuk memasung anaknya di dapur. Ibu Kim tidak tega sebenarnya, tapi jika tidak begitu anaknya akan bertindak brutal dan menyakiti dirinya sendiri lagi.
"tolong angkat kepala Ibu sebentar". Pinta Sehun lembut, lelaki itu mengarahkan tangannya pada dagu Ibu Kim, melihat dengan seksama luka-luka disekitar leher Ibu Kim yang terlihat baru. Sehun menyirit sebentar lalu menatap ibu Kim.
Lelaki itu menulis sesuatu di notenya lagi. "siapa yang melakukan ini,?".
Ibu Kim menundukkan kepalanya dengan ragu. Dan melirik kesegala arah gelisah. "a-aku tidak tau".
Sehun mengulas senyumnya, tangan besarnya mendarat di kedua bahu wanita tua itu. "mari saya antar ke ruang pengobatan".
Sehun menyamakan langkah pelannya dengan Ibu Kim tangannya tak melepaskan lengan Ibu Kim yang sedikit bergetar. "apa ada yang ingin kau kau katakan padaku?". Tanya berhenti sejenak diambang into, memastikan Ibu Kim tidak memiliki masalah. Ibu Kim menggelengkan kepalanya pelan, tapi kemudian dia menghela nafas ringan.
"sebenarnya, ada seseorang yang kucurigai sejak awal anakku menjadi seperti itu". Ibu Kim menatap ubin mengkilap dengan sendu. Sehun mengangkat alis kanannya. Lalu mendekat untuk menyimak perkataan Ibu Kim selanjutnya.
"err… siapa itu?"
"aku akan memberitahukannya, hanya jika kau bisa membantuku mempertemukanku dengan orang itu". Ujar Ibu Kim.
.
.
.
.
Sehun memakirkan mobilnya didepan sebuah gedung teater. Ditangannya kini ada selembar tiket berwarna keemasan, yang kemudian ia berikan pada penjaga yang telah siap didepan pintu.
Langkah kakinya menuntun sang pemilik menuju ruangan utama pertunjukan teater. Sehun duduk dibarisan kedua dari belakang. Sementara kanan dan kirinya kosong.
Ketika teater dimulai beberapa orang baru berdatangan ,salah satunya seorang wanita yang mengambil tempat disamping Sehun.
Menyadari perubahan ekspresi Sehun yang terlihat jengkel, wanita itu dengan gugup meminta maaf.
"maaf aku mengganggu, tapi aku duduk dikursi sesuai tiket yang ku pesan". Ujarnya lembut.
Sehun meliriknya sekilas, lalu mengusap dagu runcingnya, wanita itu bergetar melihat beta tampannya Sehun. Kemudian tersenyum kecil.
"kau suka cerita Putri salju?".wanita itu melepas mantel tebalnya lalu melipatnya dipangkuan. Sementara satu persatu tokoh mulai memerankan perannya. Sehun menggeleng pelan. "tidak".
Wanita itu menggerakkan bibirnya pelan lalu menatap Sehun bingung. "ah.. akupun begitu, aku kemari haya untuk menemui seseorang".
Sehun menoleh, bukan karena penasaran siapa yang akan ditemui orang itu. Namun karena di teringat sesuatu. "bertemu seseorang?".
"ya, bukan kekasih. Dia salah satu pelanggan diblog ku, dan memintaku untuk bertemu secara langsung. Kami berjanji bertemu disini?".
Sehun mengerutkan keningnya sebentar, lalu menormalkan kembali ekspresinya. "pelanggan blog?".
"aku memiliki blog yang terbilang cukup sukses, dan memuat tentang online shop. Dari sana aku mendapatkan uang dua kali lipat". Mata wanita itu pun menyipit tersenyum.
"dan…sebetulnya aku penasaran apa yang dilakukan seorang dokter sepertimu disini".
Wanita itu masih dengan senyum manisnya menatap Sehun. Menunggu jawaban dari Sehun.
"kau mengenalku? Wah". Sehun pura-pura menguap kemudian menghadap kearah panggung, melihat bagaimana putrid salju tersesat dihutan dan bertemu kurcaci.
"senang bertemu denganmu kalau begitu".
"ah, aku memberimu kartuku, siapa tau kita bisa berteman".
Sehun mengulurkan tangan putihnya , lalu menyimpan kartu itu di saku kemejanya.
.
.
.
.
.
.
Sehun tiba di apartemennya pukul setengah dua belas malam. Dia terlebih dahulu membersihkan badan serta rambutnya , setelah itu membuat hidangan pasta untuk dirinya sendiri. Dan kini dia sedang duduk didepan layar laptopnya yang menyala lumayan redup dengan secangkir kopi pahit dan donat.
Tanggannya menggeser tochpadnya berulang kali.
Dia mengunjungi laman blog seseorang yang dia temui di gedung teater dan menyelidiki sesuatu. Dia mendapatkan beberapa fakta yang bisa ia berikan pada Ibu Kim tentang seseorang yang diduga sebagai saksi mata. Saksi mata pertama kali anaknya dirasuki.
Orang itu wanita berumur dua puluh empat tahun, berwarga kebangsaan Scotlandia. Dia bekerja disebuah pabrik kosmetik di Korea.
Informasi lengkapnya belum ditemukan. Dan besok Sehun harus menghadiri persidangan sebagai salah satu orang yang bertemu dengan korban mati terbunuh.
Pemilik blog yang beberapa jam lalu berkenalan dengan Sehun sebenarnya telah ditemukan tewas disebuah gang sempit sekitar empat kilometer dari gedung teater.
Pemilik blog itu bergegas pergi setelah memeriksa ponselnya, meninggalkan pertunjukan yang bahkan belum selesai.
Petugas dari gedung teater membantu bagian kepolisian dan menemukan bahwa pemilik blog tersebut duduk bersebelahan dengan Sehun. Jadi, malam ini Sehun harus memutar otak dan memikirkan kata-kata yang dapat membela dirinya.
Karena jika dalam kasus pembunuhan si Pemilik blog tersebut tidak ditemukan siapa tersangka sebenarnya, maka Sehun sebagai orang yang berada disekitar korban sebelum kejadian akan kesulitan.
Tentu saja Sehun sudah menyiapkan sesuatu, dia bisa menjelaskan jika si pemilik blog tersebut ada janji dengan wanita berkebangsaan Scotlandia ,yang notabene nya langganan si korban. Dan mungkin , alasan si korban terburu-buru pergi adalah karena janji itu.
Tapi, dia perlu mengorek informasi lebih dalam.
Jujur, ini juga membuat Sehun penasaran. Apalagi setelah melihat gambar profil wanita Scotlandia tersebut mirip dengan seseorang difoto yang ditunjukkan Ibu Kim.
Berdasarkan lokasi terakhir yang bisa Sehun ketahui dari akun 'pelanggan Scotlandia'(Sehun menyebutnya begitu) itu, dia pernah berada di Taipei, China sekitar empat bulan lalu. Informasi itu ditampilkan secara gamblang dibawah usernamenya. Sial. Sehun tak berhasil mengorek informasi lebih dalam. Mungkin nanti atau kapan ia akan meminta bantuan temannya.
Sehun menyalin dan menyimpan data-data yang sekiranya dia perlukan, lalu menutup slip laptonya.
Sehun berjalan gontai kearah kasur. Sebelum dia terlelap, dia meghubungi Park Chanyeol ,rekan kerjanya, untuk meminta bantuan tentang informasi 'pelanggan Scotlandia' besok.
.
.
.
.
.
Persidangan hari ini sudah selesai, namun kasus ini belum ditutup. Tentu saja, pihak keluarga tak terima kematian anggota keluarga secara misterius dan tak ditemukan pelakunya.
Sehun sudah memberikan bukti keanehan si korban sebelum kematian. Dan polisi memutuskan melakuan penyelidikan lebih lanjut.
Kini Sehun bersiap menuju rumah inap tahanan khusus di pusat kota, tempatnya bekerja.
"aku ada perlu dengan Ibu Kim". Katanya pada penjaga kamar nomor dua puluh tiga.
Sehun sudah duduk disebuah kursi berwarna cyan disamping tempat tidur Ibu Kim. Ibu Kim memandangnya penuh tanya setelah melihat penamilan Sehun.
"apa kau dari suatu tempat atau akan pergi ke suatu temat?".
Sehun mengulas senyum. "saya baru saja memberikan kesaksian, atas korban pembunuhan kemarin malam".
Mata Ibu Kim membola, tangan kurusnya dengan kulit yang mulai mengendur menggapai wajah dan bahu tegap Sehun. "a-apa yang terjadi?kau tidak apa-apa?".
"Bu, mengenai kejadian saat itu, apa Ibu tau persis siapa orang yang Ibu sangka sebagai saksi atau bahkan pelaku?". Sehun mengusap kedua lututnya dan memandang Ibu Kim penuh harap. Wanita tua itu terlihat berpikir beberapa saat.
"Apakah Ibu pernah melihatnya sebelum kejadian itu?". Tanya Sehun lagi.
"ah…aku berpapasan dengannya beberapa kali di stasiun dan kuil di Gangdong-Gu, kalau tidak salah dia juga pernah memasuki gedung sekolah tempatku mengajar dulu, tapi entahlah…. Aku tak yakin itu dia". Jawan Ibu Kim, sinar matanya meredup tak menemukan sosok wanita misterius itu diingatannya.
Sehun mengeluarkan selembar print-out, gambar seorang wanita 'pelanggan Scotlandia' itu dan menunjukkan nya pada Ibu Kim, lalu membandingkan dengan selembar foto usang yang diberi oleh Ibu Kim. "apakah ini orang yang sama?".
Ibu Kim meraih dua lembar foto itu dan mengamatinya seksama, tak lama pupil matanya membesar. Dan kepalanya mengangguk.
"Bu, jika boleh saya tau, anda dapat darimana foto wanita ini?".
.
.
.
.
.
.
.
"oh..kurasa ini tempatnya. Ayo kita turun".
Mereka sekarang berada di Gangdong-Gu.
Chanyeol sengaja mengambil izin cuti beberapa hari dengan Sehun untuk menyelidiki seseorang, si 'Pelanggan Scotlandia'. Mereka berdua tau ini memang bukan urusan mereka, seharusnya semua masalah penyelidikan diserahkan pada polisi.
Tapi Sehun berasumsi bahwa mereka juga turut mengambil peran dalam kasus kali ini, karena menyangkut narapidana yang mereka rawat.
Setelah mendapat izin memasuki area yang dimaksud, Sehun dan Chanyeol berkeliling gedung ditemani seorang satpam penjaga.
"kukira cukup sampai disini anda mengantar kami, selebihnya kami akan mencari tahu sendiri". Ujar Sehun pada satpam itu.
Kehadiran mereka berdua tak jarang mengundang perhatian banyak orang, khususnya murid disekolah ini. Jauh-jauh mereka dating kemari untuk mengumpulkan informasi, saying sekali jika tidak didapatkan.
"kupikir kita perlu bantuan orang dalam, mungkin wanita itu adalah alumni disekolah ini. Foto yang ditemukan Ibu Kim mungkin salah satu fotonya yang tertinggal digudang". Usul Chanyeol yang disetujui Sehun.
Kini mereka berada diruangangan luas nan penuh rak berisi buku-buku tebal bersama seorang penjaga perpustakaan. Tak lama mencari, penjaga perpustakaan itu membawakan beberapa buku yang sekiranya dicari oleh Sehun dan Chanyeol. Ini buku-buku tahunan dari sekolah menengah yang mereka singgahi.
Mungkin akan lebih mudah meminta penjaga mencarinya langsung dengan menunjukkan foto. Tapi Ibu Kim tak mengizinkannya.
"ah..". Sehun menunjuk seseorang dalam buku biografi siswa tahun ajaran 2009-2010,seorang wanita dengan setelan seragam rapih berwajah persis dengan si 'Pelanggan Scotlandia' . "ketemu". Bisiknya samar pada Chanyeol, sesekali melirik kesana-kemari memastikan tak ada yang melihat mereka.
Chanyeol membaca semua biografi si 'Pelanggan Scotlandia' kemudian memotretnya dengan ponsel dan menyalin datanya di laptop. "ini bagus, apa kau temukan dia dibuku lainnya?".
Sehun menggeleng. "selanjutnya kita periksa gudang".
"ya, kurasa juga begitu, kuharap kita diizinkan masuk kesana , dan….krasa kita harus membeli kopi panas dikantin sekolah". Chanyeol meringkas semua barang-barangnya, begitupula Sehun. Lalu menoleh pada arlojinya. "ini sudah jam masuk juga".
"kurasa polisi belum mengetahui siapa wanita ini, atau mungkin mereka mencari orang lain?".
"entah, mereka hanya menyelidiki kematian blogger itu, bisa kutebak tak lama lagi sekolah ini juga akan didatangi polisi dan menjadi ramai". Sehun melangkahkan kakinya keluar perpustakaan. Bersama dengan Chanyeol yang sibuk mengetik sesuatu diponselnya.
"ramai, ya!". Chanyeol menjentikkan jarinya. " ada keuntungan kita tak meminta banuan polisi dan melakukannya sendiri".
"kemungkinan wanita ini sembunyi jadi lebih tipis, begitu mengetahui dia tidak dicari polisi. Hanya saja itu tak akan lama. Mungkin beberapa hari lagi dia akan pergi jauh". Jari telunjuk Chanyeol terangkat keudara menerawang. "yah…itu pun jika dia pelakunya".
Sehun terdiam beberapa saat. "apa menurutmu aku perlu meminta bantuan dari Lay dan Yifan. Mereka mengawasi penerbangan ke China kan?".
"itu langkah pertama… akan kuhubungi mereka dan kujelaskan semuanya, akan kukirim data-data wanita ini juga. Lalu bagaimana jika wanita itu kabur ke Scotlandia?".
"kurasa dia tak punya akses kesana lagi. Pasportnya tak lagi berlaku untuk kesana, itu yang kudapatkan dari percakapan pribadi mereka". Jawab Sehun. "kita terlalu berpikir wanita itu akan kabur, bagaimana jika dia ada disekitar kita?".
Sehun terkekeh. Melipat lembaran kertas yang dibawanya lalu memasukkannya kedalam saku jasnya. Mereka mengintip sebentar wilyah disekitar gudang,lalu mendekati secara perlahan.
"berarti itu lebih baik, kita bawa langsung dia pada Ibu Kim". Sahut Chanyeol.
Sehun menekan knop pintu gudang tersebut, tentu saja terkunci. Mereka berdua sempat mengintip melalui celah dinding kayu yang sedikit berlubang. Namun dikejutkan oleh teguran salah seorang siswi disini. Memandang mereka berdua bingung dan takut.
"semua yang ada di gudang itu sudah tak terpakai lagi. Dan kepala sekolah memutuskan bulan depan akan membakar semua file disana. File-file yang mungkin masih penting berada di gudang sebelah timur". Jelas sisi itu setelah Sehun dan Chanyeol menyampaikan maksud kedtangannya, tentu mereka tak menjelaskan semuanya.
"oh, begitu. Tapi apakah kami bisa melihat nya sebentar?". Sehun mengetuk ringan pintu gudang tersebut.
"err…Baekhyun". Sehun menbaca tag name yang dipakai gadis didepannya. "begini, kami perlu menemui kepala sekolahmu saja, kau murid kelas tiga kan?".
Baekhyun mengerjap. Tapi kemudian mengangguk. "sebenarnya saya sedang persiapan ujian , tapi kelihatannya kalian sangat membutuhkan ini". Baekhyun mengangguk kemudian member isyarat untuk Sehun dan Chanyeol. "mari saya antar keruangan beliau".
.
.
.
.
.
.
.
Sehun mengusap pinggiran nampan yang ia bawa. Kemudian satu tangannya meraih secangkir kopi kesukaannya. Pandangannya menerawang langit malam jauh. Baru saja matanya akan terpejam, tapi kemudian dia dikagetkan dengan ingatannya sendiri. Ingatan tentang si 'pelanggan Scotlandia' dan segala identitas palsunya didunia maya.
Selain itu polisi memulai pergerakkannya besok untuk dimulai kembali secara rinci dari gedung teater,sepanjang jalan menuju tempat kejadian,dan toko pernak-pernik didekat tempat kejadian yang diduga didatangi korban sebelum kejadian.
Lalu, polisi mengatakan akan menlakukan penyelidikan pada si 'Pelanggan Scotlandia'. Tapi, untuk itu tentu harus menemuinya dulu.
'sementara email yang kukirimkan padanya tak dibalas' .batin Sehun merutuk kacau. Saat Sehun meminta bantuan temannya yang lain untuk melacak keberadaan email itu, dia hanya mengetahui email itu terakhir diakses dari sebuah warung internet yang terletak disekitar sekolah yang Sehun dan Chanyeol kunjungi tadi pagi.
Dan diduga si 'Pelanggan Scotlandia' itu tak menggunakan lagi emailnya. Ini benar-benar mencurigakan. Siapa dia? Dan apa masalahnya?.
Sehun memandang foto si 'Pelanggan Scotlandia' itu… ah atau Sehun kini bisa memanggilnya Luhan. Wanita misterius berdarah China dan berkebangsaan Scotlandia.
Wanita dengan manik mata berwarna navy dengan pantulan kilau yang tajam serta wajah bak boneka Eropa bermahkotakan rambut coklat gelap berombak. Tidak terlihat seperti seorang penjahat.
'Luhan'. Batin Sehun mengerang frustasi, sekali lagi melihat foto tersebut lalu memutuskan untuk menyimpannya diatas tumpukan kertas. Meninggaklanya tidur terlelap sampai pagi menjelang.
.
.
.
.
.
.
Sehun pergi ke Gangdong-Gu memulai lagi pencarian Luhan. Hari ini tanpa Chanyeol.
Dia mendatangi tempat-tempat yang Ibu Kim katakan pernah dikunjungi Luhan sebelumnya. Sehun menyirit sambil menggenggam erat kemudi mobilnya. Dia lalu memikirkannya. Memutuskan untuk berjalan kaki.
Ramainya pejalan kaki membuat Sehun kesusahan untuk mengamati hal-hal sekitarnya. Beruntungnya kuil dan stasiun yang Ibu Kim maksud berdekatan. Hanya perlu berjalan sekitar dua puluh menit.
Sehun mengeratkan mantel tebalnya, menghalau angin dingin bulan Desember masuk dan menggelitik tubuhnya. Heran juga, sedingin ini masih banyak orang-orang berkeliaran daripada memilih dirumah, mungkin orang-orang itu sama sibuknya dengan Sehun sekarang ini.
Langkah pertama Sehun pijakkan di lantai kuil tradisional. Seperti dugaan , tempat ini juga cukup ramai. Sehun memandangi hal-hal disekitarnya. Termasuk pengunjung yang datang dan orang yang dicurigai sebagai pembunuh, Luhan ini ternyata rajin ke kuil.
Tapi justru hal itu yang membuat Sehun takut. Ah, Sehun hanya memikirkan jika selama ini dia berburuk sangka pada seseorang. Disisi lain, Chanyeol pernah mengatakan, hanya makhluk tertentulah yang bisa berbuat kejahatan dan mengingat tuhannya sekaligus.
Well,Chanyeol itu sudah lama melucu. Sehun terkekeh pelan. Dia lalu berjalan keluar kuil, memutuskan untuk melihat area stasiun.
Masih dalam pemikirannya tentang ucapan konyol Chenyeol, Sehun juga pernah menebak-nebak beberapa jenis makhluk astral atau mungkin alien, untuk mengartikan 'makhluk tertentu' yang dikatakan Chanyeol.
Dengan manik Navy yang aneh itu. Meski itu hanya kontak lensa, tak bisa kah Luhan memilih warna lain?
'huh'.
Sehun mengedarkan tatapannya keseliling , memandang antrian tiket dan orang yang berlalu-lalang. Beberapa menoleh saat sadar Sehun menginjakkan kakinya lebih kedalam. Mereka sempat melontarkan tatapan memuja pada Sehun. Itu hal yang wajar.
Sejak masih sekolah, dimanapun dia berada, sehun selalu berhasil mencuri perhatian. Termasuk seorang wanita berrambut coklat berombak yang tertangkap mata Sehun berjalan menuju kursi tunggu.
Awalnya Sehun tak menyadarinya. Tapi setelah manik sehitam jelangga miliknya bertubrukan dengan mata Navy yang menakjubkan itu, seluruh kesadaran Sehun kembali dan memberikan sengatan yang cukup dahsyat, membuat Sehun berjengit dan melebarkan kelopak matanya.
Itu Luhan. Wanita itu terpergok menatap Sehun beberapa detik lalu pergi dan menuju kursi tunggu.
'sial'. Umpat Sehun. Tapi dia cukup senang, akhirnya dia menemukan Luhan.
Sehun berjalan cepat dengan hati-hati , menyelipkan tubuhnya diatara tembok besar dan membidik Luhan dengan kamera ponselnya.
Sehun mengirimkan gambar itu pada Chanyeol. 'aku menemukannya di Gangdong Station. Dia Luhan atau hanya aku yang melihatnya mirip dengan Luhan?'.
Sehun kembali melihat Luhan yang masih duduk dengan tenang, dia memakai mantel tebal berwarna coklat dengan kerah yang lumayan tinggi sehingga menutupi dagunya.
"itu cukup bagus, tapi tidak untuk penyamaran, sementara kau memiliki warna mata yang mencolok". Desis Sehun pelan.
Sehun memperhatikan gerak-gerik Luhan sampai wanita itu menaiki kereta bersama penumpang lain. Normal, tidak mencurigakan. Sehun kembali menuju parkiran dimana mobilnya berada.
"hem…dari Gangdong-gu menuju Gangbuk-gu. Apa yang dia lakukan?". Sehun mengapit ponselnya diantara bahu dan kepalanya. Chanyeol disebrang sana mengerang pelan, berusaha mengeluarkan pikirannya.
"entahlah. Apa kita juga perlu kesana? Apa Ibu Kim tau jika Luhan sering pergi ke Gangbuk-gu?". Tanya Chanyeol balik.
"dia tidak tau. Beliau hanya sering berpapasan dengan Luhan di Stasiun saat kebetulan melewatinya. Bisa jadi dia sering kesana. Kupikir aku akan kesana juga, lalu aku akan menunggunya di Stasiun Gangbuk-gu". Putus Sehun akhirnya, tangannya sibuk melihat jadwalnya untuk beberapa hari kedepan.
"Sekarang? Sendiri?".
"ya. Lusa aku akan memberikan bimbingan kesehatan di SOPA, dan besok aku harus menghubungi juniorku, Joonmyeon di Busan".
"yasudah kalau begitu. Semoga beruntung. Berhati-hatilah". Ujar Chanyeol.
Sehun kembali memegang ponselnya. Dia terdiam sebentar. "kenapa? Itu harus?".
"hahaha….kau harus berhati-hati saat berpergian. Itu hal penting. Terutama saat kau mengikuti seseorang yang … yasudahlah , aku tutup dulu".
.
.
.
.
.
.
Menuju Gangbuk-gu sendirian atau distrik lainnya di Seoul merupakan aktivitas Sehun setiap bulannya. Beberapa kali dalam sebulan , biasanya Sehun akan pergi menemui rekannya untuk urusan pekerjaan.
Kali ini Sehun pergi ke Gangbuk-gu, untuk mengikuti seseorang.
Sehun menaikkan kecepatan mengemudinya, jika Sehun taksir, seharusnya kereta yang ditumpangi Luhan saat ini sudah akan berhenti.
Beruntungnya beberapa jalur yang Sehun lalui cukup lenggang. Ia tiba di stasiun Gangbuk-gu tepat setelah pintu kereta terbuka. Sehun hanya cukup menunggu disekitar pintu keluar dan akan cukup mudah sosok Luhan tertangkap matanya.
Begitu Luhan keluar , Sehun diam-diam membunutinya. Luhan tampak memanggil Taksi, sementara Sehun sudah bersiap dengan mobilnya. Lalu mengikuti Luhan yang menuju Suyu-dong?
Sehun memperlambat laju mobilnya. Dikepalanya terus berputar apa tujuan Luhan sebenarnya kemari. Menaiki kereta ke Gangbuk-gu dan menaiki taksi ke Suyu-dong. Sehun akan lebih mudah melakukannya dengan bis umum yang hanya perlu satu kali turun.
Tiba-tiba Taksi yang ditumpangi Luhan berhenti beberapa meter didepannya. Celaka, Sehun langsung menghentikan mobilnya dan menepikannya diantara warung-warung. Dia hampir ketahuan. Luhan turun dari taksi, tapi dia tak memasuki rumah yang ada didepannya.
Sehun menyirit heran dia memutuskan untuk menitipkan mobilnya sebentar pada pemilik warung, sekaligus membeli satu cup Americano. Kemudian lelaki tampan itu berjalan perlahan mengikuti Luhan.
Sampai saat ini Luhan tak sadar jika ia sedang dibuntuti seseorang. Langkahnya masih ringan dan sesekali dia mengecek arlojinya. Bibir tipisnya juga beberapa kali menggumamkan sebuah lagu yang terbawa angin dan sampai ditelinga Sehun.
Sadar, Sehun mengikuti Luhan sampai di sebuah gang kecil yang sepi, hanya terdengar suara gonggongan anak anjing milik penduduk sekitar.
Sehun akhirnya mempercepat langkahnya, menyusul Luhan sebelum kehilangan jejak ,karena Luhan tiba-tiba setengah berlari.
Sampai dipersimpangan, Sehun menghentikan langkah cepatnya dengan nafas terengah dan ekspresi sangat terkejut.
Luhan sudah berbalik menghadapnya dengan jarak cukup dekat.
"Berhenti!". Jari telunjuk Luhan terangkat menunjuk hidung Sehun yang masih kaget.
Sehun menggelengkan kepalanya frustasi, ia jantungan setengah mati. Sehun kemudian mengontrol nafasnya dan memandang Luhan pasrah. Sial dia ketahuan.
Luhan sendiri cukup bergetar. Jari telunjuknya perlahan turun, dan kepalanya sedikit menunduk. "aku tau kau mengikutiku sejak aku menaiki taksi itu!". Suaranya juga agak bergetar.
"aku pikir kita hanya kebetulan satu jalur. Tapi ternyata kau penguntit". Luhan berdesis kemudian.
Sehun gelagapan, apalagi ketika sorot mata itu menusuk manik hitamnya. "dengar, aku bukan penguntit". Sehun berusaha member penjelasan.
"hanya ada satu rumah di ujung sana, dan itu hanya aku yang tau, karena itu rumahku". Kata Luhan tatapannya semakin menajam penuh selidik.
Sehun tak berkutik. Dengan kikuk dia menggaruk tengkuknya. "baiklah…aku mengikutimu, tapi sungguh aku tak ada niat buruk. Aku hanya ingin bicara denganmu". Jelas Sehun.
Luhan memundurkan langkahnya. "bicara apa? Apa kita pernah mengenal sebelumnya?".
Sehun membuang nafasnya, lalu mengusap rambutnya. "sesuatu yang penting. Lebih baik kita bicarakan ini ditempat lain".
"apa kau mengenalku?".
Sehun menggelengkan kepalanya. "sebenarnya tidak. Tapi aku yakin kau akan mengenali seseorang yang akan aku tunjukan padamu".
"Siapa itu? Dan siapa kau sebenarnya?".
Sehun memejamkan kepalanya. Luhan ternyata cukup sulit diajak bicara. 'seharusnya akulah yang bertanya siapa kau sebenarnya' . batin Sehun jengkel.
"aku Sehun, dan aku orang yang mencarimu belakangan ini".
Luhan menelan air liurnya. "aku?". Luhan menolehkan kepalanya kesekitar, secara naluri Sehun pun mengikutinya. "kupikir tidak".
"aku sibuk".
Tolak Luhan, wanita itu hendak berbalik meninggalkan Sehun. Namun Sehun menahannya. Membuat Luhan berpalik lagi dan menatap Sehun.
Kilatan mata itu dengan pantulan mengerikan memenuhi kepala Sehun. Navy yang sejernih air di sungai dengan tiga titik pantulan cahaya, dapat Sehun lihat bayangannya di mata Luhan yang tiba-tiba melebar.
Tubuh Sehun kaku seketika, genggaman tangannya melonggar. Dari sudut ini Sehun hanya dapat membiarkan Luhan kembali menjauh dengan pandangan buram, Sehun rasa ia hampir pingsan. Tapi sedetik kemudian dia tersadar dengan sebuah tepukan ringan dibahunya.
"hey. Apa kau tidak apa-apa?".
Sehun tersentak melihat keadaan disekitarnya. Dia masih didepan warung tempatnya menitipkan mobil. Si penjual itu menatap Sehun heran juga dengan beberapa pembeli yang mengelilingi Sehun sejak tadi.
"a-apa yang terjadi?". Sehun merasakan pusing dikepalanya, sangat berdenyut.
Orang-orang disekitar Sehun saling berandangan. Mereka memutuskan untuk membawa Sehun duduk, menaruh cup Americanonya di meja dan memberi Sehun air putih. "ah..terimakasih".
Sehun mengusap wajahnya pelan. Kepalanya masih sangat pusing. "apa yang terjadi? Kepala saya terasa pusing sekali".
"selama beberapa menit kau tak bergerak sama sekali, kami mengira apa yang sedang terjadi padamu. Ternyata kau melamun". Kata si penjual, lelaki paruh baya itu terkekeh ringan menyudahi perkataannya. "apa kau tidak apa-apa?".
"me-melamun?". Sehun menyiritkan alisnya.
Tangan putihnya terulur meraba sesuatu diatas bibirnya, seperti cairan yang terasa hangat. Batapa terkejutnya Sehun saat mengetahui darah lah yang mengalir. Secara reflek, Sehun mendongak dan mengambil sapu tangan disaku celananya. Menyumpal darah yang keluar dari hidungnya.
"kau mimisan?!". Orang-orang disekitarnya juga terlihat panik, mereka mengerubungi Sehun. Dan melemarkan pertanyaan-pertanyaan yang membat kepala Sehun semakin berat. Beberapa orang menggantikan sapu tangan Sehun yang telah penuh oleh darah dengan tisu.
Sampai inisiatif si pemilik warung untuk membawa Sehun kerumah sakit terdengar. Sayangnya pengelihatan Sehun sudah semakin memburam. Dia tak sempat menjawabnya.
Sehun meraba ponselnya yang bergetar. Dibantu oleh orang lain, Sehun membuka pesan masuk itu. Ia mendapatkan pesan dari orang lain. Nomor yang belum pernah ia masukkan dalam kontak sebelumnya.
Kerutan dikening Sehun bertambah melihat isi pesan tersebut. Dan selanjutnya Sehun sudah tak sadarkan diri.
'jangan pernah mengambil gambarku, aku akan membuatmu mengeluarkan darah dari mulutmu lain kali'
.
.
.
.
.
"bagaimana ini bisa terjadi padamu?".
Chanyeol bertolak pinggang dihadapan Sehun yang baru saja tersadar. Meski begitu wajah nya memperlihatkan raut khawatir. Sehun kini sudah diapartemennya. Entah bagaimana caranya, Sehun tidak tau.
Sementara kepala Sehun kembali berdenyut, mengingatkan Sehun pada Luhan. Semua yang terjadi tadi, apakah itu nyata?
Sehun menatap Chanyeol ragu. "dimana ponselku?".
Chanyeol memberikan benda tipis yang diminta oleh Sehun. "ponselmu sempat terjatuh dan hampir tertinggal disana, untung saja mereka mengembalikannya".
Sehun momfokuskan diri pada ponselnya, jari telunjuknya menggeser menu dan mencari pesan masuk. Sehun bisa sedikit bernafas lega. Dia menunjukkan pesan itu pada Chanyeol. Tentu saja Chanyeol memberikan ekspresi seolah tak percaya, tapi melihat apa yang sudah tertimpa pada Sehun, Chanyeol akhirnya bungkam.
"aku akan kembali kesana, mungkin dua hari lagi". Kata Sehun.
Chanyeol beralih menatap Sehun. Lalu mensejajarkan dirinya dengan sahabatnya itu. "bung, kau tidak trauma?".
Sehun tergelak. "tidak". Sehun hanya menjawabnya dengan singkat. Menuai decihan sinis dari Chanyeol.
"jangan gila kau. Orang yang sedang berurusan denganmu , kukira bukan orang sembarangan". Chanyeol menggeledah isi tasnya dan menemukan sesuatu. Dia memberikannya pada Sehun.
"sudahlah, serahkan saja urusan Luhan pada polisi. Lebih baik kau urus DongYeon, baru kita tinggal dua hari keadaanya sudah begini".
Sehun membaca laporan yang diberikan oleh Chanyeol. Tertulis detail keadaan Dongyeon, anak kedua Ibu Kim yang semakin parah. Beberapa penyakit tertulis sebagai dugaan sementara.
"dia mengamuk ketika menjelang malam, dan terbangun pagi sekali". Lengkap Chanyeol. "ketika aku mengunjunginya tadi, sekedar untuk mengambil laporan. Kau tau? Para perawat lain mungkin lalai, mereka meninggalkan luka ini di laoran". Chanyeol menyerahkan ponselnya pada Sehun, menujukan sebuah gambar.
DongYeon adalah malaikat kecil yang manis, namun kesialan menimpa dirinya. Dia tak lagi sekolah, dia dikekang disebuah ruangan khusus, kadang kala kedua tangan dan kakinya diikat sangat kuat, karena dia terus bertingkah aneh dan membahayakan dirinya sendiri.
Dan sebuah tonjolan kecil dikening Dongyeon yang masih terlihat samar mungkin adalah siksaan baru yang diterimanya. Dia tertidur pulas, sementara salah satu tulang dahinya sedikit mencuat.
Bibir Sehun sedikit gemetar melihatnya, dia terus melakukan zoom pada foto itu dan mengamati kemungkinan yang terjadi pada dahi DongYeon. Lalu baralih melihat Chanyeol.
"apa ini?".
Chanyeol menggelengkan kepalanya pelan, lalu menghembuskan nafas berat. "kita harus membawanya ke spesialis tulang, aku yakin ,baik kau dan aku tidak bisa menangani masalah ini". Tangannya mengepal kuat.
"kenapa anak sekecil itu harus sangat menderita". Matanya terpejam penuh bergetar menguntaikan serentetan do'a.
Sehun ikut memejamkan matanya. "apa yang telah dia lakukan sehingga tulangnya begitu?".
Chanyeol mengendikkan bahunya. "saat kuambil gamabar itu, memarnya belum terlihat. Mungkin sekarang perawat lain membawanya pada ahli tulang di rumah sakit terdekat".
"antar aku menemui anak itu, Chanyeol". Pinta Sehun mutlak, dia benar-benar harus melihat secara langsung bagaimana keadaan Dongyeon.
.
.
.
.
.
"omong-omong. Apa Ibu Kim tau keadaan anaknya?". Sehun menoleh pada Chanyeol dan beberpa staf rumah sakit tempat DongYeon dirawat.
"tidak. Berbalik dengan keadaan anaknya, Ibu Kim kini ada peningkatan, jika Ibu Kim terus ada kemajuan seperti ini, mungkin hukuman beliau bisa diringankan, dengan kata lain Ibu Kim akan lebih cepat dibebaskan". Lapor salah seorang staf pada Sehun.
Sehun mengangguk paham. "lalu, apa ada laporan lain?".
"ya, pihak keluarga korban Ibu Kim mencabut tuntutannya, mereka telah merelakan kepergian anaknya, dan mulai mempercayai bahwa Ibu Kim tidak bermaksud melakukannya".
Sehun mengangguk paham. Dia kembali melihat melalui sebuah kaca di pintu ruang tempat dimana DongYeon dirawat. Tulang menojol DongYeon sudah di operasi. Namun anehya sang dokter mengatakan jika sesuatu yang mencuat didahi DongYeon bukanlah sepenuhnya tulang. Itu adalah sebagian besar lemak yang mengeras, hanya ada satu tulang muda didalamnya.
"okay, bung. Aku pergi dulu". Pamit Chanyeol, Sehun mengangguk. Chanyeol pergi bersama beberapa staff dibelakangnya.
Lelaki duapuluh tujuh tahun itu kemudian kembali memasuki ruang rawat DongYeon. Tangan putihnya mengusap perban yang melilit kepala anak ketenangan, nalurinya menuntun mengubah usapan itu menjadi belai kasih sayang. Mata tajamnya beralih melihat sekujur tubug DongYeon.
Kedua tangannya lalu terlipat didepan dada, teringat laporan Dokter tentang sesuatu didahi DongYeon. Kira-kira penyakit apa yang menyerang anak itu. Apa ini masih berhubungan dengan peristiwa yang telah lalu? Apa ini berhubungan dengan Luhan? Si saksimata yang aneh. Ah.. mungkin Luhan lah pelakunya.
Sehun mengusap hidung dan kepalanya perlahan. Masih belum mengerti, ini halusinasi yang terasa sangat nyata. Lalu bagaimana dia bisamerasakan sakit kepala yang se keterlaluan seperti mungkin pengaruh cuaca yang sangat dingin.
Lalu darimana pula datangnya pesan singkat di ponselnya, siapa yang mengirim itu. Dan halusinasi mengerikannya tentang pertemuan pertama kali dengan Luhan.
Sehun memejamkan matanya erat. Ingatannya tentang bola mata Luhan yang melebar, dan bayangan dirinya dimata itu.
Ingin mengingat lebih jauh, tapi pendengarannya menangkap alunan musik , lagu lawas yang sering diputar tetangganya yang telah senja. Sehun keluar ruangan tersebut, menajamkan pendengarannya dan mengikuti bunyi itu.
Menuntunya dibawah alam bawah sadar menuju rooftop. Sehun menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri. Sepanjang mata memandang hanya ada keheningan dan langit biru membentang. Alunan musik itu masih terdengar dan Sehun tak tau darimana suara itu berasal.
Dia mengambil tempat disebuah bangku kosong, menunggu sesuatu yang hendak muncul dari balik pintu gudang kecil diujung sana.
Tangannya menopang dagu indahnya, sesuatu itu bergerak dan bangkit , bergeser mendekati pintu . dan kembali tak terlihat. Sehun menahan nafasnya, memicingkan mata sipitnya dan memandang jauh kedalam.
Brak!
Hampir saja Sehun terjungkal saat sebuah radio terlempar kehadapannya dari dalam gudang tersebut. Serpihannya mengenai sepatu kulit yang Sehun kenakan, dan musik itu berhenti. Tentu saja, ternyata lagu lawas tersebut berasal dari radio ini.
Sehun menaikkan salah satu alisnya. Rasanya dia pernah mengalami perasaan takut seperti ini. De ja vu . tapi kali ini Sehun memilih untuk diam ditempat, sementara matanya sesekali melirik kearah tangga yang tak jauh darinya.
"Luhan. Itu kau?". Panggilnya ragu, karena melihat kilatan Navy dari ruangan gelap tersebut..
Tak ada jawaban. Beberapa menit kemudian masih sama, Sehun memutuskan untuk pergi. Sempat dia meliat kembali gudang itu, sosk wanita itu keluar perlahan. Merangkak menuju radio yang tereletak dan rusak.
Mata Sehun terbelalak, segera dia berlari menuruni tangga.
