Disclaimer: Kuroko no Basuke bukanlah milikku, tapi milik dari Fujimaki Tadatoshi
Warning: AU, Slash, OOC, OC, Incest, typo, character death, etc
Rating: T
Genre: Romance, Drama, Family
ONLY ONE
By
Sky
Cinta itu buta, cinta itu juga sangat kejam layaknya seorang pembunuh berdarah dingin yang tak akan kenal ampun untuk membunuh siapa pun, dan satu hal yang bisa Tetsuya ingat adalah ia tidak boleh terjerat dalam jaring-jaring cinta yang kejam seperti itu. Namun, apakah semua istilah itu sudah tak ada gunanya untuk dirinya sekarang ini? Sebuah pertanyaan yang sangat ia ingin temukan jawabannya dalam artian yang positif, tapi sayangnya Tuhan tak mengijinkan hal itu karena jawaban yang mengarah ke hal negatif pun sudah bersemu di dalam pikirannya. Dan iya, dirinya sudah terjerat ke dalam jaring-jaring cinta yang sangat berbahaya.
Cinta yang berbahaya dan cinta yang kejam, Tetsuya ingin sekali menyayangkan dirinya yang sudah terjerat dalam rajutan hal yang manis namun berbahaya itu, sebuah hal yang berpotensi besar membuatnya terbunuh secara perlahan-lahan tanpa ia sadari dengan pasti.
Lalu pertanyaannya adalah siapa yang patut ia salahkan akan keadaannya yang menyedihkan seperti ini? Apakah dirinya harus disalahkan akan perasaan terlarang ini? Atau mungkin orang yang mendapat perhatian lebih darinya tersebut, yang secara tidak sadar perhatian tersebut telah berubah menjadi sosok sebuah cinta? Entahlah, bila orang menanyakan pertanyaan tersebut kepada Tetsuya maka ia akan lebih memilih untuk bungkam, menutup mulutnya dan tak akan menyahutinya. Tetsuya menganggap perasaan itulah yang patut ia salahkan, serta kesempatan yang Tuhan berikan padanya untuk mengenal orang itu. Kalau saja ia tidak memiliki kesempatan itu maka dirinya tak akan terpuruk seperti ini, dan ia juga menyalahkan Tuhan karena telah mengambil kedua orangtuanya begitu cepat dari sisinya sebab faktor itulah yang membuatnya harus bertemu dengan orang itu.
Andai saja waktu bisa diputar, ia selalu mendesahkan kalimat itu berulang-ulang di dalam kepalanya. Hasilnya nihil, permintaannya tak akan pernah terwujud karena itu sangat mustahil.
Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa Tetsuya merasa begitu gusar mengenai dirinya harus mencintai orang lain?
Jawabannya pun sangat mudah untuk ditebak. Hal ini bukanlah perasaan cinta itu sendiri yang tumbuh di dalam hatinya, melainkan adalah orang yang menjadi objek perasaan itu sendiri.
Sebuah cinta yang sangat terlarang pun mulai menjajahi hatinya, menimbulkan perasaan gusar, takut, serta jijik pada dirinya sendiri. Ia jatuh cinta pada seorang laki-laki, makhluk yang berkelamin sama dengan Tetsuya sendiri, tapi tempo permasalahannya bukan karena gender orang itu lagi-lagi, tapi akan status laki-laki yang menjadi pusat perhatian Tetsuya.
Iya, dia Akashi Tetsuya telah jatuh cinta kepada orang yang seharusnya tidak boleh ia cintai layaknya kekasihnya sendiri karena kisah cinta itu sendiri sangat terlarang, bahkan memikirkannya sendiri Tetsuya tidak boleh dan tidak layak. Apa yang akan orang-orang katakan padanya kalau mereka mengetahui dia, Akashi Tetsuya, jatuh cinta pada pamannya sendiri yang usianya lebih tua 13 tahun dari dirinya?
Kematian itu adalah sesuatu yang digariskan oleh takdir, tidak bisa diganggu gugat oleh apapun dan oleh zat apapun meski mereka yang memiliki nyawa mencoba menentangnya. Semua kematian itu akan selalu diwarnai dengan kesedihan serta rasa kehilangan yang sangat mendalam bagi orang-orang yang ditinggalkan, terutama bagi mereka yang begitu dekat dengan orang tersebut.
Semuanya mengatakan kalau hidup itu tidak adil, mereka baru saja meniti sebuah kebahagiaan namun takdir yang kejam pun harus memisahkan mereka dari orang-orang terkasih, dan akan jauh lebih menyakitkan adalah bila orang yang diambil paksa dari rengkuhan tanganmu adalah kedua orangtua yang sangat berarti padamu sementara kau tidak pernah keluar dari perlindungan mereka seumur hidup pun.
Dalam diam dengan lamunan yang tak terbatas itu ia hanya bisa menatap nanar foto dari seorang laki-laki yang mengenakan setelah jas hitam dengan pita hitam yang terbingkai pada fotonya. Dalam foto bisu yang tak bisa bergerak itu ia pun menelisik bagaimana wajah sang laki-laki dalam foto itu terlihat begitu bahagia, seperti sebuah beban yang selama ini laki-laki itu pikul tidak pernah ada di sana sebelumnya.
"Otou-sama," gumamnya dengan lembut.
Beranjak dari foto laki-laki yang berbingkai itu, ia pun menatap foto yang terpajang di sebelah foto sang ayah. Foto itu juga begitu mirip dengan foto sang ayah, hanya saja yang tergambar di sana adalah seorang wanita yang begitu cantik dan nampak begitu anggun dengan setelah gaun sederhana berwarna biru lembut. Rambut panjang yang berwarna biru muda milik wanita dalam foto itu tergerai begitu bebas dan jatuh di punggungnya, dan di kepalanya ia mengenakan sebuah topi lebar berwarna putih. Senyuman bak seorang malaikat menghiasi foto wanita itu, menampakkan kalau ia adalah seorang wanita yang penuh akan kasih sayang.
"Okaa-sama," gumamnya lagi. "Aku akan merindukan kalian berdua."
Kehidupannya yang bahagia pun rasanya sudah hancur, begitu pula dunianya yang selalu terfokus pada kedua orangtuanya. Ia bukanlah orang yang kuat untuk menerima kehilangan yang begitu besar seperti ini, bahkan rasanya pun ia masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia terima, dimana ia harus kehilangan dua orang yang sangat ia sayangi melebihi apapun dalam sebuah tragedi pilu yang memukulnya begitu dalam.
Upacara kematian kedua orangtuanya, remaja manis berambut biru langit itu mengatakannya dalam hati tanpa ada jeda yang membentang, apakah ia bisa bertahan selama itu ketika ia tahu dunianya sudah berakhir seperti ini?
Menghembuskan nafas untuk beberapa kali, ia pun lalu mencengkeram ujung jas hitam yang ia kenakan sebagai penghormatan pada upacara ini. Begitu erat cengkeramannya sampai buku-buku jarinya memutih, tanpa jeda lagi.
"Kasihan sekali ya anak itu? Ditinggal orangtuanya pergi pada usia yang masih sangat muda."
Bisik-bisik dari orang yang tak ia kenal pun kini bersarang di dalam telinganya, membuat telinganya panas.
"Ya, kasihan sekali. Aku dengar kalau Mikoto dan Hikaru tidak pernah membiarkannya pergi dari pengawasan mereka, dalam artinya 'kan anak itu tak punya pengalaman untuk tinggal sendiri."
Beberapa penggosip yang ia tidak butuh untuk tahu namanya pun mengangguk di belakangnya, seolah-olah ia adalah orang tuli yang tak bisa mendengar ocehan itu.
"Mereka berdua terlalu memanjakan anak itu. Benar-benar kasihan."
Aku tak butuh rasa kasihan kalian! Teriaknya dalam hati meski wajahnya masih datar seperti dinding yang dingin dan kedua matanya masih terfokus pada foto mendiang kedua orangtuanya.
Tetsuya mencoba untuk menulikan telinganya, mencoba untuk mengusir semua pembicaraan yang berbau gosip dan lain sebagainya mengenai dirinya yang kini menyandang status sebagai yatim piatu tersebut. Meskipun di luar ia terlihat begitu tegar, tak berekspresi, dan memberikan punggungnya untuk menghadapi semua pembicaraan itu, namun di dalam Tetsuya serasa ingin menangis dan meringkuk di bawah selimut yang hangat.
"Lalu bagaimana dia akan hidup nantinya? Bukankah ayah anak itu sudah ditendang keluar dari keluarga Akashi yang terhormat itu karena sudah menikahi wanita berkasta rendah terse..."
"Hush... jangan menjelek-jelekkan wanita itu, barang satu hari saja. Kau lihat kan kalau anak itu tengah berkabung sekarang ini, dan menggunjing wanita itu tidak akan membuatnya hidup lagi."
"Ah... kau benar. Sayang sekali tuan muda Akashi Hikaru malah memilih wanita dari keluarga rendahan seperti Kuroko untuk dinikahi, akibatnya kan si kepala keluarga Akashi mengusirnya dari rumah. Dan sekarang aku sangat kasihan sama anak tuan muda Hikaru, gara-gara wanita jalang itu semuanya jadi seperti ini."
Telinga Tetsuya rasanya sangat panas mendengar semua ocehan tak berguna yang keluar dari mulut para penggosip seperti mereka. Ingin sekali ia berlari ke arah mereka dan meneriakkan kalau ibunya itu seratus kali lebih terhormat dari mereka semua yang telah menggunjingnya dari belakang. Bagi Tetsuya, hidup di dalam kemiskinan bukanlah hal yang menyakitkan. Ia tidak peduli akan harta dan sebagainya, yang terpenting adalah ia mampu memiliki kasih sayang yang kedua orangtuanya berikan padanya, dan mendengarkan mereka menghina kedua orangtuanya itu sungguh tidak bisa dimaafkan.
Buku-buku jemari tangan Tetsuya sudah memutih, ia terlalu erat mengepalkan kedua tangannya sedari tadi. Air mata yang berniat untuk jatuh dari pelupuk matanya pun masih tertahan di sana, tidak ia biarkan barang setetes pun jatuh dari pelupuk matanya dan memberikan isyarat kalau ia adalah orang yang lemah dan tak pantas untuk menyandang marga Akashi seperti yang orang-orang cemoohkan padanya serta keluarga kecilnya tersebut.
Tetsuya begitu larut dalam perasaannya sendiri untuk membuat dirinya semakin kuat serta bagaimana untuk menulikan pendengarannya untuk sementara waktu, bahkan karena ia masih tenggelam dalam fatamorgana sementara yang ia ciptakan pun dirinya tidak sadar akan betapa diamnya orang-orang yang ada di sekitarnya sekarang ini. Bahkan Tetsuya pun tidak merasakan kehadiran seorang pria dewasa yang mengenakan setelan formal berwarna hitam telah berdiri di sampingnya.
Dirinya baru menyadari situasi tersebut ketika sebuah tangan besar menyentuh bahunya, membuatnya menoleh ke samping dan menengadah singkat untuk melihat siapa yang telah mengganggu konsentrasinya. Untuk beberapa saat hanya diam yang keluar dari diri Tetsuya, namun ekspresi datarnya tersebut sedikit terpecah ketika sepasang mata biru langitnya melebar ketika mereka menangkap sosok seorang laki-laki dewasa yang sedikit asing telah berdiri di sampingnya.
"Orang-orang bodoh seperti mereka tidak pantas untuk mengucapkan hal-hal tidak penting untuk kakakku dan kakak iparku," ujar pemuda itu tanpa mengurangi nada dingin yang begitu cocok dengan ekspresinya tersebut. "Apapun yang terjadi, Hikaru masih seorang Akashi, dan begitu pula anaknya."
Tunggu, laki-laki ini menyebut tentang ayah Tetsuya tetap menjadi Akashi meskipun ia telah melakukan dosa besar dengan menikahi ibunya? Pertanyaan selanjutnya yang tersemat di dalam ekspresi datar milik remaja laki-laki berusia 15 tahun itu pasti begitu jelas terlihat oleh laki-laki dewasa tersebut, sehingga balasan yang diberikan oleh laki-laki tersebut hanyalah tatapan datar yang mengarah pada Tetsuya. Meskipun sangat datar dan terselubung, Tetsuya bisa melihat secercah emosi yang berupa hiburan kecil melekat pada sepasang bola mata berwarna merah dengan keemasan tersebut, sungguh warna mata yang menawan.
"Chichieu tidak akan pernah mengakui pernikahan Aniki dengan wanita itu, namun bukan berarti sikapnya yang demikian akan mempengaruhi pengetahuannya kalau kau adalah anak kandung dari Aniki, Tetsuya, dalam artian yang sama kau adalah cucu dari kakekmu, Akashi Masaomi," kelereng berbeda warna tersebut terus menatap Tetsuya untuk beberapa saat lamanya sebelum keduanya teralihkan untuk melihat foto ayah dari Tetsuya. "Chichieu telah mengakuimu sebagai cucunya sebelum dia meninggal dua bulan yang lalu."
Tetsuya menghiraukan bagaimana perkataan orang ini membuat dirinya maupun beberapa orang yang menguping pembicaraan mereka terkejut setengah mati. Setahu dirinya ayah Tetsuya yang bernama Akashi Hikaru itu tidak pernah akur dengan Akashi Masaomi karena keputusannya untuk menikahi ibu Tetsuya, bahkan Tetsuya berani bersumpah kalau kakeknya itu tidak mengakui keberadaan Tetsuya sebagai cucunya. Namun, berita yang dibawa oleh laki-laki yang terlihat 13 tahun lebih tua dari dirinya itu sungguh mengejutkan, terlebih berita itu dibawa tepat saat dirinya berkabung seperti ini.
"Aku tidak terlalu mempedulikan apakah kakek mengakuiku sebagai cucu beliau apa tidak," gumam Tetsuya dengan suara yang sedikit pelan, kepalanya menunduk sedikit sementara kedua tangannya bertautan satu sama lain untuk mengusir perasaan gusar yang tengah membekas pada dirinya. "Diakui apa tidak, aku tetaplah anak dari Otou-sama dan Okaa-sama."
Hening, itulah yang terjadi selepas pernyataan yang Tetsuya lontarkan itu keluar dari bibirnya, bahkan orang-orang yang menguping pembicaraan mereka kini semakin tertarik dengan apa yang terjadi dengan dua orang Akashi yang masih tersisa tersebut.
"Kau memang anak dari Aniki dan istrinya, Tetsuya, aku tidak akan menampik fakta yang sangat jelas itu. Namun, terlepas dari itu semua kau juga cucu dari Akashi Masaomi dan keponakan satu-satunya dari Akashi Seijuurou."
"Nama anda..." guratan penuh keraguan dan tanda tanya yang tercetak pada kening Tetsuya menghilang saat laki-laki berambut merah tersebut menganggukkan kepalanya, mengkonfirmasi apa yang tengah bersarang pada benak Tetsuya.
"Iya, aku adalah Akashi Seijuurou, adik dari Akashi Hikaru dan juga pamanmu. Tapi yang terpenting sekarang ini adalah Hikaru telah menamakanku sebagai ayah baptismu, sehingga sepeninggal kedua orangtuamu pun maka kau akan tinggal bersamaku mulai detik ini juga."
Dan detik itu pula Tetsuya pun sadar bahwa orang yang tengah berdiri di sampingnya serta membelanya itu adalah sang paman yang tak pernah ditemui dalam seumur hidupnya, dan ini kali pertama pertemuan kedua insan tersebut. Seorang paman yang berstatus sebagai ayah baptis untuk Tetsuya, dengan Tetsuya sendiri yang berstatus sebagai keponakan dari Akashi Seijuurou.
AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca fanfic sederhana ini. Sampai bertemu di chapter selanjutnya
Author: Sky
