"Bagaimana menurutmu Tetsuya?" Tanya Seijuurou setelah menjabarkan ide dari otaknya yang brilian untuk presentasi nanti.

"Menurutku cukup bagus, Sei-kun," Jawab Tetsuya agak ragu, ia sedang menyiapkan sup tofu sebagai menu sarapan Akashi Seijuurou—kekasihnya yang tak lama kemudian sudah siap disantap, karena sudah matang sup tofu itu ia sajikan bersama dengan segelas air putih.

Wajahnya boleh datar, tetapi nada bicaranya membuka celah untuk Seijuurou pahami bahwa kekasihnya itu tidak terlalu mengerti apa yang ia bicarakan tadi. Ia hanya mengerti 10% dari 1000%

Kalian tidak salah membaca, mereka memang telah resmi (walaupun secara hukum tidak, tetapi siapa peduli.) Hanya untuk kalian tahu, mereka telah menjalin hubungan asmara setelah lulus SMA. Dan coba tebak, mereka tinggal bersama sejak itu. Surprise!

Cukup sekilas infonya, mari kita kembali pada dua manusia tadi.

"'Cukup bagus' terdengar aneh di telingaku Tetsuya,"

"Eh? Tapi aku hanya mengatakan pendapatku. Bukankah Sei-kun yang memintaku untuk mengeluarkan pendapatku?"

Glek. Terdiamlah Seijuurou.

"Lupakan saja," Seijuurou berdiri dari kursinya, tetapi sebelum itu ia habiskan sup tofunya dan meneguk air putih yang sudah disediakan sang kekasih. Lalu ia mengecup kedua pipi kekasihnya itu.

"Aku pergi dulu Tetsuya," Seijuurou sudah di ambang pintu, siap meninggalkan apartemen kapanpun.

Tetsuya mengangguk dan melemparkan sebuah senyum kearah Seijuurou, "Hati-hati di jalan, Sei-kun," Ia menghampiri Seijuurou dan mengantarkannya tas Seijuurou. Dan tak lupa ia lampirkan beberapa ciuman.

"Whoa, Tetsuya tunggulah malam tiba. Kau tidak sabaran sekali pagi ini."

"Aku tidak bermaksud begitu, hanya Sei-kun yang berpikir seperti itu," Tetsuya memukul dada Seijuurou perlaha, hanya sekedar bergurau. Kemerahan di pipinya yang menggemaskan itu tak bisa ditutup-tutupi

"Oh iya, Tetsuya tolong jangan ganggu aku selama 2 hari ini." Suara pintu pun terdengar setelah suara Seijuurou bergema.

Seijuurou telah menghilang dari apartemen mereka. Yang tertinggal hanya Tetsuya dan keheningan.

Kepanikan

Disclaimer: Kuroko no Basuke milik Tadatoshi Fujimaki. Saya tidak meraup keuntungan apapun dari fanfiksi, ini melainkan hanya kesenangan belaka.

Genre: Romance, Humor

Character: Akashi S., Kuroko T., Kise R., Aomine D., Himuro T.,Alexandra G., Murasakibara A.,

Pairings: Akakuro, Aokise, Murahimu

Warning: M-Preg, absurd, slash

A/N: Ini fanfiksi saying yang pertama di fandom ini, jadi jika ada kesalahan tolong dibenarkan.

Enjoy!

Setelah Seijuurou pergi, Tetsuya langsung ambil langkah seribu pergi ke kamar mandi. Dengan sebuah alat yang tidak jelas ditangannya.

'Tetsuya tolong jangan ganggu aku selama 2 hari ini.' Bergema dipikiran Tetsuya. Ia takut Seijuurou akan meninggalkannya jika tahu apa yang terjadi padanya.

Sebelum pagi ini, mereka melakukan—kalian tahu lah, 'kegiatan sepasang kekasih'.

Itulah sebab mengapa Tetsuya ketakutan begitu mendengar perkataan Seijuurou tadi.

'Apa yang harus ku lakukan jika yang kupikir itu benar? Aku tak mau Sei-kun meninggalkanku.' Diri Tetsuya mengalami kepanikan.

Ia was-was menunggu hasil dari alat tersebut sambil memegangi handphonenya yang dibalut silicon berbentuk gelas minuman cepat saji.

15 menit telah berlalu Tetsuya langsung menyambar alat itu.

Wajahnya berubah pucat—lebih pucat daripada yang biasanya dan menatap horror alat yang biasa disebut test pack tersebut.

Dua buah garis tercetak dengan jelas disana.

3 Jam kemudian, di apartemen Seijuurou dan Tetsuya.

Tetsuya mendudukan dirinya di bangku meja makan. Ia berusaha menenangkan diri. Namun tanpa disangka, ada tamu yang datang. Siapa sangka, yang datang ternyata Kise Ryota.

"Kurokocchi! Apa kabar?" Sapa Ryota, setelah masuk melewati pintu. Dua buah cup berukuran sedang dibawa olehnya.

"Aku baik-baik saja, Kise-kun. Ada apa mampir?" Jawab Tetsuya

"Tidak ada alasan sebenarnya sih ssu… Hanya ingin ke sini saja hehe."

"Oh." Tetsuya terdiam sejenak, "Aku tahu kau datang kesini pasti bukan tanpa alasan, Kise-kun."

"Baiklah baiklah… Begini, Kurokocchi, Apa Kurokocchi ingat Akashicchi pernah membeli sebuah guci lalu ia titipkan dirumahku? G-Guci itu pecah… T-Tapi jangan beri tahukan Akashicchi ya?" Ryouta membuat wajah memelas, tahu bahwa itu bisa membawa petaka Tetsuya lebih memilih mengabaikannya dan menganggukan kepalanya sebagai arti 'ya'.

"Baiklah." Ryouta berhenti berbicara sejenak, "Oh ya, aku juga membawa vanilla milkshake." Ia memberikan dua buah cup tadi ke Tetsuya.

Tetsuya langsung mengambil (baca: merebut) minuman itu dari tangan Ryouta. Ia menatap minuman itu selama kira-kira 20 detik, tanpa ada pergerakan. Hanya menatap gelas itu dengan pandangan kosong.

"Ada apa Kurokocchi?"

"Aku tak merasakan gairah untuk meminum vanilla milkshake, Kise-kun." Jawab Tetsuya

Ryouta tertawa "Ha? Apa-apaan itu Kurokocchi! Kau terdengar seperti orang hamil ssu!"

Hening. Kuroko tak menggubris gurauan Ryouta. Ia hanya menatap Ryouta yang asik tertawa.

Menyadari kejanggalan pada Kuroko, Ryouta berhenti tertawa dan menatap Tetsuya, "T-Tunggu! Kau tidak benar-benar hamil 'kan ssu?! Kurokocchi?!"

"Sei-kun belum tahu tentang hal ini. Aku takut ia akan meninggalkanku di kolong jembatan dengan perutku yang menggembung ini." Matanya memancarkan gelisah.

"T-Tapi bagaimana bisa ini terjadi! L-Lupakan saja itu, A-Aku harus beri tahu Akashicchi sekarang ssu!" Ia langsung mengeluarkan handphonenya secepat Cheetah berlari.

Belum sempat membuka lock screen, Tetsuya langsung menghempas handphone itu ke lantai dari tangan Ryouta. Reaksi Ryouta? Dilema, antara mau bikin adegan gore di fanfiksi ini, atau mau senyum sambil bilang 'semuanya bakalan daijoubu kok', atau mau jotos muka yang kayak tembok itu—ups. Tapi ia lebih memilih nyawa daripada meluapkan emosi yang bersifat sementara. You know what I mean.

"Sei-kun tidak boleh tahu!" Mendadak Tetsuya menjelma bak ibu rumah tangga yang belum diberikan uang bulanan. Seperti misalnya saja untuk melampiaskan emosi sang ibu bisa memisahkan kepala ikan dari tubuhnya layaknya seroang psikopat kelas kakap, hii mengerikan, tahu.

"B-Baiklah! T-Tapi apa yang akan kau lakukan Kurokocchi?! Masa mau menunggu perut gembung baru memberi tahu Akashicchi ssu?! Kenapa Kurokocchi tidak panik?! Oh iya, aku harus update status dulu!" Ini sebenarnya Ryouta apa Tetsuya yang hamil sih? Yang kena musibah siapa, yang sewot juga siapa! Trus juga kau mau update status pakai apa hah?! Pakai kayu gelondongan?! Pakai pembalut?! HAH?!

Oke sekarang authornya yang nyolot. Back to the story.

"Sei-kun bilang dia tak ingin di ganggu selama 2 hari ini, jadi aku akan pergi ke dukun untuk memastikan." Jawab Tetsuya

Hening. Atmosfir terasa menegangkan secara tiba-tiba.

"Kurokocchi, bidan. Bukan dukun." Ryouta membenarkan perkataan Tetsuya

"Aku tidak salah bicara, Kise-kun. Aku akan ke dukun. Karena aku absolut." Dasar hidung bela— ralat, mata belang! Sudah menghamili Tetsuya sekarang menularkan self-confidence padanya. Setelah ini apa?! Mau menularkan Tetsuya bualanmu tentang emperor dan tetek bengek itu?!

"B-baiklah… Jika butuh bantuan, aku akan melakukan apapun untuk Kurokocchi." Ryouta tersenyum

"Kalau begitu, aku hanya ingin Kise-kun untuk tutup mulut tentang ini. Mengerti? Dan aku juga akan tutup mulut tentang guci itu."

Ryouta mengangguk, Tetsuya dan Ryouta berjalan meninggalkan dapur dan memilih sofa di ruang tamu untuk berbagi cerita.

Pukul 7 malam, di apartemen Seijuurou dan Tetsuya

Seijuurou pulang, namun bukannya membuat bahagia malah dibuat sebal. Kenapa? Pertanyaan bagus, sekarang mari lihat kondisi sekitar. Tak ada Tetsuya yang menyambut kepulangannya, tak ada mata bulat berwarna langit musim panas, tak ada kulit seputih susu dan selembut sutra yang memeluknya, tak ada senyuman semanis vanilla milkshake yang ditujukan pada dirinya seorang, tak ada— Cukup.

Apartemennya kosong.

"Tetsuya? Apa kau dirumah? Tetsuya?" Panggil Seijuurou, suaranya tidak bergema namun jika ada orang pasti orang yang dipanggil ada disana, pasti ia akan datang menuju ke arah sumber suara.

"Akashicchi?" Suara samar terdengar

Tunggu.

Pertama suara Tetsuya tidak cempreng seperti itu seingatnya dan ia tak pernah salah dalam hal mengingat atau apapun karena Seijuurou absolute! Kedua, apa-apaan dengan embel-embel –cchi itu? Tetsuya tidak akan memanggilnya seperti itu, membayangkannya saja membuat Akashi mendadak diare.

Suara itu makin mendekat, dan di luar dugaan emperor eyes! Makhluk yang berada dirumahnya dan memanggilnya 'Akashicchi' itu muncul dari belakang dan mengagetkan Seijuurou.

"Eh uler uler! Ayam ayam!" Latah Seijuurou dengan wajah priceless.

Ryouta memasang wajah demi-apa-tadi-itu. Dan sekali lagi ia dilemma, antara ketawa atau mati mengenaskan. Tapi ia lebih memilih menahan tawanya.

"Apa-apaan kau Ryouta— Jangan membuatku kaget, hei jangan memasang wajah itu! Dan yang lebih penting mana Tetsuya? Apa kau menculiknya? Atau kau membunuhnya? Atau lebih parahnya kau menyembunyikan Tetsuya, lalu kau memperkosanya, dan membunuhnya? Tidak puas dengan kemaluan kecil Daiki?! Berani sekali kau masih menampakkan batang hidungmu di hadapan wajahku!" Seijuurou kalap, ia dan pasukannya—gunting—sudah siap tempur. Tapi, tergantung mau tempur dimana. You know what I mean. Uhukranjanguhukbisauhukbdsmuhuk.

"T-Tenang dulu Akashicchi! Aku tidak menculiknya, atau membunuhnya! Ataupun menyembunyikan, memperkosa, dan membunuh Kurokocchi ssu!" Ingin menyelamatkan diri, Ryouta ambil seribu langkah mundur dari Seijuurou.

"Lalu dimana Tetsuya." Akashi sudah agak tenang, walaupun masih agak kalap.

"Ia tidak memberi tahukan lokasinya. Dan aku disini karena bosan dirumahku. Oh iya, aku juga disuruh membuatkan Akashicchi makan malam." Jawab Ryouta jujur

"Oh, jadi begitu. Ya sudah cepat buatkan aku makan malam. Aku lapar." Titah Seijuurou

Sepertinya hari ini Ryouta di uji kesabarannya, sudah kehilangan handphone, hampir dibunuh dengan cara mengenaskan, sekarang ia jadi pembantu di apartemen sepupunya. Malang sekali.

Ryouta nangis nelangsa. Memikirkan nasibnya yang super duper apes.

"Kok malah nangis? Sana buatkan aku sup tofu. Jangan dikasih wakame, jangan pakai saos, jangan pakai kecap, polos aja kuahnya, banyakin tofunya." Ujar Akashi dengan cepat dan tanpa jeda. Dan dengan santainya ia duduk manis di bangku meja makan menunggu makanannya datang.

'Lu kira gue abang penjual bakso? Muka tampan begini disamain ama abang penjual bakso astaga omegat omegat!' Batin Ryouta mulai emosi, tapi tak sampai ia ungkapkan secara lantang. Tahu 'kan alasannya? Ia tidak mau mati muda, masih banyak hal yang ingin dia lakukan seperti misalnya m3nCh1Nth4! |)4i|! S4mpH4! mH4at!:*:*{}.

Oke pengetikannya bikin iritasi mata.

"Baiklah baiklah, tunggu sebentar dulu ya ssu." Ryouta mulai membongkar bahan-bahan di lemari pendingin dan mengeluarkannya untuk diolah.

Niatnya ingin ke kamar sejenak. Namun karena galau, niatnya batal, ia menyandung tempat sampah yang berada dekat perbatasan antara dapur dan ruang tengah. Terhamburlah sampah-sampah tersebut. Dan Seijuurou? Wajahnya mencium lantai.

Ryouta langsung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

"Kau tak apa, Akashicchi?"

"Aku tak apa Ryouta. Hanya tersandung." Seijuurou bangkit dari posisinya, yang mencium lantai itu.

"Kau yakin?" Niat Ryouta sebenarnya baik, ia hanya ingin memastikan keadaan sepupunya. Tapi entah mengapa Seijuurou selalu menganggapnya ia berniatan buruk.

"Aku sudah bilang tak apa, apa kurang meyakinkan Ryouta?" Seijuurou mulai nyolot, apa mau dibuat Ryouta hanya bisa kicep dan melanjutkan acara memasaknya yang sempat terhenti.

"Astaga sampah ini banyak sekali… Apa Tetsuya tidak membuangnya pagi ini?" Seijuurou melakukan monolog.

Tak lama setelah acara monolog ala Seijuurou, yang terdengar hanyalah pertemuan antara talenan dengan pisau dapur, dan langkah kaki Ryouta yang bergerak ke sana dan ke sini. Merasa agak penasaran, Ryouta melihat kebelakang melalui ekor matanya dan ia hampir berteriak karena ia melihat Bloody Mary menatapnya, hantu itu sudah melumuri tangannya dengan darah segar milik Seijuurou yang sudah tergeletak tak bernyawa.

Bercanda. Ia hanya melihat Seijuurou yang terduduk lemas, dan menatap sebuah benda di tangannya. Wajahnya terlihat seperti zombie.

"Apa yang kau lihat, Akashicchi?" Ia menghampiri Seijuurou

Hening sejenak, barulah Seijuurou angkat suara, "Ini milik siapa." Jelas sekali itu bukan pertanyaan.

Sekarang Ryouta yang terdiam, "A-Anu… itu milkku… ssu." Ia mencoba memutar otaknya yang walaupun tidaklah cemerlang tapi cukup membuatnya bertahan hidup, tetapi karena dilanda gugup dan panic. Karena maksudnya ingin menutupi kepanikannya itu, hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

"…. Kau hamil, Ryouta? Kenapa kau membuangnya disini? Apa kau melakukan testnya disini?" Sial. Karena Seijuurou, ia harus memutar otaknya lagi! Ia tak ingin mengeluarkan kalimat yang diluar dugaan seperti sebelumnya. Namun, tak ada pilihan—

"I-Itu… Y-Ya. Aku hamil. Dan a-aku melakukan testnya disini. Di apartemenmu. ssu."

"Maksudmu, kau mengandung anak Daiki?" Seijuurou berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

"Y-Ya begitulah," Ryouta memutar bola matanya, takut rasanya menatap keping mata beda warna tersebut.

"… Astaga ya tuhan, Daiki bahkan tak tahu mengurus dirinya sendiri. Apalagi kalau ditambah dengan anaknya… "

"A-Akashicchi—" Belum sempat berbicara, Seijuurou melakukan monolog. Lagi.

"Sial… Aku belum siap jadi paman… Aku terlalu muda untuk jadi paman untuk anak kalian…" Seijuurou meremat rambut merahnya frustasi

"T-tapi—" Lagi. Ia tak diberikan kesempatan untuk berbicara oleh Seijuurou.

"Tapi bagaimana pun kita harus menerimanya… Ya 'kan." Seijuurou asik monolog. Ia tak menghiraukan fakta bahwa ia telah memotong pembicaraan orang lain.

Ryouta sadar bahwa tak ada gunanya untuk mencoba berbicara pada Seijuurou. Tanpa terasa sup tofunya matang, ia segera menghampiri masakannya lalu segera berpamitan dengan Seijuurou.

Ryouta membuka pintu untuk keluar darisana "M-masalah kehamilan ini, aku tak apa. Daikicchi tak perlu tahu ssu, s-semua orang kan mengalaminya." Pintu pun tertutup dan Ryouta menghilang.

Seijuurou? Jangan Tanya. Ia sedang dalam masa terkejutnya. Seperti yang dia katakan, ia terlalu sassy untuk menjadi paman pada umurnya yang ke sekian.

Di tempat Muraskibara Atsushi

Ia tidak mengerti tentang trigonometri. Dan tebak, siapa yang akan kehabisan cadangan maiubou dan manisan? Atsushi tentunya!
Mengingat ia tidak mengerti trigonometri sama sekali, pupuslah harapannya untuk ke mengisi stock maibou dan manisannya. Mengapa? Karena ia teringat perkatan sepupunya—Seijuurou yang mutlak―seperti:

"Jika kau mendapat B, tidak ada harapan untuk membeli manisan ataupun maibou atau camilan. Camkan itu, Atsushi."

Perkataan sepupunya terngiang hingga sekarang. Saat ini ia berada disekolahnya. Saat ingin ke kantin ia bertemu anak yang terkenal pintar dengan kemampuan serba bisanya, kecuali untuk beberapa hal temuilah: Alexandra Garcia!

Ia menghampiri gadis itu. Sambil mengunyah keripik kentang, tentunya.

"Um. Hallo, Alex-chin." Wajah malas Atsushi tidak berubah, namun ada sedikit polesan senyum ramah.

"Uh, hallo juga. Ada apa? Kau baru berbicara denganku sekarang," Alex tak lupa juga memoles senyum yang sama—mungkin bisa sedikit dibilang menggoda? Tetapi Atsushi tampak tak perduli dan tak tertarik.

"Bisa bantu aku? Kau tahu, dalam ujian matematika trigonometri nanti."

"Tergantung. Kau tarik aku keluar dari lubang, maka akan ku balas budimu."

"Kau mau aku menolongmu dalam apa?"

"Kau lihat pria disana? Yang berambut hitam legam menutupi sebelah matanya?" Alex menoleh ke arah pemuda tampan, "Aku mau kau comblangkan aku dengannya."

"Himuro Tatsuya ya. Bukankah kau bisa mendapatkannya sendiri? He, manja sekali

"Aku malu, kau tahu! T-Tidak semua gadis cantik bisa mendapatkan apa yang ia mau." Wajah Alex terlihat seperti telah ditaburi blush on, "K-kebetulan kau membutuhkan pertolongan, dan aku juga membutuhkan pertolongan… jadi mari kita saling bantu membantu. Kau dapat apa yang kau mau, aku dapat yang kumau. Adil bukan?"

"Ya. Kita sepakat."

Atsushi dan Alex berjabat tangan, lalu mereka mendekati meja dimana pria tampan yang sedari tadi dibicarakan.

"Muro-chin. Apa kabar." Sapa Atsushi, sungguh tercetak jelas bahwa Atsushi tak ingin berbasa basi dengan Tatsuya.

"Ah, Murasakibara? Aku baik-baik saja. Dan kau masih sama, ya." Tatsuya tersenyum pada Atsushi, lalu senyumnya perlahan luntur, tetapi sama-samar masih terlihat disaat yang bersamaan. "Ah, maaf Murasakibara. Mungkin lain kali berbincangnya. Aku sedang ingin berkonsentrasi pada buku ini." Atsushi melirik malas buku yang tengah dibaca Tatsuya saat ini; trigonometri.

"Ya begitulah… Muro-chin. Bagaimana kalau kita membuat kelompok belajar? Aku mempunyai teman yang paham mengenai trigonotmetri."

"Tentu." Tatsuya menjawab dengan antusias, dan tak lupa dengan senyuman yang sempat memudar tadi.

Senyum langsung tercetak diantara Alex dan Atsushi.

Keeskokan harinya, pada pukul 9, di apartemen Seijuurou dan Tetsuya.

Malam sebelum Seijuurou tidur, ia memikirkan:

1. Memikirkan dimana Tetsuya

2. Dia belum siap jadi paman

3. Keduanya

4. Nomor 3

5. Nomor 4

Ia memutuskan untuk bangkit dari posisinya saat ini; berbaring telentang. Bukan telen tang, kalian salah mengartikannya.

Ternyata, saat ia bangun tidur ia sudah di atas ranjang lengkap dengan piyama.

Tunggu. Siapa yang memakaikannya? Siapa yang mengangkatnya ke atas ranjang? Apa dia diangkat layaknya raja? Begitulah pikir Seijuurou.

Seijuurou memutuskan untuk mandi, niatnya ingin keluar dari kamarnya dan mencari Tetsuya. Tapi siapa yang mau melihatnya keluar belum mandi, belum sikat gigi, bahkan belum cuci muka? Jawabannya author. Tak perduli Seijuurou belum mandi atau membasuh muka, ia tetap tampan. Karena ia tidur cantiks, istilah gahoelnya sleeping beauty.

Dengar suara tadi? Tadi itu gamparan dari Tetsuya khusus untuk author.

Baiklah, Seijuurou mengangkat bokongnya untuk berjalan ke kamar mandi yang ada di kamarnya dan Tetsuya, ia pun segera mandi. Tanpa terasa 25 menit, Seijuurou sudah selesai mandi dan berjalan keluar dari kamar mandi dengan cantik. Tidak lupa juga ia dengan 'maju mundur cantik'nya.

Ia mulai berpakaian lengkap dan merapikan dirinya. Dan segera keluar dari kamarnya, eits sebagai seme yang baik hati, tak sombong, dan rajin menabung tak lupa ia merapikan ranjang. Setelah selesai merapikan tempat tidurnya, ia keluar dari kamarnya.

Seijuurou sudah menemukan Tetsuyanya, ternyata ia sibuk mondar mandir kesana kemari.

"Tetsuya, apa yang kau lakukan?"

'Ngeden, susah banget mau ngeluarin!' Tetsuya sewot sendiri "Tiba-tiba aku diajak reunian, Sei-kun. Tim Seirin mengajakku reuni, jadi aku sibuk." Jawabnya masih mondar mandir.

"Mendadak sekali… Oh iya, kau sudah tahu? Ini tentang Ryouta."

Tetsuya berhenti mondar-mandir, "Kise-kun? Oh. Hal itu. Tidak usah panik, ia bisa mengatasinya sendiri." Salah paham pun terjadi. Seijuurou berbicara tentang kehamilan Ryouta, Tetsuya mengira Seijuurou tengah membicarakan tentang gucinya yang pecah.

"Apa? Tetsuya, kenapa kau begitu tenang mengenai hal ini?" Seijuurou tak menyangka, ia mengira Tetsuya akan panik atau setidaknya menjawab 'Sei-kun maafkan saja dia. Dia 'kan tak punya ota―dia punya hanya tidak bisa menggunakannya dengan benar'. Ia tidak percaya bahwa dirinya salah, yang katanya ia absolut.

"Itu hanya masalah kecil, Sei-kun. Ia bisa mengatasinya sendiri. Lagipula itu bukan urusanku." Ia merasa sudah rapi dan siap untuk bertemu temannya semasa SMA. "Aku pergi dulu, Sei-kun." Langkah kaki yang berlari bisa didengar oleh Seijuurou dan juga pintu yang dibanting secara perlahan.

"Ada apa dengan kalian semua?!" Seijuurou berteriak frustasi. Dengan OOC-nya.

.

.

.

.

.

Seijuurou sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

Ketukan pintu terdengar.

'SIAPA YANG DATANG?! AKAN KUBUAT DARAHNYA UNTUK MINUMANKU MALAM INI!' Pikir Seijuurou.

Ia melihat dari lubang yang ada di pintu apartemennya.

"Waktumu pas sekali, Daiki. Kampus bisa ditunda, tetapi menjadi paman diumurku? Heh, big no!" Seijuurou membukakan pintu untuk 'tamunya' Lagi dan lagi, ia bermonolog.

Hening. Hening. Hening. Hening. Tak ada yang memulai percakapan. Keping beda warna itu menatap biru navy dengan sinis.

"Um, hai Akashi." Merasa awkward karena tak ada yang mengawali percakapan dan juga tatapan Seijuurou, Daiki memutuskan untuk membuka mulut untuk menyapanya.

"Jangan sapa aku, kurang ajar. Berani-beraninya kau." Setiap kata penuh dengan penekanan lebih dari biasanya. Daiki kicep, tidak tahu apa yang akan menimpanya.

"O-oi! Maaf?! Untuk apa 'kurang ajar' tadi? Aku tak melakukan apapun! Apa aku merampok disini atas ijinmu, atau mencuri pantsu Tetsu?! Aku tidak pantas yang tadi

"Jangan berpura-pura denganku, Daiki! Aku mengetahui semuanya! Kau menghamili Ryouta!"

"Hahahahaha lucu sekali leluconmu―TUNGGU! KAU TIDAK PERNAH MEMBUAT LELUCON!" Daiki langsung histeris setelah—bisa—mencerna perkataan Seijuurou

"Dasar bodoh! Kau bahkan lebih bodoh dari keledai!" Seijuurou mulai memaki Daiki.

"A-AKU BELUM SIAP JADI AYAH! APA YANG HARUS KULAKUKAN, AKASHI?!"

Seijuurou menampar Daiki, "Urusi dirimu dahulu barulah urus bayimu! Kau bahkan tak bisa mengurus dirimu, apalagi bayimu! Bisa-bisa buluk seperti kau!" Jleb. Yang dikeluarkan dari mulut Seijuurou tadi benar, bukannya memperbaiki keturunan ini malah memperburuk keturunan.

"Kau bena― ITU TIDAK MEMBANTU! AYOLAH BANTU AKU! KAU KAN PINTAR!" Daiki terlalu terbawa suasana sehingga menyebabkan hujan lokal.

"Bagus sekali. Berpura-pura bodoh dan tidak mengetahui tentang hali ini, lalu menghujaniku dengan "hujan lokalmu" itu, sekarang kau minta bantuan? Dasar tak tahu diri! Mati sana di tengah jalan atau dimana lah!" Pintu pun terbanting, tapi 5 detik kemudian siapa sangka pintunya terbuka lagi.

Tanpa banyak bicara, Seijuurou menyeret Daiki masuk ke dalam apartemennya.

Atsushi berkunjung ke apartemen sepupunya, Akashi Seijuurou. Bahkan ia sudah memberi tahu pemiliknya bahwa ia akan berkunjung.

"Maaf malah membawa kalian ke apartemen sepupuku, apartemenku berantakan." Mereka berada di ruang tengah, Atsushi menyuruh mereka untuk duduk di kursi yang tersedia.

Alex dan Tatsuya bingung, sungguh sebenarnya tak apalah untuk masalah kamar berantakan. Atau jangan-jangan Atsushii menyimpan barang illegal seperti kokain, mariyuana, dan juga eksta— Itu mustahil. Mana mungkin Atsushi menyimpan barang seperti itu, ia hanya ingin menyimpan camilan seorang dihatinya.

"Ya, tak apa. Tak terlalu penting sebenarnya yang penting kita bisa belajar 'kan?" Tatsuya mencoba menghangatkan suasana

"Ya, ia benar." Alex membenarkan ucapan Tatsuya.

Dan setelah itu, Alex memulai penjelasannya. Tatsuya mendengarkan tiap penjelas sembari curi-curi pandang melihat Atsushi. Atsushi mana mungkin perduli, mungkin ia tahu bahwa Tatsuya sedang curi-curi pandang ke arahnya. Tapi tujuannya disini adalah mendapat stock untuk makanan manis, maibou, dan segala macam jenis camilannya.

Saat ini Ryota sedang di toko antik, ia ingin mencari guci yang persis seperti yang ia pecahkan.

Tak lupa, karena ia ingin memberi tahu berita—bualan—bahwa ia hamil pada Tetsuya, sebelum semuanya kacau. Ia mengeluarkan handphone barunya, mengkilap men.

Tak lupa ia selfie dulu disana, tak terhitung jumlahnya. Penjaga toko ragu ingin mengusirnya atau membiarkannya. Saat ingin mengusir Ryouta, ia telah berhenti mengambil selfie dan menghampiri dimana penjaga toko itu berada.

"Permisi, apa anda menjual guci seperti ini ssu?" Ryouta menunjukkan HP nya, niat ingin memberi contoh gambar pada sang penjaga toko bagaimana desain, model, dan bentuk guci yang ia cari.

Namun foto yang ia perlihat bukanlah foto sebuah guci, melainkan foto full facenya, ujung hidungnya diberi isolasi, dan isolasi itu ditempelkan pada dahinya. Coba tebak, apa yang penjaga tokoh lihat? Foto ia yang menyerupai babi.

"Aku tidak menjual barang yang wajahnya seperti babi, nanodayo." Penjaga toko membuka suara, menyadari ada aibnya yang menyangkut 'babi' Ryouta langsung melihat layar handphonenya. Aduhai, mau taruh dimana muka ini. Begitulah pikir Ryouta

"M-maaf tadi salah foto ssu." Ia mencari foto guci yang ingin dia beli, "Ini dia."

Sang penjaga toko melihat foto itu dengan jeli, "Sebentar, kulihat barangnya di belakang, nanodayo." Sang penjaga toko pun pergi ke gudang dan mencari barang yang dimaksud.

'Oh iya, tadi asik selfie sih ssu. Jadi lupa ingin menelpon Kurokocchi.' Batin Ryouta Ia langsung mencari kontak bertuliskan 'Kuroko Tetsuya' dan menelponnya entah ia dapat darimana. Namanya juga bocah generasi keajaiban. Penuh keajaiban~~

"Hallo, Kurokocchi ini aku!"

'Ya, aku tahu itu kau Kise-kun. Bukankah handphonemu sudah habis kubanting kemarin?' Lawan bicaranya Ryouta di telpon sepertinya menggunakan sarkasme, sudah merusak barang orang, tidak mau ganti rugi lagi. Dasar anak tuan Kra*! Sumpah serapah mulai terapal di hati Ryouta.

"Ah, aku baru membelinya! Kurokocchi aku mengambil banyak sekali selfie di to―" Belum selesai berbicara pada lawan bicaranya, koneksi telah diputus sepihak. Sial. Berita itu pun belum tersampaikan, pikir Ryouta. Aku akan ke apartemennya Akashicchi dan berbicara pada Kurokocchi! Tapi setelah ini, setelah membeli guci. Pikir Ryouta

Setelah selesai melakukan transaksi, Ryouta segera meninggalkan toko tersebut lalu pulang, dan akan pergi lagi menuju apartemen Akashi.

Kembali lagi pada Atsushi yang tengah berjuang saat ini; ia sedang dalam kelompok belajar. Hanya demi untuk memperjuangkan hak kebebasan mengunyahnya.

Ia sudah putus asa. Tak ada gunanya terbentuknya kelompok belajar ini. Bahkan mendengarkan pun tidak, tiba-tiba saja Alex membagikan selembar kertas berisikan soal rumit pada Atsushi dan juga Tatsuya. Hancur sudah dunia Muraskibara Atsushi.

Hancur hancur hatiku~

Salah BGM.

"Aku akan pergi mengambil minum. Kerjakan lembaran individual yang kuberi pada kalian secara individu!" Suara Alex barusan memecahkan lamunan pemilik keping ungu amethyst.

"Apa ini… Aku tak mengerti… Aku bahkan ingin menghancurkannya dalam sekali lihat." Suara malas Atsushi memulai monolog, namun jelas sekali ada suatu rasa terhadap trigonometri di hadapannya ini, benci.

Tatsuya? Jangan Tanya, ia tak perduli soal trigonometri. Ia hanya perlu Atsushi untuk mengerti perasaan yang ia pendam selama ini. Ia hanya terus memandangi Atsushi dengan senyuman seduktifnya. Namun hal yang paling tak terduga disini adalah…

TATSUYA, MEMBERANIKAN DIRI UNTUK MENCIUM ATSUSHI.

Disini, ada 2 macam zone: antara zone dengan friendzone. Karena Tatsuya tak bisa masuk ke zone, dengan membabi buta ia tak takut dijebloskan ke friendzone oleh Atsushi.

Sekarang, untuk hal yang terduga versi kedua,

ATSUSHI MEMBALAS CIUMAN TATSUYA.

Selamat, Tatsuya. Kau mungkin tidak bisa masuk zone, setidaknya kau lolos dari friendzone.

"Persetan dengan camilan dan tetek bengeknya." Ujar Atsushi yang langsung merangkul dan mencium Tatsuya tanpa perduli dengan Alex. Ciumannya naik turun―dari bibir ke leher, dari leher ke pipi, dan seterusnya―

"WOW! Terima kasih untuk pornonya, teman! Itu sangat menggairahkan! Dan tebak, Murasakibara siapa yang akan mendapat nilai A+ untuk test trigonometri ini? Aku. Aku, bedebah!" Alex memamerkan bokongnya ke arah Murasakibara dan Tatsuya lalu menepuknya yang menimbulkan suara―PLAK! Lalu mengambil barangnya dan pergi dari sana.

Kegiatan antara Atsushi dan Tatsuya sempat terhenti karena pertunjukkan bokong tadi.

"Siapa perduli." Gumam Murasakibara, ia kembali melanjutkan kegiatannya dengan Tatsuya hingga derap kaki terdengar―Bahkan derap kakipun tak di gubris.

"Hei, anak muda! Ingatlah kata bijak ini, kendalikan diri dan nafsu kalian." Akashi menunjuk Murasakibara dan Tatsuya. Mereka pun berhenti dari kegiatannya, tapi masih saling merangkul.

"Hm? Kau terdengar aneh, Aka-chin." Ungkapan jujur dari bibir Murasakibara membuat Akashi setengah emosi.

"Tentu saja! Aku begini karena perduli pada kalian―wahai para budakku― sepupuku! Dan juga aku tidak siap di panggil paman pada umurku. Kau tidak tahu mengenai berita Ryouta, Atsushi?!"

"Tentu saja aku tahu, Aka-chin." Ia menarik napas lalu melanjutkan kata-katanya, "Semua orang sudah tahu. Dari sikap pun aku tahu," Atsushi memutar bola matanya malas.

"Astaga tuhan! Kenapa kalian begitu santai terhadap hal ini! Bagaimana pun caranya dia lahir atau bagaimanapun rupanya nanti, kita akan tetap mencintainya!" Akashi sewot sendiri, ia langsung membanting pintu apartemen dan pergi keluar.

Kuroko dalam perjalanan pulang menuju apartemennya dan Akashi―tanpa tahu apapun—Ingat tentang perkataannya bahwa ada reuni mendadak? Ia berbohong. Ia sebenarnya pergi ke dokter kandungan. Dokter berkata, ia tidak berbadan dua. Senang rasanya, ingin sekali ia berjingkrak bagaikan kuda liar. Tetapi ia harus IC.

Tapi, dalam hati ia juga merasa kecewa dalam lubuk hatinya itu.

Saat ingin masuk ke dalam bangunan apartemen, Ryouta berpapasan dengan seseorang yang berkulit gelap. Ia merasa familiar saat kulitnya bersentuhan.

Karena penasaran, ia menengok ke belakang. Ternyata, itu Aomine Daiki.

"Daikicchi?"

"Ryota?"

Dua belah jiwa telah bertemu, sekian lama aku menunggu~~

Stop. Lanjut.

"Apa yang Daikicchi lakukan disini?" Ia berbalik arah. Sekarang ia menghampiri Daiki.

"Aku… Hei, kita perlu bicara."

"Eh? Bicara apa?" Ryouta memandang Aomine dengan tatapan bingung,

"Ryouta… Maaf kalau selama ini aku tidak seperti harapanmu… Aku ingin kau tahu, aku bersyukur bertemu denganmu. Maaf aku baru bisa mengatakannya sekarang.. Aku terlalu sibuk dengan duniaku dan kau sempat terlupakan. Tapi aku akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi padamu. Aku tahu itu kesalahanku. Aku berkata seperti ini bukan aku kasihan atau apa, tetapi karena aku mencintaimu." Daiki memegangi tengkuknya dengan canggung, sesekali menggaruknya walaupun tidak terasa gatal. Lalu ia memeluk Ryouta, meletakkan kepalanya dipundak kekasihnya.

"D-Daikicchi…" Keping coklat itu sekarang terlihat berkaca-kaca, layaknya kaca itu bisa pecah kapanpun tanpa terduga. Tanpa melihat pun Daiki tahu Ryouta bisa memekakkan telinga dengan hanya menangis. Ia mempererat pelukannya.

"Aku senang kau mengatakan semuanya tadi… Tapi, aku tidaklah hamil. Kau pasti diberitahukan Akashicchi, 'kan? Akashicchi mengalami kesalahpahaman." Ryouta merasa nyaman dengan kehangatan yang tengah dirasakannya. Rasanya tak ingin ia lepaskan kehangatan itu walaupun sejak saja.

"… Apa? Jadi, kau tidak hamil?!" Daiki agak mendorong Ryouta

"Ya. Maaf membuatmu terkejut." Ryouta tertawa kecil

"Ryouta… Saat diberi tahu Akashi aku hampir mati karena serangan jantung. Kau…" Dengan sengaja ia menggantungkan kalimatnya, Daiki mengacak-acak rambut Ryouta

"Tapi semua yang kau katakan tadi itu benar 'kan? Bahwa kau bersyukur kita bertemu?"

"Tentu saja bodoh." Daiki geram dengan Ryouta yang bersikap manis—walaupun ia selalu bersikap begitu tapi terkadang menyebalkan rasanya—ia pun menjitak kepala Ryouta. Bukan caci maki yang terlontar dari bibir Ryouta, melainkan gelak tawa. Mereka tertawa bersama menuju apartemen Seijuurou.

Hanya bercanda, mereka juga berargumen.

Seijuurou sudah pulang, ia tiba di apartemennya dengan kantong plastik besar. Ia masuk ke apartemennya lalu mengunci pintu.

Namun tak disangka baru ingin menjauh dari pintu, pasangan idiot itu―Aomine dan Kise—tengah mengetuk pintu apartemennya.

Akashi langsung membuka pintunya tanpa banyak bicara. Ia mempersilahkan pasangan itu masuk dengan gestur cepat-masuk-atau-kubunuh. Mereka langsung masuk begitu mengerti gestur tersebut.

Setelah Aomine dan Kise masuk, Akashi membuka kantong plastik besar tadi dan melemparkannya tepat di wajah Daiki. Tentu bukan sembarang lemparan, lemparan itu mewakili semua emosi dan stressnya—yang berarti sangat menyakitkan. Lebih dari yang kau bayangkan—

Inilah yang namanya facebook.

"A-Akashicchi! A-apa yang kau lakukan?!" Ryouta histeris melihat Daiki yang terkapar dengan keadaan terkapar layaknya hewan menjijikkan yang biasa muncul di kamar mandi, berwarna coklat, dan kekuatan specialnya adalah terbang menuju target.

"Apa yang kulakukan? Aku memberi buku bagaimana cara menjadi ayah yang baik, bukan ayah yang buluk!" Aku berniat baik, Ryouta!" Seijuurou kalap, ingin menyela tetapi Ryouta rasa itu bukan timing yang tepat untuk menyela, setelah menemukan waktu yang tepat ia langsung menyela.

"A-aku tidak hamil Akashicchi! S-sebenarnya aku hanya ingin melindungi seseorang, test pack itu bukan milkku ssu!" Ia sudah memasang posisi bertahan, untuk menghindari buku yang dilempar seperti tadi.

Nyatanya, tidak ada buku yang dilemparkan pada Kise, keheningan menyelimuti mereka.

"A-Akashicchi..? K-kau tidak marah 'kan ssu?" Ryouta memilih untuk meruntuhkan posisi bertahannya, Akashi hanya diam sambil tersenyum layaknya psikopat yang sudah memenuhi hasratnya.

"Aku.. Tidak marah, aku merasa senang karena takkan menjadi paman di usia yang belia. TAPI TUNGGU—! Kalau begitu, itu test packnya milik siapa?" Baru saja bahagia, Akashi terdiam lagi.

"Disini tidak— Oh tuhan…" Akashi jatuh terduduk, "—Tetsuya. Itu milik Tetsuya." Ingin rasanya ia meremat rambutnya sampai botak, tapi nanti ketampanannya berkurang.

"Akashicchi…" Ryouta iba melihat Akashi, tidak sampai—BUK!

Sebuah buku yang dilemparkan Akashi pada Aomine tadi, sekarang kembali padanya. Dan mengenai wajahnya.

"Kau harus lihat wajahmu, Akashi. Oh iya, selamat ya semoga jadi ayah yang ba—" Belum selesai berbicara, buku sudah melesat mengenai wajah dungu Aomine. Anak pencari mati, kuhargai itu.

Dan, perang saling lempar buku pun dimulai. Tak berlangsung lama, ketika Kuroko sampai di apartemennya. Tidak tanggung-tanggung, 2 buku mendarat mulus di wajahnya yang datar bagaikan tembok. Ouch, bersiaplah.

"Tetsuya?!" Seijuurou memekik kaget, wajahnya nampak berantakan.

"T-Tetsu?!" Daiki juga memekik kaget.

"Sei-kun. Aomine-kun." Wajahnya selalu datar, tapi ia nampak marah.

"Tetsuya," Seijuurou berdiri dan memeluk Tetsuya. "Maafkan aku. Aku egois. Maaf aku memintamu menjauhiku selama dua hari. Maaf aku tak bisa menjadi kekasih yang baik." Semua beban telah keluar, perasaan leganya telah mengambang dihati Seijuurou.

"Sei-kun, aku tahu kau pasti sudah mendengar berita bahwa aku hamil." Mata biru bulat Tetsuya menatap manik beda warna milik Seijuurou. "Itu tidak benar. Test pack itu salah." Sekarang ia membalas pelukan Seijuurou.

"Jadi… Aku bukan ayah?" Ucap Seijuurou.

"Ya, kau bukan ayah."

Helaan nafas lega terdengar dari Seijuurou. Perasaan Tetsuya terasa agak perih, ia berpikir Seijuurou tidak mau mempunyai anak dengannya. Maka dari itu ia berkata demikian.

"Ada apa Tetsuya?" Seijuurou menyadari perasaan Tetsuya, segera ia menelungkupkan kedua pipi Tetsuya dengan kedua telapak tangannya. "Dengar, aku akan menjadi pria yang paling bahagia jika kita punya anak. Tetapi bukan sekarang." Senyum merekah dari pipi kiri ke pipi kanan Seijuurou.

"Ya, aku mengerti Sei-kun. Maaf aku berpikiran seperti itu. Aku tahu itu kekanakan." Tetsuya melepas pelukannya.

"Tak apa. Aku mengerti." Seijuurou menepuk pelan pucuk kepala kekasih.

Daiki tersenyum melihat kejadian diatas, sedangkan Ryota? Ia menangis terisak tanpa alasan yang jelas.

OMAKE

Seperti pagi sebelum-sebelumnya, Tetsuya selalu menyiapkan sarapan untuk kekasihnya. Namun kali ini Seijuurou hanya minta dibuatkan kopi. Jadi ia buatkan secangkir kopi untuknya.

Kopi sudah siap disajikan, langsung saja ia sajikan dimeja makan dimana Seijuurou duduk.

"Silahkan, Sei-kun." Setelah menaruh kopi itu, Tetsuya kembali lagi memasak untuk dirinya.

Atmosfir hening menyelimuti dapur apartemen itu. Seijuurou asik dengan korannya, Tetsuya sibuk dengan memasak. Kedua asik dengan dunianya sendiri.

"Oh iya, apa Sei-kun ingat tentang guci yang Sei-kun beli, lalu dititipkan di rumah Kise-kun?" Tetsuya memecah keheningan,.

"Oh, itu. Tentu saja aku ingat. Ada apa memangnya Tetsuya?" Seijuurou menurunkan kiran yang dibacanya, lalu menengok kearah sumber suara.

"Guci itu pecah, Sei-kun."

TAMAT.

A/N: Terima kasih sudah mau membaca, jika ada kesalahan mohon dibenarkan.

Harurumi.