Antagonis

Cast: Byun Baekhyun, Park Chanyeol

Genre: Romance, Hurt, Genderswitch

Rate: T

a/n:

FF ini di remake dari FF Super Junior dengan judul asli "He's Mine And That's It". Saya hanya meremakenya. Namun, ada kemungkinan jika nanti akan banyak alur yang berbeda dari cerita aslinya. Anyway, selamat membaca~

.

.

.

PART 1

Menurutku, di dunia ini tidak ada yang baik dan yang jahat. Hanya ada manusia yang menjalani takdir kehidupannya. Yang membuat kategori baik dan buruk itu bukan Tuhan yang menciptakan kita, tetapi masyarakat. Mereka yang memutuskan apa yang boleh dan apa yang tidak. Apa yang pantas dilakukan dan apa yang tidak pantas dilakukan. Mereka yang menciptakan norma, peraturan, bahkan hukuman. Katanya, biar kita sebagai manusia bisa lebih berbudaya dan bersikap layaknya manusia.

Contoh sederhananya adalah tokoh antagonis. Yah, mungkin kalian sering mendengar kata itu. Antagonis itu sama dengan jahat, iri, kejam, menyebalkan, dan sederet kata-kata sifat yang tidak baik lainnya. Tapi tidakkah kalian pernah memikirkan bagaimana sebenarnya perasaan mereka? Mungkin karena kita selalu disuguhi sudut pandang dari tokoh protagonis, sehingga kita selalu senang apabila para tokoh antagonis mendapat hukuman.

Mari sekarang kita balik ke sudut pandang itu. Bagaimana kalau kita lihat dari sudut pandang Yoo Hye Yi terhadap hidupnya dan hubungannya dengan Hwang Tae Kyung dan Go Mi Nam? (Ini dari drama You're Beautiful kalau kalian lupa). Bagaimana kalau Yoo Hye Yi kita tempatkan menjadi pemeran utama? Pasti kalian menyetujui hubungannya dengan Hwang Tae Kyung dan menganggap Go Mi Nam itu hanya seorang perempuan lemah yang tidak punya pendirian karena tidak bisa menetapkan hatinya memilih Tae Kyung, Shin Woo, bahkan Jeremy.

Yah, seperti itulah hidupku. Kalau kalian mengetahui kisah ini dari sisi perempuan itu pasti kalian akan menyebutku sebagai tokoh antagonis. Tapi maaf, kalian membaca cerita ini dari sudut pandangku. Jadi tentu saja aku yang menjadi tokoh protagonisnya dan dia yang akan menjadi tokoh antagonisnya. Apa? Kalian bilang aku curang? Oh, tidak bisa. Itulah hidup. Bad things and good things happened.

.

.

"Kau kuberi waktu tiga bulan untuk menyelesaikannya, dan setelah itu… aku harap aku tidak pernah melihatmu menemuinya lagi." Kata seorang perempuan dengan rambut magentanya kepada laki-laki yang sedang duduk diam di hadapannya.

Laki-laki itu hanya bisa menghela nafas perlahan sebelum akhirnya memandang wajah sang perempuan. "Jadi kau tidak marah?"

"Siapa bilang aku tidak marah?." Tanya sang perempuan balik. Dia memandang mata sang lelaki sesaat sebelum akhirnya dia pergi dari café dan meninggalkannya.

"Apa dia gila? Aku tidak marah? Yang benar saja!," kata perempuan itu setelah sampai di mobilnya.

Wajar kan kalau seorang tunangan marah pada tunangannya yang ketahuan masih menemui mantan pacarnya? Hal itu juga yang baru tadi aku rasakan. Dia menemui perempuan yang notabenenya adalah pacarnya sebelum kami bertunangan. Ya, kami bertunangan karena dijodohkan. Well, tidak sepenuhnya dijodohkan. Ini agak sedikit rumit, tapi kucoba untuk menerangkannya secara singkat.

Aku sudah mengenalnya lama. Dia adalah anak salah satu kolega bisnis Appa. Kami berteman walaupun tidak dekat, tapi yah bisa dibilang kami berteman. Pada suatu malam, dia memintaku untuk menemuinya di restoran tempat biasa kami bertemu.

"Ada apa?," tanyaku.

"Bisakah kau membantuku?," tanyanya serius.

"Kau ini kenapa, sih? Tumben sekali berwajah serius seperti ini," jawabku sambil tertawa. Memang seumur hidupku berteman dengannya, dia tidak pernah sekalipun berwajah serius seperti ini.

"Baek, please. Berhenti tertawa. Aku serius!," katanya memohon.

Oke, aku berhenti tertawa dan memandangnya dengan wajah bingung. Seolah dia tahu kalau aku sudah siap menerjemahkan permintaan tolongnya, dia pun mulai berbicara.

"Ini sangat mudah. Kau hanya perlu tersenyum, bersikap ramah, dan menyetujui semua perkataanku."

"Hah? Untuk apa?."

"Ah, mereka sudah datang. Sial! Ini terlalu cepat," katanya sambil melihat kearah jalan.

"Ada apa sih?," tanyaku sambil memutar badan dan mencari tahu apa yang dia lihat.

Terlihat seorang perempuan paruh baya yang berjalan bersama seorang perempuan yang lebih muda. Sang perempuan muda itupun mengenaliku dan melambaikan tangannya.

"Mengapa mereka berjalan kemari?," tanyaku dengan mulut yang masih tersenyum.

"Mereka lah alasan aku meminta tolong padamu. Jadi, tolong bersikaplah seperti yang aku minta tadi," katanya sambil berdiri dan menyambut rombongan itu. "Ibu, noona."

"Kenapa Baekhyun ada disini? Aku kira kita akan makan malam bertiga saja," Tanya perempuan yang lebih muda itu berbisik padanya.

"Akan kujelaskan pada kalian semua nanti. Sekarang silahkan duduk," jawabnya diplomatis.

Oke, aku semakin bingung. Ada apa ini? What am I signing for? Awas aja kalo dia sampai membuat hidupku menderita.

"Seperti yang tadi noona sebutkan. Perempuan ini adalah Baekhyun, pacarku. Maaf kalau aku belum sempat memperkenalkannya secara resmi pada ibu dan noona," katanya sambil menepuk bahuku perlahan.

Heh? Pacar? What? Batinku sambil menatapnya bingung. "Tidak perlu malu, sayang. Perkenalkan ini ibuku dan noonaku."

"Aku tidak tahu kalau kau sedang menjalin hubungan dengan adikku, Baekhyun," kata Yoora, noona lelaki itu padaku.

"Ah aku… aku… Iya, aku juga. Maksudku, kami baru saja berpacaran kok. Iya kan, sayang?," kataku meminta pertolongannya.

"Iya, noona. Kami pintar kan menyembunyikan hubungan kami? Salahkan dia karena dia terlalu gugup sewaktu ingin ku kenalkan pada kalian semua."

"Benarkah kalian pacaran, agashi?," Tanya ibunya tiba-tiba. Entah kenapa suasana berubah menjadi tegang.

"Benar, ibu," jawabnya cepat.

"Bukan kau yang ku tanya. Tapi agashi itu."

"Iya, ajhumma. Kami berpacaran. Saya minta maaf karena belum sempat memperkenalkan diri saya secara resmi kepada anda," jawabku tenang dan berwibawa. Persis seperti yang biasa ku lakukan sewaktu presentasi di hadapan klien-klienku selama ini.

"Ah, makanan sudah datang. Mari kita makan," kata ibunya tepat sewaktu pelayan datang membawa pesanan kami. Save by the food!

"Mainlah kerumah kami," kata ibunya sewaktu aku mengantarnya ke mobil.

"Sering-sering ya. Kutunggu kau," kata Sora sambil tersenyum dan mengecup pipiku singkat.

"Akan kuusahakan," jawabku.

Mobil berwarna hitam itupun pergi meninggalkan kami berdua di depan restoran. "Ku antar kau pulang."

"Aku bawa mobil sendiri," kataku sambil menunjukkan kunci mobilku padanya.

Dia pun dengan cepat mengambil kunci mobilku dan menyerahkannya pada seorang laki-laki berjas sambil berkata, "Bawa mobilnya dan antarkan kerumahnya."

Laki-laki itu hanya mengangguk sebagai balasannya.

"Ya! Apa-apaan ini?," tanyaku defensif.

"Ku antar kau pulang," katanya lagi. Tiba-tiba saja mobil Audi berwarna putih sudah ada di depan kami dan dia membukakan pintu untukku. Aku yang benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirannya hanya bisa masuk ke dalam dan memasang seatbelt.

Mobil ini tidak berjalan kearah rumahku. Dia malah menghentikannya di dekat sungai Han. Sungai yang orang bilang penuh dengan harapan dan keajaiban. Kami tidak turun. Hanya berhenti. Dan dia pun mematikan mesin mobilnya. Jendela mobil dibuka sedikit untuk memberi kami ruang untuk bernafas. Sekitar 20 menit berlalu sebelum akhirnya aku bosan dan mengajukan pertanyaan. "Bisa kau jelaskan padaku apa yang terjadi?."

"Bantu aku untuk merahasiakannya."

"Apa? Merahasiakan apa? Dari siapa?."

"Pasti setelah ini ibuku akan memintamu untuk bertemu dengannya empat mata. Tolong tetaplah mengaku sebagai pacarku sampai aku menemukan jalan keluarnya, Baek. Aku janji ini tak akan lama."

"Oh, aku tahu sekarang. Pasti pacarmu itu tidak disetujui oleh ibumu, kan? Memangnya dia siapa?."

"Dia bukan siapa-siapa. Hanya seorang pekerja kantor biasa kalo dibandingkan dengan kita," katanya lemah menatap sungai Han seolah-olah meminta keajaiban darinya.

"Aku kira keluargamu sudah berpikiran modern dengan tidak lagi memikirkan hal seperti itu," kataku.

"Siapa bilang? Keluarga kita selalu sama. Tidak pernah berubah, Baek," katanya sambil tertawa getir.

"I know. Itulah mengapa aku sudah menyerah memimpikan pernikahan penuh cinta ala fairytale. Yang ku tahu, aku akan menikah dengan lelaki yang kaya dan cukup baik di depan orang tuaku."

"Hey, you sound so desperate. Cheer up! You'll meet him, your own prince charming in his own style. Tidak seperti pangeran-pangeran barat yang berambut blond, bermata biru, dan memakai kostum yang aneh," katanya sambil tersenyum manis padaku.

"Yeah, I hope so."

Benar katanya, beberapa hari kemudian ibunya meneleponku (well, sebenarnya sekretaris ibunya yang meneleponku) meminta untuk bertemu. Kami pun makan siang bersama dan aku jadi semakin tahu apa masalah yang sedang dihadapinya.

Gadis itu bernama Kim Yejin. Dia gadis biasa yang bekerja di sebuah event organizer di Seoul. Dia bertubuh kecil dan wajahnya tipikal perempuan korea. Tidak ada yang istimewa darinya di foto yang diperlihatkan oleh ibunya padaku. Tapi tunggu, mengapa bisa ada wajahku disini? Ini bukankah sewaktu pembukaan restoran baru di salah satu hotel kami? Ah, aku tahu sekarang. Jadi, dia menyuruhku menjadi pacarnya karena ini? Pintar juga dia bisa memikirkannya. Tapi itu sangat ceroboh sekali. Berdekatan dan makan bersama di foto ini? Bagaimana aku harus menutupinya?

"Kau benar-benar pacar anakku?," Tanya ibunya memecah perhatianku.

"I.. i.. iya benar. Kami berpacaran."

"Lalu itu apa?," tanyanya sambil menunjuk foto mereka berdua sedang bergandengan tangan lalu tersenyum bersama.

"Oh itu. Aku meminta bantuannya untuk membantuku dalam mempersiapkan pembukaan restoran. Sewaktu itu kami belum berpacaran dan gadis itu adalah asisten yang sering berhubungan denganku. Jadi, kami lumayan dekat," jawabku singkat dan berusaha untuk tidak terdengar berbohong.

Pertanyaan demi pertanyaan pun mulai bermunculan dan aku pun berusaha menjawabnya dengan sesempurna mungkin. Iya, sesempurna mungkin untuk menutupi kebohongannya. Semoga itu cukup untuk memberikannya waktu mencari jalan keluar yang terbaik.

.

.

"Jadi, bagaimana?," tanyaku di sela-sela mencuci tangan di bak cuci piring yang ada di dapur rumahnya.

"Apanya yang bagaimana?," tanyanya balik sambil berdiri di sampingku, menengadahkan kepalanya sambil menutup mata.

"Tentang hubungan kita. Mau sampai kapan? Aku benar-benar merasa tidak enak membohongi keluargamu. Cepatlah selesaikan sebelum keluargaku tahu dan segalanya jadi semakin jauh," kataku sambil memandangnya. "Kau lelah?."

Dia mengangguk perlahan sambil menutup matanya.

"Mau kubuatkan teh krisan?," tanyaku sambil tersenyum dan memijat bahunya. "Itu teh favoritku. Kalau aku lelah, aku selalu meminumnya dan itu bisa membuatku relax."

"Ehem. Anda berdua ditunggu nyonya di taman belakang," kata salah satu pelayan di ambang pintu.

"Ayo," ajakku sambil mendorong badannya. Dia terlihat sangat lelah. Mungkin percampuran antara lelah fisik akibat pekerjaan kantor dan lelah pikiran karena hubungannya itu. Entah mengapa aku ingin sekali sedikit meringankan bebannya walaupun hanya dengan hal-hal kecil seperti teh krisan.

"Hai, kalian berdua," sapa Yoora ceria. Aku terkejut melihat seorang perempuan yang ku kenal berdiri disamping Yoora eonni.

"Eonni?," kataku tak percaya. What a great time. Apa yang dilakukan eonniku disini? Bukannya dia sedang di Jepang bersama suaminya? Sejak kapan dia mengenal Yoora eonni?

"Ternyata kau benar pacaran dengannya, Baek. Mengapa kau tidak menceritakannya padaku?," katanya sambil memelukku.

"Eonni sedang apa disini?," tanyaku kaget.

"Tadi aku bertemu Yoora sewaktu berbelanja dan dia bilang kalau kau berpacaran dengan adiknya. Tentu saja aku tidak percaya karena kau tidak pernah mengatakannya padaku. Tapi ternyata kau menyembunyikannya dariku. Ah tidak, dari kami semua. Dasar anak nakal!," dia memukul lenganku pelan.

"Ya! Taeyeon-ah, jangan menyebutnya anak nakal. Lihat! Dia tidak terima pacarnya dikatai seperti itu," Yoora menunjuk lelaki yang dari tadi masih diam berdiri di sampingku. Wajahnya tersenyum malu. Aku tidak tahu apakah itu semburat merah malu atau hanya karena efek pencahayaan perpaduan dari lampu dan cahaya matahari yang sudah mulai kembali ke peraduannya.

Entah kenapa aku senang melihatnya salah tingkah karena di goda terus menerus oleh eonniku, noona dan ibunya.

.

.

.

Bersambung~