Disclaimer : Ide ini muncul murni dari otak cabul saya saat saya lagi jalan ke warung sambil menenteng dua buah susu coklat merek Indomilk seharga Rp. 2500,00.- dan sebuah susu coklat merk Ultramilk dengan harga yang berselisih Rp. 500,00.-, yaitu Rp. 3000,00.-
Warning : OOC, AU, Shonen-Ai, daku tak bisa ngetik fic dengan M content Yaoi, karena pikiran belum kesampean kesana. (Kalo Role-Play Yaoi sih, hayukkkk)
Cast : Faine hanya milik *allenerie yang sampe mampus pun saya ga bakalan dikasih buat ngejadiin dia sebagai milik Neo, Tae Yon juga cuma punya ~beastofdesire yang sampe saya matipun ga bisa diraep-raep seenaknya sama Neo, Rena yang notabene jadi tempat penampungan curhatan Neo dan Faine dimiliki oleh ~shirosagi-yukihiko, Neo lahir dari otak cabul nan pedo milik saya yang berharap ada bocah imut yang umurnya 17 tahun tapi fully seme dan ganteng.
.
.
.
.
.
Cherry Blossom
.
.
.
.
14 Januari, musim dingin. Awal dimana orang-orang kantoran mulai sibuk untuk pergi berkerja, dan para siswa-siswi berbondong-bondong masuk sekolah di awal masa-masa remajanya yang akan disongsong oleh warna-warni hidup.
Tapi tidak untuk remaja laki-laki yang satu ini. Bangun jam 7.30 pagi tentu saja membuatnya terlambat dan telat untuk mengikuti upacara penerimaan siswa baru di SMA-nya. Memutuskan untuk sarapan roti isi dan susu vanilla, Faine berlari terburu-buru sampai menuju stasiun kereta. Bisa dikatakan sungguh-sungguh terlambat.
Selagi mengulang-ngulang kata-kata 'gomen' pada tiap orang yang dilewatinya, Faine terus menggengam tas hitam miliknya dan mencari tempat yang tepat di sesaknya kereta yang penuh dengan lautan manusia. Dan tentunya, menghalau para pervert yang siap untuk mencari kesempatan pada saat-saat seperti ini.
UPACARA PENERIMAAN MURID BARU SMA KANBASHUU RENJII. Terlambat. Faine terus berlari-lari ketika melihat jam tangan sudah menunjukkan pukul 08.27. Sungguh kesan pertama yang buruk. Menyesal karena tidur terlambat kemarin malam memang sudah sepantasnya dilakukan, sayangnya, daripada membuang waktu untuk berpundung dipojokan jalanan, Faine lebih memilih berlari untuk mengejar ketinggalan. Siapa tahu saja kan' masih sempat? Ya, siapa tahu…
Siapa juga yang tahu kalau setelah berbelok pada tikungan yang ada didepannya, Faine langsung menabrak seseorang secara tiba-tiba? Yaa, siapa yang tahu…
Segala kemungkinan bisa saja terjadi disaat-saat seperti ini, dengan sedikit permainan takdir, Faine segera bangkit dan meminta maaf pada orang didepannya.
Rambut putih, kacamata hitam, mata hitam gelap keunguan. Menelan sedikit ludah, Faine yang polos langsung saja menyimpulkan kalau orang ini…
Tuna netra.
"Kalau jalan lihat-lihat!"
Karena kaget atas bentakan orang itu, Faine secara sontak langsung mundur dan membungkuk untuk minta maaf. Sekaligus membantu orang itu untuk berdiri.
"Ah, maaf… Aku tak melihat tadi, errr… Apa kau baik-baik saja, DIK?"
Entah memang sedang bad luck atau apa, tapi orang yang tanpa sengaja ditabrak oleh Faine tadi, malah berbalik marah padanya.
"Hey! Jangan perlakukan aku seperti anak kecil! Umurku ini TUJUH BELAS TAHUN!"
Sayangnya postur badanmu tidak bisa membuat siapapun percaya kalau kau berumur tujuh belas tahun, nak…
"Aku ini anak SMA tahu!"
Iya, tahu… Kenyataan itu memang menyakitkan… Tapi nggak usah ngotot begitu dong…
Kita patut berterima kasih pada Tuhan YME karena atas berkat dan rahmatNya-lah, Faine dilahirkan dengan kesabaran yang amat cukup untuk menghadapi anak kecil satu ini. (atau berterima kasih pada *allenerie sang creator untuk menciptakan chara super uke yang sangat loveable? 8D)
Setelah puas mengomel tanpa sebab, anak itu segera berfokus pada tujuan utamanya setelah bel sekolah berbunyi.
"Gawat, aku telat!"
Eh?
Iya, Faine, kau nggak salah dengar.
"Kau murid baru disini juga?"
Keduanya diam beberapa saat karena masing-masing memiliki penyakit yang sama, yaitu lola, atau loading lama.
"AHH!"
Setelah saling menunjuk satu sama lain karena terkejut melihat bahwa masing-masing mengenakan seragam yang sama, keduanyapun lari terburu-buru menuju aula olahraga.
.
.
.
.
.
Faine hanya terduduk di kursi paling belakang kelas karena terlambat datang. Sekali lagi, kesan pertama itu penting bagi para siswa baru sekalian. Hancur sudah imej kalian yang baik-baik jika pada hari pertama saja kalian sudah datang terlambat. Tersenyum penuh hopelessness, Faine yang bingung untuk membuka buku pelajaran akhirnya menengok pada teman yang duduk disebelah kursinya.
"An…o…"
Faine tetap mempertahankan senyum hopeless miliknya saat melihat teman sebangkunya adalah seorang gadis bermata satu yang sedang menguntit dirinya dari balik buku.
Kesan pertama itu penting. Dan gadis ini sudah membuktikan bahwa dia bukanlah orang baik-baik.
Merasa was-was dan penuh dengan keringat dingin, Faine memutuskan untuk kembali berkutat pada buku dengan tetap mempertahankan senyuman hopelessnya.
"Ah, maaf membuatmu merasa aneh seperti itu, namaku Sakushii Rena. Salam kenal ya… Semoga kita bisa berteman baik…" ucapnya sembari memasang Angelic Face dan mengulurkan tangan.
Rambut pink terlalu mencolok, mata satu, senyuman mencurigakan. Jangan percaya, Faineee… Jangan dipercayaaaa…
"Ano… Watashi wa Faine desu, hajimemashite…" balasnya sambil menjabat tangan gadis tersebut.
Oh, Faine…
Kau sungguh…
Bego.
.
.
.
.
.
"Hee? Jadi asrama pria digabung? Kupikir satu kamar, satu orang…"
"Yaa, nggak mungkinlah… Mereka nggak pakai sistem anak emas disini…"
Bel istirahat sekolah dijadikan saat-saat paling tepat bagi siswa-siswi baru untuk saling bercengkrama satu sama lain. Faine dan Rena misalnya, yang sedari tadi sibuk membicarakan mengenai sistem SMA Kanbashuu Renjii yang notabene sekolah asrama cewek-cowok yang laris diisi oleh berbagai kalangan, mulai dari konglomerat, seleberiti, artis papan atas, dan golongan menengah kebawah, bahkan stalker juga ada.
Menyantap sup miso dengan lahap dan gembira, Faine tiba-tiba teringat kembali untuk mengurus sebagian administrasi miliknya, karena walaupun dia adalah siswa baru, tetapi dia bukanlah anak kelas satu. Datang sebagai siswa pindahan di kelas dua membuat administrasinya semakin dipersulit dengan urusan tetek bengek lainnya.
Dan lagi, anak pindahan yang datang terlambat tentunya tak ingin kesialannya semakin bertambah menghiasi hari-hari disepanjang kehidupan SMA-nya.
"Hey, ada bekas nasi menempel di pipimu tuh…"
"Eh?"
"Sebaiknya cepat-cepat kau bersihkan sebelum orang lain melihatmu…"
"… Eh? Ya? Dimana?"
Headbang. Polos sumpah ini anak.
"Di pipiii… Di pipiii…" kata Rena nggak sabaran sembari menunjuk-nunjuk pipinya sendiri.
Sabar neng, sabar. Orang sabar disayang Tuhan.
Atau sedang diuji oleh Tuhan?
Yang pasti, sebelum Faine sempat membersihkan sisa nasi yang menempel dipipinya, tangannya menyenggol mangkuk sup miso dan dengan sukses jatuh membanjiri baju seragam miliknya sendiri.
Rena misuh-misuh sambil mengusap dada.
"Faine… Kau ini UKE banget…"
Dengan tidak mengurangi kesopan santunannya, Rena menjaga perasaan Faine agar dia tidak tersinggung.
"Maksudku, tingkahmu yang polos ini mirip banget dengan tokoh utama cowok yang baik hati nan polos bak seorang uke di komik-komik remaja."
Lagi-lagi, Faine butuh loading lama untuk menangkap maksud gadis remaja yang sekarang sibuk mencari lap untuk membantunya membersihkan tumpahan sup miso.
Karena Faine membalas dengan memberikan senyum innocent nan mematikan, lagi-lagi hanya menyebabkan Rena berpikir untuk mencarikan seorang seme untuknya. Biasalah, pengaruh media massa jaman sekarang membuat orang-orang semakin berpikir pada hal yang semakin tidak dimengerti.
.
.
.
.
.
"Kau bilang kau butuh manager baru kan?"
Rena berbicara di telepon genggam miliknya, dengan memasang tampang pebisnis ulung, ia memulai memberikan penawaran.
"Tenang saja, dia baik dan sopan, kerjanya juga cekatan. Kau setuju kan? Baik, nanti siang aku akan mengenalkannya padamu…"
Pip.
"Ano… Rena-san, sedang berbicara pada siapa?"
Faine hanya memandang polos saat Rena berbalik menatap padanya dengan wajah penuh kemenangan dan seringaian… Yang dilihat Faine sebagai Angelic Face tentunya.
Menepuk pundak Faine yang sedang bertanya-tanya, tiba-tiba Rena menawarkan sebuah kesempatan untuk menjadi mandiri padanya.
"Aku sudah merekomendasikanmu pada klub sepak bola."
JGERRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Guntur dadakan? Oh, bukan. Gempa bumi? Bukan juga. Yang pasti itu adalah sound effect yang Faine dengar ketika Rena menyebut 'klub sepak bola'.
Ada apa gerangan tiba-tiba Rena menyuruh Faine mengikuti klub sepak bola?
Bukan, bukan. Ini bukan gara-gara musimnya viva world cup sedang menjamur di seluruh dunia. Bukan juga karena Rena ingin melihat Faine bermain ala David Beckham atau Richardo Kaka jejadian di klub sepak bola, tapi hanya karena Rena ingin membantu teman barunya yang satu ini untuk bersosialisasi lebih lanjut dengan siswa-siwa pria di sekolah ini.
Karena semenjak pagi, Faine hanya terus mengekor pada Rena karena dia belum mengenal siswa-siswi lain yang ada di kelasnya.
"Ta… Tapi aku tak bisa bermain bola, Rena-san…" Faine hanya panik karena tidak mengerti hal apa yang menimpanya sekarang.
"Tenang saja, kau hanya menjadi manager kok'. Tidak perlu bisa bermain bola segala…" tatapnya meyakinkan. "Pokoknya nanti siang kutunggu di aula olahraga ya…"
Seakan nggak perduli dengan Faine yang bingung setengah mati karena nggak tahu mesti bagaimana, Rena terus berjalan dengan cengiran yang membuat siapapun yang melihatnya segera terkena sakit jantung dadakan.
.
.
.
.
.
Setelah pulang sekolah, Faine buru-buru berlari menuju asrama pria yang berada cukup jauh pada sekolah utama. Mengingat siang ini Faine sudah memiliki janji meeting dengan Rena, anak itu segera mencari-cari kamar nomor 183.
"Kunci… Kunciii… Aduhhh, dimana kunci milikku…" disaat seperti ini, tentunya Faine tidak mau terkena masalah yang menyebabkan dia terlambat. Anak baru tukang telat. Oh, my gosh… Jangan sampai deh dapat julukan seperti itu.
"Hoooiiii! Ada yang lihat kunci kamar nomor 183 tidak?"
Sayangnya teriakan itu bukan berasal dari Faine. Seorang anak laki-laki berambut putih, berkacamata hitam, dan bermata hitam keunguan sedang berlari-lari tak jelas sembari meneriakkan kata-kata yang sama. Terdengar de javu? Mungkin itu hanya perasaan Faine saja.
Atau mungkin lagi-lagi ini permainan takdir…
Karena lagi-lagi Faine dan anak itu kembali bertabrakan, hanya saja, kali ini lebih brutal karena Faine ditabrak dengan kecepatan penuh.
"Ah! I got it!" Katanya sebelum menabrak Faine.
Dalam sekejap saja, Faine langsung tertimpa oleh anak itu, semua barang-barangnya berserakan dan kopernya jatuh. Buruknya, kepalanya sedikit terbentur lantai dan membuatnya meringis kesakitan. Dan untuk sekejap, Faine merasa ada sesuatu yang empuk yang menempel pada bibirnya.
"Kh!" Anak laki-laki berambut putih itu segera bangun mendadak dan menggosokkan tangannya pada bibirnya sendiri dengan wajah memerah.
Faine yang emang sudah alakadarnya dilahirkan lemot, hanya bisa menatap dengan lugu. "Da… Daijobu, ka? Apa kau sakit? Mukamu merah sekali…"
"Nggak! Nggak kok! Nggak apa-apa, wahahhaahha… Maaf ya! Maaf!"
Karena dibalas dengan kibasan tangan serta tingkah yang tak beraturan dari anak itu, Faine semakin penasaran dan dengan polosnya malah mendekatkan wajahnya dengan anak itu dan menatapnya lekat-lekat.
"Ah… Kau kan yang tadi pagi."
Masih dengan salah tingkah, anak itu berusaha agar tetap nyambung dengan obrolan Faine, ya… Siapa yang sangka saat bertabrakan tadi, walau untuk sekejap saja, bibir mereka bersentuhan satu sama lain.
Ciuman.
Mimpi?
Bukan.
Sayangnya kenyataan.
Sekali lagi mari kita panjatkan puji syukur pada Tuhan YME karena telah melahirkan Faine dengan sifat super lugu.
"Wa… Watashi wa, Faine desu… Hajimemashite…"
Karena disambut dengan senyuman dan uluran tangan yang hangat seperti itu, tentunya siapapun akan luluh dan kalah oleh feromon berbahaya yang dikeluarkan super uke satu ini.
"A… Aku, Neo… Sa… Salam kenal juga…"
Yang pasti, awal hubungan mereka berdua ini akan membawa malapetaka yang berkelanjutan.
.
.
.
.
.
***To Be Continued***
(A/N : Mohon maaf untuk *allenerie dan ~shirosagi-yukihiko karena seenaknya membuat OC kalian jadi OOC sangat…)
