.
.
.
.
Puppy Boy
.
.
.
Pair: Haehyuk
Rate: T
Warning: Yaoi/Three Shoot/Romance/School life
Summary: Donghae itu seperti anak anjing jinak yang mengikuti kemanapun Hyukjae pergi.
.
.
.
.
.
Siang itu begitu terik. Hawa panasnya tentu sangat terasa di dalam kelas Hyukjae yang berada dilantai tiga. Namja kelas dua SMU itu menguap sambil melihat guru sejarahnya menerangkan. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi tapi bel istirahat makan siang belum juga berbunyi. Ia tak pernah sarapan saat pagi hari karena itu siang sedikit saja perutnya sudah minta jatah hariannya. Kelaparan.
Iris hitamnnya melirik kearah jendela, melihat beberapa gerombolan anak-anak seangkatan dengannya sedang berolah raga. Lari jarak pendek, adalah materi hari ini. Matanya yang terbingkai kaca mata menyipit pada gerombolan mencolok di lapangan itu. Hyukjae menyandarkan punggunya lalu bersedekap.
Hyukjae melihatnya lagi.
Bagaimana Hyukjae menjelaskannya, gerombolan itu sendiri adalah gerombolan anak-anak istimewa. Istimewa di fisik, rupa, serta keluarga. Intinya mereka anak-anak populer yang selalu menjadi penyemarak sekolah. Bak idol sekolah dengan puluhan fansnya yang setia.
Karena itu lingkar pergaulan merekapun terbatas, meski yah mereka tetap bicara dan menyapa murid yang biasa. Namun tetap saja mereka tak mencoba mengakrabkan diri dengan orang-orang diluar lingkar pergaulan mereka.
Yah istilahnya sosialita tingkat sekolahlah.
Namun diantara orang-orang itu ada satu yang menurut Hyukjae unik. Orang yang menjadi pusat dari gerombolan itu. Orang yang paling bergantung diantara orang-orang itu. Tapi orang yang paling disayang diantara mereka.
Lee Donghae.
Anak kelas 2A, kelas yang begitu jauh dari kelas Hyukjae yaitu 2F.
Kenapa Hyukjae menyebutnya unik adalah karena sifat dan tingkah lakunya. Hyukjae tak akan menyebut fisik, karena sudah ia jelaskan tadi keistimewaan orang-orang itu.
Donghae ini mungkin adalah orang yang paling anti bergaul dengan orang-orang diluar lingkar populer itu. Bukan karena ia sombong atau pemilih teman, tapi lebih karena orang-orang disekitarnya adalah orang-orang yang sudah lama ia kenal.
Yah gerombolan itu (yang Hyukjae dengar) sudah berteman baik sejak mereka SD. Donghae ini sebenarnya sosok yang ceria dan begitu kekanakan, sosok yang akan mudah disukai karena tingkah lucu dan polosnya.
Namun sayangnya, Donghae bersikap seperti itu hanya dengan gerombolan teman-temannya. Ia akan memasang tampang datar dan tak akan bicara sepatah katapun jika berhadapan dengan orang lain diluar gerombolannya. Aura hangat musim seminya langsung berganti menjadi sedingin musim dingin begitu saja.
Jangan tuduh Hyukjae bercanda, karena seluruh sekolah tahu akan hal itu. Entah jika dengan guru, karena Hyukjae belum pernah satu kelas dengan Lee Donghae. Tapi Donghae cukup pintar karena selalu masuk sepuluh besar rangking pararel.
Meski sikapnya aneh begitu nyatanya setiap pagi puluhan siswi menyorakinya, berlomba mengucapkan salam padanya. Mencoba keberuntungan mereka agar disapa balik oleh salah satu Pangeran sekolah. See! Ia tetap jadi kesayangan seluruh sekolah
Sering Hyukjae berfikir, apa yang salah dengan anak itu?
Interuksi dari gurunya pada Hyukjae yang kurang memperhatikan memotong pikirannya, ia meminta maaf sambil sekali lagi melirik Lee Donghae yang tertawa-tawa dengan beberapa temannya yang merangkul serta mengacak rambutnya.
Tanpa sadar sudut bibir Hyukjae ikut tertarik. Satu lagi yang unik dari Lee Donghae.
Senyumnya menular.
.
.
.
Suara tawa renyah membuat siapa saja akan menengok. Lee Donghae dan gerombolannya sedang duduk disalah satu meja kantin yang paling strategis dan paling nyaman. Tentu mereka langsung menjadi poros posisi meja kantin. Lihat saja satu meja di sekeliling mereka adalah para siswi-siswi tercantik sekolah. Berikutnya jejeran siswa-siswi berbakat, setelah itu baru orang-orang biasa selayaknnya Hyukjae yang duduk begitu jauh dari gerombolan itu.
Salah seorang siswi cantik mendekati gerombolan mereka, ia putri komite sekolah kalau Hyukjae tak salah tebak.
Semua orang dikantin itu terdiam melihat gadis kelas 2 itu, mengamati apa yang akan terjadi.
"Emm, Donghae Oppa?" Panggilnya halus membuat tawa Donghae menghilang bersamaan dengan teman-temannya.
Wajah kekanakan itu langsung berubah datar saat menengok pada gadis yang memanggilnya. Sorot matanya terlihat tak bersahabat bahkan dari tempat Hyukjae duduk yang berjarak cukup jauh.
Gadis itu mulai tak nyaman karena perubahan aura disekitarnya. Namun karena tekadnya yang kuat gadis itu menyodorkan kertas kearah Donghae.
"Lusa ulang tahunku, aku sangat berharap Oppa bisa datang." Ucapnya berusaha menyodorkan sebuah kertas undangan pada Donghae, namun karena Donghae hanya diam menatapnya datar ia meletakkannya di meja lalu berjalan pergi meninggalkan kantin bersama teman-temannya.
Dan yang terjadi adalah sesuai tebakan semua orang. Kertas undangan itu terbengkalai diatas meja tanpa dilirik sedikitpun oleh Donghae yang sudah kembali tertawa dan bercanda bersama teman-temannya.
Dapat Hyukjae lihat para siswi cantik disekeliling mengembuskan nafas lega atas respon Donghae yang acuh pada undangan gadis itu, karena kesempatan untuk mereka masih terbuka lebar.
Hyukjae tertawa pelan melihatnya sambil menyuapkan nasi kemulutnya, dasar wanita.
Ini bukan hal yang aneh, karena ini sering terjadi. Entah berapa gadis yang sudah diacuhkan Lee Donghae di sekolah ini. Perilakunya memang begitu. Sangat aneh, kenapa ia sebegitu acuhnya dengan orang-orang yang bukan gerombolannya? Sedangkan ia bisa terlihat begitu normal dengan teman-temannya. Sampai sekarang Hyukjae masih tak habis pikir.
Hyukjae menaikan letak kaca matanya yang sedikit melorot dengan punggung tangannya.
"Hyuk!" Pangilan itu membuat Hyukjae menengok sebelum tersenyum dan melambai pada teman sekelasnya yang ikut bergabung dengannya.
.
.
.
Satu kilatan dan langsung disusul suara guntur yang begitu keras mengagetkan Hyukjae yang sedang mengunci pintu utama perpustakaan. Ini sudah sore bahkan hampir malam mengingat jam sudah menunjukkan pukul lima lebih. Hyukjae memang sudah biasa pulang jam segini sejak ikut membantu di perpustakaan sekolah dalam usaha untuk menambah uang saku. Tapi juga bukan berarti ia biasa dengan keadaan mencekam sekolah seperti ini, hujan begitu lebat dengan kilat yang menyambar-nyambar dan keadaan sekolah yang sepi tanpa penghuni sama sekali tidak membantu.
Setelah pintu perpustakaan terkunci rapat, Hyukjae lekas berjalan cepat menuju lantai dasar untuk mengambil beberapa buku di dalam lokernya. Ia memilah dengan tergesa buku-buku yang perlu ia bawa pulang. Sekolah semakin gelap dan perasaannya semakin tak enak. Setelah semua buku berpindah ke tasnya ia segera berbalik dan dengan langkah cepat akan meninggalkan sekolah. Namun belum sampai pintu utama Hyukjae berjengit kaget menghentikan langkahnya.
"AAA!" Serunya keras saat melihat banyangan hitam di dekat deretan loker sekolah. Jantungnya langsung berdetak tak karuan karena ketakutan melandanya.
Tidak lucu ia bertemu hantu sekolah sore-sore begini.
Tapi tunggu dulu. Mata Hyukjae menyipit sebelum perlahan mendekati bayangan hitam itu. Matanya lekas terbelalak saat menyadari sosok hitam itu bukanlah hantu seperti bayangannya melainkan seorang siswa dengan seragam yang sama dengannya sedang bergetar ketakutan di sudut deretan loker.
"Donghae-shi?" Ucap Hyukjae tak percaya, lebih kepada dirinya sendiri. Meski kini sosok itu menenggelamkan wajahnya di kedua lengannya yang bertumpu pada lututnya tapi Hyukjae sangat hafal dengan pembawaannya. Jadi sekali lihat pun ia tahu.
Apa yang sedang dilakukan seorang Lee Donghae jam segini di sekolah?
Hyukjae melihat sekitarnya, sepi.
Dimana teman-temannya?
Iris hitam Hyukjae kembali melihat sosok yang masih meringkuk, gemetar. Hal ini membuat Hyukjae khawatir. Perlahan ia memegang pundak Donghae membuat namja itu tersentak lalu mendongak menatap Hyukjae.
"Donghae-shi, gwencana?"
Donghae mengalihkan perhatiannya menghindari mata Hyukjae tanpa menjawab. Suara petir yang membahana mengagetkan keduanya. Hyukjae mengelus dadanya kaget lalu melihat Donghae yang semakit bergetar ketakutan.
Hyukjae mengernyit saat otaknnya membuat kesimpulan, orang ini takut petir.
Apa ia terjebak disini?
Tangan Donghae terlihat mencengkram dengan gemetaran, sosoknya sekarang mengingatkan Hyukjae dengan anak anjing yang ia pungut bulan lalu dijalan. Persis seperti ini. Ditengah hujan. Ringkih dan terlantar. Hyukjae menghela nafas. Ia tak mungkin meninggalkan orang ini.
Perlahan Hyukjae mulai duduk disamping Donghae yang masih meringkuk bersandar pada loker. Tangan Hyukjae terulur akan memegang pundak Donghae sekedar memastikan orang ini baik-baik saja tapi ia urungkan dan kembali melihat kedepan tepatnya di pintu keluar yang tak jauh dari mereka sambil melepas kaca matanya.
Lama keadaan sunyi sampai Hyukjae mulai membuka mulutnya, bukan sebuah perkataan yang muncul namun sebuah nada-nada tanpa lirik. Donghae mendongak saat mendengarnya, ia melihat kesamping hanya untuk menemukan orang asing itu duduk disampingnya, menyanyikan sebuah nada tanpa lirik.
Itu adalah lagu lama dengan nada yang menenangkan, Hyukjae tak pernah hafal liriknya namun ia ingat dengan jelas nadanya. Tidak sengaja sebenarnya karena Nonnanya selalu menyanyikan lagu ini setiap hari, membuatnya hafal tanpa sadar.
Donghae terus menatapnya, menyerap nada-nada lembut itu tanpa sadar melupakan suara petir serta hujan yang menakutinya. Ia melihat bagaimana orang ini begitu tenang dan dengan mudah menghilangkan ketakutannya.
.
.
.
Hyukjae menghentikan langkahnnya, ia menengok kebelakang hanya untuk pertatapan langsung dengan iris cokelat menawan namja yang ikut berhenti dibelakangnya. Ia mencibir pelan. Lee Donghae sejak tadi berjalan di belakangnya dengan tangan yang memegang jas sekolah Hyukjae erat, takut ditinggal.
Setelah hujan sedikit reda dan suara petir tak lagi terdengar akhirnya Hyukjae memutuskan untuk meninggalkan sekolah. Tentu ia mengajak Donghae meski awalnya tak ada respon apapun. Bahkan orang ini seperti menganggap Hyukjae tak ada, begitu acuh meski ketakutan. Akhirnya setelah sedikit ancaman dan cerita hantu Donghae mau juga beranjak mengikutinya.
Hyukjae ingin tertawa saat itu, ia tak menyangka Lee Donghae juga percaya hantu.
Akhirnya mereka keluar dari sekolah dengan berbagi payung bersama. Namun Hyukjae benar-benar merasa tak nyaman dengan cara berbagi payung mereka.
Seperti sekarang ini, Donghae berjalan begitu menempel padanya tepat dibelakang. Namja ini tidak mau berjalan berdampingan dengannya meski Hyukjae sudah memintanya dengan sedikit memaksa, keras kepala.
"Yah! Kita kelihatan aneh berjalan berurutan seperti ini! Kau tidak merasa aneh sama sekali?" Hanya kerjapan mata Donghae yang didapat Hyukjae untuk pertanyaannya. Hyukjae berdecak, orang ini masih tak mau membuka mulutnya. Apa satu kata begitu mahal untuknya? Apa Hyukjae perlu membayar dulu agar ia bicara?
Tidakkah Donghae tahu jika Hyukjae sudah mulai sebal padanya.
Ah, sudahlah lupakan.
Hyukjae akan berbalik kembali berjalan saat ia mendengar suara aneh yang berasal dari perut Donghae. Pandangannya turun melihat Donghae yang memegangi perutnya.
Orang ini pasti lapar.
Hyukjae menghela nafas. Ternyata Donghae ini begitu merepotkan.
Hyukjae menengok sekitar, saat matanya menemukan minimarket tak jauh darinya senyumnya terlihat.
"Ikut aku!"Hyukjae menarik tangan Donghae, membimbing namja itu masuk ke minimarket.
Hyukjae membeli dua buah ramyon, percaya atau tidak Donghae mengeleng saat Hyukjae bertanya ia membawa uang atau tidak.
Anak orang kaya tapi tak punya uang sama sekali. Ck ck.
Akhirnya mereka menyeduhnya di sana. Duduk berdua di bangku yang menghadap langsung dengan kaca besar mini market sambil menunggu ramyon mereka matang. Melihat gerimis di luar yang sudah gelap.
"Wah masitta!" Desah Hyukjae saat menyeruput ramyonnya panas-panas. Iris hitamnnya menangkap Donghae yang hanya diam melihatnya makan.
"Kenapa tidak dimakan?" Lagi-lagi Donghae hanya mengerjab tanpa menjawab membuat Hyukjae mengambil alih ramyon Donghae.
Membuka penutupnya lalu mengaduknya rata siap makan sebelum kembali meletakkannya kembali dihadapan Donghae.
"Ayo dimakan, ku jamin kau tak akan menyesal."Kata Hyukjae sambil tersenyum meyakinkan.
Donghae kembali melihat ramyonnya sebelum dengan ragu mulai memakannya sesuap. Matanya terbelalak sebentar membuat Hyukjae terkekeh, dan tentu bisa ditebak setelahnnya Donghae begitu lahap menyeruput ramyunnya. Tidak ada orang Korea yang tidak suka ramyon.
"Hyukjae." Donghae menengok pada Hyukjae dengan mulut penuh ramyon.
"Namaku Lee Hyukjae."
Donghae hanya diam pada Hyukjae yang tersenyum padanya.
.
.
.
Dua orang itu berjalan di trotoar dengan perut penuh seperti akan meledak. Keduanya menghabiskan tiga cup ramyon jumbo dan kini mulai kesulitan berjalan karena kekenyangan. Hujan sudah benar-benar reda sekarang membuat hawa dingin semakin terasa.
"Astaga. Aku tidak akan pernah lagi makan ramyon seumur hidupku." Keluh Hyukjae tentu tak sunguh-sungguh, hanya efek kekenyangan belaka. Ia menutup mulutnya karena rasa mual yang melanda. Ia mirip wanita hamil kalau begini.
Sedangkan Donghae berjalan ringan didepannya, sepertinya ramyon sukses mengembalikan mood namja itu. Sulit dipercaya bahwa orang ini adalah orang yang sama yang Hyukjae temukan gemetar ketakutan di sudut loker beberapa jam yang lalu.
Hyukjae tak berniat bertanya bagaiamana Donghae bisa berakhir seperti itu, toh bukan urusannya. Lagi pula kalau Hyukjae bertannya pun Donghae belum tentu mau menjawab. Ingatkan kalau Hyukjae bukan termasuk gerombolan populer teman-teman Donghae. Begitu susah untuk membuka mulut Donghae.
Hyukjae melihat kearah Donghae sambil mengernyit memikirkan tingkah lakunya yang aneh dan entah naluri atau apa Donghae menengok kearahnya mengejutkan Hyukjae.
"Oh, Dong-"
BRURSH
Hyukjae dan Donghae mematung.
Baju mereka basah terkena genangan air kotor yang dengan naasnya mengguyur tubuh mereka. Sebuah mobil berwarna silfer yang baru lewat yang membuat mereka menjadi begini, mencipratkan air pada mereka dan melaju pergi tanpa rasa bersalah.
"YAK! Brengsek! Mobil sialan!" Hyukjae hanya bisa berteriak mengumpat pada mobil itu dengan sederet makian dan kata-kata kotor lainnya hingga ia mendengar suara tawa seseorang.
Hyukjae menengok hanya untuk terdiam menatap Donghae yang tertawa begitu keras.
Irus hitamnya menatapnya tak percaya.
Donghae tertawa.
Didepannya yang bukan siapa-siapa.
Tawanya terdengar renyah, membuat Hyukjae perlahan ikut terkekeh pelan. Keduanya tertawa melihat baju mereka yang kotor dan basah.
.
.
.
Hyukjae melihat nanar pada ponsel Donghae ditangannya, ponsel itu mati karena kehabisan daya. Membuatnya tak bisa menghubungi keluarga atau orang-orang terdekat Donghae. Pantas Donghae terjebak disekolah sendirian. Ia mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya yang duduk di halte sambil mengoyang-goyangkan tubuhnya ringan. Sesekali akan kembali terkekeh saat melihat seragamnya yang basah dan kotor.
Hyukjae hanya bisa menggeleng tak percaya melihat tingkah lakunya. Orang ini sama sekali tak sadar jika ia terancam tak bisa pulang.
"Donghae-shi."
Kali ini Donghae akan langsung menengok, menatap Hyukjae dengan polos.
"Kau pernah naik bus?" Wajar Hyukjae bertanya, selama ini orang ini selalu berangkat dan pulang dengan teman-temannya dengan mobil jemputan. Anak orang kaya.
Donghae mengeleng.
Hyukjae menghela nafas, sepertinya ia harus mengantar orang ini pulang. Hyukjae melihat daftar jadwal serta rute bus di depannya.
"Kau tinggal di mana?" Tanya Hyukjae tanpa menengok.
Tak ada jawaban dari Donghae membuat Hyukjae menengok.
"Kau tinggal dimana?" Ulang Hyukjae kali ini diakhiri senyuman pada Donghae.
"Gangnam."
Donghae menjawab pelan, membuat Hyukjae tersenyum. Ho akhirnya Lee Donghae membuka mulutnya juga.
Hyukjae melihat kembali jadwal kedatangan bus, masih dua puluh menit lagi sebelum bus menuju distrik Gangnam datang. Tak mengherankan Donghae tinggal di Gangnam, tempatnya orang-orang kaya.
Mereka duduk bersebelahan di halte tanpa percakapan. Hyukjae sibuk meniup tangannya yang mencengkram satu sama lain dengan nafasnya yang hangat. Mencoba menghangatkan jemarinya yang serasa membeku. Sedangkan Donghae hanya menatap Hyukjae sedari tadi. Entah apa yang dipikirkan namja itu. Matang menelusuri wajah Hyukjae dari samping. Mulai dari dahi, mata, hidung, bibir hingga dagu. Serta melihat rambut pirang Hyukjae yang sedikit berantakan dan basah. Meski begitu masih terlihat begitu lembut.
Donghae sedikit tersentak saat Hyukjae tiba-tiba saja menengok, membuat mata mereka bertemu. Tapi kali ini Donghae tak menghindar. Ia malah mengamati mata hitam kelam dibalik kaca mata orang di sampingnnya. Membuatnya membeku, membuatnya terhanyut.
Dahi Hyukjae mengernyit, kenapa orang ini melihatnya seperti itu? Namun saat melihat bibir Donghae yang memucat karena kedinginan pikirannya terpotong. Hyukjae kembali meniup nafas hangatnya di kedua tangannya sebelum terulur lalu memegang kedua pipi Donghae. Memberi sedikit kehangatan.
Ia terkekeh saat melihat ekspresi terkejut Donghae.
"Hangat kan?"
Donghae tak menjawab, namun tangannya perlahan memegang tangan Hyukjae yang ada di pipinya membuat tawa Hyukjae menghilang.
Keduanya terdiam, menyelami iris masing-masing.
Hyukjae tiba-tiba merasa aneh dengan kedaan disekitarnya. Mereka tak pernah saling bertegur sapa, tak saling mengenal sebelumnya. Tapi tiba-tiba saja hari ini mereka menjadi begitu dekat.
Aneh.
Sangat aneh.
Sebuah mobil mewah yang berhenti mendadak di depan mereka menyadarkan Hyukjae, ia melepaskan tangannya dan melihat tiga orang keluar dari dalam mobil.
Oh, Hyukjae sangat tahu siapa mereka semua. Teman-teman Donghae.
"Donghae!"
Yang berteriak panik menghampiri mereka bernama Sungmin kalau Hyukjae tak salah. Lalu di belakangnya yang berjalan tenang dengan raut wajah dingin adalah Kyuhyun. Dan di belakangnya lagi yang keluar dari pintu kemudi mobil bernama Siwon.
"Kemana saja kau! Kami semua begitu khawatir saat ibumu menelpon kalau Park ajushi tak menemukanmu di sekolah. Kenapa kau tak menelpon?"
"Ponselku mati." Donghae mejawab pelan.
"Omona, kenapa bajumu basah dan kotor? Apa kau terluka? Mana yang luka?"
Kali ini Donghae hanya menggeleng.
Berlebihan.
Menurut Hyukjae, Sungmin terlalu berlebihan. Donghae terlalu tua untuk dikhawatirkan hingga seperti itu. Dapat Hyukjae lihat Donghae meliriknya membuat Sungmin juga ikut melihat kearahnya.
Akhirnya keberadaannya dianggap juga. Namun Hyukjae terkejut saat mata Sungmin justru melihatnya tak suka.
Hell, apa salah Hyukjae? Ia bahkan membantu mengurus anak anjing tersesat bernama Lee Donghae.
"Ayo kita pulang, Donghae." Sungmin menarik Donghae berdiri lalu berjalan menuju mobil.
Terlihat sekali Donghae enggan mengikutinya, bahkan ia terus menengok kearah Hyukjae seperti minta dilepaskan.
Hyukjae hanya diam, ia tak tahu harus bagaimana. Ia bukan siapa-siapa. Bahkan sampai orang-orang itu membawa masuk Donghae ke dalam mobil ia tetap diam saja.
Iris hitam Hyukjae menagkap Donghae yang menatapnya di balik jendela mobil. Hyukjae tersenyum padanya sebelum melambai pada Donghae saat mobil itu melaju pergi meninggalkan dirinya seorang diri di halte. Sama sekali tak ada ucapan terima kasih untuk Hyukjae.
Hyukjae menghela nafas sebelum sebuah bus berhenti tepat didepannya, bukan bus menuju Gangnam tapi bus menuju halte dekat rumahnnya.
.
.
.
Pagi itu terlihat cerah tapi Hyukjae begitu malas berjalan menuju kelasnya. Libur seminggu yang sekolah berikan seakan masih kurang cukup untuk namja satu ini. Entah dengan alasan apa sekolahnya meliburkan muridnya selama seminggu kemarin, Hyukjae tak terlalu mendengarkan. Yang pentingkan libur.
Ini tepat seminggu setelah kejadian ia memungut Donghae, sudah Hyukjae bilang Donghae mirip anak anjing yang terlantar saat itu jadi istilah'memungut' sangat cocok. Selama seminggu ini juga ia tak pernah melihat Donghae karena libur, tapi Hyukjae tak bisa melupakannya. Menurutnya itu sangat unik dan aneh. Bahkan Hyukjae sering tertawa sendiri saat mengingatnya.
Suara ribut anak-anak di belakangnya membuat Hyukjae menengok kebelakang hanya untuk melihat gerombolan Donghae dan kawan-kawannya sedang berjalan di lorong. Kelas mereka memang ada di ujung gedung lantai tiga yang mengharuskan mereka selalu melewati kelas Hyukjae.
Dapat Hyukjae lihat Donghae berjalan ditengah mereka sambil dirangkul namja tinggi bernama Siwon. Segalanya terlihat normal seperti sedia kala, seperti kejadian seminggu yang lalu itu hanya mimpi belaka. Bahkan Hyukjae ragu Donghae mengingatnya.
Memang Hyukjae siapa sampai Donghae harus mengingatnya?
Bukan siapa-siapa.
Hyukjae kembali berjalan berniat masuk kelasnya, ia juga tak ingin Donghae mengingatnya. Sebelum ia masuk ke dalam kelas ia kembali menengok kearah gerombolan itu dan siapa sangka Donghae juga melihat kerahnya.
Hyukjae sudah akan masuk ke dalam kelas kalau bukan karena melihat perubahan ekpresi Donghae saat melihatnya.
Meta Donghae langsung berbinar dan dengan senyum yang merekah tiba-tiba saja berlari kearah Hyukjae.
"Hyukkie!" Serunya menubruk Hyukjae hingga keduanya jatuh di lantai sekolah karena Hyukjae tak siap.
Semua orang shock melihatnya, anak-anak kelasnya, teman-teman Donghae, termasuk Hyukjae yang kini terkapar di lantai.
Ia melihat Donghae yang tertawa riang sambil memeluknya erat.
"Hyukkie, bogoshipo."
Apa?!
.
.
.
TBC
Bosenin ya? Haha maaflah. Ini HAEHYUK kok meski Donghaenya kayak gitu.
Yah lagi-lagi 3shoot. Udah lama aku ingin buat cerita sekolah macam ini dan kurasa yaoi akan lebih cocok untuk cerita satu ini.
Maaf bgt kalo jelek, banyak typo dan kesalahan menulis lainnya. Tolong jangan dibandingin dengan cerita 3 shootku yang sebelumnya karena jelas ini beda.
Lanjutannya aku post 3 hari lagi kalo ada yang minat dan minta dilanjut. Cerita ini udah jadi, tenang aja.
See u next chapter kawan :D
