Engaged With You

Sasuke Uchiha x Sakura Haruno

NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Story by Vinna Pramata

Rate : T

Genre : Romance, Hurt/Comfort

Warning : AU, OOC, typo, alur GaJe, dan bebagai kesalahan lainnya.

DLDR

~Happy Reading~

-oOo-

Goodbye my first love

-oOo-

.

.

.

Impianku sederhana, sama seperti anak perempuan lainnya, aku ingin bahagia. Memiliki a happy ending dalam kisahku. Sama seperti buku-buku dongeng yang berakhir bahagia dan ditutup dengan kalimat and they live happily ever after.

Dan mereka hidup bahagia selamanya.

Sejak kecil, aku sangat menyukai dongeng-dongeng princess yang berakhir bahagia bersama satu-satunya pangerannya. Aku pun ingin seperti itu. Cinta pertama dan terakhir. Bahagia bersama dengan satu-satunya pangeranku. Aku yakin bahwa setiap perempuan yang ada di dunia ini memiliki satu pangeran yang akan hidup bahagia bersama mereka selama-lamanya. Namun seiring waktu berjalan, aku pun mengenal ungkapan yang menurutku tidak benar, 'cinta pertama tidak akan pernah bisa diraih' Entah siapa yang pertama kali mengatakan hal tersebut. Dan miris rasanya bagiku setiap kali aku mendengar atau membaca kalimat tersebut. Bukannya dengan esens-esens perjuangan dan taburan takdir, maka cinta akan berhasil? Jika kita mencintai seseorang, perjuangkanlah apalagi jika takdir mengizinkan. Aku pun seperti itu. Pada umur 6 tahun, aku bertemu dengan orang yang tepat. Dalam hari pertama aku memulai hariku sebagai anak SD, aku ditakdirkan untuk berbagi tempat duduk bersama dengannya dan juga satu anak lelaki lainnya—tempat duduk yang sama seperti di akademi ninja—dan sejak saat itu, pandanganku selalu terarah padanya. Aku mulai merasakan apa itu yang disebut debaran, pipi yang merona setiap kali bertatap mata, dan sebagainya. Cinta monyet yang perlahan-perlahan berubah menjadi cinta seiring bertambahnya waktu. Bersama dengan satu orang lagi, kami berdua merupakan sahabat sejak kecil. Selalu bersama dari SD bahkan sampai saat kami menduduki bangku SMA ini. Dan aku selalu merasa bangga setiap ia memperlakukanku dengan lebih baik dibandingkan dengan anak perempuan lainnya. Aku merasa bahwa cintaku akan berhasil tak lama lagi. Namun sekarang aku harus membenarkan komitmen yang mengatakan bahwa cinta pertama tidak akan pernah bisa diraih, karena sekarang aku mengalaminya. Bahkan aku masih mengingat jelas akan hari itu. Ingatan-ingatan itu kembali terulang dalam pikiranku.

...

Hari yang panas bagi murid-murid SMA Konoha, banyak murid yang memutuskan untuk menyejukkan diri dengan berbagai macam minuman dingin ataupun mengipas-ngipas diri dengan kipas baik kipas kertas ataupun dengan buku. Aku, Sakura Haruno kini tengah bermain Truth or Dare bersama teman-temanku. Kami tengah menertawakan Ino yang harus memakai bedak dengan sangat tebal yang menyebabkan ia menyerupai hantu kuntilanak yang sering tertawa laknat tersebut. Ino yang mendapatkan dare dari Kiba tersebut kini memutar sebuah botol kosong. Ia tertawa nista, ia tak sabar untuk mempermalukan orang yang diarah oleh botol tersebut. Putaran botol tersebut mulai melambat dan akhirnya berhenti di depan seorang lelaki berambut emo style.

Yah, botol tersebut berhenti di depan satu-satunya cintaku, Sasuke Uchiha. Cintaku dari kecil dan sahabatku. Lelaki bermatakan onyx tersebut masih memasang gaya coolnya biarpun aku tahu bahwa kini ia mulai merasa was-was. Entah dare atau truth apa yang akan diberikan Ino, tetapi kami tahu bahwa itu bukan hal yang cukup bagus.

"Sasuke-kun, truth or dare?" tanya Ino.

"Truth," jawabnya singkat.

"Ehem ehem," Ino mulai bergaya-gaya bak host-host televisi.

"Apakah saat ini anda sedang dekat dengan seorang perempuan seperti sering bertukar pesan dan siapa?"

DEG

Sekejap, hatiku mulai berdebar-debar. Memang, aku mulai merasa bahwa Sasuke-kun sering sekali memandangi handphonenya dan nampak seperti sedang mengetikkan pesan. Aku mulai menyadari hal itu saat kami sedang berjalan-jalan bersama dengan teman-temanku lainnya. Entah mengapa, handphone Sasuke-kun sering sekali berbunyi, sedikit-sedikit ting, ting. Ia nampak sedang bertukar pesan, biarpun aku tahu kalau ia cuma menghiraukan pesan yang dikirimkan kepadanya. Dan nampaknya teman-temanku juga menyadarinya, mereka nampak memandang Sasuke-kun dengan tatapan serius.

"Ada, Karin Uzumaki,"

Sekejap aku merasa bahwa hatiku berhenti berdebar. Karin? Karin Uzumaki? Sepupu Naruto yang berada di kelas 10 D? Gadis kecentilan yang lebay dan berjalan sok model dengan pantat yang membusung itu? Bagaimana bisa? Seingatku Sasuke-kun nampak tidak mengenal Karin, setiap kali mereka melewati satu sama lain baik Karin mau pun Sasuke-kun tidak pernah menyapa satu sama lain. Dan bukannya Karin sudah mempunyai pacar? Kini teman-temanku nampak tak percaya bahkan beberapa memandangiku dengan tatapan yang menyuruhku untuk tabah. Yah, semua teman-temanku tahu bahwa aku sudah menyukai Sasuke-kun sejak kecil bahkan pernah bermusuhan dengan Ino. Waktu kecil, Ino juga menyukai Sasuke-kun tapi itu dulu. Sekarang ia sudah bersama Sai dan kami sudah bersahabat kembali.

"Woii Temee, kau tidak bohong kan? Dari mana Karin mendapatkan nomormu?" Naruto nampak tak percaya. Naruto, sahabatku sejak kecil bersama Sasuke-kun dan dahulu ia menyukaiku. Namun kini ia sudah bersama dengan Hinata yang memang dari dulu menyukainnya. Naruto sudah menganggapku sebagai saudaranya sendiri dan berjanji akan menhajar orang yang membuatku menangis. Dan ia tahu akan cintaku akan Sasuke-kun.

"Ia mendapatkan nomorku dari handphonemu Dobe," jawab Sasuke-kun.

"Bagaimana bisa? Aku tak pernah memberikan nomormu kepadanya. AAHH! Aku ingat waktu ia berkunjung di rumahku, aku menemukan ia sedang memegangi handphoneku saat aku baru kembali dari toilet. Dasar nenek sihir satu itu, rupanya ia mencari nomormu di handphoneku," Ternyata Karin mendapatkan nomor Sasuke-kun dari handphone Naruto. Aku sudah yakin bahwa Naruto tidak akan pernah memberikan nomor Sasuke-kun kepada sepupu merahnya satu itu. Selain karena ia tahu bahwa aku menyukai Sasuke-kun, ia juga kurang menyukai Karin.

"Astaga Sasuke, kau atau dia yang selalu memulai percakapan?" Tenten mulai bertanya kepada Sasuke-kun. Dalam sekejap permainan Truth or Dare yang kami mainkan menjadi talk show tanya jawab Sasuke.

"Dia," sekali lagi ia menjawab dengan singkat.

"Benar-benar cewek centil," pikirku.

"Bukannya dia sudah punya pacar?" Temari angkat suara, ia bangkit dari posisinya yang semula bersandar di bahu Shikamaru menjadi duduk membelakanginya. Temari dan Shikamaru adalah sepasang kekasih. Setelah menghadapi berbagai rintangan dari Gaara dan Kankurou yang mengidap sister-complex, Shikamaru akhirnya resmi mempersunting Temari sebagai kekasihnya.

"Sudah putus,"

Haha, sampai putusnya Karin dengan pacarnya pun Sasuke-kun tahu. Jika begitu tahukah dia bahwa kini hatiku sedang merasa sakit akan perkataannya biarpun ia hanya berkata singkat. Aku tahu kalau Sasuke mengetahui bahwa aku mencintainya. Toh dari dulu aku sudah mengejarnya, terang-terangan pula. Bahkan para sahabatku tahu kalau aku sangat mencintai Sasuke-kun. Jika kecil dulu aku mengejarnya terang-terangan, maka sekarang berbeda. Perasaanku sama, tetapi caraku berbeda. Aku menaruh perhatian lebih kepadanya, aku mengetahui dirinya. Bahkan aku tahu biarpun di luar ia bersikap sok cool begitu, tetapi di dalamnya berbeda. Dan aku tahu dalamnya. Aku tahu bahwa ia akan menyangkal jika aku bertanya apakah ia sakit. Jangan meremehkanku yang bercita-cita menjadi dokter, aku dapat melihat apakah seseorang sakit atau tidak, apalagi Sasuke-kun, tentu aku akan lebih memperhatikan dia. Suatu hari, ketika Sasuke-kun nampak tidak enak badan, bahkan ia nampak sesekali memegangi hidungnya, aku bertanya apakah ia sakit namun ia menjawab tidak. Akhirnya, aku mengajaknya pulang bersama—rumahku, Sasuke-kun, dan Naruto berdekatan dan dekat dari sekolah sehingga kami pulang berjalan kaki dan terkadang bersama-sama—aku memintanya untuk menunggu sebentar dan aku pun pergi ke minimarket yang berada dekat dari tempat kami berdiri. Setelah itu aku menyerahkan obat flu kepadanya dan memintanya untuk meminumnya sesudah makan. Aku tahu bahwa ia flu. Aku pun menasehatinya untuk tidak mandi malam-malam, makan minum yang dingin-dingin, dan jangan tidur memakai AC yang dinginnya sudah terlalu, serta makan teratur juga jangan begadang. Ia hanya mengiya-iyakan dan mengucapkan terima kasih akan obat flu yang kuberikan. Dan kurasa ia menuruti nasehatku karena di keesokkan harinya ia nampak lebih sehat.

Terkadang aku juga sering mencuri-curi pandang ke arah Sasuke-kun dan misalnya kami melakukan kontak mata maka biasanya aku akan tersenyum. Jika teman-temanku tahu bahwa aku mencintainya, tidak mungkin seorang Uchiha yang terkenal jenius tidak tahu. Aku tahu ia tidak sebodoh itu.

"Apakah ia setiap hari mengirimkan pesan kepadamu?" Kiba bertanya kepada Sasuke-kun . Kembali Sasuke-kun dihujani tatapan serius dari yang lainnya.

"Iya,"

JLEB

Dan kau membalasnya setiap hari juga? Aku tertawa miris dalam hati. Jadi Sasuke Uchiha yang kukenal cukup cuek dengan perempuan kecuali sahabat-sahabatnya rupanya setiap hari membalas pesan seorang cewek centil yang genit bernama Karin Uzumaki. Oooh, apakah Karin ada menberitahumu jadwal pelajarannya? Bukannya ia memberitahumu semuanya? Bahkan putusnya ia dengan pacarnya. Sekarang aku merasa bahwa berpuluh-pulu pedang ditusukkan di hatiku ini. Aku melirik wajah Sasuke-kun , nampak ia mulai merasa risih akan pertanyaan yang dilontarkan oleh yang teman-temannya biarpun tak terlalu ditunjukkannya.

"Sudahlah teman-teman, bukannya tadi kita sedang bermain, mengapa jadi talk show begini? Itu kan privasi Sasuke-kun. Ayo kita lanjutkan," aku menahan sakit di dadaku saat mengucapkan itu.

"Bodoh, kau bodoh Sakura. Sampai dia menusukkan berbagai macam pedang di hatimu pun kau masih memikirkannya," aku kembali tertawa miris. Lihatlah sekarang mereka menatapku dengan pandangan kasihan kecuali Sasuke-kun , ia masih nampak stoic seperti biasanya.

"Jangan melihatku seperti itu! Aku tidak perlu dikasihani kalian, itu hanya membuat hatiku semakin sakit!" Ingin rasanya aku berteriak seperti itu kepada mereka. Ino yang sepertinya sudah sadar buru-buru ambil alih.

"I-iya, kita main lagi. Ayo Sasuke-kun putar botolnya," ujar Ino yang akhirnya menghentikan acara 'Menatap Kasihan Sakura Haruno' yang lain.

"Hn," Sasuke pun memutar botol kosong tersebut dan permainan kembali berlanjut. Selama permainan pun aku tidak dapat fokus akan apa yang dimainkan. Pikiranku hanya terpaku pada Sasuke-kun dan Karin. Apa yang mereka bicarakan, apakah Sasuke-kun pernah berkata bahwa ia risih setiap kali Karin mngiriminya pesan, apakah dan apakah. Pikiranku penuh akan mereka. Sepertinya salah satu sahabatku Hinata menyadari kegundahanku, biarpun ia pemalu dan pendiam, ia merupakan orang yang paling peka dari kami. Ia menggengam tanganku dan tersenyum kepadaku saat aku menolehkan kepalaku kepadanya. Senyum yang mengatakan bahwa aku kuat. Aku membalas senyumnya.

Terima kasih Hinata.

...

Sampai permainan berakhir pun, konsentrasiku masih tetap berada di sana. Aku tidak dapat berkonsentrasi dengan pelajaran fisika Kakashi-sensei padahal itu mata pelajaran kesukaanku. Sebelumnya seperti biasa Kakashi-sensei selalu telat memasuki kelas dan kelas menghabiskan waktu dengan ributnya. Ino yang duduk sebangku denganku mengusap punggungku mengatakan bahwa aku ini kuat—sama seperti yang dikatakan Hinata biarpun tidak langsung—dan aku harus bisa melewatinya. Tenten dan Temari juga berkata seperti itu, mereka bilang aku kuat dan misalnya Sasuke-kun membuatku menangis, mereka tak akan segan-segan untuk menghajarnya—Ino bahkan Hinata juga berkata begitu— Hinata tidak banyak bicara, ia menenangkanku dengan perbuatannya, benar-benar khas Hinata yang tenang dan lembut. Aku bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Aku menepuk pipiku cukup keras untuk menyadarkanku. Menyakinkan diri sendiri bahwa Sasuke-kun dan Karin hanya teman dan aku lebih dekat dan mengenalnya dibandingkan Karin. Aku tidak boleh menyerah. Sahabat-sahabatku tersenyum melihat aku sudah kembali seperti diriku yang biasa bahkan mereka akan membantuku. Sekali lagi aku bahagia mempunyai sahabat-sahabat yang baik seperti mereka.

Thank you guys.

...

Istirahat kedua, salah satu waktu yang paling disukai para murid. Kali ini aku dan sahabatku sedang berada kantin. Kami sedang menikmati pesanan kami masing-masing dan tentunya Naruto pasti akan memesan ramen. Tetapi di antara kami kurang satu orang lagi.

Sasuke-kun.

Sejak bel istirahat berbunyi, ia dipanggil oleh dua orang murid perempuan yang kalau aku tidak salah bernama Tayuya dan Shion. Anak kelas 10 D dan kalau tidak salah teman-teman Karin. Entah apa yang direncanakan mereka, pertamanya aku ingin mengikuti Sasuke-kun diam-diam, namun aku memilihh percaya dan juga Sasuke-kun pasti bisa menjaga dirnya sendiri. Namun sekali lagi pikiranku tidak bekerja sama denganku, aku kembali tidak fokus. Pikiranku terarah dengan apa yang akan terjadi pada Sasuke-kun dan lagi sebagainya. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh teman-temanku saat ini.

"Sakura, kau tidak apa-apa?" Pertanyaan Gaara membuyarkan lamunanku. Ternyata yang lainnya menyadari sikapku ini. Mereka tak lagi berbicara dan menatapku cemas.

"Aku baik-baik saja. Aku mau ke toilet dulu sebentar," ucapku sambil tersenyum tipis dan beranjak dari sana. Aku masih bisa menangkap sepercik rasa cemas di mata-mata para sahabatku. Bahkan aku melihat Gaara masih nampak cemas. Aku melangkahkan kakiku dan pandanganku terarah ke bawah. Entah sudah berapa orang kutabrak, aku tak peduli. Aku nampak seperti mayat hidup yang sedang berjalan tanpa semangat hidup.

Mengapa kau kembali lemah seperti ini Sakura? Bukannya kau bukanlah lagi seorang Sakura Haruno yang selalu menundukkan kepalanya dan tak pernah melakukan perlawanan. Kau sudah kuat Sakura, kuat.

Aku terus menyakinkan diriku bahwa aku itu kuat. Aku bukanlah seorang gadis lemah yang tidak pernah melawan saat ditindas. Semasa kecil, aku sering sekali ditindas oleh teman-teman perempuanku karena jidatku yang lebar. Namun Ino selalu membelaku dan aku selalu bersembunyi di belakangnya. Aku selalu ingin menjadi seorang Ino Yamanaka yang cantik, pintar, dan kuat waktu kecil. Namun semua sudah berubah, aku yang sekarang adalah Sakura Haruno yang kuat dan pintar. Aku tahu aku tidak bisa menjadi orang lain namun aku tahu bahwa aku dapat mengubah kelemahanku. Aku tak lagi harus bersembunyi di belakang punggung seseorang.

Aku masih meneruskan langkahku, entah mengapa koridor menuju toilet ini sangatlah sepi. Tak ada satu pun murid yang berada di sana. Paling tidak biasanya ada satu dua tiga anak yang berada di sana.

Baguslah, jadi tidak akan ada anak yang bakal kutabrak

Pandanganku masih terarah ke bawah. Entah mengapa lantai ini nampak asyik untuk dilihat. Sesekali aku menengok ke depan untuk melihat sampai di mana aku. Menunduk, menengok ke depan, menunduk, menengok ke depan dan seterusnya seperti itu. Entah mengapa rasanya toilet jauh sekali, padahal langkahku yang lambat. Aku merasa sudah mulai mendekati toilet dan akhirnya aku menengok ke depan. Dan sekejap waktu nampak berhenti begitu saja. Di dekat toilet nampak seorang perempuan dan laki-laki tengah berciuman. Aku tak masalah jika perempuan dan lelaki itu bukan mereka namun ini berbeda. Sasuke -kun dan Karin berciuman di dekat toilet. Sekali lagi Sasuke-kun berciuman dengan Karin di dekat toilet dengan posisi Karin yang terhempas ke dinding dan tangan Karin yang menarik dasi Sasuke-kun.

Sasuke-kun berciuman dengan Karin.

Sasuke-kun berciuman dengan Karin

Sasuke-kun berciuman dengan Karin.

Kalimat itu terus tergiang-giang di dalam pikiranku. Dan aku dapat merasakan bahwa setetes air mengalir dari kelopak mataku. Pertahananku roboh. Sakura Haruno menangis. Menangis seorang lelaki yang sejak awal bukan miliknya. Tragis bukan? Entah kapan terakhir kali aku menangis. Jika masih bisa kuingat, terakhir kali aku menangis adalah ketika aku ditindas saat masih SD sebelum akhirnya aku menjadi kuat dan melakukan perlawanan. Pernahkan aku berkata bahwa aku berguru dengan seorang sensei wanita dalam hal bela diri? Tidak? Tak masalah karena sekarang aku sudah memberitahumu.

Seorang perempuan harus menjadi kuat agar dapat bisa bertahan di dunia ini.

Aku teringat akan ucapan shisou saat itu. Yah, perempuan harus menjadi kuat untuk bisa bertahan di dunia ini. Tidak semua hal akan terjadi sesuai dengan apa yang kau inginkan. Bahkan jika kau terlalu naif dan polos, kau akan hancur. Dunia ini tidak seindah itu. Dan sekarang aku membuktikannya. Biarpun aku lebih mengenal dan dekat dengan Sasuke-kun , bukan berarti cintaku akan terbalas, bahkan gadis seperti Karin yang tingkat kedekatannya tidak dapat dibandingkan denganku kini sedang mencium Sasuke-kun di dekat toilet. Betapa naasnya hidupku ini, rupanya ungkapan bahwa cinta pertama tidak akan pernah bisa diraih bukanlah bohong karena sekarang aku yang membuktikannya. Sasuke-kun dan Karin melepaskan ciuman mereka, bahkan aku mendengar Karin mengucapkan sesuatu.

Aku mencintaimu Sasuke-kun.

Sudah cukup.

Sudah cukup hatiku ini tersakiti. Bahkan lihatlah aku, aku yang kini sedang berlinangan air mata yang terus mengalir. Menangis dalam diam. Hahaha, aku tertawa miris. Aku tak ingin melihat ini lagi. Kulangkahkan kakiku perlahan agar mereka tidak menyadari keberadaanku, karena tadi aku bersembunyi di belakang dinding. Dan berlari, berlari sejauh mungkin dari mereka. Berlari sejauh mungkin dari hal yang menghancurkan hatiku menuju tempat yang sepi tanpa siapa pun. Aku tak ingin ada siapa pun yang melihatku dalam keadaan seperti ini. Penuh akan air mata.

Aku tak tahu kakiku ini membawaku ke mana. Ke mana pun boleh asalkan tak ada orang. Lima inderaku ini terasa mati rasa. Pandanganku kabur karena air mata yang terus berturunan, dadaku sesak seperti kehabisan napas, aku tidak mendengar apapun, lidahku terasa keluh, dan aku tidak lagi dapat membedakan dingin atau panas. Aku hanya dapat merasakan satu hal.

Sakit.

Hanya rasa sakit di hatiku yang dapat kurasakan dengan sangat jelas. Aku tak memperdulikan apapun lagi. Memperdulikan bahwa mungkin ada seseorang yang mungkin melihatku seperti ini. Aku hanya ingin bahwa rasa sakit ini hilang tak berbekas lagi biarpun itu mustahil. Setiap rasa sakit di hati tidak akan pernah bisa hilang tanpa bekas. Menghilang mungkin saja tapi bekasnya akan selalu ada. Ia meninggalkan luka di hati yang tidak akan pernah bisa hilang. Aku lebih memilih untuk merasakan sakit secara fisik daripada sakit di hati ini.

Aku terus berlari, menuju taman sekolah. Entah mengapa selama pelarianku tak ada satu murid pun yang kutemui, mungkin Tuhan sedang mengasihaniku dan membantuku. Aku berada di depan pohon besar dan menatapnya dengan air mata yang masih berlinangan. Kuhapus air mataku dan mulai memukuli pohon tersebut.

Buk

Buk

Buk

Lagi dan lagi. Bahkan aku tak memperdulikan tanganku yang kini sudah terluka dan mengeluarkan darah. Air mata kembali menuruni wajahku ini. Sakit, hati ini sungguh sakit. Tuhan, tak bisakah kau hilangkan rasa sakit ini?

"ARGHHHHH!" Aku berteriak sekuat mungkin tanpa peduli pita suaraku terluka. Tanpa takut bahwa ada yang mendengarnya dan mendatangiku. Jika berteriak bisa menghilangkan rasa sakit ini, akan kulakukan berkali-kali. Semua akan kulakukan asal rasa sakit ini hilang.

Aku menunduk dan kembali terisak. Aku dapat merasakan bahwa bahuku bergetar. Sekali-sekali biarkan aku menangis, aku hanya manusia biasa yang masih mempunyai perasaan. Aku akan tertawa jika aku senang, marah saat merasa senang, dan menangis saat sedih. Aku terus menangis tanpa menyadari ternyata ada seseorang yang berada tak jauh di belakangku.

"Sakura," panggilnya.

Gaara.

Aku tahu suara itu. Suara Gaara. Mengapa ia ada di sini? Buru-buru kuseka air mataku, memasang wajah palsuku, biarpun aku tahu bahwa ia tahu aku menangis.

"Gaara-kun, mengapa kau ada di sini?" ucapku sambil tersenyum palsu. Dia tidak berkata apa-apa. Bisa kulihat rasa terluka di matanya saat ia melihat jejak air mataku. Ia berjalan mendekatiku. Dan karena merasa pertanyaanku tidak dihiraukan olehnya, aku kembali mengulang pertanyaanku.

"Gaara-kun, men—"

Dan kurasakan sepasang lengan kekar memelukku. Membawaku mendekat kepadanya.

"Menangislah jika kau ingin menangis Sakura, aku akan selalu di sisimu," ucapnya kepadaku. Dapat kurasakan mataku memanas dan badanku bergetar. Kuangkat perlahan lenganku yang bergetar dan membalas pelukannya. Aku dapat merasakan tangan Gaara mengusap perlahan punggungku mencoba untuk menenangkanku. Aku yakin ia mendengar isak tangisku. Gaara memelukku dengan lembut dan hati-hati seperti aku akan hancur jika ia memelukku dengan kasar dan sembarangan. Ia tidak memperdulikan seragamnya yang basah akan air mataku. Ia membiarkan aku menangis dan tak berkata apa-apa. Dan di dalam pelukan Sabaku Gaara, seorang Sakura Haruno menangis di sana.

...

...

...

"Sudah mendingan?" tanya Gaara kepadaku. Aku membalasnya dengan mengangukkan kepalaku dan tersenyum kecil. Kami berdua kini sedang duduk atau lebih tepatnya berjongkok di bawah pohon besar yang tadi kupukuli bahkan lihatlah batang pohon tersebut yang cukup hancur. Jangan pernah meremehkan kekuatanku, ajaran dari shisou membuatku sangat kuat dan sanggup untuk merobohkan pohon atau membelah tanah. Shisouku merupakan wanita terkuat dan dokter terhebat di Konoha. Aku juga diajarkan hal-hal yang berbau kedokteran olehnya. Cukup lama aku menangis dalam pelukan Gaara, menumpahkan semua kesedihan yang ada di hatiku.

"Saat kau berkata kepada kami bahwa kau ingin ke toilet, aku menyusulmu karena cemas. Kau nampak selalu tertunduk entah mengapa. Aku mengamatimu dari jauh karena kukira kau membutuhkan waktu sendiri. Sampai akhirnya aku melihatmu berhenti di dekat toilet. Karena bingung, aku mencoba melihat apa yang terjadi tanpa kau ketahui. Dan aku melihatnya, Sasuke dan gadis merah itu sedang berciuman, dan kau berlari menjauhi mereka tak lama kemudian. Aku berusaha mengejarmu namun tak kusangka larimu secepat itu. Dan aku melihatmu di sini sedang meninju-ninju pohon dan berteriak kemudian menangis," terang Gaara panjang lebar. Tak biasanya Gaara yang cukup pendiam berbicara sepanjang itu. Aku memainkan tanah yang berada di dekatku ini.

"Ngomong-ngomong, mengapa sekolah sepi ya?" Tanyaku saat mulai menyadari kembali sepinya sekolah ini.

"Bel sudah berbunyi dari tadi Sakura," jawab Gaara kepadaku. Aku spontan terbelalak dan menatapnya.

"Pe-pelajarannya?" tanyaku.

"Aku yakin kalau salah satu dari mereka akan mencarikan alasan untuk kita," ujarnya santai. Aku bersyukur dalam hati dan membenarkan perkataan Gaara.

"Mau minum? Kubelikan," ucapnya tiba-tiba dan bangkit berdiri. Namun naas nasib kepalanya teratuk dahan yang berada di atasnya. Entah mengapa tempat dahan itu tumbuh pas sekali dengan tinggi Gaara.

"Auwww!" Ucapnya cukup keras dan seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula Gaara juga merasakannya. Rambutnya tersangkut di dahan tersebut dan entah mengapa susah sekali dilepaskannya. Ia berusaha melepaskannya, dahan itu seperti enggan untuk melepaskan rambut merahnya. Lucu melihat Gaara yang seperti sedang berkelahi dengan si pohon karena ia juga mengatakan "Lepaskan", "Dasar pohon sialan" dan sebagainya, aku tak kuasa menahan tawaku.

"Hahahahaha," tawaku dan sontak Gaara terdiam dan menatapku.

"Sini aku lepaskan," ucapku sambil tersenyum lembut dan bangkit berdiri. Aku pun mencoba untuk melepaskan rambut Gaara dari fans pohon yang enggan melepaskannya itu. Gaara masih terdiam dan jika aku tak salah lihat, aku melihat ada rona merah menjalar di pipinya. Apakah ia tersipu? Entahlah.

"Nah sudah lepas," rambutnya pun sudah terlepas dari dahan pohon tersebut. Ia masih terdiam entah mengapa. Aku pun mulai heran.

"Gaara-kun?" Tanyaku dan kembali aku dibawa ke dalam pelukannya.

"Sakura, aku selalu memperhatikanmu, bahkan saat kau merasa down akan ucapan Sasuke yang mengatakan bahwa ia dekat dengan gadis merah itu. Aku menyukaimu Sakura, aku tahu kau hanya menganggapku sahabat tetapi maukah kau menjadi pacarku?" Aku terkejut dan tak bisa berkata apa-apa. Gaara kembali melanjutkan ucapannya.

"Aku tahu kau masih menyukai Sasuke, aku akan membuatmu melupakannya. Kau tidak usah menjawab sekarang, tetapi maukah kau pertimbangkan ucapanku?" Gaara melepaskan pelukannya dan memegangi kedua bahuku dengan kedua tangannya. Ia tersenyum lembut kepadaku. Apa aku harus menerima Gaara? Mungkin dengan bersamanya, aku dapat melupakan Sasuke. Bukannya cara melupakan cinta yang dulu adalah dengan mencari cinta yang baru. Melupakan Sasuke mungkin adalah hal yang tepat.

"Aku mau," ucapku. Gaara nampak terkejut, mungkin dia tidak mengharapkan jawaban dariku secepat itu.

"Apa?" Tanyanya.

"Aku mau," ucapku sekali lagi. Dia nampak terkejut dan kemudian kembali memelukku.

"Terima kasih Sakura, aku janji akan membuatmu bahagia," ucapnya, biarpun tak terlalu nampak tetapi aku dapat mendengar nada bahagia dalam ucapannya. Aku membalas pelukannya dan tersenyum lembut. Aku menutup kedua mataku. Mulai hari ini aku akan melupakan lelaki yang telah mencuri hatiku selama 10 tahun tersebut.

Selamat tinggal Sasuke-kun.

.

.

.

=O=O=O=O=O=O=O=

To Be Continue

=O=O=O=O=O=O=

.

.

.

Review please?

.

.

.

Author's note :

Terima kasih sudah membaca fict ini. Dalam chapter ini lebih banyak GaaSaku, namun chapter depan SasuSaku akan segera muncul. Di sini author membuat Temari, Kankurou dan Gaara sekelas karena tuntutan cerita. Ini fict multichapter yang pertama kali author publish. Ini juga fict kedua yang telah author publish di situs fanfiction ini, fict pertama author adalah fict SasoSaku berjudul Meeting You. Author adalah author baru di situs fanfiction ini. Author juga mengharapkan review para readers untuk fict-fict author. Senang berjumpa dengan kalian semua dan mohon bantuannya untuk ke depannya

Vinna Pramata