Sambil meniup peluit yang berisiknya minta ampun, Fang memelototi para pengendara yang tidak mau turun dari motornya. Sai sendiri sudah marah-marah sedari tadi. Bocah yang ditanganinya malah menangis sambil merengek minta pulang.
Fang memijat pelipisnya kesal. Berlembar-lembar surat tilang sudah melayang. Uang sogokan yang diselipkan ketelapak tangan dibalas dengan getokan lightstick merah. Fang mendengus, menatap Tarung yang sangat bersemangat menasehati seorang ibu yang lupa mengebut sambil membawa putranya yang baru pulang sekolah.
"Hei, kamu. Mana surat-suratnya," pinta Fang dengan nada dingin. Pemuda dihadapannya masih SMA entah kelas berapa. Dengan topi oren terbalik dan seragam sekolah yang syukurnya masih rapi, pemuda itu cengengesan sambil mencari dompetnya.
"Ehehe nih pak SIM sama STNK saya."
"Boboiboy?"
"Iya, Pak, itu nama saya."
"Kamu tahu salah kamu apa?"
Manik madu menatap wajah tampan polisi yang merazianya. Rona merah menjalar seiring manik madu yang terus meneliti wajah sampai ke selangkangan sang polisi.
"Salah saya suka sama bapak...Eh! Nggak tahu pak! Aduh! Serius pak saya gatau! Cuma ngecek 'kan?"
Fang memutar bola matanya. Boboiboy bukan satu-satunya orang yang terjerat pesonanya. "Kamu mabuk, ya? Muka kamu merah. Turun dari motor sekarang."
Boboiboy cemberut dan berdiri di samping motor bebeknya. Tasnya digeledah oleh Fang. Botol minumannya dibuka dan dicium serta diminum sedikit.
"Rentangkan tangan kamu," perintah Fang.
Tangan Fang mulai menjelajahi tubuh Boboiboy. Samping tubuhnya ditepuk-tepuk lalu tubuh bagian depan dan belakang diraba. Beralih ke celana, Fang memasukkan tangannya kedalam kantung celana depan dan belakang, lalu melepas ikat pinggang untuk memastikan tidak ada narkoba apa pun yang disembunyikan. Fang berjongkok dan melepas sepatu Boboiboy, mengetuknya untuk memastikan tidak ada narkoba.
"Jadi salah kamu itu gapake helm, eh! Kamu kenapa?"
Wajah Boboiboy merah padam. Kedua tangannya meremas samping celananya sambil menunduk dan menggigit bibir bawahnya. Fang menggaruk pipinya bingung.
"Kamu mesum, ya. Masa begitu doang udah on."
Boboiboy meninju dada Fang. "Nggak! Boboiboy gak salah! Grrr..."
Fang mengulas senyum tipis dan meninggalkan Boboiboy yang membereskan isi tasnya. Ia keluar dari pos polisi dengan sebuah helm ditangan.
"Untukmu."
Helm hitam itu diambil ragu oleh Boboiboy. Ia menatap Fang bingung. "Punya bapak?"
"Kamu saya lolosin karena srat lengkap. Lain kali kalo mau ke sekolah jangan lupa bawa helm."
Boboiboy tersenyum senang. "Serius? Makasih pak!" Sebuah pelukan hangat diberikan.
"He-Hei. Lepasin."
"Ehehe. Makasih, Pak. Kalo ketemu bapak helmnya pasti saya balikin, kok!"
Modus
Sebuah ide terlintas kala pusing mikirin ide fic. Jadinya dikit aja. Buat hiburan.
Sudah seminggu dan Fang tidak bertemu dengan bocah SMA yang waktu itu memerah hanya karena dibody check. Ia duduk santai didalam pos jaga sambil minum es teh manis yang dibelinya dari abang jualan yang lewat.
Minggu razia sudah lewat dan sekarang ia bisa bersantai ria. Jalanan tengah berada di jam sepi dan oleh karena itu hanya ada seorang juniornya yang berdiri diluar menjaga lalu lintas.
"Pak, jam makan siang sudah selesai, nih."
Fang menoleh dari layar televisi yang menayangkan berita. "Oh, iya kamu istirahat aja. Saya pantau dari sini."
Juniornya tersenyum senang dan melenggang pergi ke salah satu rumah makan disekitar sana. Fang menghela nafas dan kembali mengamati berita mengenai prediksi tsunami.
"Permisi, selamat siang!"
Suara lantang yang agak nyolot masuk ke pendengaran Fang. Kepala ungu bergerak mencari sumber suara.
Manik merah yang menyipit karena berusaha mengingat nama bocah yang ia lepaskan. "Ah, kamu. Siapa ya namanya...?"
"Saya Boboiboy, Pak. Ehehe...Mau balikin helm."
"Hah? Helm? Oiya. Itu mah buat kamu aja," ujar Fang santai. Ia kembali berbalik untuk menonton TV.
"Lah..." Manik madu Boboiboy mendapati beberapa helm yang sama dengannya menumpuk di salah satu pojokan.
"Saya udah capek-capek ke sini, loh..."
Fang melempar sebotol kopi susu. "Tuh biar seger. Pulang sana."
"Terima kasih..." Boboiboy menggulirkan pandangannya pada sekitar pos yang hanya dihuni oleh Fang. "Bapak sendirian?"
"Kamu lihat ada polisi lain di sini?"
"Bapak gamau ditemenin?" Tawaran yang diiringi tawa girang Boboiboy membuat Fang mengeryit.
Sebuah ide mesum mampir. "Sini."
Boboiboy mengambil tempat disamping Fang dan ikut menonton TV. Tangan Fang perlahan bergerak merangkul Boboiboy yang langsung ditepis.
"Syukur Tuhan masih mau kita hidup, ya, Pak."
Fang memutar bola matanya. "Kita bahkan tidak tahu kapan Tuhan iseng menyentil kita."
"Bapak Atheis, ya. Ngomongnya gaboleh gitu, dong."
Dagu Boboiboy ditarik mendekat. "Makanya jangan main-main sama saya. Nanti kena borgol."
"Borgol pake apa? Dosa loh ngehukum orang yang gak bersalah," balas Boboiboy tenang sambil menjauhkan dirinya dari Fang.
"Pake ini."
Nyosor begitu saja tanpa peringatan. Boboiboy menjerit dalam bungkaman Fang. Ciuman mendadak membuat Boboiboy tidak sempat mengambil nafas. Fang menekan tengkuknya keras-keras dan memaksa Boboiboy membuka mulutnya.
Lidah berhasil masuk dan mengeksplorasi mulut sang siswa. Fang membiarkan Boboiboy menjambaknya karena kesal. Bodoamat, yang penting kecium.
"Phuah! Pak! Jangan mendadak, dong!"
Fang menghapus sisa saliva yang menempel dibibir merah Boboiboy. "Kamu juga jangan mendadak dateng ke sini."
Menggembungkan pipinya gemas, Boboiboy bangkit berdiri dan melempar botol yang masih tersisa setengah isinya.
"Aku mau pulang!"
Fang mendengus dan tertawa. Helm yang katanya mau dikembalikan benar-benar ditinggalkan begitu saja. Helm hitam itu tergeletak disamping pintu pos. Fang memungutnya, mencium bau shampoo yang tertinggal.
Dompet berwarna coklat menarik atensi Fang. Ia membukanya, menemukan kartu-kartu penting di dalamnya. Fang tertawa dalam hati, yakin cepat atau lambat Boboiboy pasti akan kembali.
Emang dasarnya jomblo ya gitu, lembur jagain pos polisi aja ikhlas. Meski bisa berada di divisi lain, Fang memilih tetap menjaga lalu lintas.
Pukul 8 malam memang belum terlalu malam. Fang kembali ke posnya begitu selesai mengecek lalu lintas yang lancar seperti biasa tanpa ada orang mengebut dan lain-lainnya. Berita mengenai politik menjadi santapannya malam ini. Ditemani teh hangat, Fang menikmati harinya di pos.
Helm hitam yang tadi ditinggal Boboiboy ia bubuhi dengan tanda tangan menggunakan spidol permanen berwarna silver. Kali aja nanti Boboiboy bisa dipaksa pake pas balik ambil dompet.
Benar saja. Hampir pukul 9 malam, Fang hampir terjatuh dari kursi empuknya kala pintu pos dibuka dengan kasar. Pelakunya tak lain adalah Boboiboy.
Ya. Plotnya emang gampang ketebak. LOL.
"Dompet kamu didalam helm. Ambil aja terus balik," ujar Fang cepat setelah melihat Boboiboy.
Boboiboy mengambil helm yang diletakkan tak jauh dari pintu. Ia mengecek isi dompetnya lalu memeluk helm dan menyelonong masuk.
"Bapak gak ambil nomor saya?!"
Sewot, Fang memandang Boboiboy nyolot. "Hah? Kamu sengaja ninggalin dompet?"
Cengengesan tanpa dosa, Boboiboy duduk di samping Fang. "Dari tadi saya nungguin telpon tapi gaada. Jadi ngecek ke sini. Kirain udah pulang, tahunya masih di sini."
"Ya gimana mau pulang. Kamu pasti nanti nyariin. Kalo bukan saya yang jaga keknya kamu bakal nangis."
"Heheh...Terbaik."
Selembar kertas berisi sederet angka diselipkan dibawah gelas. "Besok saya gak sekolah, kok."
Fang melirik kertas itu lalu beralih pada Boboiboy. "Apa maksud kamu? Ngomong tuh yang jelas. Saya tuh kerja full senin sampe minggu. Gaada yang namanya libur kecuali emang saya mau. Kamu tuh gausah ngarepin saya bawa kamu pergi nonton ato apa deh."
Boboiboy memasang wajah datarnya. "Ah, yasudah emang gada harapan."
"Lagian kenapa juga kamu mau sama om-om."
"Bapak udah duda juga saya masih mau kok, hehe."
"Kalo saya bilang udah punya istri?"
"Gapapa. Malah bagus, dong. Lebih berpengalaman."
Fang menepuk jidatnya. "Kamu tuh bego apa gimana, sih?"
"Lagian kalo bapak udah beristri gak mungkin mau kerja tanpa libur."
Senyum tipis terulas. "Jadi kamu nganggep saya apa?"
"Bapak polisi ganteng. Semua temen saya yang kena razia bilang ada polisi ganteng di sini."
"Tunggu. Apa?"
"Sebelumnya Ochobot, Ying, Yaya sama Gopal udah kena bapak razia. Emang cuma Gopal sih yang kena tilang, tapi semua cerita ada polisi ganteng."
Fang menganga.
"Makanya saya penasaran. Jadi saya lewat sini. Muter lebih jauh tapi ternyata gak sia-sia. Emang ganteng."
Boboiboy tertawa melihat ekspresi Fang. Sebenarnya ia tahu bukan cuma Fang yang ganteng, Sai juga ganteng, tapi keburu kepincut sama yang ungu-ungu.
"Jadi mau kamu sekarang apa?"
"Gaada. Cuma mau duduk aja. Bapak gausa nyosor kayak tadi, ya."
"Lah. Kamu yang mulai kok saya yang disalahin."
Boboiboy bodoamat dan menonton perdebatan tidak jelas di tv. Tangan Fang mendadak menyentuh paha dalamnya dan hendak meremas kejantanannya yang hanya dibalut celana dalam dan celana basket longgar.
"Pak!" Boboiboy berjengit dan menampar tangan Fang lalu meninju lengan atas Fang. "Aduh dibilangin cuma mau main. Gausa ngapa-ngapain saya, dong."
"Eits. Melukai polisi itu bisa dihukum, loh."
"Lah, tapi 'kan bapak yang salah! Pelecehan terhadap warga! Dasar polisi br3ng53k."
Fang menganga dan Boboiboy buru-buru menutup mulutnya. Ia terkekeh dan menggenggam tangan Fang. "Maafin, pak."
Fang mengambil kesempatan itu untuk buru-buru memborgol Boboiboy. Yang diborgol berhah ria tanpa sadar tangannya sudah berpindah kebelakang kursi dan diborgol disana.
"Jangan banyak gerak. Senggol diki bacok."
"Ih, Pak! Gaboleh gini, dong! Pelecehan seksual!"
"Tidak tidak. Melukai polisi harus dihukum. Jadi kamu dihukum dulu, ya."
Boboiboy hendak kembali protes tapi Fang dengan cepat mencium Boboiboy. Ia berdiri diantara kedua kaki Boboiboy yang mengangkang dan menahannya agar tidak memberontak lebih jauh. Menendang kebanggaannya misalnya.
Fang menurunkan resleting jaket Boboiboy dan menyibak kaus putih. Dua puting merah muda yang sudah menegang karena ciuman tadi menggoda untuk diemut. Fang menunduk dan memainkannya dengan lidah serta jarinya.
Boboiboy mendesah dan menikmati perlakuan dari polisi yang digebetnya. Ia membusungkan dada sehingga Fang bisa dengan leluasa menikmati tubuhnya.
"Pak...lepasin tangan saya, dong...enghhh."
Fang tersenyum miring dan berdiri tegap. "Kamu siapa merintah polisi?"
"Ah, pak. Jangan berhenti, dong. Enghhh...iya gitu. Ah...maksud saya tuh, aah...biar saya bisa megang bapak."
Fang hanya memberikan jarak beberapa senti dari puting yang tadi sempat protes karena ditinggal ngomong. "Namanya juga hukuman. Jangan banyak bacot."
Boboiboy cemberut dan mengangkat sebelah kakinya. Dengan nakal ia mengelus kejantanan Fang yang belum benar-benar terangsang dengan jemari kakinya.
"Emhh...good boy."
Fang menyingkirkan kaki Boboiboy dan menurunkan celana basket beserta celana dalam yang melindungi area privasi Boboiboy. Kejantanan yang sudah mengacung tegak menjadi pemandangan luar biasa yang diterima Fang. Cairan putih yang keluar sedikit menambah keseksian siswa SMAnya.
"Coba kamu pake seragam. Jadiin film biru, udah mantep. BDSM juga gapapa kalo gitu," ujar Fang.
Boboiboy mendelik. "Enak aja. Saya gamau diBDSM! Dikira saya ini apaan."
"Oh, ya? Yakin gak bakal ketagihan?"
"Gak!"
Fang mengangkat tubuh Boboiboy hingga berdiri diatas kursi beroda yang sudah dikunci. Ia mengulum kejantanan Boboiboy dan menggodanya dengan mengelus punggung dibalik kaus.
Dengan tangan terborgol dibelakang, Boboiboy harus menderita karena tidak bisa menyentuh Fang. Ia hanya mendesah, membiarkan Fang menyentuhnya.
Fang menjauhkan dirinya dan membuka laci dimeja dibelakangnya. Sebuah tongkat yang Boboiboy tahu untuk menggetok maling kabur dikeluarkan. Boboiboy mengeryit ngeri. Berbagai bayangan tidak sedap masuk ke pikirannya.
"Pak. Jangan pake mukul-mukul, dong."
"Siapa juga yang mau mukul."
Fang kembali mendudukkan Boboiboy. Kedua kaki Boboiboy diangkat tinggi hingga pinggul Boboiboy merosot. Lubang kecil yang masih bersembunyi dicari menggunakan jari panjang yang menyusup kecelah bokong.
"A-Aduh. Pakein lotion dulu napa, dah."
Boboiboy sewot, Fang sewot. Fang mendelik tajam pada Boboiboy yang mengaduh-aduh kala Fang menyodok menggunakan jari kosong.
"Nih lotion."
Ujung tongkat hitam yang tumpul disentuhkan pada lubang mungil. Fang mencari lotion anti nyamuk miliknya, mengoleskan banyak-banyak pada tongkat polisi.
Boboiboy menatap horor Fang. Ia merapalkan doa kala ujung tongkat yang lengket itu terus menerus berusaha masuk kedalam lubangnya.
"Ah...Ah, Pak! Jangan dipaksa!"
"Jangan? Hmmm..."
Fang beralih mengambil tongkat lalu lintas berwarna merah menyala dan mengoleskan lotion diatasnya. Ia memasukkan ujung tongkat yang langsung disambut erangan sakit Boboiboy.
"Nggak, pak! Jangan!"
Fang tertawa saja. Ia menulikan pendengaran dan kembali memanjakan diri dengan menciumi puting Boboiboy.
Isakan dan air mata yang menetes jatuh membuat Fang sedikit iba. Ia seorang polisi, hatinya sudah kebal dengan tangisan para pelaku kejahatan.
Fang mencium Boboiboy cukup lama. Tanpa sadar ia menarik jauh tongkatnya dan membiarkannya tergeletak dilantai begitu saja.
Boboiboy menikmati sentuhan dan ciuman Fang, membiarkan Fang mengocok miliknya hingga air maninya meminta untuk dikeluarkan.
"Hmmmhh."
Cairan putih yang mengotori celana Fang membuat Fang mau tak mau mencari tisu dan membersihkannya. Ia sedikit terkejut, kaki Boboiboy lagi-lagi nangkring dikejantanannya yang menggembung besar.
"Kenapa, Boboiboy?"
"Mau ini..."
"Oke...karena kau berkelakuan baik, aku akan memberimu pengampunan."
Kejantanan yang sudah lapar untuk dimanjakan melesak keluar. Boboiboy meminta Fang duduk sementara ia berusaha untuk duduk diatas pangkuan Fang.
Dengan bantuan Fang, ia memposisikan lubangnya tepat diatas kejantanan Fang. Ia perlahan menurunkan tubuhnya sambil terus mendesah. Fang menggeram dan mulai menggenjot pinggul Boboiboy.
"Memang...bocah SMA memang yang terbaik...hhmmm."
Yes guys uda ya.
yah gitu ya. mau dijadiin mulchap ga nih? lol. cemburu masih nunggu buat diketik. race tinggal diedit. bar masi diawang-awang lol. uda la bodo ini jadi mulchap aja. biar au-au masuk sini semua hehe.
bonus
Boboiboy tidak jenuh menemani Fang kala hari jumat usai sekolah tiba. Mereka mengobrol, melakukan sex kalau memungkinkan atau sekadar makan siang lalu Fang akan memaksa Boboiboy pulang.
Boboiboy mengemut batang es krimnya nikmat. Bokongnya sudah terbiasa dengan segala macam batang sejak Fang dengan teganya memasukkan tongkat polisi. Jadi dia tetap menikmati makanannya sementara Fang berada diselangkangannya meregangkan lubang dan iseng memasukkan batang es krim.
"Sudah menentukan kuliahmu?"
"Keknya mau ke Australia. Aku mau belajar masak. Hmmhhh."
Fang menghentikan kegiatannya sejenak. Ia terdiam lalu mengeluarkan batang es krim dan membuka celananya sendiri.
"Kau...eunghhh sepertinya marah...Tidak senang dengan keputusankuh?"
Sodokan yang mulai terasa dilubangnya membuat Boboiboy mengerang. Ia meremas lengan atas Fang.
"Tidak. Aku turut bahagia kau akhirnya punya tujuan. Kalau kehabisan uang saku beritahu saja. Nanti aku transfer."
"Wuoh! Serius nih? A-ahh. Eungh itu sumpah? Kalo gitu aku kuliah di Kuala Lumpur saja, deh. Stay at Malaysia."
Fang menatap datar Boboiboy. "Kalo gitu gajadi kasih uang jajan."
"Lah kenapa?"
"Kan masih di Malaysia. Orang tua masih bisa merhatiin kamu."
"Eungghh! Jahathhh!"
"Loh."
Boboiboy menarik tubuhnya dan membalikkan tubuhnya. Ia menungging dan membiarkan Fang menubruknya dari belakang dengan brutal.
"Eng...Oiya aku lihat kau dapat email buat pindah dinas lagi, ya?"
"Iya. Makanya aku bodoamat kau mau kuliah dimana. Sama saja menurutku. Aku akan pergi dari sini juga."
"Ah! Enghh kalau gitu aku mau jadi polisi sajah!"
"Hah?!" Fang berhenti. Ia mengocok kejantanan Boboiboy. "Mendadak sekali."
"Biarhh engh kamu jadi seniornya."
"Yakin, nih? Nanti tiap malam ganti sprei mau?"
Boboiboy mengangguk antusias. Entah karena diberi sinyal sex everynight atau karena sodokan Fang dan permainan tangan Fang dikejantanannya sendiri.
"Ah..."
Desahan yang bersamaan itu menghentikan kegiatan mereka. Boboiboy tidak tinggal diam. Ia kembali berbalik lalu duduk menggulum kejantanan Fang.
"Hmmhh anak nakal."
