Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
.
.
Dua bocah laki-laki umur tujuh tahun duduk bersisian di bangku taman yang sepi. Matahari hampir terbenam, tapi orang tua mereka belum juga menjemput. Midorima Shintarou, yang berambut hijau, memeluk boneka kelinci putih yang merupakan benda keberuntungan Cancer hari ini. Manik emerald-nya berbinar di balik kacamata persegi. Pipi gembilnya menggembung, bibir mungilnya terkatup rapat; tanda tak sabar menanti.
Semua yang ada pada Midorima membuat Takao Kazunari gemas. Jarak mereka sangat dekat. Takao jadi ingin mencubit pipi Midorima, penasaran apa itu selembut bakpao buatan sang ibu. Takao jadi ingin menyentuh rambut Midorima karena wanginya persis buah ceri—kesukaan Takao.
Selama beberapa menit Takao memilih diam, mengagumi dari dekat begini pun sudah cukup. Ia takut dipukuli Midorima lagi jika melakukan kontak fisik, seperti di sekolah tadi siang (Midorima memukul ulu hati Takao ketika mencoba merangkul bahunya). Namun, bukan Takao Kazunari namanya jika ia kehabisan akal untuk menjahili Midorima.
"Shin-chan~"
Cup.
Plak!
Kejadian itu berlangsung tak lebih dari sepuluh detik. Takao iseng memanggil Midorima, sehingga Midorima memalingkan wajah dan (tanpa sengaja) Takao mencium pipi kirinya. Belum sempat sadar akan situasi mereka, Takao sudah ditampar oleh Midorima.
Takao bingung setengah mati. Ia mulai panik saat melihat bulir air menggenangi pelupuk mata Midorima. Tinggal menunggu beberapa detik sampai bulu mata lentik Midorima tak sanggup menahan derasnya laju air.
"Ba-bagaimana kalau aku hamil?"
Midorima menangis.
Hati Takao mencelos. Ia tak menyangka akibat perbuatannya bisa menjadi sangat fatal.
Secepatnya Takao memutar otak; mengabaikan rasa perih yang masih menggantung di pipi—dan hatinya. Ia mencari apa pun yang berpotensi meredam ledakan tangis teman sepermainan. Namun, dia sudah kehabisan ide, sementara tangis Midorima semakin keras. Di sisa-sisa rasa putus asa, Takao melihat sekuntum bunga daisy putih yang tumbuh liar di dekat bangku taman.
"A-anu ... aku akan tanggung jawab! Aku akan menikahi Shin-chan dan jadi ayah yang baik untuk anak kita. Sekarang aku belum punya uang untuk beli cincin, ja-jadi pakai ini dulu, ya?"
Midorima mengerjapkan mata berkali-kali ketika Takao memasangkan bunga daisy putih di jari manis kirinya. Perlahan Takao menalikan simpul sederhana di tangkai bunga; mengikat bagian ujungnya ke bagian yang lain sedemikian rupa, sehingga terbentuk sebuah cincin berhiaskan bunga daisy alami.
"Aku pernah lihat di tv, bunga yang bentuknya seperti ini sering dipakai di pernikahan. Katanya berarti cinta yang setia. Warnanya pun putih—polos seperti Shin-chan."
Sekali lagi Midorima memukul ulu hati Takao. Wajahnya berpaling dari Takao saat menaikkan kacamata yang merosot. Meski Midorima tidak mengatakan apa pun, Takao mengerti bahwa ia sudah dimaafkan. Jadilah mereka menikmati langit senja dalam diam, dengan pikiran yang tidak saling mereka ketahui satu sama lain, sampai orang tua mereka menjemput di saat bersamaan.
Well, biar bagaimanapun, mereka berdua masih bocah polos yang terlalu banyak menonton tv.
.
.
.
FIN.
.
Catatan: terinspirasi dari satu fanart, tapi saya nggak tau punya siapa orz
