RESTART

Saya sangat tidak merekomendasikan cerita ini dibaca oleh reader dibawah umur atau yang tidak menyukai Hard-Yaoi. Tidak menerima flame untuk apa yang sudah saya peringatkan sebelumnya.

Juli, 2016

Tak ada yang Tetsuya inginkan lagi. Dia tak mau berharap lebih dari ini. Rasa syukurnya pada Tuhan sudah tak bisa diungkapkan, Tetsuya sangat bahagia dengan hidupnya sekarang. Punya suami yang tampan dan pengertian, hidup dengan mapan, dan punya pekerjaan yang menyenangkan meski sang suami memberinya banyak batasan. Terutama setelah dia mendapat karunia Tuhan.

Ya, disini, diperutnya, di rahim yang entah Tetsuya tidak tahu kenapa bisa punya, telah hadir seorang calon anaknya. Buah hatinya, hasil cinta dengan suaminya. Seolah masih tak percaya dengan vonis dokter 4 bulan yang lalu kalau ditubuhnya, telah hadir sosok mungil idaman setiap pasang manusia.

Disclaimer :

Kuroko No Basuke milik Fujimaki Tadatoshi

Original story milik Gigi

Main cast :

Akashi Seijuro

Kuroko Tetsuya

Other's

Warn :

M (LEMON Alert!)

AKAKURO

Mpreg

Yaoi

Romance, Hurt, Drama

OOC

Typo

Dipenuhi dengan sorak kegembiraan, raut wajah tak percaya, rasa syukur yang luar biasa saat kabar itu beredar di keluarga besar mereka. Mertuanya bahkan langsung mencari dokter terbaik untuk memantau kandungannya. Tetsuya sendiri, saat tahu dirinya bisa memberi keturunan bagi Akashi, bisa merasakan kalau hidupnya telah sempurna untuk pertama kali.

Dia bahagia hingga tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.

"Sudah rapi, mau kemana?" Tetsuya tersentak saat sepasang tangan kokoh itu memeluk pinggangnya dari belakang, sambil mengelus perutnya yang mulai membesar.

"Aku akan menyerahkan novelku pada editor, kemudian mengajar di TK," Tetsuya berbalik, mengecup bibir Akashi sekilas dan memasangkan dasi sang suami.

Tanpa melepas tautan tangannya pada pinggang sang istri, Akashi melanjutkan ciuman pagi, tak peduli dengan cubitan Tetsuya di lengan kiri. Bibir Tetsuya terlalu menggoda untuk dilepas tanpa dinikmati.

"Sei-kun,"

Bungkaman masih berjalan, bibir Tetsuya masih terbuai dalam lumatan, selaras dengan tangan Akashi yang bergerak menggerayangi, terlihat tak peduli kalau waktu bekerja akan datang sebentar lagi.

"Sei-kun, Ugh, nanti malam- ah,"

Akashi melepas tautan mulut mereka, "Setiap malam Tetsuya selalu sibuk berbincang dengan calon anak kita,"

"Sei-kun juga sibuk dengan berkas-berkas kerja,"

"Tapi aku melakukannya agar kau dan anak kita nanti tak hidup dalam kekurangan, sayang."

Tetsuya tersenyum, "Sei-kun harus segera berangkat kerja," Tangannya bergerak, kembali memasang dasi dan merapikan kerah sang suami, "Suamiku sangat tampan."

"Tentu saja, aku yang terbaik untuk Tetsuya dan calon anak kita,"

"Sei-kun bahagia aku hamil?"

"Ayolah Tetsuya, apa kau berharap aku mengungkapkan betapa aku bahagia sekarang?" Akashi merapikan beberapa helai anak rambut yang jatuh di kening Tetsuya dengan penuh sayang, "Dan setelahnya aku yakin kau akan protes karena tak bisa berjalan. Tapi aku sih tak masalah,"

"Mesum."

"Tapi karena aku mesum, kita punya calon anak sekarang. Lagipula, Tetsuya juga menikmatinya,"

Tak mau perdebatan mengarah ke hal yang iya-iya, Tetsuya mencium kening Akashi, "Selamat bekerja, ayah."

Akashi tersenyum, kemudian mengecup balik kening Tetsuya dan perut tempat calon anak mereka berada, "Jaga mamamu ya, jangan nakal." Kali ini Akashi menatap Tetsuya, "Biarkan editormu yang kesini, Tetsuya."

"Tapi dia sedang sibuk,"

"Kirim lewat faks, aku tak bisa mengantarmu."

"Aku akan kesana sendiri, Sei-kun."

"Tidak. Kau kirim lewat faks, atau editormu kesini atau ku larang kau menulis lagi."

"Sei-kun,-"

"Aku tak menerima penolakan, sayang. Aku berangkat, dan jangan lakukan apapun yang membuatmu kecapaian." Akashi mengecup kening Tetsuya lagi, lalu mengambil tas kerjanya.

Tak mau menjadi beban pikirang sang suami, Tetsuya memilih menurut daripada nanti malam dirinya 'penuh', "Sei-kun, hati-hati."

Helai merah itu mengangguk, kemudian meninggalkan Tetsuya yang masih dalam kamar. Memang, setelah kehamilannya diketahui, Akashi sangat protektif padanya, hingga melarang Tetsuya untuk turun mengantarnya sampai ke pintu depan seperti biasa. Kadang memang menyebalkan, tapi inilah suaminya, sosok yang begitu Tetsuya cintai dan banggakan.

Agustus, 2016

"Berapa sekarang usia kehamilanmu, Tetsuya?"

"5 bulan, Alex-san."

"Kau sangat beruntung ya?"

Tetsuya tersenyum, "Tuhan yang begitu baik dengan kami."

Alex tersenyum, kemudian melanjutkan makan siangnya sebelum berbicara lagi, "Mau melahirkan dimana?"

"Ayah mertuaku menyarankanku untuk melahirkan di rumah sakit pusat yang berada dibawah naungan Akashi, tapi Midorima-kun, maksudku, salah satu sahabat kami saat kuliah dulu menyarankanku untuk melahirkan di tempatnya,"

"Kau pilih mana?"

"Untuk itu, kami belum memutuskannya. Sei-kun bilang, nanti lihat keadaan saja. Lagipula, saran ayah dan Midorima-kun sama baiknya."

"Setelah melahirkan pasti akan sibuk sekali ya?"

Tetsuya terkekeh pelan, "Sei-kun bahkan sering protes sekarang karena kurang perhatian."

"Suamimu sangat sempurna,"

Tetsuya terdiam, sebelum akhirnya tersenyum, "Iya, Sei-kun sangat sempurna."

"Kalau nanti kau sibuk mengurus bayimu, boleh aku membantumu mengurus keluarga kecilmu?"

"Huh?"

"Maksudnya seperti membantu memasak," Tambah Alex.

Sejujurnya Tetsuya bingung dengan permintaan teman perempuannya ini, namun karena Tetsuya tipe yang hampir selalu berbaik sangka, akhirnya dia iyakan saja, "Tentu saja. Terimakasih, Alex-san."

Alex tersenyum mendapati jawaban dari Tetsuya, kemudian keduanya tenggelam dalam keheningan hingga selesai makan.

"Kau masih mengajar di TK?"

"Ung, tapi hari ini aku hanya dapat jatah pagi. Tadi Sei-kun bilang akan menjemputku disini setelah makan siang."

"Novelmu bagaimana?"

"Sudah selesai, harusnya masuk bagian editor sekarang, tapi Sei-kun melarangku pergi."

"Kenapa?"

"Sei-kun terlalu khawatir kalau aku harus kesana sendirian. Ini saja, aku juga tak boleh pulang sendiri,"

"Kau membuat banyak orang iri," Ucap Alex dengan terkekeh.

"Aku bahkan tak percaya, Sei-kun menjatuhkan pilihannya padaku."

"Kau merasa tak pantas?"

Tetsuya mengedikan bahunya, "Entahlah, hanya kadang masih bertanya kenapa Sei-kun memilihku,"

"Jangan merasa rendah diri, Tetsuya."

"Alex-san sangat cantik, kapan menikah?"

"Oh, kau menyebalkan. Jangan pakai topik itu,"

Mereka berdua tertawa pelan, hingga tak sadar kalau Akashi sudah datang.

"Tetsuya?" Panggil Akashi pelan pada istrinya yang tengah berbicara dengan teman yang dia ketahui saat SMA.

"Sei-kun,"

"Akashi-san,"

"Lama menunggu?" Tanya Akashi seraya menghampiri Tetsuya dan mengecup keningnya.

"Tidak, Alex-san menemaniku hingga kau datang."

Akashi menatap Alex, dan sedikit menganggukan kepalanya, menghormati sosok wanita yang merupakan teman istrinya.

"Sei-kun, sudah makan?"

Akashi mengangguk, "Sudah. Kalau Tetsuya tak ada acara, ayo pulang."

"Baiklah," Tetsuya ingin mengemasi barang-barangnya sebelum Akashi dengan cekatan melakukannya, "Alex-san, terimakasih sudah menemaniku disini,"

"Kau itu seperti dengan siapa saja," Kekeh Alex.

"Kapan-kapan mampirlah kerumah," Ujar Tetsuya.

"Tentu saja,"

"Ayo, sayang." Akashi menggandeng Tetsuya untuk berlalu dari sana dan dipenuhi dengan melambaikan tangan pada Alex yang masih melihatnya.

"Sei-kun tak sopan dengan Alex-san,"

"Apa?"

"Sei-kun tak sopan,"

"Memangnya siapa dia?"

"Teman SMA kita, apa Sei-kun lupa?"

"Maksudku, memangnya kenapa aku harus sopan padanya?"

"Dasar Sei-kun menyebalkan,"

Akashi terkekeh pelan, "Tadi kau tidak ke editor kan?"

"Tidak, aku mengajar, lalu ke kedai makan tadi,"

"Baguslah, aku tak suka kau kelelahan."

"Memangnya Sei-kun sudah selesai di kantor?"

"Belum, tapi ayah tak keberatan aku mengantarmu pulang."

"Aku hanya merepotkan saja kalau begitu,"

"Jangan mulai lagi, Tetsuya. Kau mau pindah ke mansion utama? Disana malah kau tak bisa apa-apa selain di kamar dan jalan-jalan dihalaman,"

Bibir Tetsuya mengerucut, menampakan kekesalan karena kalah dalam perdebatan.

"Kalau kau terus seperti itu, aku memilih berhenti di hotel untuk menyetubuhimu."

Tetsuya tak menjawab, tapi tangannya mencubit pinggang Akashi yang berada di bagian paling dekat.

September, 2016

Tetsuya memegang perutnya yang mulai membesar, kemudian menghadap cermin, lalu berputar. Gendut, seperti bola berjalan. Baju-bajunya tak muat lagi sekarang, seksinya sudah hilang.

"Kalau Tetsuya sudah tak sabar menunggu malam, aku bisa melakukannya sekarang." Suara Akashi menghentikan aktifitas Tetsuya yang tengah tenggelam dalam pikiran tentang bagaimana gendutnya dia.

"Sei-kun,"

"Apa kau ingin aku libur hari ini?"

"Eh? Tidak. Memangnya kenapa?"

"Pakaianmu, kau jelas ingin menggodaku."

"Apanya yang menggoda, lihat, pakaianku tak muat," Ujar Tetsuya sambil menunjuk kancing kemejanya yang tak bisa dia kaitkan.

"Jadi Tetsuya ingin baju baru?"

"Percuma, aku gendut, tak seksi lagi."

"Tapi seperti ini saja sudah membuatku ereksi kok," Ucap Akashi kalem yang dihadiahi cubitan dari sang istri.

"Mesum,"

Akashi terkekeh pelan, "Tetsuya pakai apapun aku suka, apalagi kalau tak memakai apa-apa."

"Sei-kun menyebalkan, mesum, menyebalkan."

"Kau mengataiku menyebalkan 2 kali, sayang. Lagipula Tetsuya mencintaiku, kan?"

Tetsuya tak menjawab, tapi semu merah pada wajahnya mulai merambah.

"Kalau begitu aku pinjam baju Sei-kun,"

"Boleh, Tetsuya bisa minta sesukanya."

"Benarkah?"

Akashi mengangguk mengiyakan.

"Aku sudah lama ingin memakai pakaian Sei-kun yang ini," Tetsuya berjalan menuju lemari, membuka deretan baju sang suami, kemudian tangan lentiknya mulai bekerja untuk mencari.

"Milikku itu juga milikmu, pakai saja sesukamu."

"Aku takut Sei-kun keberatan."

"Bukankah hidupmu dan hidupku sudah menjadi kita? Aku bahkan sangat tidak keberatan kalau Tetsuya memakaiku setiap malam." Ujar Akashi sambil menampilkan seringai yang membuatnya semakin tampan.

Tetsuya mendengus dalam hati, salah apa coba dia dapat suami yang mesum sekali. Padahal saat pacaran, Akashi begitu menghormati. Hanya berbagi ciuman di kening atau sapuan ringan di bibir saat interaksi. Itu saja tak setiap saat, hanya jika ada momen istimewa yang terjadi.

Tapi image Akashi berubah total saat malam pertama mereka. Bulan madu dalam seminggu, tapi Tetsuya sampai tak sempat pakai baju. Bahkan berjalan saja rasanya tak mampu.

"Aku ingin pakai ini," Tetsuya mengambil lalu memakai sebuah kemeja warna merah. Kemeja itu memang terlalu besar, tapi pas saat dipakai di perutnya. "Cocokan, Sei-kun?"

Akashi diam tak menjawab, batinya mengumpat karena Tetsuya membuatnya ereksi berat disaat yang tidak tepat. Istrinya, luar biasa seksi dan memabukkan hingga Akashi mati-matian menahan hasrat.

"Sei-kun?" Tetsuya kembali memanggil sang suami yang masih memandangnya dalam diam.

Seakan mendapat kesadaran, Akashi memandang Tetsuya dengan sensual, "Sebaiknya Tetsuya jangan memakai ini saat aku pulang."

"Kenapa? Seperti badut ya?"

"Bukan, tapi kalau Tetsuya masih ingin memakainya sih, aku tambah bahagia."

"Maksud Sei-kun?"

Grep. Akashi memeluk Tetsuya dari belakang. Bibirnya mengecup bahu Tetsuya yang terekspos menggoda, "Kau luar biasa seksi, sayang. Hingga saat ini aku masih berjuang dalam pikiran, akan masuk kantor atau menyetubuhimu sekarang."

"Apa-apaan? Aku harus pergi, Sei-kun."

"Kau mau pergi menggunakan baju ini?"

Tetsuya mengangguk, "Iya, aku akan menemui editorku."

"Tidak. Kau tak akan kemana-mana."

"Tapi novelku sudah deadline,"

"Tak peduli. Kau tak boleh kemanapun, apalagi dengan memakai baju itu."

"Kalau ganti baju yang lain?"

"Kalau tak pakai baju sekalian malah kita yang jalan-jalan untuk liburan."

"Sei-kun, aku serius."

"Aku juga, sangat."

"Aku harus menemuinya sekarang."

"Tetsuya-"

"Aku akan sangat berhati-hati, lagipula aku tak sendiri."

"Siapa yang menemanimu?"

"Alex-san."

"Dia lagi. Sepertinya dia memberi pengaruh buruk untukmu."

"Itu hanya perasaan Sei-kun."

"Jam berapa kau akan pergi?"

"Jam 10, setelah jam mengajar selesai."

"Kalau jam makan siang kau belum pulang, tetap ditempat dan aku akan menjemputmu."

"Tapi Sei-kun ada rapat,"

"Tak peduli."

"Jangan menyusahkan ayah,"

"Kau sendiri membuatku ketar-ketir."

"Aku janji akan pulang dengan utuh. Jam makan siang aku pasti sudah memberi kabar kalau aku sudah sampai rumah."

"Kalau Tetsuya ingkar, seminggu aku buat tak bisa jalan."

Tetsuya meneguk ludahnya berat, "Baiklah. Deal?"

"Deal." Akashi menarik tangan istrinya, kemudian mendekapnya erat, "Aku hanya ingin Tetsuya tidak kecapaian."

"Aku tahu, Sei-kun suami yang baik."

Akashi tersenyum, lalu mengecup kening Tetsuya, "Kalau ada apa-apa, kau tahu tombol mana yang akan selalu ada untukmu," Pemuda bersurai merah itu mengambil ponsel Tetsuya dan menekan nomor dial 1 yang langsung tersambung pada ponselnya.

"Sei-kun berlebihan, aku hanya pergi ke penerbitan yang hanya berjarak 8 blok dari sini."

"Tak ada yang berlebihan kalau menyangkut Tetsuya."

"Tapi aku diizinkan?"

"Sebenarnya tidak,"

"Sei-kun!"

"Tapi karena istriku tersayang memaksa, aku bisa apa."

"Aku tak memaksa,"

"Ya, kau tak memaksa sama sekali," Ucap Akashi dengan nada main-main.

"Sei-kun!"

Akashi terkekeh lagi, "Jadi sekarang, berikan ciuman panas pada suamimu sebelum berangkat bekerja."

"Jangan panas, nanti bisa berakhir di ranjang."

"Tak apa, itu untungnya jadi pemilik perusahaan."

Tetsuya cemberut, lalu berjinjit untuk mengecup bibir sang suami, yang kemudian ditawan dan benar-benar berubah menjadi ciuman yang memabukkan.

"Sei-kun membuat bibirku basah,"

"Nanti malam gantian lubangmu yang ku buat basah. Harus adil,"

"Mesum!"

"Dan berjanjilah untuk ganti bajumu, aku sudah membelikan baju Tetsuya yang cukup untukmu dan," Akashi memberi jeda pada kalimat seraya mengecup perut bulat, "Calon anakku yang ada disini. Jaga mama, sayang."

Tetsuya tertawa pelan, rasa geli tapi menyenangkan selalu tercipta saat Akashi mengecup perutnya, "Iya, ayah. Ayah juga bekerja yang giat,"

Akashi berdiri, lalu tersenyum, "Ingat janjimu, Tetsuya." Lalu mencium kening sang istri, "Aku berangkat."

"Hati-hati, Sei-kun."

"Kau sudah izin dengan Akashi-san?" Tanya Alex saat mereka berdua bertemu di depan tempat Tetsuya biasa mengajar.

"Sudah, tapi Sei-kun memberi batasan hingga makan siang."

Alex melihat jam yang melingkar pas di tangannya, pukul 10.15, "Cukup lah untuk pulang pergi nanti. Naskahnya sudah dibawa?"

"Hyuuga-san memintaku membawa dalam soft-copy-an saja."

"Baiklah, ayo berangkat. Mau jalan atau naik taksi?"

"Jalan saja, Alex-san,"

"Yakin? Aku tak mau Akashi-san memarahiku karena kau kecapaian,"

"Sei-kun memang sedikit berlebihan, tapi aku juga butuh banyak olahraga kecil agar mudah saat melahirkan nanti."

"Mau ambil yang normal?"

"Kalau bisa, tapi Midorima-kun menyarankan caesar. Maksudku, kehamilanku bukan sesuatu yang biasa layaknya perempuan, dan untuk jaga-jaga, lebih baik operasi saja,"

"Dan kau bersedia?"

"Yang terpenting, anakku nanti bisa selamat." Tetsuya tersenyum sambil membelai perutnya yang bulat.

Dan dalam pandangan Alex, apa yang didepannya sudah bagai memandang seorang malaikat.

Keduanya berjalan beriringan, tentu saja dengan berbagai obrolan ringan. Mulai dari nostalgia zaman SMA, hingga sekarang saat mereka sudah dewasa.

"Memangnya belum ada yang menarik hati Alex-san?"

"Ada,"

"Siapa?"

"Rahasia," Alex tersenyum, "Tapi mungkin hanya akan jadi angan."

"Memangnya kenapa?"

Alex mencubit pipi Tetsuya yang semakin gembil saat hamil, "Tetsuya banyak tanya, padahal biasanya cuek saja."

Tetsuya tersenyum, "Entah, aku jadi ingin tahu masalah setiap orang,"

"Masih suka mengidam?"

"Mungkin, aku bahkan baca-baca proposal kantor Sei-kun yang sebelumnya tak pernah minat melihatnya,"

"Pasti akan mirip Akashi-san. Kira-kira perempuan atau laki-laki, Tetsuya?"

"Aku belum tahu,"

"Tidak USG memangnya?"

"Midorima-kun dan ayah juga menawarkan, tapi aku dan Sei-kun tak mau, biar nanti tahu pas lahir saja. Lagipula, laki-laki atau perempuan akan sama. Kami sudah sangat bersyukur untuk kehadirannya," Ujar Tetsuya tersenyum, sambil mengelus perutnya dengan penuh sayang.

"Kau pasti akan jadi ibu yang luar biasa, Tetsuya."

"Aku berharap bisa seperti itu, Alex-san."

Keduanya kembali berjalan dalam hening, hingga Tetsuya berhenti, menatap sebuah toko dengan pernak-pernik dan perlengkapan bayi.

"Alex-san, bisakah kita mampir sebentar disana?" Tanya Tetsuya sambil menunjuk toko di seberang jalan yang dia maksud.

"Boleh, tapi aku akan ke ATM sebentar, dan Tetsuya boleh kesana, atau menungguku disini."

"Aku kesana duluan saja, nanti kalau selesai, aku akan kembali." Ujar Tetsuya.

"Tapi jalanan ramai sekali, Tetsuya."

"Tak apa. Alex-san seperti Sei-kun saja."

Alex menghela nafasnya, "Hati-hati."

Tetsuya mengangguk, lalu melambaikan tangan sebelum bersiap menyeberang jalan sedang Alex masih memperhatikan.

Namun, baru saja Alex berbalik, suara klakson memekakan telinga membelah udara, membuatnya segera mencari sumber suara.

"Ya Tuhan, Tetsuya!"

Alex berlari, membuka kerumunan yang masih mengerubungi Tetsuya.

"Tetsuya!"

"A-Alex-san,"

"Kau tidak apa-apa?"

Tetsuya sedikit gemetar, tapi masih mengusahakan senyuman, "A-Aku tak apa."

"Perlu aku panggilkan ambulan?"

"Ti-tidak."

"Kau membuatku jantungan, Tetsuya. Tapi syukurlah, kau tak apa-apa."

"Ba-bayiku,"

Mata Alex langsung tertuju pada perut Tetsuya yang masih bulat, "Sebaiknya tak usah ke editormu, kita ke rumah sakit sekarang."

"Tapi aku tak apa,"

"Ya, tapi untuk lebih baiknya kita periksa kesana."

Melihat tatapan Alex yang tak bisa dibantah, Tetsuya hanya bisa menurutinya.

"Kau tunggu disini," Alex menuntun Tetsuya untuk duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri, "Aku akan mengurusi mereka," Matanya menatap kerumunan polisi dan sopir mobil yang tadi hampir menabrak Tetsuya, "Dan setelah selesai, aku akan memanggil taksi untuk kita."

"Iya, Alex-san."

Tetsuya duduk sambil mengelus perutnya, rasanya takut luar biasa masih bersarang dihatinya. Entah apa yang terjadi kalau Tetsuya benar-benar tertabrak tadi. Mata aquamarine-nya memandang Alex, yang surai pirangnya terlihat mencolok diantara kerumunan seragam polisi. Semoga saja, kejadian ini tak terdengar sang suami. Bisa-bisa Tetsuya dikirim ke mansion utama dan Akashi tak akan mengizinkannya untuk aktivitas seperti biasa.

Mata Tetsuya jelalatan lagi, kali ini tertuju pada seorang anak sekolah dasar yang sedang pulan sekolah. Dari umurnya, mungkin anak tersebut berumur 6 atau 7 tahunan. Menggemaskan sekali, rasanya tak sabar melihat anaknya akan tumbuh besar.

Tapi ada yang mengganjal di hati Tetsuya. Sebagai seorang guru TK selama beberapa tahun, Tetsuya jelas mengenali setiap ekspresi yang keluar dari anak-anak, karena mereka masih murni dan belum terkontaminasi. Dan dari ekspresi anak yang tengah dilihatnya, jelas ada yang tak sesuai, terlihat takut dan gelisah.

Insting Tetsuya semakin menjadi saat anak tersebut terlihat beberapa kali menengok kebelakang, dan tak perlu waktu lama, Tetsuya memergoki seorang laki-laki yang mengikutinya.

Penculikan.

Tetsuya berteriak pada Alex, tapi tak didengar. Beberapa polisi yang bergerombol juga masih sibuk mengurusi kasusnya tadi. Mata Tetsuya melihat si anak yang semakin ketakutan. Meski berbadan dua, Tetsuya tetap laki-laki yang tak lemah. Dengan sedikit tertatih, Tetsuya menghampiri si anak yang tengah ketakutan dan berjalan tak tentu arah, apalagi dengan laki-laki itu terlihat semakin cepat mendekat.

"Tunggu, jangan kesana!" Tetsuya mencoba berteriak saat anak tersebut mendekati jalan raya.

"…" Anak itu melihat Tetsuya dan melihat laki-laki yang terlihat tengah mengejarnya.

"Tetsuya!" Tetsuya berbalik, melihat Alex tengah mengejarnya.

"Alex-san, panggil polisi, ce-"

Ucapan Tetsuya berhenti saat si anak sudah berada di jalan raya, tanpa mengindahkan mobil yang berseliweran.

Waktu berputar begitu cepat, Tetsuya bahkan tak sadar kalau sekarang dirinya tengah mendekap sang anak yang sedari tadi dia lihat. Lalu bunyi klakson yang begitu kencang kembali dia dengar. Semua teriakan yang membelah udara, terutama teriakan Alex yang menggema, lalu gelap gulita.

TBC.

Author's note :

Ini two-shot kok, tenang aja, saya lagi nggak mau ngutang multi-chapter dulu. Gimana? Seperti sinetron kah? Awalnya ini one-shot, tapi karena kepanjangan (saya nulis hingga 7k dan mungkin akan berakhir 8/9k kalau saya edit lagi) akhirnya saya bagi 2. Oh, dan lemonnya saya taruh di chapter depan.

Dan sedikit curhat meski agak lebay. Rasanya nggak percaya bisa ngetik segini panjang dalam waktu 3 hari. Padahal ff saya jarang banget tembus 2k+ setiap update. Udah, gitu aja.

Semoga suka, selamat tahun baru 2017 (telat) dan terimakasih sudah membaca!

Sign,

Gigi.