Forced

Rate: T

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: Sasufemnaru

Genre: Romance and Drama

Warning: Typo, OOC and many others

Info Umur:

Naruto: 19

Sasuke: 17

Hinata: 19

Sai: 20

100% dari pikiranku, maaf kalau ada kesamaan cerita

Summary: 'Naruto di paksa neneknya, Tsunade untuk bekerja menjadi guru di sekolahnya menggantikan Anko-sensei yang baru saja menikah. Akhirnya, karena terpaksa naruto menuruti apa kata neneknya. Dan sialnya di hari pertama ia bekerja, ia harus bertemu dengan seorang pemuda sombong nan arogant yang suka mengatur-atur. Bagaimanakah nasib naruto selanjutnya?


Seorang gadis berambut pirang panjang yang sedang mengenakan seragam pelayan sebuah cafe terkenal itu menatap neneknya tidak percaya. "Tapi Baa-chan, aku sudah memiliki pekerjaan. Lagipula gajinya juga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhanku. Aku menolak baa-chan." Ucapnya sambil memalingkan wajahnya, tidak mau menatap sang nenek yang pasti sedang memelototinya.

"Kau tidak bisa menolak naru-chan." Sahut Tsunade, wanita berambut pirang panjang yang selalu ia ikat menjadi dua kebelakang.

Tidak peduli dengan ucapan Tsunade, Naruto langsung bangkit dari tempat duduknya, hendak pergi. "Aku harus bekerja, baa-chan. Lima menit lagi cafe sudah harus di buka. Jadi aku tidak mau mereka memecatku hanya karena perdebatan tidak penting ini." Saat naruto akan menyentuh knop pintu ruangan neneknya, suara Tsunade membuatnya membeku.

"Kau sudah tidak bisa bekerja lagi disana." Ucap Tsunade tenang sambil menyeruput tehnya yang mulai mendingin. Senyuman tipis terukir dibibirnya saat kembali melihat tatapan tidak percaya cucunya.

Naruto melangkah cepat menuju meja Tsunade kembali. "A-apa maksudmu, baa-chan? Aku sudah bekerja di sana selama hampir satu tahun dan aku tidak pernah melakukan kesalahan." Tanya naruto.

Tsunade berdehem sejenak. "Aku telah berbicara pada manager cafe tempatmu bekerja itu." Ucapnya masih sesantai tadi, sementara naruto menatap matanya penuh akan keingintahuan. "Aku mengatakan bahwa kau tidak mau bekerja lagi di sana dan akan bekerja di sekolahku ini menjadi seorang guru." Lanjut Tsunade dengan seringaian lebar di wajahnya seolah tidak peduli dengan cucunya yang nampak kesal dibuatnya.

Mata Naruto terbelalak lebar, tidak percaya dengan kelakuan neneknya yang suka seenaknya itu. "Baa-chan benar-benar melakukannya? Tapi kenapa kau melakukan ini padaku? Kau tau kan sumber keuanganku hanya berasal dari sana. Nanti bagaimana aku bayar biaya kuliahku jika seperti ini?"

"Bekerjalah padaku." Jawab Tsunade singkat. Matanya terpejam dengan sebuah senyuman dibibirnya. 'Sebentar lagi, naru pasti akan bekerja menggantikan Anko disini.' Batinnya senang. Saat matanya terbuka nampak sebuah kilatan tajam di kedua bola matanya. "Atau tidak sama sekali." Tambahnya.

Naruto mengerucutkan bibirnya kesal. "Aku tetap tidak mau. Sekolah ini penuh dengan anak-anak nakal yang tidak tau diri." Gadis pirang itu melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap tajam neneknya. "Lagipula aku tidak punya pengalaman mengajar sebelumnya. Lebih baik aku mencari pekerjaan lain yang lebih cocok untukku."

Tsunade mendengus keras. "Kau juga tidak akan bisa."

"Ugh! Sekarang apa lagi baa-chan? Apa kau akan beralasan jika kau telah melarang seluruh manager di dunia ini untuk menerimaku bekerja?" Tanya Naruto setengah berteriak. Merasa frustasi jika sudah berdebat dengan neneknya. Tsunade mengangguk sambil kembali menyeruput tehnya. Naruto mengacak rambutnya, frustasi. Ia bukannya tidak mau bekerja sebagai guru, hanya saja sekolah ini khusus untuk anak-anak nakal yang susah di atur. Ia takut nanti ia tak bisa mendidik anak-anak itu agar menjadi lebih baik, apalagi tanpa adanya pengalaman sebelumnya.

"Jadi?" Tsunade menaikkan sebelah alisnya. Ia tau jika cucunya sedang berpikir keras untuk ini.

"Baiklah baa-chan, kau menang. Aku akan menjadi guru pengganti disini. Tapi Setelah semua ini berakhir, bisakah kau membatalkan larangan itu kepada seluruh manager?" Pinta Naruto memasang wajah sok manis, walupun hanya terpaksa. Tsunade menghela napasnya lalu mengangguk. "Kalau begitu.. Aku pergi." Ucap naruto dengan wajah datar.

Sebelum Naruto keluar dari ruangan tersebut, Tsunade berteriak, "Kau sudah mulai bekerja besok pagi, Naru-chan!" Sambil tertawa keras sukses membuat naruto menendang pelan tempat sampah yang terletak di depan ruangan kepala sekolah itu.

.

.

.

"Chk, anak itu benar-benar mirip dengan minato." Gerutu Tsunade namun senyuman tipis tetap terlukis di wajah cantiknya. "Andai saja kau masih ada disini, minato." Ia memutar kursi yang ia duduki, menatap pemandangan kota konoha di luar sana. Pagi hari itu masih terasa dingin walau matahari telah bersinar terang menerpa wajah wanita tua itu.

Tok Tok Tok

Belum mendapatkan konfirmasi dari sang kepala sekolah, wanita berambut hitam pendek itu langsung masuk ke dalam ruangan. "Tsunade-sama." Panggil wanita itu sambil membungkuk hormat walau ia tau Tsunade tidak dapat melihatnya. "Akan ada anak baru yang bersekolah disini." Ucapnya.

Tsunade kembali memutar kursinya, ia menatap wanita berambut hitam pendek itu datar. "Siapa?" Tanyanya. Shizune, nama wanita itu menyerahkan sebuah berkas kepada Tsunade yang kemudian langsung di bacanya. "Uchiha lagi, huh?" Gumamnya dengan seringaian kecil muncul di bibir tipisnya. "Apa dia sudah di tes?"

Shizune mengangguk mengiyakan pertanyaan Tsunade. "Sudah Tsunade-sama. Dan hasilnya positif, nilainya bagus bahkan lebih bagus dari Uchiha yang satunya." Jawabnya seraya tersenyum. "Besok dia sudah mulai bersekolah disini." Tambahnya.

"Hm, baiklah. Tempatkan dia di kelas yang sama dengan anak Nara itu. Aku ingin melihat siapa yang akan menang jika dia masuk di kelas yang sama dengannya." Seru Tsunade kepada asistennya tersebut.

"Baik Tsunade-sama." Jawab Shizune, kembali membungkuk hormat pada Tsunade. Wanita itu kemudian beranjak pergi dari ruangan kepala sekolah sekaligus pemilik sekolah tersebut meninggalkan Tsunade yang nampak sedang kesal.

Brak!

Ia memukul meja kerjanya sambil terus berdecak kesal. "Kalau saja nilai mereka tidak sebagus itu, aku pasti tidak akan menerima keluarga Uchiha disini. Mereka selalu mempengaruhi keluarga Uzumaki, hingga meninggalkan musibah seperti halnya Minato. Awas saja kalau ia mendekati cucu keduaku!" Dan lagi-lagi meja kerjanya menjadi korban kekesalannya.


Kring!

Bel yang tergantung di atas pintu bening itu berbunyi, menandakan jika ada seseorang yang membuka pintu tersebut. Cafe baru saja buka dan belum terlalu ramai hanya ada satu dua orang yang datang hanya untuk secangkir kopi atau teh panas di pagi yang dingin itu sambil membaca koran. Pelayan-pelayan cafe tersebut langsung menoleh pada gadis yang baru saja masuk ke dalam cafe. Dan reaksi pertama mereka adalah mata terbelalak tidak percaya.

Seorang gadis berambut indigo panjanglah yang pertama kali menghampiri gadis pirang tersebut. "Naru-chan, tumben sekali kamu datang terlambat. Lalu kenapa kamu tidak memakai seragammu naru-chan?" Hinata, nama gadis itu langsung melontarkan sebuah pertanyaan pada gadis yang baru saja datang dengan wajah lesu tersebut.

"Ah, hinata-chan." Gumam Naruto. "Apa aku membuatmu khawatir?" Tanyanya sambil terkekeh pelan lalu duduk di salah satu kursi.

"Tentu saja naru. Aku belum pernah mendengarmu terlambat. Kamu selalu tepat waktu." Jawab Hinata.

Naruto kembali terkekeh pelan. "Maaf kalau sudah membuatmu khawatir, hinata-chan." Kata Naruto sembari tersenyum lembut pada gadis yang kini duduk di depannya. "Aku sudah tidak bekerja lagi disini." Kata Naruto tiba-tiba, yang sontak membuat Hinata membulatkan matanya tidak percaya.

"Kamu serius naru? Tapi kenapa? Dan kenapa tiba-tiba seperti ini? Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaan baru yang lebih bagus?" Tanya Hinata terburu-buru. Bagaimana pun juga Naruto adalah sahabatnya selama ia masih SMA dulu. Ia berhak tau soal pekerjaan sahabatnya. Siapa tau ia juga dapat bekerja disana menemani Naruto.

Naruto mengangguk lemah seakan tidak makan beberapa hari. Ingin menangis namun terlalu memalukan karena hanya soal pekerjaan. "Baa-chan ku yang mengatakannya tadi. Dia sudah mempekerjakanku di sekolahnya sebagai guru pengganti." Hinata menggenggam telapak tangan Naruto. Matanya memancarkan keingintahuan yang besar. "Aku tau apa yang kamu pikirkan Hinata-chan. Lebih baik jangan mengikutiku untuk bekerja disana." Saran Naruto.

"Tapi kenapa Naru? Aku juga ingin bersamamu. Kita selalu bersama semenjak SMA, tapi kenapa sekarang tidak boleh?" Genggaman tangan Hinata semakin mengerat pada telapak tangan Naruto.

Gadis pirang itu menghela napasnya pelan. "Aku tau Hinata-chan. Tapi Sekolah itu bukan berisi anak-anak yang sopan melainkan sebaliknya. Aku takut kamu di apa-apa kan dengan anak-anak itu."

Hinata menatap dalam kedua bola mata biru sahabatnya. "Bagaimana denganmu Naru? Aku juga takut kamu di apa-apa kan dengan mereka?"

"Aku bisa menjaga diriku sendiri. Lagipula disana ada baa-chanku yang aku yakin akan menjagaku selama disana." Naruto tersenyum lembut, berusaha meyakinkan sahabat karibnya sejak SMA.

"Naru-chan, kenapa baru datang?" Suara seseorang menginterupsi percakapan keduanya. Kedua gadis itu menoleh pada asal suara dan mendapati seorang pemuda berambut hitam pendek dan berkulit pucat yang tengah tersenyum lebar pada mereka hingga membuat kedua matanya tertutup membentuk lengkungan kebawah. "Tumben kau datang terlambat?" Sama seperti Hinata, pemuda itu pun menanyakan hal yang sama pada Naruto seakan-akan kejadian saat itu sangatlah langka di benak mereka.

Naruto membalas senyuman yang entah tulus atau tidak itu dengan cengiran khasnya. "Sepertinya, aku datang terlambat itu terdengar aneh di telinga kalian ya." Kata Naruto sambil tertawa pelan. "Maaf Sai-kun tapi aku malas menjawabnya. Aku rasa Hinata-chan sudah cukup mengerti akan masalahku. Kalau kamu masih penasaran kamu bisa bertanya pada Hinata-chan." Naruto melepaskan genggaman tangan Hinata di tangannya lalu bangkit berdiri. "Aku pergi dulu ya!" Serunya.

"Eh? Tunggu Naru-chan!" Hinata menarik pelan pergelangan tangan Naruto. Gadis pirang itu menoleh, menatap bingung pada Hinata. "Tapi kamu harus janji agar tidak melupakan kita berdua. Sering-sering lah menelfon untuk mengabarkan keadaanmu padaku atau Sai-kun. Kalau butuh bantuan aku akan siap kapanpun kamu mau!" Ucap Hinata yang nampak sangat antusias.

Naruto kembali tertawa pelan. "Aku tidak pergi jauh Hinata-chan. Aku hanya pindah kerja. Aku tetap kuliah di tempat yang sama dengan kalian kok." Sahut Naruto menenangkan. Hinata mengangguk, lalu mulai melepaskan pegangan tangannya pada Naruto. "Baiklah, sampai jumpa!" Seru Naruto semangat walau di balik semua itu ia sangat tidak ingin meninggalkan kedua sahabatnya itu. Ia melangkah keluar cafe setelah menghela napasnya pelan.

Kring!

Dan pintu bening yang terbuat dari kaca itu pun tertutup.

.

.

.

"Hinata-chan, memangnya ada apa dengan naru-chan? Kenapa ia tidak bekerja? Apa ia sakit? Pancaran matanya tidak tampak semangat." Tanya Sai pada Hinata yang masih menatap ke arah kepergian Naruto.

Hinata menolehkan kepalanya pada Sai, lalu tersenyum tipis walau hanya terpaksa. Ia hanya ingin salah satu sahabatnya ini juga terbawa suasana. "Naru tidak sakit. Ia hanya tidak bekerja disini lagi." Jawab Hinata.

"Hm?" Mata hitam Sai menatap Hinata tidak percaya.

'Sungguh reaksi yang sama dengaku.' Batin Hinata sambil memejamkan matanya erat. "Baa-channya yang melakukan hal itu. Mulai hari ini ia tidak bekerja lagi, ia akan bekerja di sekolah baa-channya sebagai guru pengganti." Jawab Hinata yang telah kembali membuka matanya. Terlihat dari ekor matanya Sai mengangguk mengerti. "Aku harap ia akan baik-baik saja disana."


"Baa-chan, kapan saja aku harus bekerja di sekolahmu?"

'Tenang saja, baa-chan telah menyusun jadwal kuliahmu dan jadwal mengajarmu. Mata kuliahmu di pagi hari hanya di hari Selasa, Jum'at, Sabtu dan Minggu kan, Naru? Jadi baa-chan telah mengatur ulang jadwal pelajaran di sekolah ini. Kamu mengajar di hari yang kosong.'

Naruto menghela napasnya-pelan. Ia menjauhkan sebentar ponselnya dari telinga kanannya, memandang malas ponselnya hingga terdengar suara orang di sebrang sana yang memanggil-manggil namanya karena tak kunjung menjawab. Naruto kembali mendekatkan ponselnya pada telinga kanannya. "Iya baa-chan. Terima kasih." Sambungan pun terputus. Naruto langsung melempar ponselnya ke atas tempat tidurnya.

Ia menatap langit-langit kamarnya lalu mulai membayang jika kedua orang tuanya sedang tersenyum menatapnya. Naruto membalas senyuman kedua orang tua khayalannya. "Andai kaa-san dan tou-san masih ada. Aku pasti sudah mengadu pada kalian tentang semua yang baa-chan perbuat padaku." Naruto tertawa geli. "Aku ingin tau bagaimana ekspresi tou-san dan kaa-san saat mendengar aduanku." Ucapnya.

Kedua bola mata shappire itu perlahan mulai tertutupi oleh kelopak mata berwarna tan miliknya. "Besok mungkin akan menjadi hari yang melelahkan bagiku. Mendidik anak-anak nakal? Chk!" Gumam Naruto pelan. Ia merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur dengan seprai berwarna orangenya. Matanya kembali terbuka saat merasakan ponselnya berada di bawah punggungnya. Ia bangkit untuk duduk lalu mengambil ponselnya dan kembali merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Ia menatap ponselnya, terdapat satu pesan di dalam ponselnya. Malas membukanya ia mematikan ponselnya lalu meletakkan benda tersebut di meja samping tempat lama setelah itu matanya kembali terpejam dan mulai terlelap ke dalam alam mimpi.


Matahari kembali menyapa kota Konoha pagi itu. Sinarnya yang cerah menerpa masuk ke dalam kamar seseorang yang masih terlelap tidur. Menerpa wajah kecoklatan gadis itu hingga membuat gadis pirang itu menggeliat terganggu. Kedua tangannya terangkat keatas dengan mata yang perlahan membuka, menampakkan iris birunya yang indah. Menguap sekali lalu beranjak dari tempat tidur, mengambil sehelai handuk dari dalam lemarinya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya.

Selesai mandi ia mengenakan sebuah kemeja putih lengan pendek yang di padu dengan jas biru tua dan rok kain selutut berwarna senada dengan jasnya. Kemarin sore neneknya, Tsunade mengirim seragam tersebut padanya. Dering ponselnya berbunyi, menandakan sebuah pesan masuk kedalam ponselnya. Dengan langkah malas ia melangkah mendekati ponselnya yang semalam ia letakkan di atas meja samping tempat tidurnya.

Pesan dari neneknya ternyata. Pesan yang mengatakan jika ia tidak boleh terlambat masuk kerja, membuat Naruto mendengus keras di buatnya. Benar-benar menyebalkan. Ia malas untuk pergi ke sekolah itu. Naruto menghapus pesan dari neneknya, pesan yang tidak penting menurutnya. Naruto kemudian membuka pesan yang semalam terkirim untuknya. Senyuman lebar terukir di bibirnya saat membaca isi pesan yang ternyata dari Hinata tersebut. Pesan berisi kata-kata semangat untuknya.

Semangat mulai terlihat di mata biru itu, walau hanya sedikit namun cukup untuk tidak membuat Naruto malas bekerja.

Gadis pirang itu memasukkan segala keperluannya ke dalam tas kecil berwarna hitam miliknya. Setelah merasa semuanya telah siap, ia melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Astaga! Dua menit lagi waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Sudah pasti Tsunade akan marah padanya karena terlambat. Tapi persetan dengan itu, lagipula ia bekerja disana karena paksaan Tsunade bukan ketulusan jadi tak mungkin Tsunade memecatnya karena telat.

Naruto melangkah keluar apartemen nya, mengunci pintu itu lalu pergi. Tidak merasa terburu-buru ia pun berjalan dengan santai. Menunggu bus selanjutnya di halte yang nampak ramai dengan anak-anak sekolah. Naruto mendengus. 'Anak-anak tukang terlambat!' Tidak merasa jika dirinya juga sama-sama terlambat.

Bus selanjutnya pun datang. Naruto bersama rombongan 'terlambat' masuk ke dalam bus itu.

Lima menit ia menunggu di dalam bus, nyaris tertidur kalau saja bus tidak ngerem mendadak. Naruto turun tepat di halte dekat sekolah milik neneknya. Beberapa anak berseragam sekolah pun ikut turun di sana. Sepertinya mereka adalah salah satu murid Konoha Gakeun. 'Pantas terlambat.' Batin Naruto sambil memandang kelima anak Konoha Gakeun itu dengan sinis.

Ia kembali memandang kedepan, menunggu lampu merah khusus pejalan kaki disana berubah hijau. Kelima anak itu langsung berlari kencang menyebrang jalan raya saat lampunya berubah hijau, menandakan jika para pejalan kaki boleh menyebrang. Naruto menggelengkan kepalanya pelan, benar dugaannya mereka anak-anak Konoha Gakeun.

Saat Naruto sampai di depan bangunan besar sekolah neneknya itu, matanya kembali menangkap kelima sosok anak tadi. Mereka tampak memohon-mohon pada satpam penjaga pintu gerbang tersebut agar membukakannya untuk mereka. "Ayolah, kami bisa di hukum jika seperti ini!" Mohon seorang gadis berambut pink layaknya warna permen kapas.

"Iya, aku tidak ingin berlari keliling lapangan. Nanti kulitku kering!" Kali ini giliran gadis berambut pirang panjang yang memohon. Ketiga pemuda yang berada di belakang mereka hanya mengangguk setuju.

Merasa kasihan pada kelima anak-anak itu, Naruto pun maju. "Pak, biarkan mereka masuk." Ucap Naruto.

Satpam itu menoleh pada Naruto, lalu membungkuk hormat. "Tapi Naruto-sama, mereka sudah terlalu sering terlambat." Sahutnya.

Naruto menggeleng lalu tersenyum tipis, membuat satpam tersebut merona. "Hanya kali ini saja." Pintanya. Satpam itu pun mengangguk ragu lalu melangkah untuk membukakan pintu gerbang itu.

Kelima murid itu pun tersenyum senang. Tanpa ada rasa terima kasih sama sekali mereka langsung berlari pergi. "Ck, dasar anak-anak tidak tau terima kasih!" Gerutunya lalu mulai melangkah memasuki halaman sekolah itu.

Naruto kembali melirik jam tangannya. Sudah lewat lima belas menit rupanya. Ia pasti akan kena marah. Tapi yasudahlah, ia tidak bisa memutar balikkan waktu, lagipula ia juga yang berjalan santai-santai saja sedari tadi.

Kantor kepala sekolah terletak di lantai dasar gedung besar Konoha Gakeun. Gedung 5 lantai yang di setiap lantainya terdapat banyak sekali ruangan. Lantai satu hanya terdapat ruangan kepala sekolah, ruang guru, toilet dan kolam renang indoor. Lantai dua sampai lantai empat terdapat kelas 10 hingga 12 beserta toilet di setiap lantai dan ruang-ruang lab untuk belajar. Dan yang terakhir lantai lima hanya berisi ruang-ruang klub yang jumlahnya sangatlah banyak. Festival sekolah biasanya di adakan di lantai lima gedung itu.

Saat Naruto akan menyentuh knop pintu ruangan kepala sekolah, pintu itu telah terbuka menampilkan sesosok pemuda berkulit putih dengan rambut raven yang melawan gravitasi itu memandang dirinya datar. Naruto tetap berdiri menatap pemuda itu, menunggu pemuda emo di hadapannya untuk menyingkir. Namun pemuda itu tetap tak menyingikir seolah memiliki pemikiran yang sama dengannya.

"Miggir dobe!" Seru pemuda berambut raven tersebut.

Perempatan siku-siku muncul di dahi Naruto. 'Dia bilang apa tadi? Dobe? Heh, aku tidak bodoh! Aku bahkan dapat menjadi guru disini!' Batinnya menantang. Bukannya menyingkir Naruto malah maju selangkah mendekati pemuda itu. "Kau bilang aku dobe? Dasar Teme! Kau kira aku bodoh apa? Sebaiknya kau yang menyingkir, aku ingin lewat!" Sahutnya setengah berteriak.

Namun, pemuda yang di panggil 'Teme' itu tak menggubris sahutan Naruto. Ia hanya diam, berdiri sambil memperhatikan mulut Naruto yang tak henti-hentinya menggerutu.

"Hei, apa kau tuli? Aku bilang menyingkir, Teme!" Teriakkan Naruto menggema di koridor yang sepi itu bahkan wanita yang tengah duduk di dalam ruang kepala sekolah, nyaris tersedak kopinya sendiri.

"Naruto, biarkan pemuda itu lewat!" Seru seseorang dari dalam ruangan kepala sekolah.

Naruto menyembulkan kepalanya, menatap wanita berambut pirang panjang yang kini sedang menatapnya dengan tajam. Ia mendecih kesal lalu menyingkir, membiarkan pemuda raven itu untuk lewat. Melihat pemuda itu sudah mulai menjauhinya, Naruto menjulurkan lidahnya pada punggung pemuda emo tersebut, menghela napasnya pelan lalu masuk.

"Kenapa kau terlambat di hari pertamamu Naruto?" Tanya Tsunade setelah melihat Naruto duduk dengan nyaman di kursi yang menghadap kearahnya.

Gadis pirang itu memutar kedua bola matanya, bosan. "Aku kesiangan baa-chan." Jawabnya.

"Chk, baiklah. Hari ini kamu akan mengajar di kelas 12-A yang terletak di lantai emp-"

"Aku sudah tau baa-chan." Potong Naruto yang langsung bangkit berdiri, bersiap untuk keluar dari ruangan neneknya itu.

"Berhati-hatilah naru, anak-anak disana tidak seperti murid yang lain!" Teriak Tsunade tepat setelah Naruto menutup pintu ruangannya dengan kencang.


Kelas 12-A, kelas yang terletak di lantai empat di paling ujung koridor. Kelas yang penuh dengan anak-anak paling pintar namun juga yang paling sering melakukan kenakalan. Jadi adalah hal wajar jika menemukan dua atau lebih anak-anak yang berasal dari kelas itu di hukum. Sudah menjadi langganan setiap harinya mereka di hukum bahkan tiada hari tanpa hukuman bagi mereka. Pagi itu, hanya kelas 12-A yang masih tampak ramai.

Tok Tok Cklek

Seluruh murid penghuni kelas 12-A langsung hening saat seseorang yang baru pertama kali ini mereka lihat datang. Mereka memperhatikan setiap langkah wanita berambut pirang yang kini tengah berdiri di depan kelas sambil memeluk dua buah buku tebal di dadanya.

Wanita itu berdehem sejenak lalu tersenyum. 'Anak-anak seperti mereka, aku harus berekspresi seperti apa?' Pikir Naruto sambil menatap satu-persatu murid-murid di sana. "Ohayou anak-anak! Namaku Uzumaki Naruto dan aku berdiri disini untuk menggantikan Anko-sensei yang sedang cuti!" Serunya penuh semangat walau hanya di buat-buat.

Kelas masih hening, belum ada yang menyahuti teriakkan penuh semangat Naruto yang sukses membuat Naruto sweatdrop. Seorang pemuda berambut jabrik kecoklatan mengangkat tangannya. Naruto mengalihkan perhatiannya pada pemuda yang memiliki tato ungu berbentuk segitiga terbalik di kedua pipinya. "Apa Naruto-sensei sudah punya pacar?" Tanyanya.

Naruto tertawa pelan lalu menggeleng. "Belum, memangnya kenapa?"

"Karena anjingku ini selalu kesepian, sepertinya ia membutuhkan pacar." Jawabnya sok mendramatisir sambil mengelus bulu putih anjing yang tengah tertidur di sampingnya. Jawaban pemuda itu berhasil mengundang tawa anak-anak lainnya.

Dahi Naruto tiba-tiba berkedut. Ia telah di lecehkan! Belum pernah ia di perlakukan seperti ini sebelumnya. Tiba-tiba sebuah penghapus papan tulis meluncur cepat menuju pemuda bertato segitiga yang masih tertawa terbahak-bahak akibat leluconnya sendiri.

Duk! Brak!

"Itaai sensei!" Ringis pemuda bermarga Inuzuka tersebut. Lemparan Naruto tepat mengenai dahi pemuda bertato segitiga penyuka anjing itu hingga membuat ia terjatuh dari tempat duduknya sendiri. Bukannya mereda tawa murid lainnya malah makin mengencang. Kelas yang mulanya hening kini menjadi ramai di penuhi dengan tawa.

Tok Tok Tok

Naruto menolehkan kepalanya ke asal suara. "Masuk!" Seru Naruto setengah berteriak. Pintu pun terbuka, menampilkan seorang wanita berambut hitam pendek yang ia ketahui sebagai asisten neneknya. "Ada apa, Shizune-sensei?" Tanya Naruto.

"Maaf mengganggu Naruto-sensei. Ada murid baru yang akan menempati kelas ini." Jawabnya lalu menyingkir, memperlihatkan seorang pemuda berambut raven yang melawan gravitasi tengah menyeringai tipis pada Naruto.

Kedua mata Naruto membulat, terkejut. 'Dia..'

"Kau!"

.

.

.

TBC

Yoroshiku minna-san! Aku author baru disini. Masih banyak yang belum aku tau, jadi mohon bantuannya ya minna! *bungkuk-bungkuk
Terima kasih karena mau membaca fic ku yang pertama ini, reviewe nya ya readers!

Oh ya, author mau nanya nih EYD itu apa terus apa bedanya Typo sama miss Typo? hehe maklum author newbie :D