Disclamer: Boboiboy © Animonsta Studios Sdn Bhd.
Warning : GS, bahasa campuran, Typo bertebaran, Alur mudah di tebak soalnya pasaran, dan masih banyak banget kesalahan saya...
.
.
.
Di sebuah taman tengah-tengah komplek perumahan pulau rintis, dua orang anak berusia 8 tahun berwajah sama namun beda gender berlari-lari sambil berteriak kesal, anak perempuan bertudung biru toska berlari mengejar kembaran laki-lakinya yang mengenakan topi hitam agak keatas memperlihatkan poni hitam acak-acakan.
" Blaze! Kemari kau! " jeritnya masih mengejar saudaranya, sedangkan Blaze kembaran laki-lakinya masih terus berlari sesekali menengok kebelakang meledek adik perempuanya.
" ayo kejar aku. gendut! " ledeknya sambil menjulurkan lidahnya, anak perempuan tadi makin marah saat di panggil gendut.
Ais tidak terima di panggil gendut walau kenyataanya emang begitu, Kesal, marah, dan frustasi karena tidak berhasil menangkap kakak laki-lakinya, iapun menyerah, anak itu menyerah tidak lagi mengejar kakak kembarnya. Anak itu terdiam, kakaknya benar ia gendut karena itulah ia tak bisa berlari cepat mengejar kakaknya.
Blaze tak lagi mendengar teriakan adiknya, mennengok kebelakang yang ternyata adiknya tak mengejarnya lagi ia memperlambat laju larinya lalu berbalik berlari mendekati adiknya. Ais diam di tempat nafasnya tersegal-segal sambil memegangi lututnya.
" Ais...? " panggilnya pelan pada sang adik yang masih diam. Ais adik perempuanya cemberut. " jangan ngambek donk~ abang cuma bercanda " sang kakak rupanya merasa bersalah, biar mereka sering berantem dan Blaze sangat senang membuat adiknya marah atau nangis tapi kalau sudah ngambek kaya gini... Blaze paling takut, soalnya adiknya pasti bakalan ngadu ke ibunya.
" huh! " Ais membuang muka sebal. " abang jahat! " serunya kesal
" ih... apaan sih? Abangkan bercanda, emang kenyataan kamu gendut kok. Kalau ngak percaya tanya saja sama amma- "
" KEBAKARAN~KEBAKARAN~ " nyanyian (setengah teriak) tiba-tiba dari orang dewasa yang sedang naik sepeda bersama anak kecil sekitar usia 5 tahun. Anak kecil bertopi jinga yang duduk di belakangnya terkikik geli.
Blaze mendengus menatap kesal orang dewasa yang bernyanyi tadi.
" PAMAN GLEDEK! " Blaze balas berteriak menyambut pamanya dengan nama lainya. Pamanya yang di sebut gledek malah tertawa geli sedangkan anak kecil yang duduk di belakangnya tertawa terpingkal-pingkal sambil menyengkram kaos ayahnya supaya tidak jatuh dari sepeda.
" halo paman Halilintar~ " sapa Ais sambil tersenyum manis. Pamanya berhenti tepat di hadapan mereka, Blaze masih menatapnya kesal.
" halo juga princess Elsa~ " saut pamanya manis sambil turun dari sepeda.
" Huekkk..." anak kecil itu pura-pura muntah dengan nada bicara ayahnya.
" apa yang kalian lakukan di tengan lapangan tengah hari gini! " omelnya menatap garang dua keponakannya, dua saudara kembar itu seketika merinding, walau tadi sempat bernyanyi(?) dan bersikap manis tapi pamanya yang satu ini terkenal menakutkan ketika marah ( dan memang sering marah). Blaze bukan hanya merinding tapi juga gemeter ketakutan apa lagi dia baru saja menyebut pamanya dengan sebutan GLEDEK, bakalan di cincang dia.
" kami baru pulang sekolah paman " jawab Ais mantap, " karena rumah dan taman satu jalur jadi kami mampir bermain dulu " lanjutnya, Blaze menganguk-anguk menyetujui ucapan adiknya dan memang kenyataanya begitu. Ais adalah anak yang polos dan jujur beda dengan dirinya yang suka berbohong dan berfikiran sempit.
Halilintar masih menatap garang dua keponakanya. " kenapa tak pulang dulu baru main? " ucapnya tegas, dua anak itu menunduk takut. " mainlah nanti sore ketika matahri tak begitu panas " nasehatnya, dua anak itu menganguk lalu berlari kebelakang mengambil tas sekolahnya yang di lempar asal ketika bermain kejar-kejaran tadi, dua anak itu langsung berlari pulang tanpa pamit pada pamanya. yang namanya kembar pasti (kadang) punya pemikiran yang sama yaitu kabur sebelum di ceramahi pamanya lagi.
" kelakuan anak-anak itu ngak beda jauh dari orang tuanya " gerutu Halilintar kesal menatap keponakanya yang berlari menjauh, lalu berbalik menatap anaknya sendiri dengan tatapan masih garang, " kamu juga boboiboy. Ingat! " Boboiboy menganguk patuh dengan nasehat ayahnya.
.
.
FIN
