"Number Nine"

Pairing : Chanbaek

Cast : Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Oh Sehun, Xi Luhan,

Do Kyungsoo, Kim Jongin, dll.

Genre : Humor, Roman, drama.

Rating : T

1. Pertemuan pertama

KETIKA Mr. Han memasuki ruang guru, dilihatnya rekannya, Mrs. Song, sedang duduk di sebuah kursi besar dengan sandaran lengan. Wanita cantik itu sedang membaca koran terbitan mingguan. Lalu, pandangannya kembali pada sosok pemuda tampan dan tinggi yang sedang berbincang dengan kepala sekolahnya, Mr. Park Hyun Goo, kemungkinan dia adalah siswa baru yang dibicarakan itu.

"Annyeong haseyo, Han sonsaengnim. Choneun Park Chanyeol imnida. Saya adalah murid baru di kelas anda."

Mr. Han tersenyum lembut lalu meminta Chanyeol untuk menunggu sebentar sebelum mengenalkannya pada murid-muridnya yang lain. Chanyeol mengangguk sopan dan duduk di depan meja Mr. Han. Terlihat sekali bahwa pria tua itu sedang kesal.

"Kau kenapa Mr. Han? Sedang kesal?" tanya Mrs. Song. Mr. Han mengangguk sambil menghela nafas frustasi.

"Aku sedang menunggu anak nakal itu datang, nonna Song."

"Anak nakal? Maksudmu, Byun Baekhyun?"

Sebelum Mr. Han menjawab, seorang anak lelaki datang menghampiri mereka. Chanyeol fikir, dia adalah anak perempuan sebelum melihat ada jangkun di lehernya.

"Pagi, Mr. Han," sapa Baekhyun ramah. Memakai piyama dan jaket untuk menutupi piyama kekanak-kanakan yang dikenakannya. Berkesan seolah-olah ia baru dibangunkan dari tidurnya. Apalagi celana dan sepatunya, yang nampak jelas di bawah jaketnya. Celana bermotif babi merah muda dan sepatu berbulu halus dengan boneka di sisi atasnya. Membuat Mr. Han dan Chanyeol terdiam menatap dengan bingung.

"Maaf, sonsaengnim. Tadi anda memanggilku dan berkata bahwa aku harus kemari secepat mungkin. Jadi, saya langsung kemari begitu saja. Saya bahkan tidak sempat menggosok gigi saya." Baekhyun nyengir. Chanyeol mengernyit jijik. Tidak menggosok gigi?

"Kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari, Byun Baekhyun?" Mr. Han memulai perkataannya.

"Tidak juga. Ah, tepatnya, aku kurang yakin. Kenapa memangnya, Sonsaengnim?"

Mr. Han mendesah sambil menggumam, Ya Tuhan, lalu berbicara pada Mrs. Song, seakan sengaja menyindir Baekhyun.

"Kau tahu nonna Song, aku sudah benar-benar jenuh, direpotkan oleh anak-anak konyol dari ruang tidur nomor sembilan ini-apalagi oleh seorang namja bernama Byun Baekhyun," keluhnya sambil menghenyakkan tubuhnya ke sebuah kursi besar. "Bayangkan, dia dan Kyungsoo kemarin mencari bola-bola yang hilang di ruang olahraga dan membolos kelasku."

"Jinja?" Nonna Song menanggapi dengan nada berminat. "Lalu, apa yang mereka temukan? Mestinya di situ ada berlusin-lusin bola..."

"Aku tidak tahu apakah ada yang mereka temukan, dan aku juga tidak peduli," kata Mr. Han memotong dengan kesal. "Bukan itu soalnya. Yang kupersoalkan adalah mengapa mereka harus membolos kelasku, nonna Song."

"Aku minta maaf, Mr. Han. Awalnya, aku hanya bermain sepak bola tapi, bola itu justru menggelinding di ruang olahraga. Jadi, aku mengambilnya."

"Lalu kenapa kau tidak langsung masuk kelasku?" sengit Mr. Han.

"Aku jatuh pingsan, Mr. Han."

"Hah? Kenapa?" tanya Mr. Han tidak percaya.

"Saya melihat serangga disana dan ketika saya terbangun, kelas anda sudah berakhir."

"Pembohong!"

"Saya jujur, Mr. Han."

"Diam!"

Baekhyun diam seketika.

"Aku bisa gila!" Mr. Han menghela nafas untuk meredakan emosinya. Menghadapi anak nakal ini memang tidak mudah.

"Aku akan memberimu tugas matematika. Kerjakan dengan baik dan kumpulkan lusa besok. Sekarang, kembali ke kamarmu dan segera bersiap ke sekolah."

Baekhyun mengangguk patuh lalu menatap Chanyeol sebentar. Mereka saling berpandangan selama beberapa detik sebelum akhirnya Mr. Han menyuruh keduanya untuk segera pergi. Kepalanya pusing, pening dan juga nyeri. Baekhyun nyengir sebentar lalu pamit pada guru-guru yang ada disana. Guru-guru yang ada disana yang hanya bisa menggelengkan kepalanya, jenuh melihat Baekhyun keluar-masuk kantor guru setiap minggu.

"Akan kusabet saja soal-soal konyol itu secepat mungkin," kata Baekhyun. Ia pergi dari kantor dengan perasaan berat. "Lalu, jika masih ada waktu tersisa, aku akan membaca majalah edisi khusus Girls Generation."

Chanyeol berhenti berjalan. Secara otomatis, Baekhyun menoleh dan menatapnya aneh.

"Kau Byun Baekhyun?"

"Ne, waeyo?"

"Kau kamar nomor sembilan bersama Do Kyungsoo?"

"Iya, kenapa?"

"Aku akan sekamar denganmu mulai tahun ini." Chanyeol menunduk gelisah. Bagaimana tidak, ia akan satu kamar, satu ruangan dengan si pendek pembuat masalah ini, oh, jangan lupakan soal dia itu tidak sikat gigi saat menemui Mr. Han tadi. Sial! Rutuk Chanyeol dalam hati.

Baekhyun membelalakkan mata sipitnya. Tak mau kehilangan teman satu jiwanya, Do Kyungsoo, teman yang selalu mengerti dirinya. Tidak, untuk si pria asing namun tampan ini.

"Lalu, bagaimana dengan Kyungsoo?"

"Dia dipindahkan bersama Kim Jongin."

"What?"

Kim Jongin super mesum itu? Akan jadi apa sahabat polosnya itu jika satu kamar dengan makhluk mesum yang suka tebar pesona itu? Ya, Tuhan! Kyungsoo, tamat kejantananmu!

.

.

.

Setelah tiga hari Chanyeol menjadi teman satu kamar Baekhyun, sifat Baekhyun makin menjadi-jadi. Dia yang jorok dan Chanyeol yang suka kebersihan. Baekhyun yang jahil dan Chanyeol yang anteng. Mereka berdua tidak pernah akur semenjak itu. Selalu ada saja yang diperdebatkan, ataupun dipermasalahkan.

Seperti saat ini. Ketika Chanyeol tengah duduk tenang membaca buku di ranjangnya. Tiba-tiba, terdengar bunyi berdebum-debum di lorong asrama. Datangnya dari arah tangga.

Bunyi itu sulit dikenali. Dari kejauhan terdengar seperti keberisikan benda jatuh. Tapi ketika sudah lebih dekat, kedengarannya lebih mirip seseorang yang tengah berlarian random di tangga.

Semua siswa di lorong pertama segera keluar ke arah tangga. Termasuk Chanyeol yang segera menutup bukunya karena penasaran.

"Bunyi berisik apa itu?" tanyanya. Dengan tiga langkah saja ia sudah sampai di pintu. Ia keluar kamar, melewati Jongin yang masih terus berdiri di ambang pintu dengan Kyungsoo yang melotot dengan mata bulatnya. Mengerikan! Fikir Chanyeol.

Kemudian, kesemua siswa itu memandang dengan mata terbelalak karena heran, memandang sosok yang datang menghampiri; seakan sosok itu suatu makhluk hidup aneh yang mengerikan. Memakai kostum babi dengan perut yang menggelembung juga kepalanya yang tenggelam dalam kostum.

Makhluk ajaib itu tidak memiliki lengan dan kaki. Dari leher ke bawah, tubuhnya terbungkus semacam kepompong akibat kostum babi yang terlalu besar itu.

Tidak mudah untuk mengatakan, termasuk jenis apa makhluk itu. Kalau ada kemiripannya dengan sesuatu, maka bisa dikatakan mirip dengan si pendek Baekhyun yang bersuara cempreng itu. Eh? Baekhyun?

Dengan wajah mengernyit heran, Sehun berkata, "Ada apa lagi sekarang, Byun Baekhyun?"

Chanyeol merasa komentar begitu saja tidak memadai. Kurang tajam dan sengit.

"Selama hidupku, belum pernah aku menemui hal seperti ini. Demi, Tuhan, Baek! apa yang sedang kaulakukan disitu? Ayo cepat, keluar dari baju konyol itu!"

"Tidak bisa, Yeol," kata sosok yang terbungkus itu berterus terang. "Ritsletingnya macet."

WHAT THE HELL? Apalagi sekarang?

"Ya, Tuhan! Kau ini!" Chanyeol datang menghampiri dengan cepat. Ditariknya pegangan ritsleting itu kuat-kuat ke bawah. Tapi perbuatannya itu hanya menyebabkan Baekhyun kehilangan keseimbangannya. Ia terpeleset, lalu jatuh teronggok di lantai. Semua orang menertawainya, kecuali Kyungsoo dan tentu saja Chanyeol.

"Untuk apa kau tadi masuk ke dalamnya? Kau kurang kerjaan, atau kau ingin jadi badut kelas?" Sambil marah-marah, teman sekamarnya itu mengangkat Baekhyun sehingga berdiri lagi. Lalu, berkata lagi dengan nada yang kesal. "Belum pernah seumur hidupku, aku melihat seonggok manusia datang ke kamar dengan melonjak-lonjak menuruni tangga seperti sekarung kentang begini! Belum pernah seumur hidupku... Aish!"

Baekhyun mendengus,

"Mana aku tahu jika kau belum pernah melihatnya seumur hidupmu! Umurmu sampai berapa saja aku tidak tahu!" sungut Baekhyun.

Chanyeol melotot. Kesal.

"Pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mengeluarkannya dari dalam babi," kata Luhan menyarankan. "Penjelasannya bisa menunggu sampai ia sudah bebas."

"Bagaimana caranya?" tanya Kyungsoo.

Semua siswa saling menatap, berfikir. Suho tersenyum ketika merasa sudah menemukan jalan keluarnya.

"Pakai palu saja untuk menghancurkan perut babi itu?"

Semua setuju, kecuali Baekhyun yang merasa keselamatannya tak terjamin. Ia berteriak keras seakan memprotes saran dari sang ketua murid di kelasnya itu. Namun sayang, semua siaga segera mengambil palu dan memukul-mukul kostum babinya.

Beberapa menit kemudian, Baekhyun melangkah keluar dari bungkusannya sambil menarik napas lega. "Terima kasih, Suho. Terima kasih banyak, aku menyayangimu," katanya pada Suho. "Aku tadi sudah ketakutan kalau-kalau harus terus mendekam di dalamnya sepanjang malam. Di dalam situ panas sekali sampai aku merasa akan..."

"Begini, Byun Baekhyun." Potong Chanyeol, tidak berminat mendengar kelegaan hati Baekhyun, begitu pula tentang reaksi tubuhnya terhadap suhu yang panas. "Aku tidak perduli dan tidak ingin tahu apa yang terjadi pada tubuhmu selama kau berada di kantong babi itu. Aku dan mungkin semua orang yang ada disini ingin tahu, kenapa kau bisa berada di kostum konyol itu?" tanyanya pelan namun sengit.

Baekhyun tersenyum tanpa dosa.

"Tadi sewaktu aku bermain di drama musikal sekolah, aku melihat kostum babi ini dan aku menyukainya. Lalu aku memakainya dan ternyata risletingnya rusak," jawabnya polos.

Semua orang yang ada disitu hanya bisa termangu dan kemudian pergi ke kamar masing-masing tanpa berkata apapun. Meninggalkan Baekhyun yang cemberut dengan reaksi mereka. Termasuk Chanyeol yang sedari tadi ingin rasanya menjedotkan kepala si Byun itu ke tembok-tembok terdekat.

2. Terjebak

"Yeol."

"Hm?"

"Ayo membolos!"

"Mwo?"

Dan disinilah mereka, Baekhyun terus menerus mengajak Chanyeol untuk membolos. Bukannya Chanyeol mau, dia hanya dipaksa dan terus diganggui oleh Baekhyun. Dia hanya tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Baekhyun yang terus menerus ribut.

CLECK!

Pintu atap yang semula terbuka lebar, tiba-tiba menutup dengan sendirinya. Diiringi dengan bunyi 'clek' yang menandakan bahwa pintu atap dikunci oleh seseorang.

Baekhyun panik.

Chanyeol masih memasang wajah tenang meski hatinya bergejolak hebat.

"Apa yang terjadi? Apa seseorang mengunci kita?" keluh Baekhyun. Ia berbalik dan mencoba membuka pintu itu tapi, nihil. Pintu itu terkunci dari luar. Ia menendang-nendang pintu dan berakhir dengan mendesah frustasi.

"Kalau tentang apa yang terjadi, itu sudah jelas," tukas Chanyeol dengan sebal. "Sekarang kita terpaksa berteriak minta tolong. Semoga saja ada yang mendengar."

"Tapi itu berarti kita akan ketahuan. Ketahuan membolos, Yeol. Dan jika Mr. Han sampai tahu bahwa kita naik kemari tanpa izin..."

"Dia pasti akan tahu juga- kalau tidak sekarang, pasti besok pagi!"

"Besok pagi!" Baekhyun merasa seram membayangkan kemungkinan itu. "Maksudmu, kita harus gemetar semalaman di atas atap ini?!"

"Ya, kecuali jika kita berteriak minta tolong. Sepanjang yang bisa kulihat, tidak ada cara lain bagi kita untuk bisa turun."

Keduanya lantas berseru-seru minta tolong. Mereka berseru sekuat tenaga, tapi tidak ada yang mendengar. Saat itu seisi sekolah sudah berada di dalam, memulai kelas mereka. Dan mereka takkan kelihatan dari sana, dan suara mereka pun tidak mungkin bisa terdengar. Jadi kecil sekali kemungkinannya akan ada yang datang menyelamatkan.

Tiba-tiba Baekhyun berkata, "He, Dobi! Bagaimana dengan jendela kaca yang di langit-langit gudang? Mungkin kita bisa masuk lewat situ."

"Ap-apa, dobi?"

"Bagaimana?" tanya Baekhyun mengacuhkan keterkejutan Chanyeol atas panggilan yang diberikannya.

Chanyeol menggeleng. "Kita kan dilarang memasuki gudang," katanya.

"Tapi naik ke atap juga tidak boleh. Jadi sama saja, di mana pun kita berada." Baekhyun setengah berteriak mengatakannya, kesal.

"Ya, tapi pintunya kan terkunci. Jika kita berhasil masuk lewat jendela itu, kita masih saja tidak bisa keluar dari ruangan itu, Baek."

"Dari mana kau tahu bahwa pintunya terkunci? Kau pernah memeriksanya sendiri?" kata Baekhyun. Semangatnya bangkit lagi. "Siapa tahu cuma digerendel saja! Kalau kita berhasil masuk, lalu tinggal menggeser gerendelnya saja, lalu..."

"Baiklah, kalau begitu kita coba saja."

Mereka bergegas ke jendela itu, yang letaknya di ujung atap. Ketika baru setengah jalan, Baekhyun melihat cacat dalam pertimbangan Park Chanyeol.

"He, tunggu dulu, Yeol," katanya sambil berhenti berjalan. "Jika digerendel, pasti dari luar! Bagaimana kita mau menggesernya?"

"Ah, jangan cerewet, pendek," potong Chanyeol dengan nada tidak sabaran.

"Saat ini kita tidak tahu apakah pintu gudang itu dikunci, digerendel, ditutup palang, atau dijaga anjing herder! Oh, ayolah, itu baru akan kita ketahui nanti, jika sudah berhasil masuk ke situ. Siapa tahu, mungkin sama sekali tidak dikunci! Kan konyol, jika kita tetap saja di sini - padahal pintu itu bisa dibuka. Bahkan anjingku bisa saja menertawaiku."

Baekhyun tertawa dibuat-buat.

"Lucu sekali," katanya ketus.

Chanyeol lalu mencengkeram bingkai bawah jendela itu lalu menariknya. Ternyata bergerak sedikit. Baekhyun langsung gembira. Tapi ia sendiri tidak mampu menarik jendela itu sampai tegak lurus.

"Pegang sudut sebelah sana itu, lalu ikut tarik!" katanya pada Baekhyun.

Dengan tenaga mereka berdua, jendela kaca itu berhasil mereka buka lebih lebar. Kemudian mereka bergegas ke pintu. Baekhyun memegang tombol pintu dan memutarnya.

Percuma saja, pintu itu dikunci.

"Yah, beginilah keadaannya," kata Baekhyun. Suaranya datar, bernada pasrah. "Kita harus tetap di sini sampai ada yang datang."

"Kita tidak bisa di sini terus sepanjang malam," kata Chanyeol menyatakan keberatannya.

"Tidak ada gunanya panik! Jika kita terpaksa tinggal di lubang gelap ini sepanjang malam, sebaiknya kita atur saja agar bisa senyaman mungkin."

Baekhyun mencari-cari sesuatu yang mungkin dapat ia temukan di gudang atap itu. Pada bagian pojok ditemukannya sebuah kantong tidur berwarna hijau dan sisi dalamnya dilapisi bahan yang hangat. Kantong tidur itu dilengkapi dengan kancing tarik. Baekhyun menurunkannya, lalu menggelarnya di lantai.

"Setidak-tidaknya aku nanti takkan kedinginan," katanya. "Kau juga sebaiknya mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk membungkus tubuhmu. Pukul tiga dini hari nanti di sini dinginnya pasti seperti dalam lemari es."

Chanyeol memilih beberapa lembar selimut yang sudah berlubang-lubang dimakan ngengat. Ia mencari-cari bantal di antara gudang itu. Tapi ternyata tidak ada. Akhirnya ia mengambil sebuah ember dari kain kanvas kedap air, untuk dijadikan pengganti bantal.

"Boleh dibilang segala macam barang ada di sini, tapi tidak ada gunanya bagi kita!" katanya dengan sebal, Baekhyun tertawa.

"He, coba lihat ini," katanya sambil mengambil sebuah topi pelaut yang sudah usang. Dipakainya topi itu. "Pantas tidak aku memakai ini?"

Tapi percobaannya untuk melucu tidak ditanggapi.

"Ah, diam kau," kata Chanyeol dengan kesal, lalu membungkuk untuk menggelar selimut-selimutnya.

"Kita saat ini terjebak dalam kesulitan yang paling payah sejak pertama aku dilahirkan, tapi kau masih sempat-sempatnya membuat lelucon seperti orang tolol."

"Mendingan begitu, daripada berkeluh kesah," jawab Baekhyun sambil mengangkat bahu. Kemudian dibukanya kantong tidur, lalu ia menyusup ke dalamnya. Sambil telentang ditariknya ritsleting kantong tidur itu ke atas, sampai menyentuh dagunya.

Beberapa saat kemudian Chanyeol mendengar Baekhyun bergerak-gerak dalam kantong tidur sambil mengomel kesal.

"Ada apa lagi sekarang?" tanya Chanyeol, kesal.

"Ini, ritsleting konyol," keluh Baekhyun. "Ketika kutarik ke atas tadi, bagian depan seragamku terjepit. Sekarang aku sama sekali tidak bisa melepaskannya lagi!"

Chanyeol mendengus. "Hahh! Cuma itu saja! Kusangka kita sudah cukup repot, tanpa perlu memikirkan ritsleting yang brengsek." Chanyeol sudah capek, lapar, sedih, dan sangat bingung. Hari sudah mulai gelap sekarang, tapi sementara berbaring dalam selimut-selimut yang membungkus tubuhnya, kumuh, kotor.

"Bantu aku, Yeol!"

Chanyeol tidak menanggapi dan masih ajeg dengan posisinya, memunggungi Baekhyun.

"He, ini tidak bisa dibuka, Yeol, aku sungguh-sungguh," terdengar suaranya dari belakang punggung Chanyeol. Nadanya cemas.

"Sudahlah, Pendek," kata Chanyeol tidak sabaran lagi. "Ini bukan saatnya untuk membuat lelucon konyol!"

"Aku bukan hendak melakukan lawak konyol," kata Baekhyun memprotes. "Aku tidak bisa bergerak- itulah sebabnya."

"Tidak bisa bergerak?" Timbul kecemasan dalam hati Chanyeol. "Waeyo?"

"Aku tidak bisa keluar dari kantong tidur ini. Aku bahkan tidak bisa membebaskan kedua lenganku. Ritsletingnya macet."

Ya, Tuhan! Ritsleting lagi. Chanyeol bisa gila jika terlalu lama bersama si bocah hyperaktif ini. Tuhan, selamatkanlah aku, doa Chanyeol dalam hati.

Chanyeol kemudian menarik ritsleting itu tapi, ritsleting itu benar-benar macet. Ditarik atau didorong sekuat apa pun, tetap saja macet.

"Percuma saja," keluh Chanyeol setelah berusaha dengan sia-sia selama setengah menit.

"Kau ini sinting rupanya, Baek. Untuk apa kau melakukannya?"

"Bukan kusengaja, bodoh!" kata Baekhyun membela diri.

"Kau sangka aku meringkus diriku sendiri seperti ini karena senang, ya?"

"Tali-tali topi konyol ini yang menyebabkannya macet," katanya menarik kesimpulan. Chanyeol mendengus.

"Ambil gunting, lalu kita gunting kantong sialan ini."

"Tapi, di sini kan tidak ada gunting, konyol," kata Baekhyun memotong.

"Ya, memang. Tapi coba kalau ada!"

What the Hell?

Perkataan macam apa itu? Hello, ini bukan saatnya mengandai-andai, Chanyeol pabbo!

"Aku akan coba merusak pintu sialan itu dan kau coba melepaskan diri dari kantong konyolmu itu."

Chanyeol kemudian berbalik, mencari benda apa saja yang kiranya dapat digunakan untuk menghancurkan pintu atap tersebut. Lalu setelah mendapatkannya, ia memukul-mukulkannya dengan keras, sekuat tenaga. Baekhyun memasang wajah datar menatap usaha Chanyeol yang luar biasa bersemangat itu. Segitu inginkah ia keluar dari sini? Oh, Baek, tentu saja. Memang selamanya kau ingin berada disini bersama bocah sok keren sok cool ini? Oh, tentu saja tidak, pikir dan jawab Baekhyun sendiri.

DAGG!

Pintu itu rusak. Chanyeol merusak properti sekolah! Tapi, bukan itu yang jadi masalahnya. Tapi, sekarang, detik ini juga, pintu terbuka dengan santainya. Membuat Chanyeol berteriak histeris seakan tengah memenangkan undian berhadiah atau semacamnya. Lalu berpaling ke arah Baekhyun yang masih tidak bergerak dengan wajah datarnya.

"Kau bisa berjalan?"

Baekhyun menggeleng dengan wajah memelas sok imutnya. Chanyeol memasang wajah bosan. Perasaannya mulai tidak enak sekarang.

"Bagaimana jika kau gendong aku?" tanya Baekhyun mengusulkan. Wajahnya kembali dibuat semelas mungkin. Tapi, sayang, itu tidak berlaku untuk Chanyeol.

"Terlalu berat," jawab Chanyeol.

"Dan selain itu juga akan makan waktu lama, punggungku juga akan remuk menggendongmu. Ck, coba kita punya gerobak atau kursi roda..."

"Ah, diam kau, Dobbi! Rupanya otakmu sudah berkarat. Tadi ingin ada gunting, sekarang kepingin ada gerobak! Lalu setelah ini apa? Kau ingin ada gadis seksi yang cantik? Begitu?" kata Baekhyun dengan nada sebal, sementara Chanyeol hanya diam memutar matanya.

"Ah, sudahlah. Ayo, naik."

"Kau mau menggendongku?" tanya Baekhyun tak percaya.

"Lalu bagaimana? Meninggalkanmu disini? Atau kau berjalan sambil melompat-lompat seperti kelinci kecil, begitu?"

"Eh? Tentu saja, tidak."

Baekhyun dengan senang hati naik ke punggung tegap Chanyeol. Memeluk leher Chanyeol dan menghirup aroma yang menguar disana. Aroma wisky yang memabukkan, bercampur dengan mint dan juga kayu manis. Ya, Tuhan! Chanyeol wangi sekali!

"Whoa, Baekhyun apa yang kau lakukan disana?" tanya Sehun begitu melihat Chanyeol dan Baekhyun menaiki tangga terakhir dalam asrama. Chanyeol menurunkan Baekhyun.

"Jangan tanya-tanya apa yang kulakukan di dalam sini. Mana Mr. Han?" tanya Baekhyun buru-buru.

"Dia belum kesini," jawab Sehun seadanya. Baekhyun bernafas lega sambil bergumam mengucapkan rasa terima kasihnya. Lalu mereka berdua kompak segera menuju kamar tidur mereka. Sehun yang bingung, hanya bisa mengerutkan keningnya.

"Sejak kapan mereka akrab?"

"Siapa yang akrab, Hun."

"Eh? Luhan chagiya. Tidak, bukan hal yang penting. Ayo, kita kembali ke kamar."

Luhan mengangguk. Menurut.

Sementara pasangan kamar sebelah sudah kembali bermesraan, Baekhyun masih saja berkutat pada masalah kancing sialan itu, sementara Chanyeol mencari keberadaan gunting di dalam lacinya.

"Aku kira kita akan mati di tangan Mr. Han. Syukurlah, tidak." Baekhyun merebahkan diri di ranjangnya yang nyaman.

"Tentu saja. Berterima kasihlah padaku, Baek."

Chanyeol menemukan guntingnya dan segera melakukan pekerjaannya. Pekerjaan untuk menolong si Byun cerewet menyebalkan dengan mulut embernya itu. Lalu menggunting kantong tidur itu dengan hati-hati agar tidak melukai kulitnya.

KRIET!

Tapi...

"Yak! Chanyeol idiot! Kenapa kau juga ikut menggunting bajuku?" pekik Baekhyun tak terima. Jemari lentiknya segera menutupi bagian dada, perut dan juga bahunya bergantian. Chanyeol melotot sebentar lalu segera memalingkan wajanya.

"Aku tidak sengaja. Lagipula, tak perlu sehisteris begitu kan. Kita juga sama-sama laki-laki."

"Aku kan tidak tahu kau itu lurus, bengkok, atau sinting. Tentu saja aku waspada."

"Maksudmu, kau berfikir aku ini gay?"

"Siapa tahu."

Baekhyun segera beranjak dari ranjang dan lari ke kamar mandi, meninggalkan Chanyeol yang termenung sendirian disana. 'Gay dia bilang? Aish!'

TBC...

Annyeong. Ini bukan FF pertamaku, karena saya ini author FF di sebuah blog juga. Tapi, ini FF Chanbaek pertamaku.

#Yeayy

Apakah ini END atau TBC, semua tergantung chingu nih. Dan jangan jd silent reader, ya? Haram hukumnya, toh juga cuma nulis nama g harus login jd jangan pelit-pelit ya. Kalau nih review ga sampai dua puluh, saya g bisa melanjutkan.

Bukannya pelit sih, hanya saja, ya... begitulah. #LOL.

Oke, Aku tunggu reviewnya yaaa.

Gamsahamnida,,,

#kibarin bendera Chanbaek.

#cium Chanyeol.

#cium Kyuhyun suju, #LOL(?) Saya ELF cuma nge-shipperin Chanbaek sekarang #ga nyambung.

Tapi juga sangat mencintai EXO sih, apalagi Chanyeol. Kyaaaaa...

#histeris sendiri,