Standard warning applied. OOC & typos. Short chap. Definitely random. T semi M.
ENJOY ! :)
Infidelity
Disclaimer :
Character © Masashi Kishimoto, 1999
Story © karinuuzumaki, 2010
.
Infidelity
[in·fi·del·ity / noun] :
― the act of not being faithful to your wife, husband or partner, by having sex with sb else
.
CHAPTER 1 : CHANGED
Apakah salah jika kau ingin selalu berdekatan dengan orang yang kau sukai―terutama disaat kau sedang jatuh dalam kesedihan yang terdalam?
Tentu saja tidak, bukan? Pertimbangan itulah yang membuat sang jelita dari negeri pasir itu memutuskan untuk menemui kekasihnya yang ada di Konoha. Hampir satu bulan sudah sejak dia pertama kali mendengar semua beritanya—tentang bagaimana guru Asuma gugur dalam misi melawan akatsuki, tentang bagaimana terpuruknya tim sepuluh setelah kepergian pembimbing mereka, dan pasti, tentang bagaimana perasaan depresi luar biasa milik Shikamaru yang eleginya terbawa angin hingga ke Suna.
Temari sendiri tau, bagaimana berartinya sosok Asuma bagi ketiga anggota tim sepuluh. Wajar, dia yang berstatus kekasih Shikamaru otomatis mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan kelompok itu. Ketika Temari berkunjung ke Konoha, dia biasa menunggui Shikamaru dan gurunya bermain shogi hingga berjam-jam. Tetapi belum juga setengah permainan, Ino akan datang untuk menariknya berbelanja di pedestrian tengah kota dengan dalih untuk apa jauh-jauh ke Konoha kalau hanya menonton shogi? Saat itu pula si blondie kuncir empat itu tak dapat menolak ajakan sang blondie lurus. Mereka akan menghabiskan siang hingga sore mereka untuk berburu barang-barang unik mulai dari pakaian hingga alat dandan.
Lantas ketika udara makan malam menjemput hari, mereka akan berakhir di kediaman Akimichi untuk mendapati Shikamaru dan Asuma yang sudah tiba lebih dahulu. Kemudian mereka berlima menikmati santap malam dengan hidangan-hidangan lezat yang berasal dari tangan terampil Chouji.
Dan ketika hari benar-benar berakhir, Shikamaru akan mengantar Temari pulang ke apartemen langganan gadis itu tiap kali berkunjung kemari. Tentu saja, saat malam kelewat larut saudari kazekage itu tidak membiarkan kekasihnya pulang. Justru meminta si jenius Nara itu untuk tinggal saja di apartemennya untuk satu malam itu.
Temari menyunggingkan senyum tipis nan getir. Sungguh miris bahwa kenyataannya dia sudah tak mungkin dapat mendapat keceriaan macam itu lagi sekarang. Dua kawan baik dan kekasihnya itu terpuruk akan kehilangan guru mereka. Dan, tentu saja, jika kau di posisinya ini kau pastilah akan segera menempuh jarak untuk menemui mereka―terutama kekasihnya—dan menenangkan mereka. Sekalipun mungkin tak banyak yang dapat dia lakukan.
Dia memang sudah terlambat sekitar hampir sebulan sejak semua tentang kisah sedih mereka menyeruak. Salahkan semua misi yang dilimpahkan kepadanya―dan tentu izin yang susah didapat dari kedua adik lelakinya yang bersikeras tidak memperbolehkan pergi ke Konoha untuk sementara waktu kala itu. Alasan keamanan lah, katanya. Hingga akhirnya dia hanya dapat mengirim berpuluh surat yang menyatakan bahwa dia begitu kehilangan atas kepergian Asuma, bahwa dia juga begitu terpukul dan meminta Shikamaru untuk tetap tegar.
Meski pada akhirnya dari sekian banyak surat, hanya segelintir yang mendapat balasan. Temari memakluminya, kehilangan seseorang yang berharga dalam kehidupan memanglah sebuah pukulan telak bagi psikis siapapun yang mengalaminya.
Tetapi kini, ketika dia dapat waktu untuk berkunjung ke Konoha, dia akan segera menemui kekasihnya. Membayar semua keterlambatan belasungkawanya dan tentu, untuk menemani Shikamaru yang hidupnya tengah dikelilingi keterpurukan.
•••
Terang sudah menculik pendar bulan sekarang. Bahkan sang pemilik hari kini telah ada beberapa derajat keatas untuk membakar miliknya. Panas memang, namun jelas tidak sepanas negara asal gadis utama dalam cerita ini. Kini, dia sudah sampai di pedestrian tempatnya berbelanja dengan Ino tempo hari. Temari menarik dalam-dalam udara Konoha untuk melakukan respirasinya.
Entah mengapa, namun setelah dia sampai di sini justru ada perasaan khawatir dan debar janggal dalam dadanya. Disusul pula dengan naiknya hormon kupu-kupu dalam perutnya, sungguh manjur membuat rasa melilit bergumul disana. Pikirannya melayang jauh, mereka-reka tentang apa saja yang sudah terjadi selama sebulan ini, selama ketidakhadirannya. Ada banyak spekulasi, jelas. Mulai dari yang bersifat positif, hingga yang negatif sekalipun.
'Bodoh...' rutuk Temari pada dirinya sendiri, untuk apa berpikir yang tidak-tidak. Kenapa sih dia tidak bisa tenang saja dan berusaha mengingat-ingat jalan menuju padang rumput favorit Shikamaru? Sial sekali, kenyataannya rekonstruksi besar-besaran yang diadakan Konoha beberapa waktu yang lalu sedikit membuatnya pangling.
Tap!
Seseorang menepuk bahunya, membuat dirinya refleks segera berbalik.
Gadis itu tersenyum pada sosok yang menepuk bahunya itu. 'Tuh kan...!' batinnya. Belum apa-apa saja dewa sudah memberinya kemudahan untuk menemukan Shikamaru—Chouji kini berdiri dihadapannya. Jadi tak ada alasan untuk berpikiran yang tidak bukan-bukan, betul?
"Sedang apa disini? Tumben tidak kasih kabar dulu mau datang..."
"Sekali-kali buat kejutan boleh 'kan?"
Chouji hanya tersenyum, kemudian mengajak Temari ke sebuah kedai dango di seberang jalan sana. Lebih baik jika berbincang sebentar, begitu ujar si pemuda Akimichi itu. Sang gadis itu pun tak dapat menolaknya, apalagi nyatanya perutnya memang belum diisi sejak semalam.
Kudapan telah tersaji, Temari-lah yang lebih dahulu menyesap teh nya yang masih mengepul hangat itu sembari mencomot satu tusuk dango. Tidak seperti biasanya, Chouji kini hanya diam memandang ke arah luar dan sama sekali tak menyentuh makanan yang tersedia.
"Adha aphfa?" tanya Temari dengan mulut masih penuh dango. Buru-buru dia menelan sisa potongan kue itu yang berada di mulutnya. "Tumben kamu nggak makan, Ji?"
Sekali lagi pemuda berbadan besar itu tersenyum, "Nanti aja, kamu kayaknya laper banget tuh..."
"Sialan... emang tampang aku maruk banget apa?" ujar Temari pura-pura tersinggung. Namun mereka hanya meledak dalam gelak sejenak. Mata zamrud milik Temari kini mengikuti arah pandang Chouji, view kota rupanya. "Konoha cepet banget berubahnya, ya?"
"Banyak yang berubah, Ri." ujar Chouji dengan pandangan mata menerawang jauh. "Bagi kami, terutama."
Temari menatap pemuda dihadapannya, prihatin jelas. "Ya, aku tahu..." ujar gadis itu seadanya. "Aku juga kehilangan Asuma-sensei, Ji. Aku bener-bener minta maaf karena aku nggak punya kesempatan memberikan penghormatan terakhir buat beliau."
Chouji hanya mengangguk perlahan, menyatakan bahwa dirinya paham.
"Banyak misi yang nggak bisa aku tinggalin, dan kamu taulah kayak apa susahnya dapet izin kemari dari Gaara dan Kankurou."
"Sudahlah, Ri. No big deal..." jawab pemuda itu singkat―Even the truth, that's the big deal. Chouji nampak menghela nafas, kemudian melanjutkan kembali kalimatnya. "Tetapi memang kenyataannya semua berubah, apalagi Shikamaru."
Temari tertunduk mendengar nama pemuda itu. Ah, entahlah, namun perasaan bersalah itu tetap menghampiri dirinya. Sungguh dia merasa berdosa karena tidak berada disampingnya selama kejadian itu. "Tentu, itu sebabnya aku disini. Aku ingin segera bertemu dengannya."
Bola mata hitam itu menatap lurus gadis dihadapannya. Terbersit sedikit padangan iba disana. Sepertinya ada yang ingin segera diungkapkan Chouji kepada Temari, tetapi kala ini ragu masih menjamahnya. Mungkin, sekarang ini belumlah waktu yang tepat untuk menyampaikan hal itu.
"Kenapa sih menatapku seperti itu?" ucapan Temari membuyarkan lamunan sang pemuda berbadan besar itu.
"Ah, nggak. Nggak apa..." Cepat-cepat dia menyuguhkan senyum pada sang gadis, menyembunyikan kembali semua keinginannya. Dia harus menahannya, paling tidak sampai pada waktu yang tepat.
Temari tersenyum lagi, kemudian menelan dango terakhirnya. "Oh ya, kamu tau sekarang Shikamaru dimana?"
"Biasanya jam segini dia sparring sama Ino di exercise ground." Jawab Chouji.
Sparring dengan Ino? Entah kenapa hal itu terasa sedikit ini janggal di telinga Temari. Bukan cemburu atau apa, tapi yang jelas Shikamaru jarang sekali sparring berdua dengan Ino. Dia tau jelas bahwa si pemalas Nara itu lebih sering latihan bersama Chouji. Tetapi teringat kembali pernyataan dari pemuda brunette itu : semuanya telah berubah. Tentu dia sudah cukup mengetahui dari konklusi itu, bahwa hal yang seperti keheranannya ini tidak perlu ditanyakan.
"Oke, lebih baik aku kesana sekarang."
"Eh, jangan!"
Temari menatap Chouji heran, tetapi tetap diam di tempat menunggu sampai pemuda itu berucap lebih jauh.
Menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya, "Maksudku, apa nggak lebih baik kalo kamu nyewa apartemenmu dulu? Ini kan musim liburan. Bakal susah kalo kamu nggak booking sekarang." Jawab Chouji berusaha sebaik mungkin. "Biar aku aja yang ngabarin Shikamaru kalau kamu datang, nanti aku suruh dia cepet-cepet ke tempatmu."
Blondie itu mangut-mangut sepaham, "Benar juga. Tapi nggak ngerepotin kamu, Ji?"
"Nggak lah. Apa sih, masa kayak gitu aja repot."
"Makasih ya..." ujar Temari akhirnya. "Aku booking apartemen dulu."
Kali ini giliran Chouji yang tersenyum, melambai sejenak pada Temari yang mulai hilang ditengah kerumunan. Ketika sosok gadis itu hilang, Chouji memejamkan matanya sekejap. Perlahan, bibirnya mengumamkan sebait doa.
"Semoga semuanya akan baik-baik saja..."
TBC
Author's Note :
SHIKATEMA! AAAH, SHIKATEMA! /plaksantaidongplak/
para author ShikaTema, saya nyampah bole yaa? :3 aawwh, akhirnya, setelah sepuluh bulan berkutat di dunia fanfiksi saya bisa juga menulis cerita dengan main pair ShikaTema ! GAH, i'm incredibly happy :') even, cerita ini emang nggak bakal seluruhnya menjurus ke ShikaTema sih. Bakal ada pair-pair yang sedikit bertentangan dengan ShikaTema di fic ini. Tapi saya berusaha agar ShikaTema fans tidak kecewa nantinya.
self check, kekurangan chapter ini : konflik belum ada dan semuanya masih serba kacau. terlalu pendek. oke dah! -,-
special thanks to : Hirata Namikaze for the beautiful support :)
tell me howdoyathink !
v
v
v
