Harvest Moon : More Friends of Mineral Town's story:

Heartbreak

Chapter 1 - Mr. Blue Cap

(Gray POV)

Aku menghempaskan diriku di atas rerumputan kaki Mother's Hill. Tanganku meremas rambutku sendiri, aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat sekarang. Hari ini adalah hari terburuk dalam hidupku. Aku kehilangannya. Ini salahku, aku melepaskan genggaman tanganku darinya, dan kini ia pergi.

"Maafkan aku, Gray..."

Suaranya kembali terngiang di telingaku.

"Kau kekasihku! Tapi mengapa kau tega meninggalkanku seperti ini?! Apa salahku?!" aku kembali teringat reaksiku terhadapnya.

Lagi, aku teringat wajahnya yang memerah. Air matanya tiba-tiba menetes. Aku ingin menyeka air mata dari pipinya, tapi tangan ini rasanya berat untuk melakukan itu. Aku hanya menatapnya tajam menunggu jawabannya.

"Kau sama sekali tidak bersalah. Ini semua adalah salahku. Aku menyukaimu, Gray. Tapi aku mencintai Jack. Aku sudah memutuskan untuk menikah dengannya. Tolong mengertilah," jawabnya agak terbata-bata.

Aku kembali teringat tentang peristiwa dimana rasa sakit ini mulai menyelubungi hatiku. Ia, kekasihku—mantan kekasihku lebih tepatnya— mengatakan padaku bahwa ia akan menikah dengan laki-laki lain.

Bagaimana bisa ia melakukan ini padaku? Ia tahu benar bahwa aku mencintainya. Sangat. Kemudian ia meninggalkanku untuk laki-laki lain. Bagaimana bisa ia melakukannya?

Hari ini adalah hari dimana ia akan resmi menjadi seorang istri dari laki-laki itu. Hari ini adalah hari pernikahannya. Aku masih ingin bersamanya walaupun ia sudah meremukkan hatiku, tapi apa yang bisa kuperbuat?

Tidak terasa air mataku mengalir dengan sendirinya. Aku merasa malu terhadap diriku sendiri. Namun sekarang aku menangis karenanya? Sigh, payah.

I'm not usually the type of guy that's hurt by love
But with you I let my guard down.
Now I'm in misery cause I still wanna be us,
but I guess that's why they call it
love, love, love.
I guess that's why they call
it love, love, love. But I
gotta let my guard down

Aku menghapus air mataku sendiri dengan kasar. Aku tidak terbiasa tersakiti karena cinta. Aku tidak biasa menangis seperti ini. Sebegitu lemahkah kau, Gray? Aku merutuki diriku sendiri dalam hati.

Awalnya aku hanya berpikir ia dan laki-laki itu hanya bersahabat. Aku percaya hubungan mereka tidak lebih dari itu. Ia adalah kekasihku dan aku yakin ia mencintaiku. Sedangkan laki-laki lain itu, ia teman baikku lagi pula ia memang ramah dan baik terhadap semua orang, termasuk si mantan kekasihku itu. Begitulah pikirku dulu.

Tetapi ternyata pemikiranku benar-benar meleset. Dan mungkin saja mereka melakukan hal yang lebih di belakangku saat aku berpacaran dengannya.

Seharusnya, dari awal aku menyadari kedekatan antara ia dan laki-laki itu lebih dari sekedar teman.

Seharusnya...

Ia merusak impianku tentangnya. Impianku untuk memilikinya selamanya, impianku untuk bersama-sama dengannya membangun keluarga kecil yang bahagia. Impian manis itu kini akan menjadi sekedar impian, dan tidak akan pernah terwujud. Selamanya.

Sekarang aku sadar, aku terlalu terlambat untuk menyadari kedekatan mereka. Aku bodoh. Dan inilah akibat dari kebodohanku sendiri, aku kehilangan apa yang sangat berharga di hidupku.

Biarkan aku bertanya, apakah itu yang dinamakan cinta?

She was my heart, now
she's my heartbreaker, love
taker, dream smasher. she
gave love a bad name

~! #$%^&*()

(Author POV)

Gadis itu mendudukkan dirinya di lantai. Ia menyeka keningnya sendiri. Ia terlihat lelah namun ia masih bisa tersenyum melihat sebuah koper besar dan satu tas jinjing yang tak kalah besar berada di depannya. Gadis itu baru saja selesai membongkar isi lemarinya dan memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper dan tas besar itu.

"Aku tidak sabar untuk kehidupan baruku," gumamnya.

Ah, ia jadi teringat sesuatu! Sekarang ia harus menelepon kakaknya. Ia segera berdiri dan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Jari-jari lentik yang dipoles dengan cat kuku berwarna tosca itu menekan tombol cepat untuk menelepon kakaknya.

"Ah, halo kakak..." gadis itu memulai pembicaraannya di telepon. "Ya, aku sudah siap untuk pindah... Apa? ... Oh, jadi ia akan datang ke rumah jam 8 ya? ... Mm-hm ... Baiklah ... Tidak? Ah, sayang sekali ... Baiklah ... Ya ya ya ... Terima kasih kak! Bye," gadis itu menutup teleponnya lalu menggeletakkan kembali ponselnya di atas tempat tidur.

Brukk! Ia menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya, lalu ia memejamkan mata sambil tersenyum. Ia sangat senang.

~! #$%^&*()

"Ya! Tunggu sebentar!" gadis itu segera mematikan televisinya lalu beranjak untuk membuka pintu. Baru saja ada orang yang menekan bel rumahnya. Pasti itu dia orangnya!

"Selamat pagi," sapa gadis itu kepada orang yang berhadapannya. Sesungguhnya ia agak ngeri juga melihat wujud orang itu. Bertubuh kekar, kaos oblong kotor, dan handuk yang kumal tersampir di leher orang itu. Benarkah ini orangnya?

"Apakah kau bernama Claire Stephenson?" tanya orang itu.

"Ya, aku Claire," jawab Claire.

"Berarti aku tidak salah orang," katanya sambil menunjukkan jajaran gigi yang besar-besar dan rapi itu.

Claire meringis ngeri melihatnya.

"Oh iya, aku Zack," kata orang itu mengulurkan tangannya.

Claire menjabat tangan Zack. "Senang bertemu denganmu Zack."

"Oh, iya, apakah kakakmu sudah bilang kalau aku yang akan mengantarmu ke Mineral Town?" tanya Zack.

"Yap, dia sudah mengatakannya."

"Sekarang dimana orang itu?" tanya Zack.

"Ohh, dia tidak bisa menemuimu Zack, katanya ia sedang ada rapat di luar kota. Biasalah, urusan kantor," jawab Claire sambil mengibaskan tangannya.

"Begitu ya?" gumam Zack. "Baiklah kalau begitu, kita langsung berangkat saja. Kau sudah siap kan?"

"Tentu!"

~! #$%^&*()

(Claire POV)

Aku merasakan tubuhku tergoncang sehingga aku memaksakan diri untuk membuka mataku. Pandanganku masih agak kabur, sehingga aku mengerjap beberapa kali sampai aku sadar ternyata Zack berdiri di sampingku. Tangannya masih mengguncang-guncangkan bahuku. Ya ya ya, aku sudah bangun.

Aku menguap sebentar sebelum melihat ke arah Zack. "Sudah sampai ya?" tanyaku.

"Ya, kau tidur pulas sekali," kata Zack.

"Maaf. Aku terlalu menikmati perjalanan dengan kapal ini, sampai-sampai aku mengantuk dan tidur. Hehehe," jawabku cengar-cengir.

"Sudahlah, santai saja," Zack menunjukkan jajaran giginya yang menyeramkan itu lagi.

Aku meringis melihatnya, senyuman Zack agak... menyeramkan.

"Sekarang, dimana tas besarmu? Biar kubawakan," tawar Zack. Biar menyeramkan tapi Zack baik juga ya.

Aku mengangkat tas yang berat dan besar itu, lalu meletakkannya di depan Zack. "Ini dia," aku menepuk tasku. "Sungguh tidak apa-apa? Ini berat lho."

"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa. Ayo ikut aku."

Aku mengikuti langkah Zack sambil menarik koper besar warna ungu milikku. Udara di sini begitu dingin, desa ini benar-benar bersih. Bebas dari polusi. Paru-paruku pasti akan senang menerima udara sebersih ini. Aku melihat ke kanan dan kiri, bangunan-bangunan di sini benar-benar klasik bergaya Eropa.

Saking asyiknya aku mengamati keadaan desa ini, aku sampai tidak sadar ternyata Zack sudah berjalan jauh di depanku. Aku berjalan cepat untuk menyusul Zack, tiba-tiba saja sepatuku terasa longgar, setelah aku periksa ternyata tali sepatuku lepas. Terpaksa aku berhenti sebentar, berlutut untuk mengikat kembali tali sepatuku.

Ketika aku sudah selesai mengikat tali sepatuku, aku melihat Zack ternyata sudah tidak ada di depanku. Kemana dia? Masa ia tidak tahu aku berhenti sebentar untuk mengikat tali sepatuku? Ahhh.. bagaimana ini? Aku tidak tahu jalan di desa ini. Mana jalan ini sepi, tidak ada orang yang sedang lewat. Nasibku~

Aha! Aku teringat tadi Zack memberiku peta desa. Kutaruh di mana ya peta itu? Aku meraba-raba saku celanaku. Gotcha! Aku mendapatkan peta itu. Peta itu sudah terlipat menjadi kecil di dalam saku celanaku. Aku membuka peta itu lalu melanjutkan perjalananku untuk mencari rumah baruku.

Aku fokus kepada petaku. Yang penting jalan saja, toh jalan ini sepi jadi tidak perlu perhatian terhadap jalan. Dan..

BRUK!

Aku menabrak sesuatu karena tidak fokus pada jalan. Aku mendongak, ternyata bukan sesuatu yang aku tabrak, ternyata seseorang.

"Ma-maaf," kataku. "Kau tidak apa-apa kan?"

Orang itu membenahi posisi topinya, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena topi birunya itu. "Tidak apa-apa," jawabnya lalu melenggang pergi begitu saja.

A-apa?! Apakah dia tidak sadar bahwa aku wajah baru di desa ini. Ia penduduk desa kan? Mengapa ia tidak mengajakku berkenalan atau semacamnya?

Eh, tunggu. Apa yang aku pikirkan? Biarkan sajalah.

~! #$%^&*()

"Kemana saja kau?!" Zack meneriakiku. Sampai-sampai aku memejamkan mata karena suaranya kerasnya hampir sama dengan petir musim panas.

Aku sudah sampai di perkebunanku setelah mengikuti arahan peta yang aku bawa. Sesampainya di sini, Zack malah meneriakiku.

"Tadi aku berhenti sebentar, menali sepatuku, tahu-tahu kau sudah tidak ada di depanku. Ya sudah. Untunglah aku tidak tersesat, jadi jangan meneriakiku seperti itu," jawabku datar.

Zack mendengus. Kemudian ia kembali tersenyum lebar. Lagi-lagi ia menunjukkan giginya yang luar biasa besar itu. "Welcome home, Claire," kata Zack lalu membukakan pintu rumah baruku.

"Wahh," seruku senang. Aku langsung memasuki rumahku dan melihat-lihat. Rumahku besar sekali, semua perabotannya sudah lengkap. Pantas saja kakak tidak menyuruhku membawa macam-macam barang.

"Jadi, jagalah rumah kakakmu ini," kata Zack.

"Pasti, Zack!" aku memberi sikap hormat pada Zack. Zack tertawa, tawanya juga mengerikan. Lain kali aku tidak akan membuat lelucon pada Zack, tawanya mengerikan!

"Dulu rumah ini kecil sekali, tapi sekarang rumah ini besar sekali. Kakakmu telah membangunkannya untukmu."

"Ya, dia kakak yang baik," jawabku tersenyum.

"Oh! Lebih baik kau beristirahat dulu. Setelah itu pergilah untuk berkeliling desa dan berkenalan dengan warga," kata Zack. "Besok Mayor Thomas akan datang kemari untuk menemuimu. Jadi, sampai jumpa."

"Terima kasih Zack!"

~! #$%^&*()

Aku terbangun dari tidurku. Ruangan ini benar-benar gelap! Aku langsung berdiri dan menyalakan lampu. Aku melihat jam dinding. Pantas saja gelap, sekarang sudah jam 6.16 p.m. Wah, lama sekali aku tertidur. Sepertinya aku perlu mandi sekarang.

Setelah mandi, perutku berteriak minta diisi. Aku lapar. Apakah ada yang menjual makanan malam-malam begini? Aku membuka petaku. Di peta ada gambar bangunan yang diberi nama Doug's Inn. Menurut keterangannya, Doug's Inn juga memiliki restoran dan bar yang buka sampai jam 10.00 p.m. Baiklah, mungkin sebaiknya aku ke Doug's Inn untuk makan.

Sesampainya di Doug's Inn, aku disambut ramah oleh pelayan yang berambut oranye dan berpita putih. Sepertinya ia seumuran denganku.

"Aku Ann, ayahku adalah pemilik Inn ini," katanya sambil menjabat tanganku. Oh, jadi ia anak pemilik Doug's Inn, kukira dia cuma pekerjanya~

"Senang berkenalan denganmu, Ann," balasku sambil tersenyum.

"Oh iya, kau mau pesan apa? Ini dia menunya," Ann menyodorkan buku menunya padaku.

Aku membaca sekilas buku menunya. "Salad, jangan pakai bawang bombay ya... tapi irisan tomatnya lebih banyak. Lalu minumnya jus nanas," kataku lalu mengembalikan buku menunya.

"Baiklah, tunggu sebentar. Silahkan duduk dulu," kata Ann. Aku mengangguk.

Aku menyapukan pandanganku ke seluruh tempat ini. Tempat duduk di sini banyak yang kosong, tapi mataku tertuju pada salah satu tempat duduk yang paling pojok menghadap ke jendela. Di situ ada pria bertopi biru yang aku tabrak tadi. Ia hanya duduk di situ dan meminum... kopi, mungkin?

Aku berjalan menghampirinya, entah mengapa ada magnet yang menarikku untuk mendekati orang itu.

Aku sudah berdiri di depannya, namun ia belum menyadari kehadiranku.

"Hey," sapaku. Ia mendongak. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Astaga! Ia tampan sekali! Tapi kenapa wajahnya yang tampan itu harus terhalang oleh topi sih?

"Hey," balasnya singkat.

"Boleh aku duduk di sini?" tanyaku.

"Silahkan," jawabnya.

Aku menyambar salah satu tempat duduk, dan duduk di depannya. Tiba-tiba ia berdiri.

"Eh? Mau ke mana?" tanyaku.

"Aku sudah selesai, aku mau ke kamar," katanya.

"Apa? Kita belum mengobrol," kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. "Ngh, maksudku... baiklah, sampai jumpa lain kali."

Aku dibuat gagap oleh orang ini. Ada apa denganku?

Ia tersenyum tipis lalu naik ke lantai atas. Jadi, dia tinggal di sini ya? Apakah ia kakaknya Ann?

There's always sunshine
after rain.
And I don't wanna hurt
anymore, that's what I'm
coming to you for

TO BE CONTINUED...


Ah, akhirnya chapter 1 terlaksana juga!

Hancur banget nih! Tolong jangan jadi pembaca gelap, aku tunggu reviewnya! :D

Oiya, makasih buat ainagihara buat supportnya, aku bakal sering menyempatkan diri untuk menulis :D