Sebelum membaca FF ini, disarankan untuk membaca FF Bared To You terlebih dahulu, untuk mengetahui cerita sebelumnya. Karena ini merupakan lanjutan dari Bared To You. Terima kasih ^^


137darkpinku Present

KYUMIN FANFICTION

.

Reflected in You

.

Cast: Cho Kyuhyun , Lee Sungmin , and other cast

Rate : M

Warning : Genderswitch , Typo(s) , OC, kosa kata yang berantakan

DLDR

Please enjoy ^^

Disclaimer : Remake Novel karya SYLVIA DAY dengan judul yang sama.

P.M : All is Sungmin's POV

This Remake FF is dedicated to JOYERs who still stay for KYUMIN !

.

.

JOYER

.

.


Sementara aku melangkah ke ruang pakaian yang besar, aku melirik ranjang Cho Kyuhyun yang berantakan karena seks dan gemetar memikirkan kenikmatan yang kurasakan tadi.

Rambutku masih basah kas baru selesai mandi, dan handuk yang membungkus tubuhku adalah satu-satunya pakaian yang kukenakan saat itu.

Aku punya waktu satu setengah jam untuk berangkat kekantor, yang sebenarnya agak mepet. Dengan tergesa aku mengenakan pakaian kantorku. Ketika penampilanku sudah lumayan, aku keluar dari kamar.

Aku mendengar suara Kyuhyun begitu aku melangkah ke koridor. Getaran samar menjalari tubuhku ketika aku menyadari dia sedang marah, suaranya rendah dan tajam. Ia tidak mudah marah… kecuali jika sedang terpancing olehku.

Aku menemukannya diruang kerja. Ia berdiri memunggungi pintu dan ponsel ditelinganya. Ia memasukkan sebelah tangannya kedalam saku celana dan menatap keluar jendela.

Aku bersandar di bingkai pintu dan mengamatinya. Sekilas aku mengalihkan perhatianku ke sekeliling ruang kerjanya. Di dinding terdapat berbagai foto kami dan sebuah foto diriku yang sangat intim yang diambilnya ketika aku sedang tidur. Cho Kyuhyun, yang pada usianya yang baru dua puluh delapan tahun, ia sudah termasuk kedalam dua puluh lima orang terkaya di dunia. Dan ia menyimpan foto-fotoku dimanapun ia bekerja, seolah-olah aku adalah pemandangan menarik, seperti dia bagiku.

Ia berbalik, dan menatapku dengan mata onyxnya. Tentu saja ia tahu aku ada disana, mengamatinya. Ia mungkin sengaja menunggu sejenak sebelum berbalik, memberiku kesempatan untuk mengamatinya, karena ia tahu aku suka mengamtinya.

Dark and Dangerous. Dan sepenuhnya milikku.

Sementara kami bertatapan, kerutan di wajahnya tidak berkurang, ia juga tidak berhenti berbicara dengan orang malang di ujung sana, tapi tatapannya berubah dari kekesalan dingin menjadi panas membara.

"Sampai jumpa hari Sabtu jam delapan," ia mengakhiri pembicaraan, lalu menaruh ponselnya diatas meja. "Kemarilah, Sungmin."

"Tidak ada waktu untuk itu, ace." Aku melangkah mundur ke koridor, karena aku lemah sejauh menyangkut dirinya.

Aku bergegas ke dapur untuk membuat kopi untuk kami berdua.

Ia menggerutu lirih dan mengikutiku keluar, langkah kakinya yang panjang dengan cepat menyusulku. Aku mendapati diriku didesak ke dinding koridor oleh Kyuhyun.

"Kau tahu apa yang terjadi kalau kau lari, angel." Bibir Kyuhyun menyambar bibirku lalu menggigit bibir bawahku dan meredakan sengatannya dengan belaian lidahnya. "Aku menangkapmu."

Senyumnya yang mendadak membuat jantungku berhenti berdebar. Ia menyurukkan hidungnya ke hidungku. "Kau tidak bisa tersenyum padaku seperti itu lalu pergi begitu saja. Katakan padaku, apa yang kau pikirkan saat aku sedang menelepon."

Mulutku melengkung masam. "Betapa tampannya dirimu. Menyebalkan sekali karena aku sering memikirkannya. Aku harus segera melupakannya.

Kyuhyun menangkup bagian belakang pahaku dan mendesakku merapat ke tubuhnya. "Oh, aku takkan pernah membiarkannya."

"Hm?" Rasa panas menjalari seluruh pembuluh darahku, tubuhku sangat ingin merasakan tubuhnya. "Kau tidak mungkin berkata bahwa kau menginginkan tambahan wanita lain yang tergila-gila padamu dan menempel padamu, bukan?"

"Yang kuinginkan," dengkurnya sambil menangkup rahangku dan membelai bibir bawahku dengan ibu jarinya, "adalah kau terlalu sibuk memikirkanku sampai tidak bisa memikirkan orang lain."

"Kyuhyun," desahku terpesona.

Sambil mengerang lirih, ia menempelkan bibirnya ke bibirku. Aku menyusurkan tanganku ke rambutnya untuk menahannya dan balas menciumnya, lidahku membelai lidahnya.

Pelukannya mengencang ditubuhku. "Tadinya aku ingin menghabiskan akhir pekan denganmu di Jeju, dalam keadaan telanjang tentunya."

"Hmm, kedengarannya menyenangkan." Aku sengaja tidak memberitahunya bahwa aku tidak punya waktu akhir pekan ini…

"Sekarang aku harus menghabiskan akhir pekan dengan menyelesaikan pekerjaanku," gerutunya, bibirnya bergerak di bibirku.

"Pekerjaan yang kau tunda supaya kau bisa bersamaku?" Selama ini ia pulang kerja lebih awal untuk menghabiskan waktu bersamaku, dan aku tahu hal itu pasti berpengaruh bagi pekerjaannya.

"Aku mempekerjakan orang lain dengan gaji besar sehingga aku bisa bersamamu."

Ia pintar mengelak, tapi melihat seberkas kekesalan dalam matanya, aku mengalihkan pembicaraan. "Terima kasih. Ayo kita minum kopi sebelum kita kehabisan waktu."

Kyuhyun membelai bibir bawahku dengan lidahnya, lalu melepaskanku. "Aku akan terbang besok malam. Bawalah beberapa pakaian ganti. Kita akan pergi ke Busan."

"Apa?" aku mengerjap memandang punggungnya yang menghilang ke dalam ruang kerjanya. "Pekerjaanmu ada di Busan?"

"Sayangnya begitu."

Oh… whoa…

Karena tidak ingin berdebat, aku pun bergegas ke dapur. Aku pun menyiapkan dua cangkir kopi. Kyuhyun bergabung denganku dengan jaket disampirkan di satu lengan dan memegang ponsel.

"Mungkin ada bagusnya." Aku menghadap Kyuhyun dan mengingatkannya pada masalah teman serumahku. "Aku harus berbicara dengan Donghae akhir pekan ini."

Kyuhyun menjatuhkan ponselnya ke saku bagian dalam jaket, lalu menyampirkan jaket itu ke salah satu bangku bar yang ada di tengah-tengah dapur. "Kau akan ikut denganku, Sungmin."

Aku mengembuskan nafas dengan cepat. "Untuk apa? Berbaring telanjang, menunggumu selesai bekerja lalu meniduriku?"

Matanya menatap mataku sementara ia menyesap kopinya. "Apakah kita akan berdebat?"

"Apakah kau akan bersikap menyulitkan? Kita pernah membicarakannya. Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan Donghae setelah kejadian kemarin malam." Ujarku. "Kau akan mengurus pekerjaanmu, sementara aku akan menemani sahabatku, lalu kita akan kembali mengurus satu sama lain."

"Aku baru akan kembali Minggu malam, Ming. Kau juga pasti tidak tahan memikirkan kita akan berpisah," kata Kyuhyun lirih.

Aku meniup permukaan kopiku, lalu menyesap cepat. Dia benar.

Tetapi, aku berhasil berkata, "Kita berdua tahu bahwa itu tidak sehat, Kyu."

"Kata siapa? Tidak ada orang yang tahu bagaimana rasanya menjadi kita."

Oke, kuakui dia benar-lagi.

"Kita harus bekerja." Kataku, tahu bahwa kebuntuan ini hanya akan membuat kami berdua sakit kepala sepanjang hari.

Kyuhyun menyandarkan pinggulnya di pinggir meja, menyilangkan pergelangan kakinya, dan dengan keras kepala tetap bertahan disana. "Yang kita butuhkan adalah agar kau ikut denganku."

"Kyuhyun." Aku mulai mengetuk-ngetukkan kakiku di lantai. "Aku tidak bisa melepaskan hidupku untukmu. Kalau aku berubah menjadi wanita pajangan yang selalu menempel padamu, kau akan cepat bosan. Ya ampun, aku juga akan merasa muak pada diriku sendiri."

Mata Kyuhyun menatap mataku. "Kau terlalu menyulitkan sebagai wanita pajangan."

"Kita berdua saling mengenal dengan baik ternyata."

Kyuhyun menegakkan tubuh, menyingkirkan sikapnya yang muram dan sensual, lalu dengan cepat menatapku dengan tajam. "Kau sering diliput akhir-akhir ini, Ming. semua orang tahu kau ada di Seoul. Aku tidak bisa meninggalkanmu di sini. Ajak Donghae ikut bersama kita kalau perlu. Kau boleh berbicara dengannya sementara kau menungguku pulang kerja untuk menidurimu."

"Nah." Walaupun aku mengetahui ia berusaha meredakan ketegangan dengan humor, aku mengetahui penyebab utama dia keberatan meninggalkanku-Kris.

Kyuhyun melirik jam tangannya. "Waktunya pergi, angel."

Ia meraih jaketnya, lalu mengisyaratkan padaku untuk berjalan mendahuluinya melintasi ruang duduk, di sana aku meraih dompet dan tas yang berisi sepatu jalanku dan barang-barang keperluan lain.

Beberapa saat kemudian kami sudah sampai di lantai dasar lift pribadinya dan masuk ke SUV Bentley-nya.

"Hai, Shindong," aku menyapa supir Kyuhyun.

"Selamat pagi, Nona Lee," sahutnya sambil mengangguk dan tersenyum. Lalu ia pun segera melajukan mobilnya setelah Kyuhyun duduk di sampingku dan menutup pintu mobil.

Aku bersandar di kursi kulit dan meraih tangan Kyuhyun, meremasnya. "Apakah kau akan merasa lebih baik kalau aku dan Donghae ke luar kota selama akhir pekan? Mungkin perjalanan singkat ke Gangnam?"

Mata Kyuhyun menyipit. "Apakah aku ancaman bagi Donghae? Apakah itu sebabnya kau tidak mau mempertimbangkan Busan?"

"Apa? Tidak. Menurutku tidak." Aku berputar di kursi dan menghadapnya. "Kadang-kadang kami harus begadang semalaman sebelum aku bisa membuatnya membuka diri."

"Menurutmu tidak?" ia mengulang jawabanku, mengabaikan kata-kata yang lain.

"Dia mungkin merasa tidak bisa mendekatiku ketika ingin bicara karena aku selalu bersamamu," aku menjelaskan. "Dengar, kau harus menyingkirkan kecemburuanmu tentang Donghae. Aku serius, dia sudah seperti saudara bagiku, Kyuhyun. Kau tidak perlu menyukainya, kau hanya harus mengerti bahwa dia adalah salah satu bagian permanen dalam hidupku."

"Apakah kau mengatakan hal yang sama kepadanya tentang aku?"

"Aku tidak mengatakannya, dia sudah tahu. Aku mencoba berkompromi-"

"Aku tidak pernah berkompromi."

Alisku terangkat. "Dalam bisnis, aku yakin kau tidak berkompromi. Tapi ini adalah hubungan, Kyu. Hubungan membutuhkan penyesuaian-"

Geraman Kyuhyun menyela kata-kataku. "Pesawatku, hotelku, dan kalau kau keluar hotel, kau harus mengajak tim keamanan bersamamu."

Persetujuannya itu membuatku terkejut selama beberapa saat. Cukup lama sampai alisnya terangkat seolah mengatakan 'terima kesepekatan itu atau lupakan saja'.

"Tidakkah menurutmu itu terlalu berlebihan?" desakku. "Donghae akan ikut denganku."

"Kau harus memaafkanku kalau aku tidak bisa mempercayakan keselamatanmu padanya setelah apa yang terjadi kemarin malam." Setidaknya ia sudah memberiku pilihan-pilihan yang bisa kuterima.

"Oke," aku setuju. "Hotel apa yang menjadi milikmu?"

"Aku punya beberapa hotel. Kau boleh pilih." Ia memalingkan wajah ke luar jendela. "Yesung akan mengirimkan daftarnya kepadamu melalui e-mail. Kalau kau sudah memutuskan, katakan padanya dan dia yang akan mengurusnya. Kita akan terbang bersama dan pulang bersama."

Aku menyandarkan bahu ke kursi, dan melihat tangannya terkepal di pahanya. Dari bayangan yang terpantul di kaca jendela yang gelap, wajah Kyuhyun terlihat datar, tetapi aku bisa merasakan suasana hatinya yang muram.

"Terima kasih," gumamku.

"Jangan, aku tidak senang dengan ini, Sungmin." Otot dirahangnya berkedut. "Teman serumahmu mengacaukan keadaan dan aku harus menghabiskan akhir pekan tanpa dirimu."

Merasa sedih karena ia tidak senang, aku mendekatinya lalu aku naik ke pangkuannya, duduk mengangkang di sana. Aku melingkarkan lenganku di bahunya. "Aku menghargai persetujuanmu, Kyu. Itu sangat berharga bagiku."

Ia menatapku dengan matanya yang tajam. "Aku tahu kau akan membuatku gila begitu aku melihatmu."

Aku tersenyum, mengingat pertemuan pertama kami. "Jatuh terjerembab di lantai lobi gedung Chofire?"

"Sebelum itu. Di luar."

Aku mengerutkan kening dan bertanya. "Di luar? Di mana?"

"Di trotoar." Kyuhyun mencengkeram pinggulku, meremas dengan cara yang posesif. "Aku hendak pergi untuk menemui seseorang. Aku nyaris tidak melihatmu. Aku baru masuk ke mobil ketika kau membelok di tikungan."

Aku mengingat mobil yang berhenti di pinggir jalan hari itu. Aku terlalu takjub melihat gedungnya sampai tidak menyadari mobil itu, tetapi aku menyadarinya ketika aku keluar dari gedung itu.

"Kau menerjangku begitu aku melihatmu," kata Kyuhyun serak. "Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku. Aku langsung menginginkanmu. Amat sangat. Nyaris berlebihan."

Kenapa aku baru menyadari bahwa pertemuan pertama kami bukan sekadar kebetulan? Kupikir kami bertemu tanpa sengaja. Tetapi Kyuhyun hendak pergi hari itu… yang berarti dia sengaja kembali ke dalam gedung. Untukku.

"Kau berhenti tepat di tepi mobil," lanjut Kyuhyun, "dan kepalamu terdongak. Kau menatap gedung itu dan aku membayangkanmu berlutut, mendongak menatapku dengan cara yang sama."

Erangan pelan dalam suara Kyuhyun membuatku bergerak-gerak gelisah di pangkuannya. "Seperti apa?" bisikku, terpesona melihat bara dalam matanya.

"Dengan gembira. Sedikit takjub… sedikit takut." Sambil menangkup bokongku, ia mendesakku merapat ke tubuhnya. "Aku tidak bisa mencegah diriku mengikutimu masuk. Dan disanalah dirimu, tepat di tempat yang kuinginkan, nyaris berlutut di hadapanku. Saat itu juga, aku memikirkan berbagai fantasi tentang apa yang akan kulakukan padamu begitu aku mendapatkanmu dalam keadaan telanjang."

Aku menelan ludah, mengingat reaksiku yang sama. "Menatapmu untuk pertama kalinya, membuatku berfikir tentang seks."

"Aku melihatnya." Tangannya meluncur di sisi tubuhku. "Dan aku tahu kau juga melihatku. Melihat apa yang kumiliki di dalam diriku. Kau melihat ke dalam diriku."

Rasanya melegakan mengetahui bahwa ia merasakan kekacauan yang sama gara-gara diriku.

Tangan Kyuhyun menarik tulang belikatku dan menarikku mendekat, sampai kening kami bersentuhan. "Tidak ada seorang pun yang pernah melihatnya sebelum itu, Ming. Kaulah satu-satunya."

"Aku tidak menyadarinya. Kau begitu… tenang. Sepertinya aku sama sekali tidak memengaruhimu."

"Tenang?" Kyuhyun mendengus. "Aku terbakar karenamu. Aku sudah kacau sejak saat itu."

"Terima kasih."

"Kau membuatku membutuhkanmu," katanya serak. "Sekarang aku tidak tahan memikirkan dua hari tanpa dirimu."

"Aku hanya butuh dua hari, ace, dan aku akan menebusnya dengan baik."

Tatapannya yang hampa menghilang, digantikan tatapan seksual yang panas. "Oh? Berencana menghiburku dengan seks, angel?"

"Ya," aku mengaku tanpa malu. "Dalam jumlah banyak. Entah bagaimana, taktik itu sepertinya berhasil untukmu."

"Ya, kau tahu itu dengan sangat baik."


.

.

.

To Be Continued

.

.

.