a/n: untuk #SariRoti Event #KoroBot mestinya dikerjain pas bulan mei, tapi apalah daya ini :")


.

between trepidation

Ansatsu Kyoushitsu © Matsui Yuusei
Aldnoah Zero © Olympus Knights, Katsuhiko Takayama, A-1 Pictures

.

.

Kau pernah berkata bahwa kau tidak mempercayai Tuhan, bukan?

Kalau begitu cukup aku saja yang percaya; pada Tuhan, pada keajaiban, untuk setiap langkah-langkah berdebu kaki kita ketika berlari, melompat ke dalam kataphrakt dan mengacungkan senjata demi memastikan hari esok tetap hadir, demi menjaga denyut di bawah kulit orang-orang yang kita cinta tetap berdetak.

Kala itu kau selalu berlari di sisiku, Karma, sementara keluh kesah yang kau ucapkan di sepanjang tugas (yang bukan simulasi, meski orang dewasa terkadang berusaha menutup-nutupi, tetapi aku tahu; kita tahu) akan diterjemahkan hatiku menjadi sebentuk doa. Dan harapan. (Setelah ini aku akan tidur seharian. Setelah ini aku akan bermain games tanpa henti. Setelah ini aku akan— bahwa kau selalu berharap ada 'setelah ini' dan aku akan mengaminkannya melalui seulas senyum yang tak pernah kau sadari).

Sayangnya, kedamaian masih begitu jauh, Karma, jauh, menyerupai angka-angka tanpa batas yang dulu kau sukai ketika problematika yang mesti kita hadapi tidak lebih dari sekadar ujian akhir, dan kegagalan hanya berujung pada nilai yang buruk tanpa menyebabkan lolosnya nyawa-nyawa lain. Vers semakin agresif, semakin obsesif, cakar-cakarnya menghujam bumi, merebut akar kita, menghancurkan dahan-dahan kita, menghabisi makhluk-makhluk yang masih ingin berpijak di atasnya; Vers semakin agresif, terlebih ketika mereka percaya bahwa Putri tercinta mereka mati di tangan pribumi; di tangan kita.

Aku ingat, di batas kota itu kau tertawa, menyembunyikan kelelahanmu setelah berjaga semalaman di balik derai-derainya. Tak ada lelucon yang lebih buruk dari ini! –katamu. Dan tak ada propaganda yang lebih cerdas dari ini, timpalku saat itu. Kita sama-sama tahu bahwa tawa yang kau lantunkan selanjutnya terdengar sedih.

Tetapi, apa kau takut, Karma? Apa kau takut?

Aku takut.

Takut sekali.

Aku takut dalam sepersekian detik ketika mataku tertutup, semua yang berharga bagiku telah musnah, dan saat membuka mata aku tak menemukan apa-apa, tak menemukan siapa-siapa yang ingin kulindungi segala hal tentangnya dari marabahaya. Aku takut bumi yang kupijak luluh lantak tanpa ada sepetak pun sisanya untuk kujadikan nostalgia. Aku takut langit di atasku runtuh ketika tak ada lagi pilar-pilar keadilan yang mampu menahan beratnya.

Aku takut, ketika terbangun di pagi hari yang dingin, tak kutemukan jemarimu di sela-sela jemariku, atau senyum asimetrismu di antara cahaya temaram lampu bunker, atau hadirmu yang semestinya selalu di sisiku; dan bersama kekalutan-kekalutan itu, aku harus merelakan kenyataan bahwa kau telah menjelma mimpi yang jauh, jauh, seperti kedamaian di muka bumi ini.

Aku takut akan kemungkinan-kemungkinan itu.

Dan ketakutan itulah yang mendorongku untuk mendekat (padahal seharusnya menjauh) padamu. Ketakutan itulah yang kemudian membuatku jadi seorang pemberani, Karma, menantang kataphrakt musuh dengan sleipnir yang oranye-nya menusuk mata seperti karat senja. Ketakutan itu yang membuatku perseptif dengan keadaan dan menyadari dengan cepat bahwa kau tidak baik-baik saja (aku tahu fungsi stabilizer kataphrakt-mu rusak ketika tamengmu dihancurkan oleh musuh beberapa saat yang lalu; dan kau tak mampu untuk kabur dari sana dengan mudah).

Ketakutan itulah yang membuatku melakukan lompatan terbesar dalam hidup ini.

["Isogai, kau—!"]

Kau pernah berkata bahwa kau tidak akan mati di sini, bukan?

["Mustang 22 kepada Mustang 11—"]

Kalau begitu, cukup aku saja, Karma. Cukup aku saja.

["jangan bercanda, pergi dari sana!"]

Kau harus tetap hidup untuk kita berdua.

["—selamat tinggal, Karma."]***

.

.

-fin-